E. Perkembangan Hukum Nasional terhadap Kejahatan Lintas Negara
di Lingkup ASEAN Indonesia-Malaysia
Sistem hukum nasional dan sistem hukum Indonesia adalah dua hal yang berbeda. Sistem hukum nasional berarti sistem hukum yang diberlakukan oleh
negara state law, sedangkan sistem hukum Indonesia merefleksikan keanekaragaman hukum yang hidup dalam masyarakat. Sistem hukum nasional
berasal dari dua istilah yaitu sistem dan hukum nasional.. Sedangkan hukum nasional adalah hukum atau peraturan perundang-undangan yang didasarkan
kepada landasan ideologi dan konstitusional negara, yaitu Pancasila dan UUD 1945 atau hukum yang dibangun di atas kreativitas atau aktivitas yang didasarkan
atas cita rasa dan rekayasa bangsa sendiri.
Pengertian sistem berasal dari bahasa Yunani “systema” yang berarti suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian whole compound of several
parts. Sistem merupakan suatu kebulatan yang memiliki unsur-unsur dan peran yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi.
35
Sistem merupakan pengorganisasian dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling menggantungkan diri satu dari yang lain dan membentuk
satu kesatuan. Suatu sistem adalah suatu perangkat komponen yang berkaitan secara terpadu dan dikoordinasikan sedemikian rupa untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan. Sistem hukum bukan sekedar kumpulan peraturan-peraturan saja namun peraturan-peraturan itu dapat diterima sebagai sah apabila dikeluarkan dari
35
Soewandi, Diktat Pengantar Ilmu Hukum, Salatiga, FH UKSW, 2005, hal. 65
Universitas Sumatera Utara
sumber-sumber yang sama, seperti peraturan hukum, yurisprudensi, dan kebiasaan. Menurut Lawrence M. Friedman, bahwa efektif dan berhasil tidaknya
penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum structure of law, substansi hukum substance of the law dan budaya hukum
legal culture. Struktur hukum menyangkut aparat penegak hukum, substansi hukum meliputi perangkat perundang-undangan dan budaya hukum merupakan
hukum yang hidup living law yang dianut dalam suatu masyarakat.
36
A. Asas teritorial
Perkembangan Pengaturan yurisdiksi dalam ketentuan hukum nasional Indonesia baru ditetapkan pada beberapa undang-undang saja. Terdapat beberapa
asas-asas tentang berlakunya undang-undang pidana menurut tempat, yaitu
:
Asas ini terdapat dalam Pasal 2 KUHP yang berbunyi: “ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang
melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia”. Dalam pasal ini dimaksudkan bahwa undang-undang pidana Indonesia berlaku bagi setiap orang baik warga
Indonesia maupun warga asing yang melakukan tindak pidana tidak hanya di wilayah kekuasaan Indonesia melainkan di tempat terjadinya delik. Asas ini
diperluas dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 3 KUHP yang berbunyi: “Ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi
setiap orang yang diluar wilayah indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.”
36
Lawrence M. Friedman, “Sistem Hukum: Perspektif Ilmu Sosial”, 1984, Hal 5-6
Universitas Sumatera Utara
B. Asas personalitas nasional aktif
Asas ini diatur dalam pasal 5 KUHP yang menyatakan bahwa peraturan hukum Indonesia berlaku bagi setiap warga negara Indonesia yang melakukan
tindak pidana baik didalam maupun diluar wilayah Indonesia. Artinya bahwa seolah-olah hukum melekat pada diri orangnya, akan mengikuti kemanapun dia
pergi. C.
Asas Perlindungan Asas ini berlaku terhadap tindak pidana yang menyerang kepentingan
negara. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 4 KUHP. Kejahatan itu terdiri dari: 1.
Kejahatan terhadap keamanan negara; 2.
Kejahatan tentang materi dan merk yang dikeluarkan oleh pemerintah pasal 4 ayat 2;
3. Pemalsuan surat-surat hutang atau sertifikat htang yang menjadi
beban negara pasal 4 ayat3; 4.
