Optimalisasi Pertumbuhan pada Pendederan Ikan Lele Sangkuriang Clarias sp. melalui Pengaturan Frekuensi Pemberian Pakan.

(1)

OPTIMALISASI PERTUMBUHAN PADA PENDEDERAN

IKAN LELE SANGKURIANG

Clarias

sp. MELALUI

PENGATURAN FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN

JOSEPH BENEDICTUS

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

OPTIMALISASI PERTUMBUHAN PADA PENDEDERAN IKAN LELE SANGKURIANG Clarias sp. MELALUI PENGATURAN FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

JOSEPH BENEDICTUS C14080086


(3)

ABSTRAK

JOSEPH BENEDICTUS. Optimalisasi Pertumbuhan pada Pendederan Ikan Lele Sangkuriang Clarias sp. melalui Pengaturan Frekuensi Pemberian Pakan. Dibimbing oleh IRZAL EFFENDI dan LIES SETIJANINGSIH.

Target utama pada kegiatan pendederan ikan lele adalah untuk menghasilkan benih yang pertumbuhannya baik, tepat jumlah, serta berukuran seragam. Oleh karena itu, perlu terus dilakukan upaya untuk meningkatkan laju pertumbuhan ikan lele dalam sistem pendederan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh frekuensi pemberian pakanterhadap laju pertumbuhan pada pendederan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. Pengaturan frekuensi pemberian pakan ditentukan berdasarkan hasil penelitian pendahuluan tentang pengosongan lambung, dan diketahui lambung ikan lele kosong dalam waktu 4 jam setelah proses makan dimulai. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan yaitu frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari dengan ulangan 3 kali pada setiap perlakuan. Benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan bobot rata-rata 0,79±0,01 g/ekor dan panjang rata-rata 3,94±0,44 cm/ekor dipelihara secara outdoor dalam bak fiber berkapasitas 96 liter dengan padat penebaran 2 ekor/l. Pakan yang digunakan berupa pelet apung berdiameter 1,2 - 2 mm dengan kandungan protein 38%. Peubah yang diamati adalah kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang mutlak, laju pertumbuhan bobot harian, tingkat konsumsi pakan, efisiensi pemberian pakan, koefisien keragaman, kualitas air, dan efisiensi ekonomi. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan frekuensi pemberian pakan tidak berpengaruh terhadap derajat kelangsungan hidup dan koefisien keragaman pada setiap perlakuan. Laju pertumbuhan bobot harian dan efisiensi pemberian pakan pada frekuensi pemberian pakan 5 dan 9 kali/hari tidak berbeda nyata. Frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari memberikan pertumbuhan panjang mutlak terbaik dibandingkan perlakuan 2, 3, dan 5 kali/hari. Perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari juga memberikan nilai profit dan rasio R/C terbaik dibandingan perlakuan 2, 3, dan 5 kali/hari.

Kata Kunci : Ikan lele Sangkuriang, pendederan, frekuensi pemberian pakan, pertumbuhan panjang mutlak


(4)

ABSTRACT

JOSEPH BENEDICTUS. Optimization of growth in Sangkuriang catfish

Clarias sp. rearing by feeding frequency arrangement. Supervised by IRZAL EFFENDI and LIES SETIJANINGSIH.

The main target of catfish nursery is to produce seeds with growing well, right amount, as well as uniform in size. Therefore, the need to continously efforts to increase the growth of catfish. The purpose of this research was to determine the influence of feeding frequency on growth rate of catfish Sangkuriang Clarias sp. nursery. Feeding frequency settings are determined based on preliminary research that the stomach was empty in 4 hours. The design of research used was a complete random design with four treatments (feeding frequency at 2, 3, 5, and 9 times/day) and three replicates. The seeds of Sangkuriang catfish with average body weights was 0.79±0.01 g/fish and the average of body length was 3,94±0,44 cm/fish kept in a fiber capacity 96 liters with stocking density of 2 fish/liter. Feed used was floating pellets which have a diameter of 1.2 - 2 mm and a protein content of 38%. Parameters observed were survival rate, absolutely growth, specific growth rate, feed intake, feeding efficiency, coefficient diversity, water quality, and economic efficiency. The research results showed that the arrangement of the feeding frequency on every treatment does not provide a significant effect to survival rate and coefficient diversity. Specific growth rate and feeding efficiency on feeding frequency 5 and 9 times/day does not provide a significant effect. Feeding frequency which is 9 times/day gives the best absolutely growth than treatments with 2, 3, and 5 times/day. Feeding frequency which is 9 times/day also gives the best profit and R/C ratio than treatments with 2, 3, and 5 times/day.

Key Word : Sangkuriang catfish, enlargement, feeding frequency, absolutely growth


(5)

OPTIMALISASI PERTUMBUHAN PADA PENDEDERAN IKAN LELE SANGKURIANG Clarias sp. MELALUI PENGATURAN FREKUENSI

PEMBERIAN PAKAN

JOSEPH BENEDICTUS

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013


(6)

Judul Skripsi : Optimalisasi Pertumbuhan pada Pendederan Ikan Lele Sangkuriang Clarias sp. melalui Pengaturan Frekuensi Pemberian Pakan.

Nama Mahasiswa : Joseph Benedictus Nomor Pokok : C14080086

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Irzal Effendi, M.Si. Ir. Lies Setijaningsih, M.Si. NIP. 19640330 198903 1 003 NIP. 19610203 198703 2 004

Diketahui

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. NIP. 19671013 199302 1 001


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Optimalisasi Pertumbuhan pada Pendederan Ikan Lele Sangkuriang Clarias sp. melalui Pengaturan Frekuensi Pemberian Pakan. Karya tulis ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada 15 September hingga 10 Oktober 2012 di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi Cibalagung, Bogor, Jawa Barat.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ini:

1. Kedua orang tua Penulis Adrianus Widjaja dan Lili, adik-adik tercinta Edith Lidwina, Francis Sebatianus, Kevin Laurentius, serta seluruh keluarga besar atas doa dan dukungan yang sangat berarti bagi Penulis.

2. Ir. Irzal Effendi, M.Si dan Ir. Lies Setijaningsih, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama proses pembuatan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA selaku Dosen Pembimbing Akademik atas nasihat, saran, dan dukungannya.

4. Pimpinan dan Staf Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi Cibalagung, Bogor atas kesempatan yang telah diberikan.

5. Cecilia Wiranti atas segenap perhatian, dukungan serta motivasi.

6. Anindila, Adit, Anes, Burhan, Ima, Jeanni, Dilla, Nidya, Erriza, Wahyu, Titi, Dandy, Ojan, Heru, Dessy, Rian, Lita, Randi, Sofyan yang telah membantu dalam pengenalan lokasi penelitian, penelitian pendahuluan, sampling, pengukuran kualitas air, hingga pengolahan data.

7. Rekan-rekan BDP 45, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhirnya, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi Penulis serta pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2013


(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada 15 Desember 1989, merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Ayah Adrianus Widjaja dan Ibu Lili. Pendidikan formal yang telah ditempuh Penulis adalah SD Regina Pacis Bogor pada 2002, SMP Regina Pacis Bogor pada 2005, dan SMA Regina Pacis Bogor pada 2008. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB dengan memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama mengikuti perkuliahan, Penulis pernah mengikuti kegiatan Pekan Kreativitas Mahasiswa Bidang Kewirausahaan (PKM-K) yang didanai DIKTI dengan judul “Akuakultur Kultur Aqua Ku” pada 2011. Pada tahun yang sama penulis juga mengikuti PIMNAS XXIV di Makassar melalui kegiatan Pekan Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P) dengan judul “Pemanfaatan Paparan Medan Listrik dan Salinitas untuk Meningkatkan Kontinuitas Produksi Ikan Botia”. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Optimalisasi Pertumbuhan pada Pendederan Ikan Lele Sangkuriang Clarias sp. melalui Pengaturan Frekuensi Pemberian Pakan”.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

II. BAHAN DAN METODE ... 4

2.1 Penelitian Pendahuluan : Waktu Pengosongan Lambung... 4

2.2 Rancangan Percobaan ... 5

2.3 Prosedur Penelitian ... 6

2.3.1 Persiapan Wadah ... 6

2.3.2 Penebaran Benih ... 6

2.3.3 Pemberian Pakan ... 7

2.4 Parameter Pengamatan ... 7

2.4.1 Derajat Kelangsungan Hidup ... 7

2.4.2 Pertumbuhan Panjang Mutlak ... 8

2.4.3 Laju Pertumbuhan Bobot Harian ... 8

2.4.4 Tingkat Konsumsi Pakan ... 8

2.4.5 Efisiensi Pemberian Pakan ... 9

2.4.6 Koefisien Keragaman Panjang ... 9

2.4.7 Fisika-Kimia Air ... 9

2.4.8 Analisis Ekonomi ... 11

2.5 Analisis Data ... 11

III.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

3.1 Hasil ... 12

3.1.1 Penelitian Pendahuluan : Waktu Pengosongan Lambung ... 12

3.1.2 Derajat Kelangsungan Hidup ... 13

3.1.3 Pertumbuhan Panjang Mutlak ... 13

3.1.4 Laju Pertumbuhan Bobot Harian ... 14

3.1.5 Tingkat Konsumsi Pakan ... 15

3.1.6 Efisiensi Pemberian Pakan ... 16

3.1.7 Koefisien Keragaman Panjang ... 17

3.1.8 Fisika-Kimia Air ... 17

3.1.9 Analisis Ekonomi ... 21

3.2 Pembahasan ... 23

IV.KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

4.1 Kesimpulan ... 32

4.2 Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33


(10)

ix DAFTAR GAMBAR

1. Waktu pengosongan lambung ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada suhu antara 27oC – 28oC ... 12 2. Tingkat kelangsungan hidup ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan

frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 13 3. Pertumbuhan panjang mutlak ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan

frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 14 4. Laju pertumbuhan bobot harian ikan lele Sangkuriang Clarias sp.

dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 15 5. Tingkat konsumsi pakan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan

frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 16 6. Efisiensi pemberian pakan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan

frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 16 7. Koefisien keragaman panjang ikan lele Sangkuriang Clarias sp.dengan

frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 17 8. Suhu media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan

frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 18 9. Nilai pH media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan

frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 18 10.Oksigen terlarut media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp.

dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari... ... 19 11.Kandungan amoniak media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias

sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 20 12.Kandungan nitrit media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp.

dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 20 13.Kandungan nitrat media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp.

dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 21 14.Nilai profit pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Claria sp. dengan

frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 22


(11)

ix 15.Nilai rasio R/C pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan

frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 22 16.Nilai harga pokok produksi (HPP) pemeliharaan ikan lele Sangkuriang

Clarias sp.dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 23


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Denah wadah pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. ... 38 2. Hasil penelitian pendahuluan : waktu pengosongan lambung ... 39 3. Tingkat kelangsungan hidup ikan lele Sangkuriang pada perlakuan

frekuensi pemberian paka 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 39 4. Analisis ragam derajat kelangsungan hidup benih ikan lele

Sangkuriang Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. ... 40 5. Data hasil sampling pertumbuhan panjang pada frekuensi pemberian

pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 41 6. Analisis ragam pertumbuhan panjang mutlak benih ikan lele

Sangkuriang Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 41 7. Data hasil sampling biomassa pada frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5,

dan 9 kali/hari ... 42 8. Analisis ragam laju pertumbuhan bobot harian benih ikan lele

Sangkuriang Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. ... 42 9. Data pakan pada pemeliharaan ikan lele Sangkuriang dengan frekuensi

pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 43 10.Analisis ragam tingkat konsumsi pakan benih ikan lele Sangkuriang

Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9

kali/hari. ... 43 11.Analisis ragam efisiensi pemberian pakan benih ikan lele Sangkuriang

Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. ... 44 12.Analisis ragam koefisien keragaman benih ikan lele Sangkuriang

Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. ... 44 13.Analisis statistik profit benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada

perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 45 14.Analisis statistik rasio R/C benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp.

pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 46


(13)

15.Analisis statistik harga pokok produksi benih ikan lele Sangkuriang

Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 46 16.Analisis ekonomi pada pemeliharaan ikan lele Sangkuriang dengan

frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 47


(14)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan Lele Clarias sp. merupakan salah satu komoditas unggulan ikan air tawar yang permintaannya tidak pernah surut bahkan cenderung meningkat setiap tahunnya (KKP, 2010). Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jendral Perikanan Budidaya (2012), produksi nasional ikan lele pada 2007 sebesar 91.735 ton dan terjadi peningkatan produksi hingga 337.577 ton pada 2011 atau meningkat 268% dalam 5 tahun terakhir. Ikan lele menempati urutan ke-3 setelah rumput laut dan ikan patin dalam produksi komoditas perikanan budidaya terbanyak di Indonesia. Harga ikan lele ukuran konsumsi di kalangan petani Jawa Barat saat ini berkisar antara Rp. 10.000,00 - 13.000,00 / kg. Permintaan ikan lele ukuran konsumsi yang terus meningkat ini akan terkait dengan kebutuhan benih dalam jumlah banyak, seragam, dan berkesinambungan.

Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi telah berhasil memperbaiki kualitas genetis ikan lele dumbo Clarias gariepinus melalui rekayasa kawin silang (cross breeding). Hasil dari rekayasa kawin silang tersebut diperoleh strain ikan lele Sangkuriang Clarias sp. (BBPBAT, 2005). Keunggulan ikan lele Sangkuriang dibandingkan dengan jenis ikan lele lainnya yaitu memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik, sifat kanibal yang lebih rendah, tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi, dan pertumbuhannya yang lebih cepat (Nasrudin, 2010). Menurut Mahyuddin (2008), panjang mutlak benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. berusia 40 hari dapat mencapai ukuran 5-8 cm/ekor, sedangkan pada ikan lele dumbo hanya berkisar antara 3-5 cm/ekor.

Menurut Effendi (2004), pendederan adalah kegiatan pemeliharaan ikan untuk menghasilkan benih yang siap untuk ditebar di unit produksi pembesaran, atau benih yang siap di jual. Kegiatan pendederan dilakukan dalam upaya mengadaptasikan benih sebelum dibesarkan hingga berukuran konsumsi. Diharapkan setelah didederkan ikan lele memiliki laju pertumbuhan yang yang tinggi, ukuran relatif lebih seragam, kelangsungan hidup yang lebih tinggi, waktu


(15)

2 produksi yang lebih singkat, dan biaya produksi yang lebih efisien di dalam sistem pembesaran.

Upaya meningkatkan laju pertumbuhan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi. Pertumbuhan pada ikan dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal diantaranya adalah faktor keturunan, jenis kelamin, dan usia. Faktor eksternal merupakan faktor yang dapat dikontrol yang terdiri dari faktor kualitas air dan pakan. Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan akuakultur. Menurut Priyadi (2008), 60-80% biaya produksi pada kegiatan akuakultur secara intensif besumber dari biaya pakan.

Pakan dimanfaatkan ikan sebagai sumber energi untuk beraktifitas, selebihnya akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan (Affandi, 2004). Menurut Effendie (2002), pertumbuhan terjadi apabila pada tubuh ikan terdapat kelebihan input energi (protein) yang berasal dari pakan. Menurut Vahl (1979) ada dua parameter yang dibutuhkan untuk menghasilkan pertumbuhan yang optimal dalam suatu sistem budidaya, yaitu jumlah maksimum pakan yang dikonsumsi dalam satu kali makan dan laju pengosongan lambung yang terkait langsung dengan frekuensi pengambilan pakan. Untuk meningkatkan efisiensi produksi dipilih pakan dengan kandungan nutrisi yang tepat, serta teknik pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Pemberian pakan dengan frekuensi yang lebih sering diharapkan dapat mempertahankan kondisi lambung agar selalu terisi pakan, sehingga kelebihan input energi dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Frekuensi pemberian pakan adalah banyaknya waktu ikan untuk makan dalam sehari. Menurut Ghufran (2010), frekuensi pemberian pakan pada pendederan ikan lele Sangkuriang adalah 3-4 kali/hari. Frekuensi pemberian pakan ditentukan berdasarkan kebiasaan waktu makan serta interval laju pengosongan lambung.

Pengujian waktu pengosongan lambung pada benih ikan lele Sangkuriang

Clarias sp. dilakukan untuk mengetahui interval waktu yang dibutuhkan lambung hingga kembali kosong setelah proses makan dimulai. Interval pemberian pakan merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk kembali memberikan pakan secara terkontrol berdasarkan kapasitas maksimal lambung. Kapasitas maksimal lambung dan laju penyerapan makanan pada setiap jenis ikan berbeda-beda


(16)

3 tergantung pada usia, ukuran, jenis, kualitas pakan, serta kondisi lingkungan budidaya (Affandi, 2004). Menurut Fujaya (2002), laju pengosongan lambung berkolerasi dengan laju metabolisme yang dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya ukuran tubuh dan temperatur.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari terhadap derajat kelangsungan hidup, keseragaman ukuran, laju pertumbuhan bobot harian, efisiensi pemberian pakan, dan pertumbuhan panjang mutlak ikan lele Sangkuriang Clarias sp.dalam sistem pendederan. Manfaat dari hasil penelitian ini adalah diperoleh informasi untuk memperbaiki frekuensi pemberian pakan sehingga dicapai waktu produksi yang lebih singkat dan biaya produksi yang lebih efisien.


(17)

4 II. BAHAN DAN METODE

2.1 Penelitian Pendahuluan : Waktu Pengosongan Lambung

Pengamatan waktu pengosongan lambung pada benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dilakukan sebagai penelitian pendahuluan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui interval waktu yang dibutuhkan lambung hingga kembali kosong setelah proses makan dimulai. Manfaat dari pengamatan ini untuk menentukan frekuensi pemberian pakan sebagai rancangan perlakuan. Semakin cepat isi lambung berkurang akan semakin cepat ikan merasa lapar dan akan lebih sering mengambil pakan. Cepat atau lambatnya pengambilan pakan erat kaitannya dengan laju pengosongan lambung (Hastuti, 1984).

Pengamatan waktu pengosongan lambung dilakukan pada kisaran suhu antara 27 – 28 oC sebanyak dua kali ulangan. Wadah yang digunakan adalah 20 unit baskom plastik yang diisi dengan air kolam sebanyak 9 liter/wadah. Setiap wadah ditebar 18 ekor ikan uji berukuran panjang 3,94±0,44 cm/ekor dan bobot 0,79±0,01 g/ekor yang telah diberok selama 24 jam. Ikan uji diberi pakan apung komersial berdiameter 1,2 – 2 mm/butir dengan kandungan protein 38%. Pakan ditimbang sebelum dan sesudah pemberian pakan pada setiap wadah uji. Pemberian pakan dilakukan serentak pada setiap wadah pemeliharaan dengan metode sekenyangnya (at satiation) hingga respons ikan terhadap pakan menurun. Pakan yang tidak termakan dikumpulkan dan dijemur untuk ditimbang jumlahnya. Pengukuran bobot lambung ikan dilakukan setiap 30 menit sekali yang dimulai pada menit ke-0. Seluruh ikan uji pada salah satu wadah ditangkap dan dibedah untuk dikumpulkan isi lambungnya. Isi lambung yang terkumpul dijemur hingga kering lalu ditimbang bobotnya menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,001g. Persentase volume lambung diperoleh dari jumlah pakan yang tersisa dibandingkan dengan pakan yang dikonsumsi dikalikan 100%. Menurut Affandi (2004), laju pengosongan lambung pada pada setiap jenis ikan berbeda-beda tergantung pada ukuran ikan, jenis ikan, usia ikan, kuatitas dan kualitas pakan, serta kondisi lingkungan. Nilai kecernaan pada satu jenis pakan dapat dilihat dari kemampuan ikan dalam mencerna pakan tersebut.


(18)

5 Selain itu kondisi suhu dan oksigen terlarut yang berbeda pada setiap waktu pengamatan juga berpengaruh terhadap laju metabolisme ikan.

2.2 Rancangan Percobaan

Berdasarkan hasil penelitianan pendahuluan (Gambar 1) diketahui bahwa lambung benih ikan lele Sangkuriang kembali kosong pada menit 240 - 270 atau 4 – 4,5 jam setelah proses makan dimulai. Berdasarkan data tersebut dirancang penelitian dengan pengaturan frekuensi pemberian pakan antara pukul 08.00 – 24.00 sebagai berikut :

1. Pelakuan I : periode 16 jam yang diberikan pada pukul 08.00 dan 24.00 dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali/hari.

