Kesepakatan Antara Indonesia Dengan Malaysia Sebagai Anggota Association Of South East Asian Nations (Asean) Dalam Memberantas Kejahatan Lintas Negara

(1)

KESEPAKATAN ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA SEBAGAI ANGGOTA ASSOCIATION OF SOUTH EAST ASIAN NATIONS

(ASEAN) DALAM MEMBERANTAS KEJAHATAN LINTAS NEGARA

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

NIM : 110200519

NINDYA CAESY AIDITA

DEPARTEMEN :INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KESEPAKATAN ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA SEBAGAI ANGGOTA ASSOCIATION OF SOUTH EAST ASIAN NATIONS

(ASEAN) DALAM MEMBERANTAS KEJAHATAN LINTAS NEGARA

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

NIM 110200519 NINDYA CAESY AIDITA

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

DISETUJUI OLEH:

KETUA DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

NIP. 195612101986012001 CHAIRUL BARIAH, SH.,M.Hum

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

ARIF SH.,M.Hum

NIP.196403301993031002 NIP.197308012002121002 Dr. Jelly Leviza SH.,MHum


(3)

ABSTRAK

Association of South East Asian Nation (ASEAN) terdiri atas

Negara-negara yang berkembang yang terletak di wilayah Asia Tenggara yang cukup strategis untuk melakukan interaksi dan kerja sama. Letak wilayah tersebut merupakan salah satu alasan mengapa sering terjadinya kasus Kejahatan Lintas Negara yang sedang marak-maraknya terjadi. Alasan lain mengapa kejahatan lintas Negara ini dapat terjadi karena semakin mudahnya interaksi dan komunikasi antar Negara yang membuat sekelompok orang ingin memanfaatkan situasi ini untuk keuntungan kepentingan pribadi. Pada era globalisasi ini, banyaknya kasus yang terjadi dalam lingkup Internasional menimbulkan dampak yang berkelajutan terlebih di wilayah ASEAN. Indonesia dan Malaysia yang merupakan Negara serumpun mempunyai kemiripan etnis dan kemudahan dalam berbahasa merupakan salah satu faktor mempermudah interaksi yang digunakan untuk kejahatan lintas Negara. Untuk lebih lanjutnya membahas tentang bagaimana pengaturan Hukum Internasional dan Hukum Nasional dalam mengatasi Kejahatan Lintas Negara ini.

Adapun penulisan ini membahas lebih dalam tentang kesepakatan yang dilakukan antara Indonesia dan Malaysia untuk memberantas kejahatan Lintas Negara sehingga dapat mempertahankan keamanan diantara kedua negara tersebut. Penulisan ini dengan menggunakan penelitian yang bersumber dari Konvensi dan perjanjian serta hukum dan undang-undang yang berlaku.

Berdasarkan hasil penyusunan ini didapatkan bahwa, Kejahatan Lintas Negara yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia dapat diberantas seiring dengan kesepakatan kerja sama yang terjadi diantar kedua Negara tersebut dengan meningkatkan keamanan di wilayah nya masing-masing. Memorandum of

Understanding atau MoU adalah salah satu upaya yang didapat guna mempererat

kerjasama anatara Indonesia dan Malaysia yang menyepakati tentang perbatasan di laut antara Kepolisian Republik Indonesia dan Tentara Di Raja Malaysia


(4)

KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrahim

Puji dan syukur kehadhirat Allah SWT atas limpahan rahmat, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Tidak lupa shalawat beriring salam saya sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya kejalan yang di ridhoi Allah SWT.

Adapun skripsi ini berjudul: “KESEPAKATAN ANTARA INDONESIA

DENGAN MALAYSIA SEBAGAI ANGGOTA ASSOCIATION OF SOUTH

EAST ASIAN NATIONS (ASEAN) DALAM MEMBERANTAS KEJAHATAN

LINTAS NEGARA”

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan di dalam penulisannya, oleh karena itu penulis berharap adanya masukan dan saran yang bersifat membangun untuk dimasa yang akan datang. Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:


(5)

1. Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum selaku Wakil Dekan I Universitas Sumatera Utara, Bapak Syafruddin, SH.MH.DFM selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. Saidin H.,SH.M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Chairul Bariah SH.,M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

3. Arif SH.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini

4. Dr. Jelly Leviza, SH.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan bimbingan selama penulisan skripsi ini.

5. Kepada Ayahanda Tersayang Indra, SH, M.Ap dan Ibunda Tersayang Dina Safitri, serta abang saya M. Randy Caesar Rio atas segala perhatian, dukungan, doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum USU dan yang telah memberikan dukungan kepada penulis.


(6)

6. Kepada keluarga besar, saudara dan sepupu saya Noya, Rini, Mami, Femi, Dira, Nyunyuk dan Billy yang sering memotivasi dan memberikan bimbingan

7. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

8. Kepada teman-teman saya tersayang Marisa, Fachri, Masyruf, Ekky, Winda, Bulan, Uci, Inneke, Gina, Dina, Nabila, Shanny, Dendi, Wahyu, Piki, Nopi, Mei, Sebrina, Feby, Haris, Fadel, Lia, Inal, Adi, Daniel, Nanda, Lalak, Grup F dan Angkatan 2011 yang telah menceriakan hari-hari

9. Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2015


(7)

DAFTAR ISI ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR SINGKATAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Keaslian Penulisan ... 8

F. Metode Penelitian ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II KEJAHATAN LINTAS BATAS DALAM LINGKUP ASEAN DAN PENGATURAN HUKUM INDONESIA A. Sejarah ASEAN……….14

B. Keanggotaan Indonesia dan Malaysia dalam ASEAN………..21

C. Pengertian Kejahatan Lintas Negara………..27

D. Faktor terjadinya Kejahatan Lintas Negara………...31

E. Perkembangan Hukum Nasional terhadap Kejahatan Lintas Negara di Lingkup ASEAN…...40


(8)

BAB III TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP TINDAK KEJAHATAN LINTAS BATAS ASEAN DAN INTERNASIONAL

A. Dasar Hukum Internasional tentang Kejahatan Lintas Negara………....48 B. Konvensi PBB Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (United Nations Convention on Transnational Organized

Crime-UNTOC)………59

C. Konvensi Asia Tenggara Tentang Kejahatan Lintas Negara (ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crimes

-PACTC)………..67

BAB IV UPAYA PEMBERANTASAN KEJAHATAN LINTAS

NEGARA DALAM LINGKUP REGIONAL ASEAN & LINGKUP BILATERAL ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA

A. Bentuk-bentuk kejahatan lintas Negara dalam lingkup ASEAN………..69 B. Upaya Indonesia dan Malaysia dalam memberantas Kejahatan

Lintas Negara……….82 C. Kerjasama Bilateral antara Indonesia dan Malaysia.……….…90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


(9)

B. Saran………98

DAFTAR PUSTAKA………..99


(10)

Daftar Singkatan

ACCT : ASEAN Convention on Counter Terrorism

ADMM : ASEAN Defence Ministers Meeting

ASA : Association of South Asia

ASEAN : Association of South East Asian Nation

ASEAN-PACTC : Associaton of South East Asian Nation-Plan of Action to Combat Transnasional Crime

ASEANAPOL : ASEAN National Police

CND : Commision on Narcotic Drugs

CCPCJ : Commission on Crime and Criminal Justice

ILEA : International Law Enforcement Academy

IOM : International Organization of Migration

JCLEC : Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation

KTT : Konferensi Tingkat Tinggi

MLA : Muatual Legal Assistance

MOU : Memorandum of Understanding

OKI : Organisasi Konferensi Islam


(11)

SEANWFZ : Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone

SEARC-CT : South East Asia Regional Centre for Counter-Terrorism

TLDM : Tentara Laut Diraja Malaysia

TOC : Transnasional Organized Crimes

UNCLOS : United Nation Convention on the Law of the Sea

UNCAC : United Nations Convention Against Corruption

UNHCR : United Nation High Commissioner for Refugees

UNTOC : United Nation Transnational Organized Crimes

ZOPFAN : Zone of Peace, Freedom And Neutrality


(12)

ABSTRAK

Association of South East Asian Nation (ASEAN) terdiri atas

Negara-negara yang berkembang yang terletak di wilayah Asia Tenggara yang cukup strategis untuk melakukan interaksi dan kerja sama. Letak wilayah tersebut merupakan salah satu alasan mengapa sering terjadinya kasus Kejahatan Lintas Negara yang sedang marak-maraknya terjadi. Alasan lain mengapa kejahatan lintas Negara ini dapat terjadi karena semakin mudahnya interaksi dan komunikasi antar Negara yang membuat sekelompok orang ingin memanfaatkan situasi ini untuk keuntungan kepentingan pribadi. Pada era globalisasi ini, banyaknya kasus yang terjadi dalam lingkup Internasional menimbulkan dampak yang berkelajutan terlebih di wilayah ASEAN. Indonesia dan Malaysia yang merupakan Negara serumpun mempunyai kemiripan etnis dan kemudahan dalam berbahasa merupakan salah satu faktor mempermudah interaksi yang digunakan untuk kejahatan lintas Negara. Untuk lebih lanjutnya membahas tentang bagaimana pengaturan Hukum Internasional dan Hukum Nasional dalam mengatasi Kejahatan Lintas Negara ini.

