Menentukan Bentuk Hubungan RTH dan Suhu Udara

26 m dpl 1. Tanjung Priok 2.4 06°06’S-106°53’T 2. Jakarta Obs. 8.0 06°09’S-106°51’T 3. Cengkareng 14.0 06°11’S-106°06’T 4. Halim Perdana Kusuma 26.0 06°16’S-106°49’T 5. Ciledug 26.2 02°54’ S-104 o 42’T 6. Curug, Tangerang 46.0 06°14’S-106°39’T 7. Cibinong 125.0 06°24’S-106°49’T 8. Atang Sanjaya 161.4 06°33’S-106°46’T 9. Cimanggu 240.0 06°34’S-106°47’T 10. Darmaga 250.0 06°30’S-106°45’T 11. Kampus Baranangsiang 250.0 06°35’S-106°48’T 12. Muara 260.0 06°40’S-106°47’T 3.3. Metodologi Penelitian Berdasarkan tiga tujuan yang ingin dicapai, maka disusun langkah-langkah penelitian, dengan uraian sebagai berikut:

3.3.1. Menentukan Bentuk Hubungan RTH dan Suhu Udara

Untuk mempermudah memahami langkah-langkah penelitian maka pada setiap tahapan disajikan bentuk diagram alir pada Gambar 6 berikut: 27 Citra Landsat Peta administrasi Persamaan NDVI dan RTH Ta Observasi Koreksi citra Cropping wilayah JABOTABEK Kanal 3,4 Kanal 6 Kanal 1,2,3 NDVI Ta Dugaan Ta terkalibrasi RTH Neraca Energi Ts ya RTH bangkitan ya Kalibrasi tidak Penentuan bentuk hubungan tidak tidak Validasi Aplikasi Persamaan Terpilih ya tidak Gambar 6. Diagram alir penentuan bentuk hubungan RTH dan suhu udara Pada Gambar 6 dapat diuraikan sebagai berikut: 28 • Data Citra Landsat 5 akuisisi 1 Juli 1991, Landsat 5 akuisisi 20 Juli 1997 serta Landsat 7 akuisisi 23 Juli 2004, dilakukan pemulihan citra image restoration meliputi koreksi radiometrik dari pengaruh atmosfer dengan cara membentangkan nilai digital number DN dikenal juga sebagai grey value pada nilai terendah pada angka nol dan nilai tertinggi pada angka 255, dengan cara melihat nilai histogram setiap kanal band. Dari histogram dapat diketahui nilai terendah pixel yang tidak merespon spektral atau paling lemah dalam merespon spektral harusnya bernilai nol, apabila tidak maka nilai penambahan offset tersebut dipandang sebagai hasil dari hamburan atmosfer. Koreksi dilakukan dengan mengurangkan semua nilai dengan besarnya offset tersebut. Lalu dilakukan koreksi geometrik agar distorsi saat pengambilan citra dapat dikoreksi dan sesuai dengan sistem ordinat di bumi. Ada dua cara koreksi geometrik, pertama dikenal sebagai Regristrasi yakni mengoreksi citra dengan citra yang telah dikoreksi dan kedua dikenal dengan Rektifikasi yaitu mengoreksi citra dengan peta sebagai acuan, pada penelitian dipilih cara kedua. Ditentukan sekitar 10 titik GCP Ground Control Point yang tersebar merata mewakili setiap sudut citra baik atas, bawah, kanan dan kiri serta tengah. Kemudian bila nilai RMS Root Mean Square di bawah 0.5 proses koreksi selesai. Koreksi terakhir dilakukan penajaman citra image enhanchement meliputi penajaman kontras, pewarnaan semu, dan penapisan agar mudah melakukan interpretasi secara visual. • Pemotongan citra dengan menggunakan peta digital administrasi JABOTABEK 1991, 1997 dan 2004 sesuai dengan data citra yang akan dipotong. • Pada kanal 3 dan 4 dilakukan ekstraksi nilai NDVI dengan menerapkan Rumus: NDVI=NIR - R NIR + R. • Berdasarkan Persamaan yang didapatkan Zain 2002: Persen RTH = 382.4 NDVI + 20.793, data RTH dibangkitkan sebagai peubah prediktor. • Pada kanal 1, 2 dan 3 diekstrak neraca energi sehingga didapatkan nilai- nilai Rs in, Rs out dan Rl in, Rl out sehingga didapat Rn. Berdasarkan Rn 29 didapatkan G, H dan LE, secara rinci diterangkan pada akhir bab metodologi berikut rumus-rumus yang digunakan. • Pada kanal 6 diekstrak nilai suhu permukaan, secara rinci diterangkan pada akhir bab metodologi berikut rumus-rumus yang digunakan. • Berdasarkan suhu permukaan dan fluks energi H diekstrak nilai suhu udara Ta. Agar sesuai dengan data observasi