2. Pelakuan II : periode 8 jam yang diberikan pada pukul 08.00, 16.00, dan 24.00 dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali/hari.

3. Pelakuan III : periode 4 jam yang diberikan pada pukul 08.00, 12.00, 16.00, 20.00, dan 24.00 dengan frekuensi pemberian pakan 5 kali/hari. 4. Pelakuan IV : periode 2 jam yang diberikan pada pukul 08.00, 10.00,

12.00, 14.00, 16.00, 18.00, 20.00, 22.00, dan 24.00 dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari.

Pemberian pakan antara 08.00 – 24.00 merupakan kebiasaan praktis yang pada umumnya dilakukan oleh pada pembudidaya ikan. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap, dengan empat perlakuan dan tiga ulangan pada setiap perlakuan. Model rancangan yang digunakan yaitu :

Keterangan: Yij = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data pengamatan

I = pengaruh perlakuan ke-i

= galat percobaan perlakuan ke-I dan ulangan ke-j


(19)

6 2.3 Prosedur Pendederan

2.3.1 Persiapan Wadah

Pendederan dilakukan pada sistem outdoor dengan tujuan agar lingkungan pemeliharaan sama seperti yang diaplikasikan para pembudidaya. Wadah pemeliharaan dilengkapi oleh penutup terpal untuk menjaga kualitas dan kuantitas air pada saat hujan. Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak fiber berukuran 60 x 40 x 50 cm sebanyak 12 unit (Lampiran 1). Wadah dicuci bersih, dijemur, disusun sejajar di atas pematang kolam, dan dilakukan pengisian air hingga ketinggian air 40 cm atau 96 liter/wadah. Air yang digunakan pada saat penebaran benih berasal dari kolam dengan kualitas air yang ideal bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan lele Sangkuriang. Menurut Mahyuddin (2008), kualitas air yang ideal untuk ikan lele yaitu: kisaran suhu 25-30 oC, kisaran pH 6,5-8, DO >3 mg/l, amoniak < 1 mg/l, nitrit < 0,1 mg/l, dan nitrat < 2 mg/l. Pada penelitian ini tidak dilakukan pergantian air selama 21 hari masa pemeliharaan.

2.3.2 Penebaran Benih

Ikan uji yang digunakan dalam penelitian adalah benih lele Sangkuriang yang merupakan hasil pembenihan dari Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi Cibalagung, Bogor. Panjang total benih yang digunakan yaitu 3,94±0,44 cm dengan bobot 0,79±0,01 g/ekor. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2012), padat tebar yang baik untuk benih berukuran 5-8 cm adalah 75-100 ekor/m2, tetapi sudah banyak pembudidaya yang menggunakan padat penebaran 1000-1500 ekor/m2. Padat tebar yang digunakan pada penelitian ini adalah 2 ekor/liter, sehingga setiap bak fiber dengan volume 96 liter dapat ditebar 192 ekor benih (800 ekor/m2). Benih yang ditebar bebas dari penyakit dan ukurannya seragam. Untuk diperoleh benih tersebut dilakukan proses sortasi dan grading. Benih terlebih dahulu digrading menggunakan baskom ukur untuk diperoleh ukuran yang seragam. Setelah itu akan dipilih benih yang bebas dari penyakit (sortir). Ciri-ciri fisik benih ikan lele yang bebas dari penyakit yaitu: aktif, berwarna cerah, tidak berselaput, tidak terdapat luka, kelengkapan organ tubuh, bentuk tubuh proporsional, dan nafsu


(20)

7 makannya baik. Penebaran dilakukan pada saat suhu rendah yaitu pada pagi hari melalui proses aklimatisasi untuk mengurangi stres pada benih.

2.3.3 Pemberian Pakan

Jenis pakan yang digunakan berupa pelet apung komersial berdiameter 1,2 – 2 mm/butir dengan kandungan protein sebesar 38%. Pemberian pakan pada setiap perlakuan disesuai dengan frekuensi yang telah ditentukan. Pemberian pakan dilakukan sedikit demi sedikit hingga ikan kenyang (at satiation) yang ditandai menurunnya respons ikan terhadap pakan yang diberikan. Hal ini dilakukan untuk menghindari sisa pakan yang dapat merusak kualitas air. Pakan yang tidak termakan dikumpulkan dan dijemur untuk ditimbang jumlahnya.

Pemberian pakan dalam sehari dimulai pada pukul 08.00 WIB dan berakhir pada pukul 24.00 WIB. Pemberian pakan setelah pukul 24.00 WIB tidak dilakukan karena kebutuhan oksigen pada ikan meningkat setelah makan, sedangkan kadar oksigen di perairan pada dini hari mulai menurun sehingga dapat merusak kualitas air dan membahayakan kelangsungan hidup benih.

2.4 Pengamatan

Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah derajat kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang mutlak, laju pertumbuhan bobot spesifik, tingkat konsumsi pakan, efisiensi pemberian pakan, kualitas air, dan efisiensi ekonomi. Sampling dilakukan 7 hari sekali dengan mengambil 30 ekor ikan sampel pada masing-masing wadah untuk diukur bobot dan panjangnya.

2.4.1 Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup merupakan perbandingan populasi ikan pada akhir pemeliharaan dengan awal pemeliharaan yang dinyatakan dalam satuan persen (%). Penghitungan derajat kelangsungan hidup ini dapat menggunakan rumus Goddard (1996) yaitu:

dengan : SR = Derajat kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah populasi ikan pada akhir pemeliharaan(ekor) N0 = Jumlah populasi ikan pada awal pemeliharaan (ekor)


(21)

8 2.4.2 Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak adalah besarnya peningkatan ukuran panjang rata-rata pada benih selama masa pemeliharaan. Pertumbuhan panjang mutlak dapat dihitung dengan rumus Effendie (1979) :

Lm = Lt – Lo

dengan : Lm = Pertumbuhan panjang mutlak (cm)

Lt = Panjang benih pada akhir pengamatan (cm) Lo = Panjang benih pada awal pengamatan (cm) 2.4.3 Laju Pertumbuhan Bobot Harian

Laju pertumbuhan bobot harian merupakan besarnya peningkatan bobot rata-rata benih berdasarkan waktu pemeliharaan. Pengukuran bobot dilakukan dengan pengambilan contoh sebanyak 30 ekor setiap wadah pemeliharaan. Pengukuran bobot menggunakan timbangan digital dengan ketelitian hingga 0,01 g. Laju pertumbuhan bobot harian dapat dihitung dengan rumus Huisman (1987):

dengan :GR = Laju pertumbuhan bobot harian (%) Wt = Bobot rata-rata ikan pada akhir (g) W0 = Bobot rata-rata ikan pada awal (g) t = Lama Pemeliharaan (hari)

2.4.4 Tingkat Konsumsi Pakan

Tingkat konsumsi pakan (feed intake) adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan selama masa pemeliharaan. Nilai konsumsi pakan diperoleh dari total selisih antara jumlah pakan yang akan diberikan dengan jumlah pakan sisa pada setiap waktu pemberian pakan. Untuk menghitung tingkat konsumsi pakan dapat digunakan rumus (Sultoni et al., 2006) :

FI = Po – Pt


(22)

9 dengan : FI = Tingkat konsumsi pakan (g/ekor)

Po = Bobot pakan awal (g)

Pt = Sisa pakan pada waktu ke t (g)

Nt = Jumlah populasi ikan pada akhir pemeliharaan (ekor) 2.4.5 Efisiensi Pemberian Pakan

Efisiensi pemberian pakan (EPP) merupakan perbandingan dari pertumbuhan bobot ikan saat panen dengan jumlah pakan yang dihabiskan selama masa pemeliharaan yang dinyatakan dalam satuan persen (%). Menurut Zonneveld et al. (1991), penghitungan EPP dapat digunakan rumus sebagai berikut:

dengan: EPP = Efisiensi pakan (%)

Wt = Biomassa ikan pada akhir pemeliharaan (g) W0 = Biomassa ikan pada awal pemeliharaan (g) Wd = Biomassa ikan mati pada waktu pemeliharaan (g) F = Jumlah pakan yang diberikan (g)

2.4.6 Koefisien Keragaman Panjang

Keseragaman ukuran panjang pada saat panen dapat diketahui melalui penghitungan koefisien keragaman panjang. Keragaman panjang merupakan persentase dari simpangan baku panjang ikan sampel terhadap nilai tengahnya. Penghitungannya dapat dilakukan dengan rumus Steel dan Torrie (1991):

(

)

dengan : KKP = Koefisien keragaman panjang S = Simpangan baku

Y = Rata-rata contoh 2.4.7 Fisika-Kimia Air

Parameter fisika-kimia air yang diukur adalah suhu, pH, oksigen terlarut/dissolved oxygen, amoniak, nitrit, dan nitrat. Pengukuran amoniak, nitrit, dan nitrat dilakukan setiap satu minggu sekali pada pukul 08.00 WIB di


(23)

10 Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Alat yang digunakan untuk mengukur suhu adalah termometer. Pengukuran suhu dilakukan dengan merendam thermometer dalam setiap wadah pemeliharaan selama 10-15 detik. Pengukuran pH diukur menggunakan pH meter dengan cara mencelupkan ujung pH meter ke dalam air yang akan diukur nilai pHnya. Sebelum digunakan ujung pH meter dibilas terlebih dahulu dengan air bersih dan dikering anginkan. Nilai yang tertera pada pH meter merupakan nilai derajat keasaman perairan tersebut. Pengukuran oksigen terlarut dalam perairan menggunakan DO meter dengan cara membilas ujung DO meter dengan air besih lalu dicelupkan pada air yang oksigen terlarutnya akan diukur. Nilai yang tertera pada DO meter merupakan nilai oksigen terlarut yang terkandung pada perairan yang diukur.