Adapun penulisan ini membahas lebih dalam tentang kesepakatan yang dilakukan antara Indonesia dan Malaysia untuk memberantas kejahatan Lintas Negara sehingga dapat mempertahankan keamanan diantara kedua negara tersebut. Penulisan ini dengan menggunakan penelitian yang bersumber dari Konvensi dan perjanjian serta hukum dan undang-undang yang berlaku.

Berdasarkan hasil penyusunan ini didapatkan bahwa, Kejahatan Lintas Negara yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia dapat diberantas seiring dengan kesepakatan kerja sama yang terjadi diantar kedua Negara tersebut dengan meningkatkan keamanan di wilayah nya masing-masing. Memorandum of

Understanding atau MoU adalah salah satu upaya yang didapat guna mempererat

kerjasama anatara Indonesia dan Malaysia yang menyepakati tentang perbatasan di laut antara Kepolisian Republik Indonesia dan Tentara Di Raja Malaysia


(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia Tenggara. Terbukti dengan Spanyol, Portugis, Inggris, Prancis, Amerika Serikat dan Belanda datang ke wilayah Asia Tenggara tidak hanya untuk berdagang, namun juga untuk menjajah beberapa wilayah di Asia Tenggara. Sebagai contoh Indonesia di jajah bangsa Belanda, penjajahan bangsa Inggris atas Malaysia, Singapura dan Myanmar, penjajahan yang dilakukan bangsa Spanyol dan Amerika Serikat atas Filipina, penjajahan bangsa Prancis atas Laos dan Vietnam serta penjajahan yang di lakukan bangsa Portugis menunjukkan bahwa besarnya keinginan Negara-negara di Eropa untuk menguasai wilayah dari Asia Tenggara1

Selanjutnya karena banyak persamaan yang ada di antara ke 5 negara Asia Tenggara tersebut maka Filipina, Indonesia, Thailand, Malaysia dan Singapura ingin membentuk suatu organisasi yang dapat membangun kembali Negara mereka. Banyaknya kasus dan masalah, serta ingin tercapainya suatu kesuksesan, kegotongroyongan, kebersamaan dan menjalin kerjasama dalam berbagai bidang yang menciptakan suatu Negara kecil dapat menjadi kuat apabila bekerjasama dengan Negara kecil lainnya, di mana sebagai contoh nyata adalah Negara-negara

.

1 Tri Dewi Julian, “Makalah ASEAN” diakses dari

2015 pukul 22.26 WIB


(14)

di Asia Tenggara2

1. Adam Malik yaitu Menteri Presidium Urusan Politik/Luar Negeri Indonesia

. Maka antara beberapa anggota Negara di Asia Tenggara bersatu dan membentuk suatu Organisasi yang di namakan Association of South

East Asian Nation (ASEAN). ASEAN merupakan suatu perhimpunan

bangsa-bangsa di Asia Tenggara yang di di rikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand melalui penandatanganan Deklarasi Bangkok oleh Menteri Luar Negeri Filipina, Indonesia, Thailand, Malaysia dan Singapura. Pertemuan itu dilaksanakan di tepi Pantai Bangsaem Bangkok, Thailand. Pertemuan yang dihadiri oleh lima orang yang merupakan wakil dari masing-masing. Kelima orang tersebut adalah :

2. Tun Abdul Razak yaitu Wakil Perdana Menteri Pembangunan Malaysia 3. Tanat Khoman yaitu Menteri Luar Negeri Thailand

4. S. Rajaratnam yaitu Menteri Luar Negeri Singapura 5. Narciso Ramos, yaitu Menteri Luar Negeri Filipina

Pada tanggal 7 Januari 1984. Brunei Darussalam masuk sebagai anggota baru ASEAN. Pada tanggal 28 Juli 1995 Vietnam masuk sebagai anggota ASEAN. Myanmar dan Laos menjadi anggota ASEAN pada tanggal 28 Juli 1997 dan Kampuchea pada tanggal 16 Desember 1998 dengan demikian sampai sekarang ASEAN beranggotakan 10 negara. Hasil pertemuan dari Negara-negara tersebut menghasikan Deklarasi Bangkok. Deklarasi Bangkok adalah landasan kesepakatan untuk mengadakan kerja sama regional dalam bidang ekonomi, sosial


(15)

dan kebudayaan di Asia Tenggara yang merupakan dasar dari ASEAN tersebut yang berisi :

1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara

2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional

3. Meningkatkan kerjasama dan saling membantu untuk kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, teknik,ilmu pengetahuan, dan administrasi

4. Memelihara kerjasama yang erat ditengah - tengah organisasi regional dan Internasional yang ada

5. Meningkatkan kerjasama untuk memajukan pendidikan, latihan, dan penelitian di kawasan Asia Tenggara

Demikian juga ASEAN mempunyai tujuan yaitu menciptakan pemeliharaan dan peningkatan perdamaian, keamanan, ketahanan dan kawasan bebas senjata nuklir dan senjata pemusnah massal. Selain itu, ASEAN menciptakan kerja sama di bidang perdagangan, penanaman modal, ketenagakerjaan, pengentasan masyarakat dari kemiskinan, dan pengurangan kesenjangan pembangunan di kawasan Asia Tenggara. ASEAN juga ingin menciptakan penguatan demokrasi, pemajuan dan pelindungan hak asasi manusia, dan lingkungan hidup, serta penciptaan lingkungan yang aman dari narkoba. Selain itu, ASEAN mengembangkan sumber daya manusia, meningkatkan partisipasi masyarakat dan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya, ASEAN juga memajukan identitasnya dengan meningkatkan kesadaran yang lebih tinggi akan


(16)

keanekaragaman budaya dan warisan kawasan, serta meneruskan peran proaktif ASEAN dalam kerja sama dengan negara mitra wicara, yaitu negara dan organisasi internasional yang menjadi mitra kerja sama ASEAN di berbagai bidang. Dalam menjalin hubungan antarnegara anggota, ASEAN memiliki prinsip sebagaimana yang di muat pada Piagam ASEAN, antara lain :

1. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, dan identitas nasional seluruh Negara anggota ASEAN

2. Komitmen bersama dan tanggung jawab kolektif dalam meningkatkan perdamaian, keamanan dan kemakmuran di kawasan Asia Tenggara 3. Menolak agresi, ancaman, penggunaan kekuatan, atau tindakan lainnya

dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan hukum internasional Selain itu, ASEAN mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai, tidak mencampuri urusan dalam negeri negara anggota ASEAN, dan menghormati kebebasan yang mendasar, pemajuan dan pelindungan hak asasi manusia, serta pemajuan keadilan sosial. Dalam menjalin hubungan antarnegara anggota, ASEAN memiliki prinsip sebagaimana yang di muat pada Piagam ASEAN, antara lain:

1. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, dan identitas nasional seluruh Negara-anggota ASEAN

2. Komitmen bersama dan tanggung jawab kolektif dalam meningkatkan perdamaian, keamanan dan kemakmuran di kawasan, serta menolak agresi,


(17)

ancaman, penggunaan kekuatan, atau tindakan lainnya dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan hukum internasional.3

Berdasarkan beberapa poin yang dimuat dalam Piagam ASEAN tersebut maka untuk meningkatkan keamanan antara Negara sudah seharusnya membangun kerjasama untuk memberantas kejahatan lintas Negara. Beberapa faktor yang menunjang kompleksitas perkembangan kejahatan lintas batas negara antara lain adalah globalisasi, migrasi atau pergerakan manusia, serta perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang pesat. Keadaan ekonomi dan politik global yang tidak stabil juga berperan menambah kompleksitas tersebut.