Kejahatan jabatan yang dilakukan oleh pegawai-pegawai negara diluar wilayah negara pasal 7 KUHP;
5. Kejahatan pelayaran pasal 8 KUHP.
Yurisdiksi yang terdapat dalam KUHP dirasakan belum memenuhi kebutuhan warga negara dalam hal perlindungan dari negaranya. Oleh karena itu,
pengaturan yurisdiksi diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan diluar KUHP. Seperti: Undang-undang terorisme, undang-undang narkotika, undang-
undang trafficking, undang-undang korupsi, dan undang-undang money laundering
Universitas Sumatera Utara
Terorisme merupakan salah satu permasalahan dari kejathatan lintas Negara yang sedan marak belakangan ini, seeperti hal nya terdapat dalam bab II
pasal 3 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan terorisme mengatakan bahwa:
“Undang-undang ini berlaku terhadap setiap orang yang bermaksud melakukan tindak pidana terorisme di wilayah Indonesia atau di negara lain yang
memiliki yurisdiksi dan menyatakan maksudnya untuk melakukan penuntutan.” Dalam tindak pidana terorisme yurisdiksi negara ditentukan berdasarkan
asas teritorial, dan asas nasionalitas. Tindak pidana terorisme merupakan kejahatan yang menimbulkan dampak tidak hanya pada negara tetapi pada warga
negara. Dalam konsideran Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan terorisme menyatakan bahwa terorisme merupakan kejahatan
lintas negara, terorganisisasi dan mempunyai jaringan luas sehingga mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional. Begitu pula dengan
tindak pidana trafficking dan narkotika. Pengaturan yurisdiksi dalam Undang- undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan tindak pidana perdagangan
orang, diatur dalam pasal 2, pasal 3 dan pasal 4, yang berbunyi: Pasal 2:
“Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,
penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan, penjeratan utang atau member
bayaran, atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di
wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
120.000.000,00 dan paling banyak Rp. 600.000.000,00.”
Pasal 3:
Universitas Sumatera Utara
“Setiap orang yang memasukan orang ke wilayah negara republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di wilayah negara Republik
Indonesia atau dieksploitasi di negara lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
120.000.000,00 dan paling banyak Rp. 600.000.000,00.”
Pasal 4 : “Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia keluar wilayah
negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi diluar wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun
dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 dan paling banyak Rp. 600.000.000,00.”
Sesuai dengan beberapa pasal tersebut diatas, maka dengan kata lain menjelaskan bahwa dalam pasal 2,3 dan 4 pengeksploitasian warga Negara atau
dengan sengaja melakukan perekrutan dengan diiringinya ancaman dan maupun dengan persetujuan untuk suatu keuntungan tertentu merupakan tindakan kriminal
dan apabila terbukti akan dikenakan sanksi hukuman seperti yang tertera dalam pasal tersebut. Pengeksploitasian dengan cara memasukkan ke Negara atau
dibawa ke Negara lain adalah dilarang. Selanjutnya untuk kerjasama antar negara dalam rangka pembinaan dan
pengawasan narkotika terdapat dalam pasal 63 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, yang menyatakan bahwa pemerintah mengupayakan
kerjasama dengan negara lain dan badan internasional secara bilateral dan miltileteral, baik regional maupun internasional dalam rangka pembinaan dan
pengawasan narkotika sesuai dengan kepentingan nasional. Akan tetapi, jika dinilai dari kekuatan yurisdiksi dalam pasal tersebut masih sangat kurang. Karena
penghukuman terhadap peracik narkotika, pengedar, bahkan penyelundup narkotika tidak diatur dalam undang-undang tesebut. Maka dapat diartikan dalam
Universitas Sumatera Utara
hal ini, suatu negara dapat memungkinkan memiliki imunitas terhadap yurisdiksi negara lain untuk menghukum pelaku tindak pidana tersebut.
Pengaturan yurisdiksi diatur pula dalam pasal 3 dan pasal 7 Undang- undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang tindak pidana pencucian uang Money
Laundering. Dalam pasal 7 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang tindak pidana pencucian uang Money Laundering menyatakan bahwa setiap
warga negara Indonesia atau korporasi Indonesia yang berada di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau
keterangan untuk terjadinya tindak pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3. Dalam ketentuan tersebut, yurisdiksi yang diterapkan adalah yurisdiksi dengan asas territorial.
Dalam tindak pidana yang serupa, yaitu tindak pidana korupsi. Yurisdiksi suatu negara diatur dalam United Nation Convention Against Corruption 2003
diatur dalam pasal 42 ayat 1 sampai ayat 6. Pasal ini menjadi dasar bagi negara- negara sesuai hukum nasionalnya untuk menetapkan yurisdiksi terhadap kejahatan
yang diatur dalam konvensi, dan begitu juga terhadap pengembalian aset yang berhubungan dengan kejahatan korupsi.