Nilai amoniak diperoleh dari hasil pengukuran nilai TAN (Total Amoniak Nitrogen) melalui metode spektrofotometri. Nilai TAN yang didapat dapat dikonversi untuk mengetahui nilai dari amoniak dengan rumus Albert (1973):

NH3 = TAN (1 + 10 pKa-pH) Nilai pKa dapat dihitung dengan rumus Emerson (1975) :

pKa = 0,09018 + 2729,92 T+273 dengan : NH3 : Nilai Amoniak (mg/l)

TAN : Total Amoniak Nitrogen (mg/l) pH : Derajat Keasaman

T : Suhu (oC)

Pengukuran nitrit menggunakan metode spektrofotometri yaitu dengan mengambil air sampel yang berada di kolom perairan menggunakan botol sampel, kemudian diambil 25 ml air sampel ke dalam gelas Beaker, kemudian ditambahkan 5 tetes sulfanilamide, 5 tetes NED, dihomogenkan, dan didiamkan selama 15 menit selanjutnya dimasukkan pada spektrofotometri pada panjang gelombang cahaya 543 nm. Toksisitas nitrit dipengaruhi oleh spesies ikan, ukuran ikan, serta salinitas perairan (Van Wyk dan Scarpa, 1999). Pengukuran nitrat


(24)

11 menggunakan metode spektrofotometri yaitu dengan mengambil air sampel yang berada di kolom perairan menggunakan botol sampel, kemudian diambil 5 ml air sampel ke dalam gelas Beaker, kemudian ditambahkan 0,5 µl brucine + 5 ml H2SO4, homogenkan, dan diamkan hingga dingin selanjutnya dimasukan pada spektrofotometri dengan gelombang cahaya 410 nm.

2.4.8 Analisis Ekonomi

Profit merupakan selisih lebih antara harga pokok dan biaya yang dikeluarkan dengan penjualan. Keuntungan dapat dihitung menggunakan rumus (Martin et al., 1991) :

Keuntungan = Penerimaan – Biaya Produksi Total

Rasio R/C merupakan perbandingan antara peneriamaan dan biaya total yang dikeluarkan untuk menghitung kalayakan suatu usaha. Suatu usaha dikatakan layak jika nilai rasio R/C bernilai diatas 1 (Rahardi et al., 1998). Penghitungan rasio R/C dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

Rasio R/C = Total Pendapatan Total Biaya

Harga pokok produksi adalah nilai atau biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi 1 unit produk yang dapat dihitung menggunakan rumus berikut (Rahardi et al., 1998) :

HPP = Biaya Produksi Total Nilai Hasil Produksi 2.5 Analisis Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta dianalisis secara statistika menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan SPSS 16.0; Analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F digunakan untuk menentukan apakah perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati pada masing-masing perlakuan. Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan antar perlakuan akan diuji lanjut dengan menggunakan Uji Tukey pada selang kepercayaan 85 dan 95%. Untuk parameter kualitas air dan pendukung lainnya dianalisis secara deskriptif.


(25)

12

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Penelitian Pendahuluan : Waktu Pengosongan Lambung

Berdasarkan data (Gambar 1), volume lambung benih ikan lele Sangkuriang pada menit ke-0 yaitu 94,3%. Berdasarakan data (Lampiran 2), jumlah pakan yang termakan pada pengamatan menit ke-0 sebanyak 0,071 g, sedangkan pakan yang berhasil dikumpulkan sebanyak 0,067 g. Volume lambung menurun secara eksponensial seiring bertambahnya waktu pengamatan. Kondisi lambung benih pada menit ke-90 sudah berkurang hingga 50%. Penurunan volume lambung terus terjadi hingga 2,7% pada menit ke-240 atau 4 jam setelah proses makan dimulai. Pada pengamatan menit ke-240 sudah terdapat benih yang lambungnya kosong. Volume lambung benih pada menit ke-270 yaitu 0% atau sudah tidak terdapat sisa pakan pada seluruh ikan uji. Berdasarakan data (Lampiran 2), jumlah pakan yang termakan pada pengamatan menit ke-240 sebanyak 0,074 g, sedangkan pakan yang berhasil dikumpulkan sebanyak 0,002 g. Kondisi ini menunjukkan bahwa laju pengosongan lambung pada benih ikan lele Sangkuriang mencapai puncaknya pada menit ke 240 - 270 atau 4 – 4,5 jam setelah proses makan dimulai. Berdasarkan data waktu pengosongan lambung, diperoleh persamaan y = 0,001x2– 0,753x + 104,7.

Gambar 1. Waktu pengosongan lambung ikan lele Sangkuriang Clarias sp.pada suhu antara 27– 28oC.

y = 0,001x2 - 0,753x + 104,7

0 20 40 60 80 100

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270

V

olu

m

e

L

am

b

u

n

g (%

)

Menit ke-


(26)

13 3.1.2 Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup pada ikan lele Sangkuriang dari yang tertinggi hingga yang terendah selama 21 hari masa pemeliharaan secara berurutan terdapat pada frekuensi pemberian pakan 5, 9, 2, dan 3 kali/hari dengan nilai masing-masing 96, 94, 93, dan 92% (Gambar 2). Berdasarakan data (Lampiran 3), diketahui jumlah ikan yang mati pada setiap perlakuan berbeda-beda. Kondisi fisik ikan lele yang mati yaitu warnanya pudar dan mengambang kaku di permukaan air. Kematian pada benih terjadi setelah proses penebaran awal, sampling I, dan sampling II dikarenakan pengukuran yang terlalu lama. Pengaturan frekuensi pemberian pakan yang berbeda tidak mempengaruhi derajat kelangsungan hidup pada pendederan ikan lele Sangkuriang (Lampiran 4).

Gambar 2.Derajat kelangsungan hidup ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang sama dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata.

3.1.3 Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak benih ikan lele Sangkuriang bertambah seiring bertambahnya frekuensi pemberian pakan. Frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari memberikan pertumbuhan panjang mutlak ikan lele tertinggi yaitu 3,98±0,05 cm/ekor (Gambar 3). Pada frekuensi pemberian pakan 5 dan 3 kali/hari terjadi pertumbuhan panjang mutlak ikan lele dengan nilai masing-masing 3,74±0,02 dan 3,34±0,05 cm/ekor. Nilai pertumbuhan panjang mutlak ikan lele terendah terjadi pada frekuensi pemberian pakan 2 kali/hari dengan nilai


(27)

14 2,78±0,08 cm/ekor. Frekuensi pemberian pakan berbeda pada setiap perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak ikan lele Sangkuriang (P<0,05) (Lampiran 6).

Gambar 3. Pertumbuhan panjang mutlak ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang berbeda dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).

3.1.4 Laju Pertumbuhan Bobot Harian

Berdasarakan data (Lampiran 7), diketahui pertumbuhan biomassa ikan lele Sangkuriang setiap minggu pada setiap perlakuan. Laju pertumbuhan bobot harian ikan lele Sangkuriang pada akhir pemeliharaan yang diberikan pakan dengan frekuensi 5, 9, 3, dan 2 kali/hari adalah 4,39±0,14, 4,38±0,17, 3,37±0,12, dan 1,92±0,38 %/hari (Gambar 4). Frekuensi pemberian pakan 9 dan 5 kali/hari memberikan laju pertumbuhan bobot harian ikan lele tertinggi, kemudian diikuti oleh frekuensi pemberian pakan 3 kali/hari dan 2 kali/hari. Berdasarakan analisis statistik diketahui bahwa perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5 kali/hari, namun berbeda nyata dengan perlakuan 3 dan 2 kali/hari (p<0,05) (Lampiran 8).


(28)

15 Gambar 4.Laju pertumbuhan bobot harian ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang berbeda dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).

3.1.5 Tingkat Konsumsi Pakan

Berdasarkan data (Lampiran 9), diketahui jumlah pakan yang dihabiskan selama masa pemeliharaan. Tingkat konsumsi pakan tertinggi pada akhir masa pemeliharaan terdapat pada perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari dengan nilai rata-rata 455,27 g. Berdasarakan grafik (Gambar 5), tingkat konsumsi pakan ikan lele Sangkuriang tertinggi pada akhir masa pemeliharaan yakni sebesar 2,52±0,06 g/ekor pada frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari, sedangkan terendah pada pemberian pakan 2 kali/hari dengan nilai 2,05±0,13 g/ekor. Tingkat konsumsi pakan pada setiap perlakuan meningkat seiring bertambahnya frekuensi pemberian pakan harian. Berdasarakan analisis statistik (Lampiran 10), frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari berbeda nyata dengan perlakuan 2 dan 3 kali/hari, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5 kali/hari (p>0,15).


(29)

16 Gambar 5. Tingkat konsumsi pakan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang berbeda dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,15).

3.1.6 Efisiensi Pemberian Pakan

Berdasarkan data (Lampiran 9), diketahui bahwa rata-rata nilai efisiensi pemberian pakan tertinggi terdapat pada frekuensi pemberian pakan 5 kali/hari dengan nilai 99,22±4,73 %. Berdasarakan analisis statistik (Lampiran 11), diketahui bahwa perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5 kali/hari, namun berbeda nyata dengan perlakuan 3 dan 2 kali/hari (p<0,15). Berdasarakan grafik (Gambar 6), diketahui nilai efisiensi pemberian pakan pada perlakuan 2, 3, 5 dan 9 kali/hari adalah 71,68, 84,37, 99,22, dan 96,76 %.

Gambar 6.Efisiensi pemberian pakan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang berbeda dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,15).


(30)

17 3.1.7 Koefisien Keragaman Panjang

Berdasarakan grafik (Gambar 7), nilai koefisien keragaman panjang ikan lele Sangkuriang pada frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari masing-masing adalah 14±0,02, 13±0,01, 12±0,01, dan 11±0,01%. Berdasarakan grafik (Gambar 7), terlihat bahwa keragaman panjang pada setiap perlakuan menurun seiring meningkatnya frekuensi pemberian pakan harian. Berdasarakan analisis statistik (Lampiran 12), diketahui bahwa frekuensi pemberian pakan harian tidak berpengaruh nyata terhadap nilai koefisien keragaman panjang benih ikan lele (p>0,05).

Gambar 7.Koefisien keragaman panjang ikan lele Sangkuriang Clarias sp.

dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang sama dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata (p>0,05).

3.1.8 Fisika-Kimia Air

Rata-rata nilai suhu pada setiap perlakuan cenderung stabil (Gambar 8), berkisar antara 25 - 30 oC. Pengukuran suhu dalam 24 jam dilakukan setiap 7 hari sekali dengan periode 2 jam sekali. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui nilai suhu terendah terjadi antara pukul 04.00 - 06.00 WIB yaitu berkisar antara 25 – 26 oC. Nilai suhu tertinggi terjadi antara pukul 14.00 – 16.00 WIB yaitu berkisar antara 30 – 31 oC. Fluktuasi suhu pada wadah pemeliharaan tidak mempengaruhi respon ikan terhadap pakan yang diberikan pada setiap perlakuan.