Kejahatan lintas negara (Transnational Crimes) dewasa ini di pandang sebagai salah satu ancaman serius terhadap keamanan global. Pada lingkup multilateral, konsep yang dipakai adalah Transnational Organized Crimes (TOC) yang disesuaikan dengan instrumen hukum internasional yang telah di sepakati tahun 2000 yaitu Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (United Nations Convention on Transnational Organized Crime-UNTOC).4

Menurut G.O.W. Mueller, kejahatan transnasional adalah istilah yuridis mengenai ilmu tentang kejahatan, yang diciptakan oleh perserikatan bangsa-bangsa bidang pencegahan kejahatan dan peradilan pidana dalam hal mengidentifikasikan fenomena pidana tertentu yang melampaui perbatasan

januari 2015 pukul 22.33 WIB

4 Mar HBBC, “Kejahatan Transnasional” diakses dari

Desember 2014 pukul 20.00 WIB


(18)

internasional, melanggar hukum dari beberapa negara, atau memiliki dampak pada negara lain.5

Bassiouni mengatakan bahwa kejahatan transnasional atau Transnational

Crime adalah kejahatan yang mempunyai dampak lebih dari satu negara,

kejahatan yang melibatkan atau memberikan dampak terhadap warga negara lebih dari satu negara, sarana dan prasarana serta metoda-metoda yang dipergunakan melampaui batas-batas teritorial suatu negara. Jadi istilah kejahatan transnasional dimaksudkan untuk menunjukkan adanya kejahatan-kejahatan yang sebenarnya nasional (di dalam batas wilayah negara), tetapi dalam beberapa hal terkait kepentingan negara-negara lain. Sehingga tampak adanya dua atau lebih negara yang berkepentingan atau yang terkait dengan kejahatan itu. Kejahatan transnasional jelas menunjukkan perbedaannya dengan kejahatan atau tindak pidana dalam pengertian nasional semata-mata. Demikian pula sifat internasionalnya mulai semakin kabur oleh karena aspek-aspeknya sudah meliputi individu, negara, benda, publik dan privat. Sifatnya yang transnasional yang meliputi hampir semua aspek nasional maupun internasional, baik privat maupun publik, politik maupun bukan politik.6

Khususnya hubungan antar Negara ASEAN yaitu Indonesia dengan Malaysia sangat banyak kerjasama yang dilakukan antar kedua Negara untuk

5Hoegeng Sarijad, “Transnational Crime” diakses dari

Desember 2014 pukul 20.11 WIB


(19)

bersama menanggulangi kejahatan dan bekerjasama mencegah semakin banyak nya kejahatan yang kemungkinan terjadi dikarenakan letak strategis antara kedua Negara ini dan mudah nya komunikasi serta jarak yang sangat terjangkau membuat kemungkinan mudahnya terjadinya kejahatan atau tindak kriminal yang akan terjadi. Dalam hal ini seiring berkembangnya teknlogi dan zaman serta semakin tingginya kebutuhan seseorang, maka semakin banyaknya terjadi kasus kejahatan yang terjadi, Indonesia dan Malaysia berkesepakatan untuk memberantas kejahatan lintas Negara. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dilihat betapa pentingnya penelitian tentang Kesepakatan antar Indonesia dengan Malaysia dalam Memberantas Kejahatan Lintas Negara ini dibuat.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan dalam penelitian. Dengan adanya rumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-hal di luar permasalahan.

Adapun Permasalahan yang di ajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaturan Hukum Nasional terhadap kejahatan lintas Negara di Indonesia dan Malaysia dalam lingkup ASEAN?

2. Bagaimanakah aspek-aspek Hukum Internasional dalam keterkaitannya terhadap kejahatan lintas Negara dalam lingkup ASEAN?

3. Bagaimana kesepakatan antara Indonesia dengan Malaysia dalam menangani kejahatan lintas Negara tersebut?


(20)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian skripsi yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kesepakatan antara Indonesia dan Malaysia

2. Untuk mengetahui sistem Hukum Indonesia dan Hukum di luar negeri yang berlaku apabila terbukti melakukan Kejahatan Lintas Negara.

3. Untuk mengetahui posisi Indonesia di antara Negara-negara ASEAN lainnya dalam memberantas Kejahatan Lintas Negara

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian skripsi yang akan dilakukan adalah:

a. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi kerjasama antara Indonesia dan Malaysia sehingga dapat tetap mempertahankan keamanan di antara kedua Negara tersebut.

b. Sebagai bahan masukan teoritis untuk menambah pengetahuan dan pemahaman hukum Internasional serta perjanjian Internasional.

E. Keaslian Penulisan

Adapun judul tulisan ini adalah Kesepakatan antara Indonesia dengan Malaysia dalam memberantas Kejahatan Lintas Negara. Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama, sehingga tulisan ini asli, atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan judul skripsi mahasiswa Fakultas Hukum USU. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah.


(21)

Pengertian metode dapat dikatakan adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka metode penelitian dapat di artikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk mencegah masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian7

Menurut Sutrisno Hadi, metode penelitian merupakan penelitian yang menyajikan bagaimana caranya atau langkah-langkah yang harus di ambil dalam suatu penelitian secara sistematis dan logis sehingga dapat di pertanggungjawabkan kebenarannya.8

1. Tipe Penelitian

Dalam suatu penelitian guna menemukan dan mengembangkan kejelasan dari sebuah pengetahuan maka diperlukan metode penelitian. Dengan menggunakan metode penelitian akan memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan dari penelitian. Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang bersifat normatif, yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder. Data sekunder tersebut meliputi :

7

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hlm 6 8 Sutrisno Hadi, Metodologi Riset Nasional. (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 46


(22)

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif.9

a. Bahan hukum primer, dalam penelitian ini digunakan Konvensi Internasional yang mengatur tentang Perjanjian Internasional seperti

United Nations Convention on Transnational Organized Crime (UNTOC)

dan Konvensi Wina tahun 1969 tentang Perjanjian Internasional

Langkah pertama di lakukan penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer, sekunder dan tertier :

b. Bahan hukum sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang diteliti seperti karya ilmiah dari para sarjana dan hasil penelitian.

c. Bahan hukum tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum maupun kamus umum dan website internet baik itu melalui Google maupun Yahoo. 2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka di gunakan metode pengumpulan data dengan cara :

Studi Kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara digunakan sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, jurnal Internasional, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang di bahas dalam skripsi ini.

3. Analisis Data

Metode yang di gunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh di kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya di analisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang 9Ibid, hlm 9-10.


(23)

akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.10

G. Sistematika penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar tidak terjadi nya kesimpangsiuran dalam penulisan skripsi ini, maka penulis membaginya dalam beberapa bab dan tiap bab di bagi lagi ke dalam beberapa sub-sub bab.

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab pertama ini merupakan bagian dari pendahuluan yang menggambarkan tentang gambaran umum yang membahas latar belakang dari perumusan masalah yang muncul serta tujuan dan mafaat dari penulisan yang dapat diambil dari judul tersebut dan yang membuktian keasalian dari penulisan ini serta bagaimana penelitian dan sistematik dari penulisan ini.

Selanjutnya, yang dibahas dalam bab kedua ini merupakan penjelasan dari terbentuknya ASEANserta bagaimana hubungan antara anggota-anggota ASEAN yang telah terjalin serta memberi pengertian apa itu kejahatan lintas Negara dan apa yang memfaktori kejahatan lintas Negara tersebut dapat terjadi di lingkup internasional.

Dalam bab ketiga ini merupakan pengantar yang melatarbelakangi penjelasan tentang dasar-dasar peraturan antara Hukum Nasional dan Hukum Internasional yang berlaku dan bagaimana pandangan Hukum Internasional 10 Soemitro, Ronny Hanitijo, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung : PT. Citra Adi tya Bakti, 2004), hal 18


(24)

terhadap tindak kriminal yang terjadi anatara Indonesia dan Malaysia dimana adanya Perjanjian Internasional dan kerjasama yang dilakukan antara kedua Negara.

Selanjutnya, bab keempat membahas tentang pemberantasan kejahatan lintas Negara dalam lingkup regional ASEAN yang menjelaskan bentuk-bentuk kejahatan lintas Negara yang sering terjadi di ASEAN secara umum dan lingkup bilateral antara Indonesia dan Malaysia sebagai anggota ASEAN untuk memberantas kejahatan yang terjadi dalam lintas kedua Negara tersebut.

Bab kelima merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi ini, dimana dalam bab lima ini berisikan kesimpulan dan saran-saran yang berkaitan dengan judul penulisan skripsi ini.