Dari kejahatan-kejahatan yang telah diuraikan diatas, dapat dinilai bahwa sebenarnya dampak kejahatan tersebut sudah meluas. Bukan hanya dirasakan oleh
negaranya saja melainkan oleh warga negaranya juga. Oleh karena itu dalam hal kejahatan transnasional seharusnya setiap negara memiliki kewenangan untuk
menetapkan aturan hukumnya dan mengadili terhadap pelanggaran peraturan
Universitas Sumatera Utara
dalam batas wilayah teritorialnya karena tingkat kekejaman dan kejahatan dari tindak pidana terorisme ini sudah dirasakan tidak hanya oleh satu negara tapi oleh
negara lain dan warga negaranya.
37
Mudahnya para pelaku kejahatan yang memanfaatkan bisnis ke kawasan Asia Tenggara, transaksi bisnis yang banyak dengan menggunakan
Yurisdiksi merupakan kewenangan sutu negara untuk menetapkan dan memaksakan ketentuan hukum nasionalnya terhadap orang, benda atau peristiwa
hukum serta mengadili terhadap pelanggaran peraturan dalam batas wilayah teritorialnya. Yurisdiksi merupakan atribut dari kedaulatan suatu negara yang
berfungsi untuk melindungi wilayah negara dan warga negaranya. Akan tetapi kedaulatan negara seringkali dibatasi dengan adanya yurisdiksi dari negara lain.
Tidak semua negara dapat ikut campur dalam setiap permasalahan antar negara tanpa adanya perjanjian internasional. Sedangkan dalam kejahatan yang sudah
mengganggu kenyamanan masyarakat internasional seperti kejahatan terhadap kemanusiaan, sudah sepatutnya setiap negara atau bahkan masyarakat
internasional memiliki andil untuk memproses kejahatan tersebut. Mudahnya orang masuk ke dalam kawasan dari satu titik akan
membuka kesempatan bagi pelaku kejahatan lintas negara mengakses atau mengendalikan kejahatanya di ASEAN. Tentunya hal ini menjadi penting karena
kejahatan lintas negara semakin meningkat. Contoh yang harus disoroti adalah bagaimana suatu kawasan yang mudah untuk diakses, kemudian dijadikan sebagai
tempat untuk melakukan pencucian uang.
37
“Pengaturan Yurisdiksi Dalam Undang-Undang Nasional Indonesia” http:arlialdila26.blogspot.com201310pengaturan-yurisdiksi-dalam-undang_514.html diakses
pada tanggal 22 Februari 2015
Universitas Sumatera Utara
skema yang sangat rumit, transfer dana yang besar, akan mempermudah terjadinya pencucian uang itu sendiri.
Seperti yang dikenal dalam teori dan praktek bahwa pencucian uang dapat dilakukan dengan cara-cara layering, placement atau integration melalui
institusi keuangan, entitas bisnis atau investasi yang sangat besar jumlahnya ke dalam atau ke luar negari. Para pelaku pencucian akan leluasa untuk mengatur
kejahatan mereka melalui cara-cara tadi, sehingga jejak asal muasal uang-uang haram tersebut tidak dapat ditelusuri dengan mudah. Selain itu, beberapa negara
anggota ASEAN masih belum kuat dan siap untuk membangun rezim anti- pencucian uang dan kerjasama internasional menangani kejahatan lintas negara,
menjadi celah pelaku-pelaku kejahatan lintas negara khususnya pencucian uang akan leluasa menjalankan operasinya. Kerapuhan inilah yang akan menjadi celah
bagi para pelaku untuk terus menerus mengembangkan banyak cara melakukan kejahatan lintas negara, terlebih apabila ASEAN semakin mudah untuk dijangkau.
Sementara Indonesia dan Malaysia sendiri telah melalui beberapa perkembangan tindakan kriminal yang terjadi antara kedua Negara tersebut.
Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia yang illegal masuk ke Malaysia mudah lolos dan lepas dari pengawasan kepolisian Malaysia. Tak lepas dari masalah itu,
Malaysia juga mengalami beberapa kejahatan lintas Negara dimana transaksi narkoba yang dilakukan beberapa orang dengan cara menyelundupkan barang-
barang itu. Maka dari itu, kedua Negara sepakat untuk bekerjasama demi meningkatkan keamanan antara kedua Negara agar terciptanya keamanan dan
ketentraman antara penduduk di kedua Negara tersebut.
Universitas Sumatera Utara
BAB III TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP TINDAK