(31)

18 Gambar 8. Suhu media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan

frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.

Berdasarkan data (Gambar 9), derajat keasaman pada setiap perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Diketahui rata-rata nilai pH pada setiap perlakuan cenderung stabil. Nilai pH tertinggi terjadi antara pukul 10.00 – 16.00 WIB dengan kisaran pH 7,2 – 7,6. Nilai pH terendah terjadi pada pukul 12.00-02.00 WIB dengan nilai ph di bawah 6,4. Pengukuran pH dalam 24 jam dilakukan setiap 7 hari sekali dengan periode 2 jam sekali. Kisaran pH pada setiap perlakuan selama masa pemeliharaan berkisar antara 6,2 –7,6. Fluktuasi nilai pH dalam sehari tidak mempengaruhi respon ikan terhadap pakan yang diberikan pada setiap perlakuan.

Gambar 9. Nilai pH media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.

25.0 26.0 27.0 28.0 29.0 30.0 31.0 Su hu ( oC) Jam ke- 2 kali/hari 3 kali/hari 5 kali/hari 9 kali/hari 6.20 6.40 6.60 6.80 7.00 7.20 7.40 7.60 Der a ja t K ea sa m a n Jam ke- 2 kali/hari 3 kali/hari 5 kali/hari 9 kali/hari


(32)

19 Pengukuran oksigen terlarut dalam 24 jam dilakukan setiap 7 hari sekali dengan periode 2 jam sekali. Berdasarkan data (Gambar 10), diperoleh rata-rata nilai oksigen terlarut pada setiap waktu pengamatan berkisar antara 2 - 8 mg/l. Nilai oksigen terlarut tertinggi pada setiap perlakuan terjadi pada pukul 14.00 WIB dengan kandungan oksigen terlarut berkisar antara 7 - 8 mg/l. Nilai oksigen terlarut terendah pada setiap perlakuan berkisar antara 2 – 4 mg/l pada waktu pengamatan pukul 04.00 WIB. Fluktuasi nilai oksigen terlarut pada wadah pemeliharaan tidak mempengaruhi respon ikan terhadap pakan yang diberikan pada setiap perlakuan.

Gambar 10. Oksigen terlarut media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias

sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.

Kandungan amoniak pada media pemeliharaan benih ikan lele Sangkuriang dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari berkisar antara 0.0001 – 0.0229 ppm. Berdasarkan data (Gambar 11) diketahui pada frekuensi pemberian yang semakin sering maka nilai amoniak pada setiap perlakuan cenderung meningkat. Nilai amoniak tertinggi pada akhir masa pemeliharaan terjadi pada frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari dengan nilai 0,0229 mg/l. Nilai amoniak yang berbeda pada setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap respon ikan terhadap pakan yang diberikan.

2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

O

k

sig

en

T

erla

rut

(m

g

/l

)

Jam ke-

2 kali/hari 3 kali/hari 5 kali/hari 9 kali/hari


(33)

20 Gambar 11.Kandungan amoniak media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang

Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.

Berdasarkan data pada minggu ke-I diketahui nilai nitrit tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian pakan 2 kali/hari dengan nilai 0,523 ppm (Gambar 12). Kandungan nitrit pada media pemeliharaan benih ikan lele Sangkuriang dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari cenderung menurun hingga akhir pemeliharaan yaitu di bawah 0,15 mg/l. Kandungan nitrit yang berbeda pada setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap respon ikan terhadap pakan yang diberikan. Nilai nitrit terendah pada akhir masa pemeliharaan terdapat pada frekuensi pemberian pakan 3 kali/hari dengan nilai 0,041 ppm.

Gambar 12. Kandungan nitrit media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias

sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. 0.000

0.020 0.040 0.060 0.080

I II III IV

K and un gan am oniak (m g/ l) Minggu ke- 2 kali/hari 3 kali/hari 5 kali/hari 9 kali/hari 0.000 0.150 0.300 0.450 0.600

I II III IV

K and un gan n it ri t (m g/ l) Minggu ke- 2 kali/hari 3 kali/hari 5 kali/hari 9 kali/hari


(34)

21 Berdasarakan data (Gambar 13) diketahui nilai nitrat pada setiap perlakuan mengalami penurunan pada minggu ke-II. Nilai nitrat mengalami peningkatan kembali pada minggu ke-III dan IV. Kandungan nitrat pada akhir pemeliharaan benih ikan lele Sangkuriang berkisar antara 0,456 – 0,718 mg/l. Nilai nitrat terendah pada akhir pemeliharaan terdapat pada frekuensi pemberian pakan 2 kali/hari. Kandungan nitrat yang berbeda pada setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap respon ikan terhadap pakan yang diberikan.

Gambar 13. Kandungan nitrat media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang

Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.

3.1.9 Analisis Ekonomi

Nilai profit merupakan selisih antara pendapatan dengan total biaya produksi. Nilai pendapatan pada penelitian ini diperoleh dari data populasi pada akhir masa pemeliharaan. Benih dikelompokan pada ukurannya masing-masing lalu dikalikan dengan harga jual benih berdasarakan harga yang sesuai. Sedangkan biaya produksi pada penelitian ini diperoleh dari data jumlah pakan yang dikonsumsi. Nilai profit tertinggi terdapat pada perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari yaitu Rp. 17.498,00 dengan derajat kelangsungan hidup 94% dan pertumbuhan panjang mutlak 3,98 cm/ekor. Nilai profit terendah terdapat pada perlakuan 2 kali/hari dengan nilai Rp. 14.227,00 dengan derajat kelangsungan hidup 93% dan pertumbuhan panjang mutlak 2,78 cm/ekor.

0.000 0.200 0.400 0.600 0.800

I II III IV

K

and

un

gan

nit

rat

(

m

g/

l)

Minggu ke-

2 kali/hari 3 kali/hari 5 kali/hari 9 kali/hari


(35)

22 Perlakuan dengan pemberian pakan 9 kali/hari berbeda nyata dengan perlakuan 5, 3, dan 2 kali/hari (Lampiran 13). Nilai profit pada setiap perlakuan meningkat seiring bertambahnya frekuensi pemberian pakan harian.

Gambar 14. Nilai Profit pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Claria sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang berbeda dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).

Nilai rasio R/C terbaik terdapat pada perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari dengan nilai 2,6. Nilai rasio R/C pada perlakuan 5, 3, dan 2 kali/hari yaitu 2,4. Perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari berbeda nyata dengan perlakuan 5, 3, dan 2 kali/hari (Lampiran 14).

Gambar 15. Nilai rasio R/C pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang berbeda dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).


(36)

23 Harga pokok produksi (HPP) pada perlakuan 9 kali/hari tidak berbeda nyata dengan perlakuan 2, 3, dan 5 kali/hari (Lampiran 15). Harga pokok produksi tertinggi (Gambar 10), terdapat pada perlakuan 5 kali/hari dengan nilai Rp. 62,04 /ekor, sedangkan nilai harga pokok produksi terendah terdapat pada perlakuan 2 kali/hari dengan nilai Rp. 57,83 /ekor.

Gambar 16.Nilai harga pokok produksi (HPP) pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang berbeda dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).

3.2 Pembahasan

Menurut Vahl (1979) dua hal yang mempengaruhi laju pertumbuhan dalam suatu sitem budidaya yaitu jumlah maksimum pakan yang dikonsumsi dalam satu kali makan dan laju pengosongan lambung yang terkait langsung dengan frekuensi pengambilan pakan. Pada umumnya ikan akan mengkonsumsi pakan yang diberikan karena faktor rasa lapar atau kondisi lambung yang kosong. Faktor yang berperan dalam penundaan munculnya rasa lapar adalah kadar metabolit dalam darah (Affandi, 2004). Metabolisme merupakan konversi nutrien ke dalam energi melalui reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Fujaya, 2002).

Berdasarkan data (Gambar 1), dalam kisaran suhu 27 – 28oC waktu pengosongan lambung pada benih ikan lele Sangkuriang mencapai puncaknya pada menit 240 hingga 270 atau 4 - 4,5 jam setelah proses makan dimulai. Selain dipengaruhi oleh suhu dan oksigen terlarut, nilai kecernaan pakan yang


(37)

24 dikonsumsi juga berpengaruh terhadap laju metabolisme. Waktu pengosongan lambung merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengosongkan isi lambung setelah proses makan dimulai. Waktu pengosongan lambung berhubungan erat dengan laju metabolisme yang dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya lingkungan (suhu dan DO), morfologi, ukuran, usia, jenis kelamin, jumlah pakan, serta kualitas pakan (Handajani, 2010).

Frekuensi pemberian pakan adalah jumlah waktu ikan untuk makan dalam sehari. Umumnya semakin kecil ukuran ikan frekuensi pemberian pakan harian semakin banyak. Frekuensi pemberian pakan dihitung dalam waktu 24 jam. Setiap jenis ikan mempunyai kebiasaan makan dan frekuensi pemberian pakan yang berbeda (Gusrina, 2008). Menurut Affandi (2004), penetapan frekuensi pemberian pakan pada satu jenis ikan harus didasarkan pada data tentang kemampuan mencerna (laju pengosongan lambung) dan laju metabolisme ikan tersebut. Frekuensi pemberian pakan pada ikan sangat penting diperhatikan pada kegiatan budidaya karena akan berpengaruh terhadap jumlah pakan yang dikonsumsi dan efisiensi pakan. Menurut Affandi (2004), dalam kondisi suhu tertentu, besarnya tingkat konsumsi pakan berpengaruh terhadap laju pengosongan lambung, semakin banyak makanan yang dikonsumsi semakin lama lambung menjadi kosong.

Feeding periodicity dapat didefinisikan sebagai jeda/jangka waktu yang dibutuhkan untuk kembali memberikan pakan pada satu jenis ikan budidaya secara terkontrol berdasarkan kapasitas daya tampung lambung. Berdasarkan data penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, maka feeding periodicity yang sesuai dengan laju pengosongan lambung pada benih ikan lele Sangkuriang

Clarias sp. adalah 4 - 4,5 jam sekali. Menurut Walsh dan Lindberg (1986) pagi hari hingga sore hari adalah waktu yang baik untuk memberikan pakan dan sebaiknya ikan lele tidak diberikan pakan pada malam hari, karena kebutuhan oksigen pada ikan akan meningkat setelah proses makan dan kandungan oksigen dalam perairan pada malam hari umumnya menurun. Pada umumnya jumlah pakan yang dikonsumsi ikan lele pada malam hari lebih banyak daripada pagi atau siang hari, hal ini dikarenakan ikan lele bersifat nokturnal (Walsh dan


(38)

25 Lindberg, 1986). Hal ini berdampak pada proses metabolisme pada ikan akan berlangsung lebih lama. Pada penelitian ini pemberian pakan dilakukan mulai pukul 08.00 hingga 24.00 WIB.