(25)

BAB II

ASEAN DAN HUBUNGAN ANTAR ANGGOTA ASEAN DALAM LINGKUP INTERNASIONAL TERHADAP KEJAHATAN LINTAS

NEGARA

Semakin meningkatnya globalisasi yang pesat antar Negara-negara di Asia Tenggara membat para anggota ASEAN bersiap menghadapi kemungkinan kejahatan yang terjadi. Kemungkinan besar, beberapa pihak akan memanfaatkan situasi untuk melakukan tindakan kejahatan tersebut. Maka dari itu, Negara-negara organsiasi Asia Tenggara membentuk kesepakatan serta kerjasama untuk menghindari kejahatan tersebut.

Dengan perkembangannya yang demikian pesat, kejahatan lintas negara

(Transnational Crimes) dewasa ini telah menjadi salah satu ancaman serius

terhadap keamanan global. Pada lingkup multilateral, konsep yang dipakai adalah

Transnational Organized Crimes (TOC) yang disesuaikan dengan instrumen

hukum internasional yang telah disepakati tahun 2000 yaitu Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (United Nations Convention on

Transnational Organized Crimes (UNTOC).

UNTOC menyebutkan bahwa Transnational Organized Crimes (TOC) atau kejahatan lintas negara terorganisir adalah kejahatan lintas negara yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur, terdiri atas tiga orang atau lebih, dalam kurun waktu tertentu dan dilakukan secara terorganisir dengan tujuan untuk melakukan satu atau lebih kejahatan serius sebagaimana yang dimaksud di dalam


(26)

Konvensi dalam rangka memperoleh, secara langsung maupun tak langsung, keuntungan finansial atau material lainnya.

Kejahatan lintas negara memiliki karakteristik yang sangat kompleks. Beberapa faktor yang menunjang kompleksitas perkembangan kejahatan lintas batas negara antara lain adalah globalisasi, migrasi atau pergerakan manusia, serta perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang pesat. Keadaan ekonomi dan politik global yang tidak stabil juga berperan menambah kompleksitas tersebut.11

A. Sejarah ASEAN

Asia Tenggara merupakan letak wilayah yang strategis sehingga banyaknya pedagang-pedagang asing yang mulai masuk ke daerah ini. Banyaknya serta makmurnya hasil alam membuat kawasan di Asia Tenggara membuat penjajah asing ingin menguasai banyak wilayah termasuk Indonesia untuk dimanfaatkan hasil-hasil alamnya. Semakin mudahnya dan banyaknya akses untuk mencapai wilayah ini sehingga penjajah menguasai beberapa wilayah di Asia Tenggara. Penjajah yang berasal dari Belanda, Portugis, Inggris dan Jepang yang pernah menduduki Indonesia, serta Malaysia, Singapura dan Brunei yang pernah di jajah oleh Inggris, begitu juga dengan Filipina yang dijajah oleh bangsa Spanyol. Persamaan nasib diantara kelima yang pernah dijajah oleh bangsa Barat tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan maka berkumpul nya wakil-wakil dari setiap Negara untuk khusus membahas pembangunan serta jalur komunikasi guna membuat kesepakatan-kesepakatan dan kerja sama untuk kemajuan dan

11


(27)

berkembangnya wilayah-wilayah di Asia Tenggara dikenali sebagai Persatuan Asia Tenggara yaitu Association of Southeast Asia atau ASA yang dianggotai oleh merupakan asas kepada pembentukan yang lebih dikenal dengan ASEAN sekarang.12 ASEAN merupakan salah satu organisasi di Perhimpunan Bangsa-Bangsa di Asia Tenggara adalah organisasi yang mewadahi kerja sama antar negara di Asia Tenggara sejak 196713. Pada tahun 1967 lima Negara Asia Tenggara telah sepakat untuk mengadakan kerja sama dan ikatan sesuai dengan kepentingan timbal balik antara bangsa satu wilayah. Lima Negara tersebut ialah Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Muangthai. Pada tanggal 8 Agustus 1967, Negara-negara tersebut menandatangani suatu Deklarasi di Bangkok yang menadandai adanya suatu perhimpunan bangsa-bangsa di Asia Tenggara. Namun demikian perhimpunan ini masih memberi kesempatan kepada Negara-negara lain di wilayah Asia Tenggara untuk menjadi nggota baru ASEAN, sepanjang kelima anggota perhimpunan tersebut meyetujuinya.14

a. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta pengembangan kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama Berdasarkan pengertian dan Deklarasi ASEAN (Bangkok 8 Agustus 1967), dicantumkan bahwa maksud dan tujuan perhimpunan ASEAN tersebut adalah sebagai berikut :

12 http://ms.wikipedia.org/wiki/Sejarah_ASEAN

13www.kemlu.go.id diakses pada tanggal 13 February 2015

14 Sumarsono Mestoko, Indonesia dan Hubungan Antar Bangsa, (Jakarta: Penerbit Sinar Harapan), hlm 132


(28)

dalam semangat kesamaan dan persahanatan untuk Asia Tenggara yang sejahtera dan damai;

b. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati keadilan dan tertib hukum di dalam hubungan antara Negara-negara di kawasan ini serta mematuhi prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa;

c. Meningkatkan kerja sama yang aktif serta saling membantu satu sama yang lain di dalam masalah-masalah kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi;

d. Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana latihan dan penelitian dalam bidang-bidang pendidikan, professional, teknik dan administrasi

e. Bekerja sama dengan lebih efektif dalam meningkatkan penggunaan pertanian serta industri, perluasan perdagangan komditi internasional, perbaikan sarana-sarana pengangkutan dan komunikasi serta peningkatan taraf hidup rakyat-rakyat merka;

f. Meningkatkan studi-studi tentang Asia Tenggara;

g. Memelihara kerja sama yang erat dan berguna dengan organisasi-organisasi internasional dan regional yang ada dan bertujuan serupa, dan untuk menjajangi segala kemungkinan untuk saling bekerja sama secara lebih erat dengan yang lain.


(29)

Adapun selain itu, ASEAN memiliki struktur-struktur yang dapat membantu proses kerja ASEAN sebelum dan sesudah Konperensi Tingkat Tinggi Pertama di Bali 1976.

a. Sebelum Konperensi Tingkat Tinggi pertama di Bali 1976

Untuk memperlancar hubungan antarnegara-negara Asia Tenggara dalam Deklarasi Bangkok 1967, menteri luar negeri dari kelima Negara Asia Tenggara tersebut sepakat untuk membentuk suatu wadah kerjasama regional yang disebut Association Of South East Asian Nation (ASEAN) dengan struktur sebagai berikut :

1. Sidang Tahunan Para Menteri

Sidang ini merupakan sidang tertinggi yang dihadiri oleh para Menteri Luar Negara-negara ASEAN yang diadapkan di setiap Negara ASEAN menurut giliran abjad, apabila dipandang perlu dapat diadakan sidang khusus luar negeri kelima Negara anggota.

2. Standing Committee

Komite ini sebuah badan yang bersidang di antara dua sidang Menteri-Menteri Luar Negeri ASEAN untung menangani persoalan-persoalan yang memerlukan keputusan para Menteri, badan ini dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Negara tempat sidang bersangkutan akan didakan pada tahun berkutnya dan beranggotakan para duta besar Negara-negara anggota ASEAN di Negara tersebut.


