73 Proses perkembangan sel telur terjadi dalam 2 tahap yaitu
previtellogenesis dan vitellogenesis Affandi,2002. Proses previtellogenesis adalah tahap dimana telur aktif dalam melakukan pembelahan dan terhenti pada
tahap profase meiosis pertama fase diplotein, pada fase diplotein ini dihasilkan oosit primer. Sedangkan vitellogenesis merupakan tahap dimana terjadi
pergerakan inti telur yang telah mengalami perkembangan diameter telur disebabkan oleh aktivitas MPF untuk kemudian terjadi peleburan inti di bawah
mikrofil yang disebut GVBD. Nutrien hasil dari steroidogenesis yang berasal dari estradiol-17ß oleh hati diubah menjadi vitellogenin, kemudian oleh darah
vitellogenin diangkut dan masuk ke dalam oosit fase diplotein itu, menyebabkan peningkatan akumulasi kuning telur dan diameter telur. Inilah alasan yang
menjelaskan mengapa pada Tabel 4 dan Gambar 9 tampak dengan semakin meningkatnya dosis BMD akan meningkatkan diameter telur. Peningkatan yang
terjadi tidak berbeda nyata disebabkan karena dosis vitamin yang diberikan dalam pakan belum optimum. Peningkatan diameter telur bersifat spesifik dan berkaitan
dengan seberapa cepat induk ikan menghasilkan vitellogenin.
4.3. Pergerakan Inti Telur
Gambar 10 .  Histogram pergerakan inti telur  pada sampling
1
Pergerakan inti telur pada pengambilan contoh atau  sampling  1  seperti pada Gambar 10, dengan semakin meningkatnya dosis BMD, persentase inti telur
yang ada di tengah menurun pada perlakuan 30  mg BMDkg ikan, kemudian meningkat pada perlakuan 50  mg BMDkg ikan dan 70 mg BMDkg ikan.
51,41 89,65
100 33,33
15,26 10,35
20 40
60 80
100 120
GVBD Tepi
Tengah
kontro
l
30 mgkg 50 mgkg
70 mgkg 66,67
74 Persentase inti telur ya ng ada di tepi menurun dari kontrol hingga mencapai
perlakuan 70  mg BMDkg ikan. Rata-rata tertinggi persentase inti telur berada di tengah yang dicapai sebesar 100   pada perlakuan 70 mg BMDkg ikan,
sedangkan  yang paling  rendah sebesar  51,41   terdapat pada perlakuan 30 mg BMDkg ikan  dan rata-rata tertinggi persentase inti telur yang berada di tepi
dicapai sebesar 33,3  pada perlakuan kontrol, sedangkan  yang paling rendah sebesar 0  pada perlakuan 70 mg BMDkg ikan Lampiran 1.
Pada pengambilan contoh pertama ini, perlakuan 70 mg BMDkg ikan diperoleh telur dengan inti telur berada di tengah sebesar 100 . Antar perlakuan
tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap peningkatan pergerakan inti telur Lampiran 5.
Gambar 11 . Histogram pergerakan inti telur  pada sampling 2
Pada pengambilan contoh kedua diperoleh  inti telur yang telah mengalami GVBD, yaitu pada perlakuan 30 mg BMDkg ikan. Persentase inti telur yang telah
mengalami GVBD ini rata-rata 2,6  dari total pengamatan  Lampiran 2. Semakin tinggi dosis maka persentase inti telur yang berada di tengah menurun
dan persentase inti telur yang berada di tepi meningkat. Berdasarkan Gambar 11 diatas, persentase inti telur yang berada di tengah
paling rendah terdapat pada perlakuan 70  mg BMDkg ikan, yaitu sebesar 54,5 dan yang paling tinggi terdapat pada kontrol  sebesar 87,32 . Sedangkan
persentase inti telur yang berada di tepi paling rendah terdapat pada kontrol, yaitu sebesar 12,67  dan yang paling tinggi terdapat pada perlakuan 70  mg BMDkg
ikan  sebesar 45,5 . Dengan demikian telah terjadi perkembangan telur yang cukup baik pada perlakuan 70 mg BMDkg ikan bila dibandingkan dengan
87,32 12,67
58,63 38,97
2,6
55,53 44,47
54,5 45,5
20 40
60 80
100 GVBD
Tepi Tengah
kontrol 30 mgkg
50 mgkg 70 mgkg
75 perlakuan-perlakuan lainnya, dan  perkembangan  yang terjadi bersifat berbeda
nyata Lampiran 6. Pergerakan inti telur dipengaruhi oleh proses steroidogenesis,  dalam
proses steroidogenesis,  BMD berperan dalam membantu proses penyerapan asam lemak ke dalam pembuluh getah beningkelenjar limfe. Menurut Poedjiadi 1994
proses penyerapan asam lemak oleh dinding usus dapat terjadi apabila monogliserida telah diubah dan berikatan dengan protein pembawa asam lemak
membentuk lipoprotein, ikatan ini disebut khilomikron. Pembentukan khilomikron dari monogliserida membutuhkan ion phospat dan salah satu enzim
yang membantu dalam transformasi bentuk monogliserida menjadi khilomikron yaitu asil KoA yang dibentuk dari asam lemak dan enzim asil KoA sintetase
dengan bantuan ion Mg
++
Gambar 12.