Sistem pemberian pakan dengan metode sekenyangnya (at satiation)

hingga respon ikan terhadap pakan menurun, merupakan suatu upaya para pembudidaya untuk memberikan pakan pada ikan dalam jumlah yang dibutuhkan. Metode pemberian pakan ini umumnya digunakan pada kegiatan budidaya dengan jenis pakan apung atau pakan hidup. Menurut Schmidt (1990), usus yang dimiliki ikan lele lebih pendek dari panjang badannya. Hal ini merupakan ciri khas jenis ikan karnivora. Oleh karena itu dibutuhkan pakan berprotein tinggi agar mudah terserap oleh usus yang pendek tersebut. Jenis pakan yang digunakan pada pendederan ikan lele Sangkuriang adalah pakan dengan kandungan protein minimal 30%.

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 4) dapat disimpulkan bahwa pengaturan frekuensi pakan pada setiap perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup benih ikan lele Sangkuriang. Tingkat kelangsungan hidup ikan lele Sangkuriang pada setiap perlakuan berkisar antara 92,36±2,41% hingga 96,18±1,2%. Kematian benih pada penelitian ini dikarenakan lamanya waktu pengukuran pada saat penebaran dan sampling. Ikan yang mati selama penelitian memiliki ciri-ciri warna kulit yang pudar, kaku, serta mengambang di permukaan air. Faktor kematian dan kanibalisme yang rendah selama masa pemeliharaan dikarenakan benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. merupakan benih unggulan yang tahan terhadap kondisi lingkungan yang buruk serta sifat kanibalisme yang lebih rendah daripada jenis ikan lele lainnya. Selain itupadat tebar yang digunakan pada awal pemeliharaan (800 ekor/m2) merupakan kepadatan yang jauh dari carrying capacity benih berukuran 3-4 cm. Menurut Mahyuddin (2013) padat tebar yang baik untuk benih lele berukuran 3-4 cm adalah 1500 ekor/m2, sedangkan padat tebar untuk benih berukuran 5-6 cm adalah 800 ekor/m2.

Berdasarkan tabel analisis ragam (Lampiran 6), diketahui bahwa pengaturan frekuensi pemberian pakan pada pendederan ikan lele Sangkuriang berpengaruh


(39)

26 nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak (p<0,05). Berdasarkan data (Gambar 3), pertumbuhan panjang mutlak pada setiap perlakuan berkisar antara 3,98±0,046 - 2,78±0,076 cm/ekor. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian pakan dengan frekuensi yang lebih sering akan meningkatkan laju pertumbuhan panjang pada benih ikan lele Sangkuriang. Pengaturan frekuensi pemberian pakan berdasarkan tingkat pengosongan lambung diharapkan akan menjaga kondisi lambung ikan agar selalu memperoleh asupan makanan sebagi sumber energi untuk beraktifitas serta pertumbuhan.

Berdasarkan analisis data pertumbuhan bobot spesifik (Lampiran 8) diketahui bahwa perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari tidak berbeda nyata dengan frekuensi pemberian pakan 5 kali/hari (p>0,05). Pertumbuhan bobot spesifik pada setiap perlakuan berkisar antara 4,39±0,14 - 1,92±0,38 %/hari. Sumber energi yang diperoleh dari pakan akan dimanfaatkan ikan terlebih dahulu untuk energi pemeliharaan, kelebihan input energi pada ikan akan dimanfaatkan untuk energi pertumbuhan. Sesuai dengan pernyataan Fujaya (2002), pada kondisi tertentu tidak semua pakan yang termakan dimanfaatkan oleh ikan untuk pertumbuhan melainkan sebagai energi untuk proses metabolisme basal / pemeliharaan.

Pertumbuhan panjang mutlak pada frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari berbeda nyata dengan perlakuan 5 kali/hari, namun laju pertumbuhan bobot harian pada perlakuan 9 kali/hari tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5 kali/hari. Model pertumbuhan pada perlakuan 9 kali/hari bersifat allometrik negatif pada akhir pemeliharaan, yaitu pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan bobot. Menurut Hepher dan Pruginin (1981), pertumbuhan pada ikan dipengaruhi oleh faktor internal (keturunan, jenis kelamin, usia) dan faktor eksternal (lingkungan dan pakan). Selain dipengaruhi oleh frekuensi pemberian pakan, pertumbuhan juga dipengaruhi oleh kualitas jumlah pakan yang dikonsumsi.

Menurut Webster dan Lin (2002), pemberian pakan dengan kandungan protein yang tepat sangat berperan dalam menunjang pertumbuhan yang optimal bagi Catfish. Aktivitas makan pada ikan berhubungan erat dengan selera makan


(40)

27 yang juga berhubungan dengan jumlah pakan yang dimakan (food intake). Tingkat konsumsi pakan pada frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5 kali/hari, namun berbeda nyata dengan perlakuan 3 dan 2 kali/hari (p<0,15) (Lampiran 10). Berdasarkan data (Gambar 5) diketahui tingkat konsumsi pakan pada setiap perlakuan berkisar antara 2,05±0,13 – 2,52±0,06 g/ekor. Pada umumnya semakin banyak aktivitas ikan, maka akan semakin banyak membutuhkan energi sehingga proses metabolismenya tinggi dan membutuhkan makanan yang mutunya jauh lebih baik dan lebih banyak jumlahnya (Mujiman, 1984).

Nilai efisiensi pemberian pakan pada perlakuan dengan frekuensi 9 kali/hari tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian pakan 5 kali/hari, namun berbeda nyata dengan perlakuan 3 dan 2 kali/hari (p<0,15) (Lampiran 11). Berdasarkan data (Gambar 6) diketahui nilai efisiensi pemberian pakan pada setiap perlakuan berkisar antara 99,22±4,73 % - 71,68±9,77 %. Semakin tinggi nilai efisiensi pemberian pakan maka nilai FCR akan semakin menurun. Frekuensi pemberian pakan 5 kali/hari memiliki nilai efisiensi pakan tertinggi. Perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali/hari memiliki nilai efisiensi pakan terendah, hal ini dikarenakan ikan sempat mengalami masa lapar yang mengakibatkan energi yang ada dimanfaatkan untuk bertahan dan tidak ada kelimpahan energi untuk pertumbuhan.

Ikan bersifat poikilotermal, sehingga pada temperatur air yang meningkat maka laju metabolisme dan nafsu makan ikan mengalami peningkatan, sedangkan apabila terjadi penurunan temperatur air maka nafsu makan ikan juga menurun (Heath, 1995). Meningkatnya laju metabolisme ini harus diimbangi dengan pasokan pakan yang diperoleh dari lingkungannya (Zonneveld et al., 1991). Umumnya suhu dan kandungan oksigen terlarut pada siang hari lebih tinggi dari pada malam hari, karena dipengaruhi oleh faktor pencahayaan sinar matahari. Selain meningkatkan suhu perairan, sinar matahari juga dapat memacu proses fotosintesis fitoplankton yang dapat meningkatkan oksigen terlarut pada siang hari. Menurut Peres (1981), suhu dan oksigen terlarut berpengaruh terhadap penyerapan nutrien pada usus ikan.


(41)

28 Oksigen diperlukan oleh sel tubuh untuk berbagai reaksi metabolisme. Kandungan oksigen yang rendah akan menghambat proses metabolisme pada ikan. Rendahnya kadar oksigen pada suatu lingkungan perairan menyebabkan ikan harus memompa sejumlah besar air ke permukaan alat pernafasannya untuk proses respirasi. Volume air yang besar tentu membutuhkan energi yang jauh lebih besar untuk memompa volume air ke permukaan alat pernafasan. Pada ikan lele selain memiliki insang, ikan ini juga mempunyai alat pernafasan tambahan yaitu arborescent organ yang berfungsi untuk mengambil langsung oksigen dari udara pada saat nilai oksigen terlarut pada perairan rendah (Fujaya, 2008). Menurut Salmin (2000), sumber utama oksigen dalam perairan berasal dari proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut.

Suhu optimum untuk kegiatan budidaya ikan lele sangkuriang Clarias sp. berkisar antara 25 - 300C (Mahyuddin, 2008). Berdasarkan data selama masa pemeliharaan diperoleh kisaran suhu antara 25,7 – 30,3 oC merupakan kisaran suhu yang dapat ditoleransi oleh benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. selama pemeliharaan. Sedangkan tingkat oksigen terlarut selama pemeliharaan berkisar antara 2,83 mg/l – 7,35 mg/l. Nilai oksigen terlarut yang ideal untuk budidaya ikan lele adalah >3mg/l (Mahyuddin, 2008). Semakin dalam perairan maka oksigen terlarut akan semakin rendah, dikarenakan oksigen pada kolom perairan sudah mulai dimanfaatkan untuk proses respirasi oleh organisme dan proses oksidasi bahan organik dan anorganik (Salmin, 2005). Menurut Fujaya (2008) yaitu kelarutan oksigen dalam perairan menurun dengan meningkatnya suhu dan mencapai nol pada air mendidih.

Derajat keasaman (pH) selama masa pemeliharaan berkisar antara 6,34 - 7,46. Menurut Darseno (2010) pH atau derajat keasaman perairan yang ideal untuk budidaya ikan lele yaitu pada kisaran 6,5-8. Fluktuasi nilai derajat keasaman harian selama pemeliharaan masih dalam batas toleransi bagi pertumbuhan ikan lele Sangkuriang. Nilai pH yang tidak stabil akan mengganggu metabolisme dan daya tahan ikan terhadap serangan penyakit. Nilai pH pada kisaran 4,5 – 5,5 akan menyebabkan proses nitrifikasi terhambat, algae hijau


(42)

29 berfilamen semakin banyak, dan menurunnya keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton, dan benthos (Effendi, 2000).