(30)

3. Komite-komite tetap dan Komite-komite khusus

4. Sekretariat Nasional ASEAN pada setiap ibukota Negara-negara anggota ASEAN

b. Sesudah KTT Bali 1976

Perkembangan kerja sama regional Negara-negara ASEAN demikian pesatnya sehingga hubungan tersebut tidak hanya terbatas sesame anggota ASEAN saja, melainkan meluas ke Negara-negara Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), Negara-negara ketiga yang sedang berkembang, dan Negara-negara yang sudah berkembang seperti Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Australia, Selandia Baru dan sebagainya Oleh karena itu diperlukan lembaga dan tata kerja yang efektif dan effisien dalam struktur organisasi ASEAN, agar kegiatan-kegiatan dapat berjalan lancar.15

Latar belakang pembentukan Sekretariat ASEAN adalah dimana kebutuhan akan suatu Sekretariat Tetap ASEAN yang akan mengkoordinasikan segala kegiatan ASEAN mulai dirasakan setelah perhimpunan ASEAN berusaha enam tahun yakni ketika para Menteri Luar Negeri ASEAN bertemu di Pattaya, Thailand, bulan April 1973. Untuk mewujudkan gagasan tersebut dibentuklah suatu Panitia Khusus yang terdiri dari para Sekjen ASEAN (sekarang Dirjen) dari kelima Negara ASEAN guna membicarakan dan merumuskannya16

15Ibid halaman 135 16Ibid halaman 136

. Dalam pengerjaannya, maka Sekretaris Jenderal dan Sekretariat ASEAN mempunyai


(31)

beberapa pengertian serta tugas yang sesuai dengan pasal 11 Piagam ASEAN yang berbunyi sebagai berikut:

Sekretaris Jenderal Asean Dan Sekretariat Asean

1.Sekretaris Jenderal ASEAN diangkat oleh Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN untuk masa jabatan lima tahun yang tidak dapat diperbarui, yang dipilih dari warga negara dari Negara-Negara Anggota ASEAN berdasarkan rotasi secara alfabetis, dengan pertimbangan integritas, kemampuan dan pengalaman profesional, serta kesetaraan jender. 2. Sekretaris Jenderal ASEAN: Sekretaris Jenderal wajib:

a. Menjalankan tugas dan tanggung jawab jabatan tinggi ini sesuai dengan ketentuan-ketentuan Piagam ini dan instrumen-instrumen yang relevan, protokol-protokol, dan praktik-praktik yang berlaku; b. Memfasilitasi dan memonitor perkembangan dalam pelaksanaan

perjanjian-perjanjian dan keputusan-keputusan ASEAN, dan menyampaikan laporan tahunan mengenai hasil kerja ASEAN kepada KTT ASEAN;

c. Berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, Dewan-Dewan Komunitas ASEAN, Dewan Koordinasi ASEAN, dan Badan-Badan Kementerian Sektoral ASEAN serta pertemuan-pertemuan ASEAN lain yang relevan; d. Menyampaikan pandangan-pandangan ASEAN dan berpartisipasi

dalam pertemuan-pertemuan dengan pihak-pihak eksternal yang sesuai dengan pedoman kebijakan yang telah disetujui dan mandat yang diberikan kepada Sekretaris Jenderal; dan

e. Merekomendasikan pengangkatan dan pengakhiran para Deputi Sekretaris Jenderal kepada Dewan Koordinasi ASEAN untuk mendapat persetujuan;

3. Sekretaris Jenderal juga menjabat sebagai Pejabat Kepala Administrasi ASEAN;

4. Sekretaris Jenderal dibantu oleh 4 (empat) Deputi Sekretaris Jenderal dengan pangkat dan status Deputi Menteri. PPara Deputi Sekretaris Jenderal bertanggung jawab kepada Sekretaris Jenderal dalam melaksanakan fungsifungsinya;

5. Keempat Deputi Sekretaris Jenderal berasal dari kewarganegaraan yang berbeda dengan Sekretaris Jenderal dan dari empat Negara Anggota ASEAN yang berbeda;

6. Keempat Deputi Sekretaris Jenderal terdiri atas:

a. dua Deputi Sekretaris Jenderal yang akan bertugas dalam jangka waktu tiga tahun yang tidak dapat diperpanjang, dipilih dari warga negara Negara-Negara Anggota ASEAN berdasarkan rotasi alfabetis, dengan mempertimbangkan integritas, kualifikasi, kompetensi, pengalaman, kesetaraan gender; dan


(32)

b. dua Deputi Sekretaris Jenderal yang akan bertugas dalam jangka waktu tiga tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu tiga tahun berikutnya. Kedua Deputi Sekretaris Jenderal ini akan direkrut secara terbuka, berdasarkan asas kepatutan.

7. Sekretariat ASEAN terdiri atas Sekretaris Jenderal dan staf sesuai dengan kebutuhan.

8. Sekretaris Jenderal dan staf wajib:

a. menegakkan standar tertinggi dalam hal integritas, efisiensi, dan kompetensi dalam kinerja tugas mereka;

b. tidak meminta atau menerima instruksi-instruksi dari pemerintah mana pun atau dari pihak eksternal di luar ASEAN; dan

c. menahan diri dari tindakan apa pun yang dapat merendahkan posisi mereka karena pejabat Sekretariat ASEAN hanya bertanggung jawab kepada ASEAN.

9. Negara Anggota ASEAN masing-masing menghormati karakter ASEAN yang eksklusif dalam hal tanggung jawab Sekretaris Jenderal ASEAN dan staf, serta tidak berusaha memengaruhi mereka untuk melepaskan tanggung jawabnya.17

Menurut Piagam ASEAN, maka sekretaris ini mempunyai kekebalan dan hak istimewa sekretaris jenderal serta wakil tetap dan Pejabat yang menjalankan tugas ASEAN yaitu :

1. Wakil Tetap dari Negara-Negara Anggota untuk ASEAN dan pejabatpejabat dari Negara-Negara Anggota yang ikut serta dalam kegiatan-kegiatan resmi ASEAN atau mewakili ASEAN di Negara-Negara Anggota memiliki kekebalan-kekebalan dan hak-hak istimewa sebagaimana diperlukan untuk melaksanakan fungsi-fungsinya.

2. Kekebalan-kekebalan dan hak-hak istimewa Wakil Tetap dan pejabat-pejabat yang melaksanakan tugas ASEAN diatur oleh Konvensi Wina tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik atau sesuai dengan hukum nasional Negara Anggota ASEAN terkait.


(33)

B. Keanggotaan Indonesia dan Malaysia dalam ASEAN

Dalam ASEAN juga terjadi banyak konflik yang dapat melibatkan anggota dari ASEAN tersebut atau pun dari Negara lain. Ada masalah internal ada juga masalah eksternal di kawasan Asia Tenggara. Masalah internal kawasan Asia Tenggara yang dimaksud adalah konflik (perang saudara) yang terjadi di daratan Indocina misalnya (Vietnam, Laos, dan Kamboja). Ada juga sengketa-sengketa wilayah antarnegara misalnya seperti yang pernah dialami oleh Malaysia dan Filipina

Malaysia mengajukan usul agar semua kekuatan asing di masing-masing negara ASEAN dikeluarkan. Selain itu, negara-negara Adikuasa kelak harus diminta untuk menyetujui sifat netralitas kawasan Asia Tenggara. Negara-negara

super power juga diminta untuk menahan diri dan tidak membawa konflik di

negara manapun dalam kawasan Asia Tenggara. Terakhir, negara-negara super power diminta untuk memikirkan sarana pengawasan demi menjamin kenetralan kawasan Asia Tenggara. Masih dalam pembicaraan tentang menanggapi situasi Eksternal, Indonesia dalam hal ini berbeda pandangan dengan Malaysia.

Bagi Indonesia, tidak ada landasan kuat untuk mempercayai tuntutan-tuntutan seperti yang diusulkan Malaysia. Negara-negara super power itu sendiri memang mengabaikan berbagai kekuatan tradisional negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Selain itu, dua negara super power juga dapat meninggalkan negara-negara Asia Tenggara, lalu memecahkan masalahnya dengan cara-cara mereka sendiri. Karena itu Indonesia berpandangan, bahwa dalam menanggapi situasi kawasan Asia Tenggara adalah menekankan perlunya sikap ”kelenturan


(34)

nasional”. Bagi Indonesia, sikap kelenturan nasional tersebut secara bertahap dapat mengantarkan kepada ”kelenturan regional” yang lebih luas.

Akhir tahun 1975 pandangan tentang kelenturan nasional dan kelenturan regional tersebut diterima dengan baik oleh negara-negara anggota ASEAN. Pandangan ini kelak punya arti penting dalam keputusan-keputusan penting pada KTT ASEAN pertama di Bali.18

Indonesia dan Malaysia mempunya peranan yang cukup penting dalam organisasi ASEAN, dimana kedua Negara tersebut merupakan pendiri dari ASEAN itu sendiri. Sementara itu, Indonesia berperan dalam menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN pertama di Bali yang menghasilkan suatu kesepakatan pembentukan Sekretaris ASEAN di Jakarta adapun yang menjadi Sekretariat Jenderal ASEAN pertama adalah H.R Dharsono wakil dari Indonesia. Itu merupakan salah satu peran penting yang dilakukan Indonesia sebagai awal dari pembentukan ASEAN itu sendiri. Selain itu, keanggotaan Indonesia sebagai anggota ASEAN juga berperan dalam menciptakan perdamaian. Indonesia banyak membantu negara-negara anggota Asean lain yang sedang mengalami konflik. Indonesia pernah menjadi penengah konflik antara Vietnam dan Kamboja. Konflik ini terjadi karena Vietnam menduduki Kamboja. Indonesia menjadi penengah kedua belah pihak sejak tahun 1987. Akhirnya, pada Konferensi Paris untuk Kamboja tahun 1991, Kamboja dan Vietnam menyepakati perjanjian damai. Peran penting lainnya adalah saat Indonesia menjadi penengah antara Pemerintah Filipina dan Moro National Front Liberation (MNLF). Baik

18


(35)

Pemerintah Filipina maupun MNLF sepakat untuk melakukan pertemuan di Indonesia dan membuat perjanjian damai. Setelah itu, kemudian Indonesia menjadi tempat KTT ASEAN ke-9 pada tanggal 7-8 Oktober 2003 di Bali, kemudian Indonesia mengusulkan Komunitas ASEAN ( ASEAN Community) yang mencakup bidang kemanaan, sosial-budaya dan ekonomi. Pada tahun 2004, Indonesia menjadi negara yang memimpin ASEAN.