dari 12 stasiun iklim dilakukan kalibrasi terhadap suhu udara hasil ekstraksi, dengan cara analisis regresi. • Data RTH bangkitan dan Ta yang telah terkalibrasi diekspor menjadi data tabel untuk diolah lebih lanjut, yakni penentuan bentuk hubungan. • Penentuan bentuk hubungan suhu udara dan RTH dengan mencari model persamaan kedua peubah tersebut apakah linier, kuadratik atau kubik. Sebagai dasar pemilihan model persamaan adalah melihat pola penyebaran data yang paling mendekati garis model persamaan, nilai koefisien determinasi terkoreksi R 2 adj dan standar deviasi model S. Koefisien determinasi terkoreksi merupakan koefisien determinasi yang telah memperhitungkan jumlah variabel yang dimasukkan kedalam model, sehingga dianggap lebih peka. Koefisien determinasi terkoreksi menunjukkan besarnya ragam atau variasi peubah respon yang dapat dijelaskan oleh peubah prediktor. Makin tinggi nilai R 2 adj maka makin baik model. Sebaliknya standar deviasi model, merupakan gambaran besarnya penyimpangan model, makin kecil nilai S mendekati nol, makin baik model Drapper dan Smith, 1992. Setelah persamaan terpilih dilakukan uji regresi baik konstanta slope maupun koefisien persamaan. Dilanjutkan validasi persaman untuk mengetahui output nilai dugaan dengan data observasi. Setelah validasi persamaan yang terpilih dapat diaplikasikan atau direkomendasikan. Adapun tahapan dan rumus-rumus yang digunakan untuk mendapatkan data suhu udara adalah sebagai berikut: 30 1 Pendugaan Suhu Permukaan Surface Temperature Estimasi suhu permukaan dari citra Landsat menggunakan kanal enam pada kisaran panjang gelombang 10.40 hingga 12.50 m, dikenal sebagai kanal thermal infrared . Meliputi tahap-tahap sebagai berikut: a Konversi Digital Number DN ke nilai Spectral Radiance Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai spektral radiance dari nilai DN, dirumuskan USGS 2003: λ λ λ λ min min max min max min max L QCAL QCAL QCAl QCAL L L L + − × ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − − = ..…............................1 Keterangan: λ L = Spectral radiance pada kanal ke- λ Wm -2 sr -1 μm -1 QCAL = Nilai digital number kanal ke- λ L min λ = Nilai minimum spectral radiance kanal ke- λ L max λ = Nilai maksimum spectral radiance kanal ke- λ i QCAL min = Minimum pixel value 1 LPGS Products 0 NLAPS Products QCAL max = Maksimum pixel value 255 Semua nilai Lmin, Lmax, QCALmin dan QCALmax untuk setiap kanal baik untuk Landsat TM maupun ETM+ terdapat pada Landsat User Handbook, USGS 2003 b Konversi nilai spectral radiance L ke Brightness Temperature T B Persamaan menggunakan dua konstanta kalibrasi, K 1 = 666.09 Wm -2 sr - 1 μm -1 dan K 2 = 1282.71K untuk Landsat ETM sedangkan untuk Landsat TM, K 1 = 607,76 Wm -2 sr -1 μm -1 dan K 2 = 1260.56K, dirumuskan Planck: 2 1 ln 1 B K T K L λ = ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ……………….…...… ...................................... 2 c Konversi Brightness Temperature T B ke suhu permukaan Ts Persamaan yang digunakan merupakan persamaan yang ditentukan pertama kali oleh Artis dan Canahan 1982 serta Weng 2001: 31 ε λ ln 1 x T T Ts B B ∂ + = .........................................................................3 Keterangan: T S = Suhu permukaan K = Panjang gelombang dari radiasi yang dipancarkan sebesar 11,5 µm nilai tengah dari kanal 6 ∂ = hc σ besarnya =1.438 x 10 -2 mK h = Konstanta Plancks 6.26x10 -34 J sec c = Kecepatan cahaya 2.998 x 10 8 m.sec -1 σ = Konstanta Stefan-Boltzman 1.38 x 10 -23 JK -1 ε = Emisivitas objek, untuk lahan RTH=0.95 sedangkan non-RTH=0.92 Weng, 2001 T B = Suhu kecerahan brightness temperature 2. Penentuan Neraca Energi:

a. Radiasi Netto dan Albedo