Amoniak merupakan limbah perairan yang berasal dari sisa pakan maupun zat buangan hasil metabolisme hewan akuatik. Menurut Gunanrdi dan Hafsari (2008), pasokan amoniak ke dalam perairan budidaya sebesar 75% dari kadar nitrogen dalam pakan. Kandungan amoniak dalam jumlah tinggi akan manjadi toksik jika kandungan oksigen terlarut di perairan rendah (Budi, 2009). Nilai amoniak pada setiap perlakuan canderung stabil dan meningkat pada hari ke-21 pemeliharaan. Semakin sering ikan diberikan pakan maka kandungan amoniak pada perairan semakin tinggi. Peningkatan nilai amoniak ini disebabkan meningkatnya bahan organik dan hasil metabolisme ikan yang tidak seimbang dengan pertumbuhan bakteri nitrosomonas pada perairan sehingga proses nitrifikasi berjalan lambat. Nilai amoniak tertinggi terjadi pada akhir pemeliharaan pada frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari dengan nilai 0,0229 mg/l. Menurut Mahyuddin (2008), kandungan amoniak total yang baik pada kegiatan budidaya lele tidak melebihi 1 mg/l. Menurut Wardoyo (1975), semakin tinggi pH air maka semakin besar kandungan amoniak. Kadar amoniak yang tinggi merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik (Effendi, 2003).

Nitrit merupakan salah satu ion nitrogen anorganik dalam air yang bersifat toksik walaupun dalam konsentrasi yang rendah (Metcalf dan Eddy, 1991). Menurut Van Wyk dan Scarpa (1999), toksisitas nitrit dipengaruhi oleh spesies, ukuran, serta salinitas. Nitrit merupakan hasil proses nitrifikasi oleh bakteri nitrosomonas dan sebagai bahan untuk dikonversi kembali menjadi nitrat oleh bakteri dari kelompok nitrobacter. Pengukuran awal pada masing-masing perlakuan diperoleh nilai nitrit berkisar antara 0,39 mg/l – 0,52 mg/l lalu menurun hingga nilainya berkisar antara 0,04 mg/l – 0,12 mg/l pada saat akhir pemeliharaan. Menururt Mahyuddin (2008), kandungan nitrit yang baik untuk budidaya ikan lele adalah nitrit > 0,1 mg/l. Berdasarkan data yang diperoleh selama pemeliharaan diperoleh nilai nitrit yang cenderung semakin menurun pada setiap perlakuan. Hal ini menunjukan bahwa proses denitrifikasi oleh bakteri nitrobakter pada setiap wadah pemeliharaan berjalan dengan baik.


(43)

30 Nitrat merupakan produk akhir dari proses denitrifikasi nitrit yang dihasilakan dalam bentuk nitrogen. Menurut Effendi (2003), nitrat mudah larut dalam air dan bersifat stabil yang dihasilkan melalui proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat yang berlangsung dalam kondisi aerob. Berdasarkan data yang diperoleh pada awal pemeliharaan diketahui nilai nitrat pada setiap perlakuan berkisar antara 0,41 – 0,45 mg/l. Nilai nitrat pada setiap perlakuan menurun pada hari ke 7 pemeliharaan dan meningkat kembali pada hari ke 14 hingga pada akhir pemeliharaan dengan kisaran 0,46 – 0,72 mg/l. Menururt Effendi (2003) kadar nitrat yang melebihi 2 mg/l dapat mengakibatkan eutrofikasi perairan yang akan memacu pertumbuhan algae menjadi pesat (blooming).

Target pada kegiatan pendederan adalah kualitas dan kuantitas. Kualitas benih ikan yang didederakan harus seragam dan pertumbuhannya baik, sedangkan kuantitas lele yang dihasilkan harus tepat sesuai jumlah dan ukuran yang diminta. Untuk mengetahui efisiensi produksi dapat dihitung nilai profit yang merupakan selisih anatar nilai penjualan dengan total nilai produksi dalam 1 siklus. Berdasarkan informasi dari beberapa petani pendederan ikan lele Sangkuriang

Clarias sp. di wilayah Bogor diperoleh harga jual rata-rata benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada saat ini adalah 2-3 cm = Rp. 30,- / ekor, 3-4 cm = Rp. 60,- / ekor, 4-5 cm = Rp. 90,- / ekor, 5-6 cm = Rp. 120,- / ekor, 6-7 cm = Rp. 135,- / ekor, 7-8 cm = Rp. 150,- / ekor, dan 8-10 cm = Rp. 175,- / ekor.

Nilai penjualan rata-rata pada perlakuan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari yaitu Rp. 24.560,00 , Rp. 26.433,00 , Rp. 28.001,00, dan Rp. 28.386,00 dengan total biaya produksi Rp. 10.333,00 , Rp. 10.944,00 , Rp. 11.457,00 , dan Rp. 10.888,00. Berdasarkan nilai tersebut diperoleh profit pada setiap perlakuan yaitu Rp. 14.228,00, Rp. 15.489,00, Rp. 16.545,00, dan Rp. 17.498,00. Perlakuan 9 kali/hari memiliki nilai profit yang paling baik, hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan panjang pada perlakuan 9 kali/hari merupakan pertumbuhan yang paling baik dibandingkan pertumbuhan perlakuan lainnya. Ukuran yang lebih panjang dengan tingkat konsumsi pakan yang rendah menjadikan nilai jual benih


(44)

31 lebih tinggi dan biaya produksi yang lebih rendah, sehingga nilai profit yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

Harga pokok produksi merupakan nilai yang diperoleh dari perbandingan total nilai produksi dengan jumlah benih yang dihasilkan. Nilai HPP pada perlakuan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari adalah Rp. 57,83/ekor, Rp. 61,74/ekor, Rp. 62,04/ekor, dan Rp. 60,28/ekor. Selain dipengaruhi oleh tingkat efisiensi pakan, harga pokok produksi pada setiap perlakuan dipengaruhi oleh jumlah populasi ikan pada saat panen. Berdasarkan analisis statistik (Lampiran 15) diketahui bahwa nilai HPP pada perlakuan 2 kali/hari berbeda nyata dengan perlakuan 3 dan 5 kali/hari, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 9 kali/hari.

Suatu usaha dikatakan layak jika nilai rasio R/C bernilai di atas 1. Perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari merupakan perlakuan dengan nilai rasio R/C terbaik. Rasio R/C 2,6±0,03 pada perlakuan 9 kali/hari dapat diartikan dengan penambahan biaya sebesar Rp. 1,00 akan diperoleh penerimaan sebesar Rp. 2,60. Peningkatan produksi harus mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil yang ekonomis dan produksi yang maksimal tidak selamanya merupakan produksi yang tinggi atau sesuai dengan perhitungan ekonomi (Boyd, 1990).


(45)

32 IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan frekuensi pemberian pakan tidak berpengaruh nyata terhadap derajat kelangsungan hidup dan koefisien keragaman pada setiap perlakuan. Laju pertumbuhan bobot harian dan efisiensi pemberian pakan pada frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5 kali/hari. Frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari pada pendederan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. memberikan pertumbuhan panjang mutlak terbaik dibandingkan perlakuan 2, 3, dan 5 kali/hari. Perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari juga memberikan nilai profit dan rasio R/C terbaik dibandingan perlakuan 2, 3, dan 5 kali/hari.

4.2 Saran

Frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari dapat digunakan pada pendederan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. untuk mencapai waktu produksi yang lebih singkat dan biaya produksi yang lebih efisien. Pemanfaatan sistem resirkulasi, aerasi, dan automatic feeder pada sistem budidaya intensif dapat dijadikan solusi untuk meningkatkan oksigen terlarut serta pemberian pakan pada dini hari.


(46)

33 DAFTAR PUSTAKA

Affandi R, Djadja SS, Rahardjo MF, Sulistiono. 2004. Fisiologi ikan pencernaan dan penyerapan makanan. Departemen Manajemen Sumerdaya Perairan Faklutas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Albert A. 1973. Selective toxicity. Chapman & Hall, London.

BBPBAT [Balai Budidaya Air Tawar] Sukabumi. 2005. Budidaya ikan lele Sangkuriang. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Boyd, CE. 1990. Water quality management for pond fish culture. Alabama. Birmingham Publishing Co.

Budi, WG. 2009. Kinerja produksi pendederan lele Sangkuriang (Clarias sp) melalui penerapan teknologi pergantian air 50%, 100%, dan 150% per hari. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Darseno . 2010. Buku pintar budidaya dan bisnis lele. Agromedia. Jakarta. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. 2012. Analisis capaian target produksi

lele: Produksi Naik, Capaian Naik.[www.djpb.kkp.go.id/ berita.php?id= 777]. [7 Desember 2012]

Effendi H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelola sumber daya dan lingkungan perairan. Kanasius. Yogyakarta.

Effendi H. 2000. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor Effendi I. 2004. Pengantar akuakultur. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. Effendie MI. 2002. Biologi ikan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.

Emerson KR, Russo RC, Lund RE, Thurston RV. 1975. Aqueous ammonia equilibrium calculation : effect of pH and temperature. Journal of Fisheries Research Board of Canada 32: 2379-2383.

Fujaya Y. 2002. Fisiologi ikan. Rineka Cipta, Jakarta.

Fujaya Y. 2008. Fisiologi ikan dan pengembangan Teknik Perikanan. Rineka Cipta. Jakarta.


(47)

34 Ghufran M, Kardi K. 2010. Budi daya ikan lele di kolam terpal. Lily

Publisher. Yogyakarta

Goddard S. 1996. Feed management in intensive aquaculture. Fisheries and Marine Institute Memorial University New Founland. Chapman and Hall. Canada. 194 hal.

Gunardi B, Hafsari DR. 2008. Pengendalian limbah amonia budidaya ikan lele dengan sistem heterotrofik menuju sistem akuakultur nir-limbah. Jurnal Riset Akuakultur, 3 : 437-448

Gusrina. 2008. Budidaya ikan untuk SMK. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Handajani H, Wahyu W. 2010. Nutrisi ikan. UMM Press. Malang.

Hastuti MS. 1984. Jumlah makanan yang dikonsumsi burayak ikan lele (Clarias batrachus L). [Skripsi]. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Heath AG. 1995. Water pollution and fish physiology second edition.CRC Press Inc, New York.

Hepher B, Pruginin Y. 1981. Commercial fish farming. John Wiley and Sons. USA. 261pp.