Selama memimpin, Indonesia menyelenggarakan serangkaian pertemuan. Di antara pertemuan itu adalah Pertemuan Tingkat Menteri Asean (Asean

Ministerial Meeting), Forum Kawasan Asean (Asean Regional Forum),

Pertemuan Kementerian Kawasan mengenai Penanggulangan berbagai masalah yang terjadi, dan beberapa pertemuan lainnya. Kemudian Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan khusus pasca Gempa Bumi dan Tsunami pada Januari 2005. Pertemuan ini bertujuan untuk membicarakan tindakan-tindakan mengatasi bencana Tsunami pada 26 Desember 2004. Negara Asean yang terkena tsunami adalah Indonesia, Thailand, dan Malaysia. Pada bulan Agustus 2007 diresmikan Asean Forum 2007 di Jakarta. Forum ini diselenggarakan untuk mendukung terwujudnya Komunitas Asean 2015 diselenggarakan dalam rangka memperingati hari jadi Asean ke-40. Pada KTT Asean ke 19 tanggal 17-19 November 2011 Indonesia kembali menjadi tuan rumah, salah satu catatan penting peran Indonesia dalam ASEAN adalah kesepakatan Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara atau Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone (SEANWFZ). Traktat yang sebelumnya sudah disusun di Bangkok, Thailand akhirnya bisa diratifikasi selama Indonesia menjadi Ketua ASEAN. Lewat traktat ini, negara-negara anggota


(36)

berkewajiban untuk tidak mengembangkan, memproduksi, atapun membeli, mempunyai atau menguasai senjata nuklir.19

a. Kawasan Damai, Bebas Dan Netral (Zone of Peace, Freedom And

Neutrality/ZOPFAN) pada tahun 1971;

Dalam sektor politik dan keamanan, Indonesia juga mempunyai kerjasama dengan Negara anggota ASEAN lainnya yaitu, seperti berikut ini:

b. Traktat Persahabatan dan kerja Sama (Treaty of Amity and Cooperation/TAC in Southeast Asia) pada tahun 1976;

c. Kawasan Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara (Treaty on

Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone/SEANWFZ) pada tahun

1971

Selain ketiga instrumen politik tersebut, terdapat pula forum kerja sama dalam bidang politik dan keamanan yang disebut ASEAN Regional Forum (ARF). Beberapa bentuk kerja sama politik dan keamanan di ASEAN, antara lain sebagai berikut.

a. Traktat Bantuan Hukum Timbal Balik di Bidang Pidana (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters/MLAT).

b. Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme (ASEAN Convention on Counter Terrorism/ACCT).

c. Pertemuan para Menteri Pertahanan (Defence Ministers Meeting/ADMM) yang bertujuan untuk mempromosikan perdamaian

19 Rina Asih Niasari “Keanggotaan Indonesia dalam ASEAN”

tanggal 14 February 2015 pukul 01.22 wib


(37)

dan stabilitas kawasan melalui dialog serta kerja sama di bidang pertahanan dan keamanan.

d. Penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan.

e. Kerja sama pemberantasan kejahatan lintas negara yang mencakup pemberantasan terorisme, perdagangan obat terlarang, pencucian uang, penyelundupan dan perdagangan senjata ringan dan manusia, bajak laut, kejahatan internet, dan kejahatan ekonomi internasional;

f. Kerja sama di bidang hukum; bidang imigrasi dan kekonsuleran; serta kelembagaan antarparlemen20

Sementara itu, keanggotaan Malaysia dalam ASEAN juga sangat penting. Malaysia juga merupakan salah satu Negara pendiri ASEAN. Untuk menjamin kestabilan politik dan keamanan negara serantau, konsep ZOPFAN telah diwujudkan melalui Deklarasi Kuala Lumpur pada 27 November 1971. Dimana konsep tersebut berisikan tentang:

a. Memelihara keamanan dan kestabilan politik di daerah Asia Tenggara dengan menghindar campur tangan dari pihak luar seperti Rusia, Amerika Serikat dan China dalam hal-hal bagian ini.

b. Menyediakan suatu cara untuk menyelesaikan pertikaian yang berlaku di Asia Tenggara secara aman dan bukan menggunakan kekerasan.

c. Menghindari dari penglibatan dalam pertikaian antara kuasa besar.

d. Memberi peluang kepada negara anggota untuk menentukan nasib sendiri.21


(38)

Malaysia juga ikut dalam Zona Bebas Senjata Nuklir yang dibentuk pada tanggal 16 Desember 1987 untuk memastikan bahwa daerah ASEAN bebas daripada ancaman senjata nuklir yang berpeluang besar masuk ke wilayah ASEAN. Selain itu, peranan Malaysia dalam keanggotaannya di ASEAN adalah dalam bidang ekonomi. Kerjasama ekonomi bermula setelah beberapa perjanjian seperti Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama (Treaty of Amity and Cooperation) dan Deklarasi Kesepakatan ASEAN (Declaration of ASEAN Concord) ditandatangani pada tahun 1976 di Bali sewaktu ASEAN pertama. Antara kerjasama ekonomi negara-negara anggota ASEAN adalah seperti melaksanakan projek-projek perindustrian seperti:

1. Projek Baja Urea ASEAN di Malaysia

2. Projek Fabrikasi Tembaga ASEAN di Filipina 3. Projek Vaksin Hepatitis B ASEAN di Singapura 4. Projek Garam Batuan-Abu Soda ASEAN di Thailand 5. Mengadakan usaha sama perindustrian ASEAN.

6. Mewujudkan Peraturan Perdagangan Istimewa 1977 untuk meningkatkan perdagangan antara negara anggota. Keistimewaan yang diberikan termasuk kontrak kuantiti jangka panjang, perolehan istimewa oleh kerajaan, perluasan langkah-langkah bukan tarif dan perluasan tarif istimewa.

7. Mengadakan kerjasama dalam sektor keuangan


(39)

8. Majlis Perbankan ASEAN (ASEAN Banking Council) ditubuhkan untuk menyelaras kegiatan bank-bank perdagangan di wilayah ASEAN

9. Syarikat Keuangan ASEAN dibentuk untuk memberikan kemudahan keuangan kepada negara-negara yang terlibat dalam projek-projek usaha sama ASEAN.

10.Mengadakan kerjasama dalam bidang komunikasi

11.Pemasangan kabel laut ASEAN menghubungkan negara anggota 12.Mengadakan kerjasama dalam sektor makanan dan pertanian

13.Penubuhan Pusat Perancangan Pembangunan Pertanian ASEAN sebagai bank data mengenai masalah pertanian

14. IMT-GT (Pertumbuhan Segi Tiga Indonesia-Malaysia-Thailand)22

Keanggotaan antara Indonesia dan Malaysia dalam ASEAN sangat penting demi membangun ASEAN dan menjaga wilayah ASEAN dengan Negara anggota lainnya maupun Negara di luar dari wilayah Asia Tenggara

C. Pengertian Kejahatan Lintas Negara

Kejahatan lintas Negara sekarang ini sudah berkembang seiring dengan berkembangnya teknologi komunikasi serta globalisasi yang meningkat sangat pesat yang dapat memicu seseorang untuk melakukan kejahatan antar Negara karena dipermudahnya melakukan interaksi antara Negara satu dan Negara lain nya yang membuat beberapa pihak harus serius dan siap menangani.