Sel mukosa Asam lemak                   Asam lemak
76 ATP
KoA ADP + P
i
Glukosa Asil KoA                   +Mg
++
Asil koA sintetase    Fosfogliserat Gliserol
Membran mikrovilus                     Monogliserat-P
Asil KoA Digliserida-P
Monogliserida                  Digliserida Asil KoA
Trigliserida Lipoprotein
Khilomikron                          Khilo mikron
Gambar 12. Bagan reaksi biokimia selama absorpsi dalam usus Poedjiadi,1994
BMD juga berperan dalam mekanisme kerja hormon dalam sel.  Setelah kuning telur terakumulasi oleh vitellogenin, maka 17a-hidroxyprogesteron dari
lapisan teka masuk ke lapisan granulosa, di  dalam lapisan ini 17a- hidroxyprogesteron  diubah  dengan  bantuan  20ß-hidroxysteroidehidrogenase 20
ß-HSD menjadi 17a,20ß-dihydroxy-4-pregnen-3-one 17a,20ß-diOHProg.
Kemudian  17a,20ß-diOHProg  akan masuk kedalam sel telur untuk mendorong Maturation Promoting Factor MPF bila kondisi Gonadotropin GTH II cukup.
MPF ini berperan dalam mendorong inti telur yang berada ditengah bergerak kearah tepi dan melebur dibawah lubang mikrofil yang disebut GVBD seperti
tampak pada Gambar 13  Epler 1971.  GVBD dipengaruhi oleh seberapa cepat MPF terbentuk dan pembentukan MPF dipengaruhi oleh seberapa  cepat 17a-
hidroxyprogesteron dan 20 ß-HSD dihasilkan dalam suasana dosis GTH II cukup.
77
Gambar 13 . Telur yang telah mengalami GVBD
GTH II merupakan hormon yang mekanisme kerjanya diatur oleh hipotalamus dan rangsangan lingkungan. Mekanisme kerja hormon  juga
dipengaruhi oleh adanya ion Mg
++
dalam sel target. Ion Mg
++
berperan dalam proses perubahan  ATM   menjadi  AMP   siklik adenosin 3’,5’ monofosfat atas
sinyal yang berasal dari adenin siklase Poedjiadi,1994, dengan semakin meningkatnya dosis BMD  maka kinerja ion Mg
++
juga akan semakin cepat, dengan demikian pergerakan inti telur yang terjadi menjadi signifikan Lampiran
6. Apabila diamati, pada pengambilan contoh pertama dengan pengambilan
contoh kedua Gambar 10 dan Gambar 11 terdapat kejangga lan persentase pergerakan telur pada kontrol dan perlakuan 30 mg BMDkg ikan. Persentase inti
telur yang berada ditengah pada kontrol  mengalami peningkatan, sedangkan persentase inti telur yang berada di tepi mengalami penurunan. Persentase inti
telur yang berada di tengah pada perlakuan 30 mg BMDkg ikan mengalami peningkatan. Kejanggalan yang terjadi disebabkan karena peluang pengambilan
yang berbeda dari satu sampel dengan sampel yang lain
4.4. Derajat pembuahan Tabel 5.