Huisman EA. 1987. The principles of fish culture production. Netherland: Departement of Aquaculture, Wageningen University.

KKP [Kementrian Kelautan dan Perikanan]. 2010. Rencana strategis 2009-2014 Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.

Mahyuddin K. 2008. Panduan lengkap agribisnis lele. Penebar Swadaya. Jakarta. Mahyuddin K. 2013. Belajar dari kegagalan bisnis lele. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Martin JD, Petty JW, Kewon AJ, Scott DF. 1991. Basic financial management 5th Edition. Prentice hall Inc, New Jersey.

Metcalf, Eddy. 1991. Wastewater engineering : Treatment, Disposal and Reuse, 3 rd Eddition. Singapore: McGraw-Hill Book Co.


(48)

35 Nasrudin. 2010. Jurus sukses beternak lele Sangkuriang. Agromedia. Jakarta. Peres G. 1981. Les protes, L’amylase, Les anzymes Chitinolytiques. Les

laminarinases. Dalam : Nutritition des Poissions. Cnerna. Paris. Pp. 55-56.

Priyadi A, Azwar ZI, Subamia IW, Hem S. 2008. Pemanfaatan maggot sebagai pengganti tepung ikan dalam pakan buatan untuk benih ikan balashark (Balanthiocheilus melanopterus Bleeker). Jurnal Riset Akuakultur, 3 : 367-375

Rahardi F, Kristiawati R, Nazarudin. 1998. Agribisnis perikanan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Salmin. 2000. Kadar oksigen terlarut di perairan sungai Dadap, Goba, Muara Karang, dan Teluk Banten. Dalam : Foraminifera Sebagai Bioindikator Pencemaran, Hasil Studi di Perairan Estuarin Sungai Dadap, Tanggerang (Djoko p. Praseno, Ricky R., dan S. Hadi R., eds) P30-LIPI hal 42-46.

Salmin. 2005. Oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biologi (BOD) sebagai salah satu indikator untuk menentukan kualitas perairan. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta. Oseana, 3 : 21-26.

Schmitdt-Nielsen K. 1990. Animal physiology-adaptation and environment Fourth edition, Cambridge University Press, Cambridge.

Steel RGD, Torri JH. 1991. Prinsip dan prosedur statistika. PT Gramedia, Jakarta. 748p.

Sultoni A, Abdul M, Wahyu W. 2006. Pengaruh penggunaan berbagai konsentrat pabrikan terhadap optimalisasi konsumsi pakan, hen day production, dan konversi pakan. PT. Jatinom Blitar, Blitar. Jurnal Protein, 2 : 105-113 Walsh SJ, Lindberg WJ. 1999. Catfish farming in Florida. Departement of

Fisheries and Aquatic Sciences, Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Science, University of Florida.

Vahl O. 1979. An Hypothesis on the control of food intake in fish. Aquaculture, 17 : 221-229

Van Wyk P, Scarpa J. 1999. Water quality requirements and management. Dalam: Van Wyk P, Davis HM, Laramore R, Main KL, Scarpa J (Eds.) farming marine shrimpin recirculating freshwater system. Florida Departemen of Agriculture and Consumer Services, Tallahassee, Florida.


(49)

36 Wardoyo STH. 1975. Pengelolaan kualitas air. Proyek Peningkatan Mutu

Perguruan Tinggi ITB. Bogor

Webster CD, Lim C. 2002. Nutrient requirement and feeding of finfish for aquaculture. NewYork, USA: CABI Publishing, CAB International. Zonneveld NE, Huisman EA, Boon JH. 1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan.


(50)

37

LAMPIRAN


(51)

38 Lampiran 1. Letak wadah pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.

S A L U R A N A I R 5 kali/ hari 3 kali/ hari 3 kali/ hari 9 kali/ hari 3 kali/ hari 9 kali/ hari 9 kali/ hari 2 kali/ hari 5 kali/ hari 2 kali/ hari 2 kali/ hari 5 kali/ hari

KOLAM IKAN NILA

KOLAM IKAN NILA


(1)

43 Lampiran 9. Data pakan pada pemeliharaan ikan lele Sangkuriang dengan

frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.

Pakan Minggu I

Pakan Minggu II

Pakan Minggu III

Total

Pakan EPP

2 kali/hari

105.85 120.91 136.25 363.01 69.54

96.75 112.1 136.06 344.91 82.35

105.19 136.25 148.05 389.49 63.15

3 kali/hari

109.19 143.87 171.00 424.83 85.12

106.8 134.66 169.09 410.55 84.15

100.76 135.04 173.06 408.86 83.83

5 kali/hari

92 143.83 210.62 446.45 99.60

119.04 157.77 201.61 478.42 94.32 112.26 137.44 192.59 442.29 103.75

9 kali/hari

100.33 149.89 210.56 460.78 95.49 105.68 124.18 222.02 451.88 100.60

97.79 126.29 229.07 453.15 94.21

Lampiran 10. Analisis ragam tingkat konsumsi pakan benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.

ANOVA

FI

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .397 3 .132 17.075 .001

Within Groups .062 8 .008

Total .459 11

FI

Tukey HSDa

Frekuen

si N

Subset for alpha = 0.15

1 2 3

2 kali 3 2.0500

3 kali 3 2.3400

5 kali 3 2.4667 2.4667

9 kali 3 2.5200

Sig. 1.000 .356 .878

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.


(2)

44 Lampiran 11. Analisis ragam efisiensi pemberian pakan benih ikan lele

Sangkuriang Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.

ANOVA

EPP

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1447.082 3 482.361 14.863 .001

Within Groups 259.628 8 32.453

Total 1706.710 11

EPP

Tukey HSDa

Frekuen

si N

Subset for alpha = 0.15

1 2 3

2.00 3 71.6800

3.00 3 84.3667

9.00 3 96.7667

5.00 3 99.2233

Sig. 1.000 1.000 .950

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

Lampiran 12. Analisis ragam koefisien keragaman benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.

ANOVA

KK

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .002 3 .001 3.608 .065

Within Groups .001 8 .000


(3)

45 Tukey HSDa

Frekuen

si N

Subset for alpha = 0.05

1

9 kali 3 .1067

5 kali 3 .1200

3 kali 3 .1300

2 kali 3 .1367

Sig. .059

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

Lampiran 13. Analisis statistik profit benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.

ANOVA

Profit

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1.779E7 3 5930699.571 58.266 .000 Within Groups 814296.219 8 101787.027

Total 1.861E7 11

Tukey HSDa

Frekuensi N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

2 kali 3 14227.46

3 kali 3 15489.00

5 kali 3 16545.17

9 kali 3 17498.29

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.


(4)

46 Lampiran 14. Analisis statistik rasio R/C benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp.

pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.

ANOVA

RCratio

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .096 3 .032 19.167 .001

Within Groups .013 8 .002

Total .109 11

Tukey HSDa

Frekuensi N

Subset for alpha = 0.05

1 2

2 kali 3 2.37

3 kali 3 2.40

5 kali 3 2.47

9 kali 3 2.60

Sig. .067 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Lampiran 15. Analisis statistik harga pokok produksi benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.

ANOVA

HPP

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 33.166 3 11.055 5.393 .025

Within Groups 16.398 8 2.050


(5)

47 Frekuensi N

Subset for alpha = 0.05

1 2

2 kali 3 57.83

9 kali 3 60.28 60.28

3 kali 3 61.74

5 kali 3 62.04

Sig. .234 .478

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Lampiran 16. Analisis ekonomi pada pemeliharaan ikan lele Sangkuriang dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.

Data jumlah ikan yang telah dikelompokan sesuai dengan ukuran pada setiap perlakuan.

Ukuran Frekuensi pemberian akan harian (kali/hari) Benih 2 2 2 3 3 3 5 5 5 9 9 9 4-5cm 8 14 6 2 2 3 0 0 0 0 0 0

5-6cm 49 23 33 20 22 15 6 8 6 0 5 2

6-7cm 62 49 90 50 52 51 57 45 31 23 29 25

7-8cm 40 86 38 53 59 74 50 70 96 82 60 83

8-9cm 19 6 12 55 44 34 58 46 36 59 60 45

9-10cm 2 0 0 0 0 0 15 14 13 18 24 27

Total penjualan benih sesuai dengan harga pada setiap ukuran yang berbeda

Ukuran Satuan Frekuensi pemberian akan harian (kali/hari)

Benih (Rp) 2 2 2 3 3 3 5 5 5 9 9 9 4-5cm 90 720 1260 540 180 180 270 0 0 0 0 0 0

5-6cm 120 5880 2760 3960 2400 2640 1800 720 960 720 0 600 240

6-7cm 135 8370 6615 12150 6750 7020 6885 7695 6075 4185 3105 3915 3375

7-8cm 150 6000 12900 5700 7950 8850 11100 7500 10500 14400 12300 9000 12450

8-9cm 175 3325 1050 2100 9625 7700 5950 10150 8050 6300 10325 10500 7875

9-10cm 175 350 0 0 0 0 0 2625 2450 2275 3150 4200 4725 TOTAL 24645 24585 24450 26905 26390 26005 28690 28035 27880 28880 28215 28665


(6)

48 Biaya pembelian pakan dan benih

Benih Pakan Total Biaya

2 kali/hari 5760 4537,63 10297,63

2 kali/hari 5760 4311,38 10071,38

2 kali/hari 5760 4868,63 10628,63

3 kali/hari 5760 5310,38 11070,38

3 kali/hari 5760 5131,88 10891,88

3 kali/hari 5760 5110,75 10870,75

5 kali/hari 5760 5580,63 11340,63

5 kali/hari 5760 5980,25 11740,25

5 kali/hari 5760 5528,63 11288,63

9 kali/hari 5760 5259,75 11019,75

9 kali/hari 5760 5186,00 10946,00

9 kali/hari 5760 4939,38 10699,38

Hasil penghitungan profit, rasio R/C, dan HPP

Profit Rasio R/C HPP

2 kali/hari

14347.38 2.39 57.21

14513.63 2.44 56.58

13821.38 2.30 59.71

3 kali/hari

15834.63 2.43 61.50

15498.13 2.42 60.51

15134.25 2.39 63.20

5 kali/hari

16749.38 2.48 60.97

16294.75 2.39 63.12

16591.38 2.47 62.03

9 kali/hari

17860.25 2.62 61.92

17269.00 2.58 60.14