Transnational Crimes atau Kejahatan Lintas Negara ini memiliki beberapa

defenisi hal ini terkait dengan latar belakang pendidikan, pengalaman, serta


(40)

kepentingan yang menyebabkan beberapa Ahli merumuskan definisi

Transnational Crimes serta Radikalisme sangat bervariasi , namun secara gari besar terdapat kata kunci yang dapat digunakan sebagai panduan dalam merumuskan pengertian transnational crime adalah :

1. Suatu perbuatan sebagai suatu kejahatan. 2. Terjadi antar Negara atau Lintas Negara.

Kedua kata kunci tadi dapat dijelaskan bahwa Transnational Crime

merupakan suatu kejahatan yang terjadi lintas Negara dalam pengertian bahwa suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai kejahatan apabila terdapat piranti hukum yang dilanggar sehingga bisa saja terjadi suatu perbuatan yang dirumuskan, dirancang, disiapkan, dilaksanakan dalam suatu Negara bisa saja bukan merupakan kejahatan namun ketika hasil kejahatan yang diatur, disiapkan melakukan lintas batas Negara untuk masuk ke yuridiksi Negara yang berbeda lantas dikategorikan sebagai kejahatan Transnational Crimes.23

Namun sampai saat ini belum terdapat suatu ketentuan di dalam hukum internasional, baik dalam perjanjian-perjanjan internasional maupun di dalam kebiasaan internasional yang menetapkan istilah International Crimes. Perdebatan ini mengenai istilah ini disebabkan oleh pengertian istilah International Crimes

telah membawa dampak yang lebih luas. Tidak hanya menyangkut perubahan substansi, tetapi juga menyangkut masalah siapa yang dapat dipertanggungjawabkan dalam hal terjadinya International Crimes tersebut.

23


(41)

Apalagi pelakunya tidak hanya orang perorangan atau kelompok, tetapi juga sebuah Negara merdeka dan berdaulat.24

Dalam tingkat multilateral, PBB memprakarsai dan melakukan langkah-langkah peningkatan kerjasama internasional memberantas kejahatan lintas negara, sejalan dengan implementasi konvensi-konvensi terkait yang ada, seperti: UNTOC dan 3 Protokolnya, UNCAC, Single Convention on Narcotics Drugs

1961, Convention on Psychotropic Substances 1971 dan United Nation Convention AgainstIllicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances

1988. Terkait dengan itu, juga telah dibangun jejaring antar instansi focal point

masing-masing negara sebagaimana yang dimandatkan oleh masing-masing Seiring perkembangan jaman, terdapat berbagai kejahatan lintas negara lainnya yang perlu ditangani secara bersama dalam kerangka multilateral, seperti kejahatan pencurian dan penyelundupan obyek-obyek budaya, perdagangan organ tubuh manusia, environmental crime (seperti illegal logging dan illegal fishing),

cyber crime dan identity’s-related crime.

Meskipun belum terdapat kesepakatan mengenai konsep dan definisi atas beberapa kejahatan tersebut, secara umum kejahatan ini merujuk secara luas kepada non-violent crime yang pada umumnya mengakibatkan kerugian finansial.

Semakin beragam dan meluasnya tindak kejahatan lintas negara tersebut telah menarik perhatian dan mendorong negara-negara di dunia melakukan kerjasama untuk menanggulangi kejahatan tersebut di tingkat bilateral, regional dan multilateral.

24 Romli Atmasasmita, “Dampak Ratifikasi Konvensi Transnasional Organized Crime (TOC),BPHN, Jakarta, 2004


(42)

Konvensi, yang diharapkan dapat mempercepat penanganan terhadap kejahatan lintas negara.25

Menurut Romli Atmasasmitha, pengertian international crimes tidak ditegaskan dalam konvensi internasional, tetapi berkembang dakan doktrin sarjana hukum internasional. Doktrin tersebut merujuk pada pelanggaran terhadap Chapter VII tentang “Threaten to the peace and security of mankind” yang menjadi landasan hukum penyusunan Statuta Roma26

Begitu juga menurut Enny Soeprapto27 menyatakan bahwa sampai sekarang ini tidak ada instrument hukum internasional yang mendefenisikan istilah international crimes. Beliau memperkirakan keadaan ini akan berlanjut. Lebih lanjut, dikemukakan bahwa suatu kejahatan yang dikategorikan sebagai kejahatan internasional mempunyai sebagian atau semua ciri (karakteristik) sebagai berikut28

1. Dinyatakannya secara eksplisit kejahatan yang bersangkutan sebagai kejahatan internasional atau kejahatan menurut hukum internasional dalam instrument hukum internasional yang bersangkutan;

:

2. Mewajibkan Negara tempat dilakukannya kejahatan yang bersangkutan atau yang warga Negara atau penduduknya

25

Februari 2015

26 Romli atmasasmita, Pengantar mempelajari hukum pidana internasional (bahan penataran nasional hukum pidana dan kriminologi), disampaikan dalam penataran Nasional Hukum Pidana dan Kriminologi XI tahun 2005, kerja sama ASPEHUPIKI, FORUM 2004 dan UBAYA, tanggal 14-16 Maret 2005, Surabaya 2005, h.2

27 Enny Soeprapto, Kejahatan Perang, Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, dan Kejahatan Genosida sebagai Kejahatan Internasional: beberapa catatan makalah yang disampaikan dalam sosialisasi peradilan HAM, FH Unpad, tanggal 5 Juni 2007, h.1


(43)

melakukannya untuk melakukan: penuntutan, penghukuman atau ekstradisi dan kerja sama dengan Negara lain dalam penuntutan dan penghukuman (termasuk bantuan yudisial dalam proses pemidanaan)

3. Memberi hak kepada komunitas internasional untuk melakukan penuntutan dan penghukuman dalam hal Negara tempat dilakukannya kejahatan yang bersangkutan atau yang warga Negara atau penduduknya melakukannya tidak mau atau tidak mampu melakukan penuntutan dan penghukuman;

4. Berlakunya konsep pertanggungjawaban individual 5. Tidak dianutnya sistem pertanggungajawaban intitusional 6. Berlakunya sistem pertanggungjawaban atasan;

7. Tidak dapat digunakannya perintah atasan sebagai dasar untuk menghindari pertanggungjawaban individual

8. Dapat dikesampingkannya asas legalitas

9. Dapat dikesampingkannya asas nonretroaktif; dan

10.Tidak berlakunya ketentuan kadaluwarsa bagi penuntutan kejahatan yang bersangkutan

F. Faktor Terjadinya Kejahatan Lintas Negara

Banyak faktor yang memicu terjadinya kejahatan-kejahatan lintas Negara antara lain karena wilayah Asia Tenggara yang strategis yang membuat banyaknya imigran yang keluar-masuk. Komunikasi serta globalisasi adalah faktor paling kuat mengapa kejahatan lintas Negara semakin meningkat per


(44)

tahunnya. Faktor-faktor ini menyebabkan meningkatnya kasus kriminalitas yang terjadi antar Negara, khususnya di wilayah ASEAN. Ada beberapa faktor yang menyebabka terjadinya kejahatan lintas Negara, antara lain:

1. Globalisasi

Globalisasi ialah merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa asing yaitu kata globalization. Kata globalization merupakan berasal dari kata global yang mempunyai arti universal atau menyeluruh. Yang mendapat imbuhan –ization yang berarti proses. Maka globalization dapat diartikan sebagai proses keseluruhan mau pun proses penyebaran dari sumber informasi, gaya hidup, pemikiran mau pun teknologi secara mendunia. Maka, globalisasi diartikan sebagai suatu proses dimana batas-batas suatu negaramenjadi semakin sempit karena kemudahan interaksi antara negara baik berupa pertukaran informasi, perdagangan, teknologi, gaya hidup dan bentuk-bentuk interaksi yang lain.

Globalisasi juga bisa dimaknai sebagai proses dimana pengalaman kehidupan sehari-hari, ide-ide dan informasi menjadi standar di seluruh dunia. Proses tersebut diakibatkan oleh semakin canggihnya teknologi komunikasi dan transportasi serta kegiatan ekonomi yang merambah pasar dunia.29

29

Pengertian Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. Hal tersebut berkaitan dengan adanya tingkat kemajuan infrastruktur transportasi dan

tanggal 15 Februari 2015


(45)

telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan Internet, merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling ketergantungan (interdependensi) aktivitas ekonomi dan budaya.30

Era Globalisasi sangat erat kaitanya dengan transparansi atau keterbukaan. Transparan berarti suatu keadaan di mana kondisi suatu daerah secara mudah dapat diakses, dilihat, dan diterima oleh masyrakat di daerah lain. Akibat transparansi atau keterbukaan, maka segala pengaruh luar sangat mudah memasuki sebuah negara. Demikian pula sebaliknya, transparansi telah memengaruhi berbagai sektor dalam kehidupan, mulai dari bidang politik, pemerintahan, ekonomi, sosial budaya, teknologi informasi, maupun pertahanan dan kemanan. Jadi era globalisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:31

1. Adanya transparansi atau keterbukaan di berbagai bidang kehidupan.

2. Perkembangan ilmu pengetahuan teknologi yang pesat.

3. Berbagai peristiwa di suatu daerah atau negara mudah diakses di daerah atau negara lain.

4. Arus komunikasi yang lancar seakan tanpa hambatan.

Globalisasi menurut para ahli mempunyai pengertian seperti berikut: 1. Selo Soemardjan mengatakan bahwa globalisasi adalah suatu proses

terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi antar masyarakat di

30

tanggal 15 februari 2015

31


(46)

seluruh dunia. Tujuan globalisasi adalah untuk mengikuti sistem dan kaidah-kaidah tertentu yang sama misalnya terbentuknya PBB,OKI 2. Beerkens berpendapat bahwa keterkaitan seluruh dunia antara

negara-bangsa menjadi dilengkapi dengan globalisasi sebagai sebuah proses di mana pengaturan sosial dasar (seperti kekuasaan, budaya, pasar, politik, hak, nilai, norma, ideologi, identitas, kewarganegaraan, solidaritas) menjadi menjadi terikat satu sama lain karena percepatan dan perluasan arus transnasional baik orang,produk, gambar maupun informasi keuangan

3. Tom G. Palmer mengartikan globalisasi sebagai penyusutan atau penghapusan negara-diberlakukan pembatasan pertukaran lintas batas dan sistem global yang semakin terintegrasi dan kompleks produksi dan pertukaran yang telah muncul sebagai akibat.

4. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya.

5. Thomas L. Friedman : Pengertian Globalisasi memiliki dimensi ideologi dan teknlogi. Dimensi teknologi yaitu kapitalisme dan pasar bebas, sedangkan dimensi teknologi adalah teknologi informasi yang telah menyatukan dunia.


(47)

Globalisasi keberadaannya kini sangat mempengaruhi keadaan dunia, maka secara tidak langsung globalisasi membawa dampak positif dan negatif. Adapun hal-hal yang menjadi sarana mengapa globalisasi itu sendiri dapat masuk ke Negara tersebut antara lain karena :

1. Melalui saluran lembaga pendidikan yang menyebar melalui ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tersebut merupakan suatu hasil dari proses globalisasi dimana informasi yang di dapat selalu bertambah dan berganti setiap harinya

2. Tersebar melalui lembaga keagamaan

3. Melalui jalur lembaga indutri internasional ataupun lembaga perdagangan.

4. Adanya lembaga wisata mancanegara.

5. Muncul melalui saluran komunikasi dan telekomunikasi internasional.

6. Globalisasi muncul juga melalui lembaga internasional yang mengatur peraturan internasional.

7. Muncul juga melalui saluran berupa lembaga kenegaraan seperti hubungan diplomatik dan konsuler.32

2. Perkembangan IPTEK

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup pesat sekarang ini sudah menjadi realita sehari-hari bahkan merupakan

32


(48)

tuntutan masyarakat yang tidak dapat ditawar lagi. Tujuan utama perkembangan iptek adalah perubahan kehidupan masa depan manusia yang lebih baik, mudah, murah, cepat dan aman. Perkembangan iptek, terutama teknologi informasi seperti internet sangat menunjang setiap orang mencapai tujuan hidupnya dalam waktu singkat, baik legal maupun illegal dengan menghalalkan segala cara demi mendapatkan keuntungan pribadi. Adanya penyalahgunaan teknologi informasi yang merugikan kepentingan pihak lain sudah menjadi realitas sosial dalam kehidupan masyarakat modern sebagai dampak dari pada kemajuan iptek yang tidak dapat dihindarkan lagi bagi bangsa-bangsa yang telah mengenal budaya teknologi.

Munculnya revolusi teknologi informasi dewasa ini dan masa depan tidak hanya membawa dampak pada perkembangan teknologi itu sendiri, akan tetapi juga akan mempengaruhi aspek kehidupan lain seperti agama, kebudayaan, sosial, politik, kehidupan pribadi, masyarakat bahkan bangsa dan negara. Jaringan informasi global atau internet saat ini telah menjadi salah satu sarana untuk melakukan kejahatan baik domestik maupun internasional. Internet menjadi medium bagi pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan dengan sifatnya yang mondial, internasional dan melampaui batas ataupun kedaulatan suatu negara. Semua ini menjadi motif dan modus operandi yang amat menarik bagi para penjahat digital. Manifestasi kejahatan mayantara yang terjadi selama ini dapat muncul dalam berbagai macam


(49)

bentuk atau varian yang amat merugikan bagi kehidupan masyarakat ataupun kepentingan suatu bangsa dan negara pada hubungan internasional.

Kejahatan dunia maya dewasa ini mengalami perkembangan pesat tanpa mengenal batas wilayah negara lagi (borderless state), karena kemajuan teknologi yang digunakan para pelaku cukup canggih dalam aksi kejahatannya. Para hacker dan cracker bisa melakukannya lewat lintas Negara bahkan di negara-negara berkembang aparat penegak hukum, khususnya kepolisian tidak mampu untuk menangkal dan menanggulangi disebabkan keterbatasan sumber daya manusia, sarana dan prasarana teknologi yang dimiliki.33

Migrasi Penduduk / migrasi manusia adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain, berjarak jauh dan terbentuk dalam kelompok yang besar yang tujuannya adalah menetap di suatu daerah. Migrasi melintasi perbatasan wilayah, provinsi, negara, atau internasional. Secara historis gerakan ini nomaden, sering menyebabkan konflik yang signifikan dengan penduduk pribumi dan perpindahan mereka atau asimilasi budaya. Hanya beberapa orang nomaden telah mempertahankan bentuk gaya hidup di zaman modern. Migrasi terus C. Migrasi/Pergerakan manusia

33


(50)

dalam bentuk kedua migrasi sukarela dalam satu kawasan, negara, atau di luar dan migrasi spontan (yang meliputi perdagangan budak, perdagangan manusia dan pembersihan etnis). Orang-orang yang bermigrasi ke wilayah yang disebut imigran, sementara pada titik keberangkatan mereka disebut emigran. Populasi kecil bermigrasi untuk mengembangkan suatu wilayah dianggap batal penyelesaian tergantung pada latar belakang sejarah, kondisi dan perspektif disebut sebagai pemukim atau koloni, sementara populasi pengungsi oleh imigrasi dan kolonisasi disebut pengungsi.

Proses migrasi mempunya beberapa cara yaitu34

1. Proses migrasi ia menetap di suatu wilayah :

2. Proses migrasi hanya sementara diwilayah itu sewaktu-waktu ia dapat kembali lagi ke wilayah tempat asalnya

3. Hanya sekedar berlibur di wilayah itu

Proses perpindahan penduduk ini menyebabkan banyaknnya pertukaran penduduk serta pertukaran informasi dan juga perubahan kebudayaan yang menyebabkan peluang terjadinya kejahatan lintas Negara ini lebih besar karena peluang kerja atau peluang untuk berkecukupan hidup yang kurang di tempat baru yang ia tempati.

34http://tonytrisetiawan.blogspot.com/2013/05/pengertian-migrasi-secara-umum.html diakses pada tanggal 22 Februari 2015


(51)

D. Keadaan Ekonomi yang Tidak Stabil

Stabilitas ekonomi sangat penting dan merupakan faktor kuat apabila ekonomi tersebut tidak seimbang karena dapat memicu terjadinya tindakan kriminal. Dalam suatu Negara, stabilitas ekonomi sangat berpengaruh dengan sistem politik. Misalnya sebuah negara yang pembangunan ekonominya bagus dan kesejahteraan masyarakatnya tercipta secara merata maka akan membuat masyarakat tersebut hidup dalam ketentraman, sehingga bentuk-bentuk protes terhadap negara dalam hal pengentasan kemiskinan, misalnya, kemungkinannya akan lebih kecil terjadi. Demikian pula halnya dengan terciptanya stabilitas politik bisa juga berpengaruh pada terciptanya kestabilan ekonomi atau bahkan justru sebaliknya. Kondisi politik yang stabil membuat pemerintah selaku pengelola negara bisa berkonsentrasi pada cita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Sedangkan sebaliknya, situasi politik yang kacau membuat pemerintah terlebih dahulu harus memprioritaskan terciptanya situasi kondusif sebelum melakukan pembangunan. Pembangunan yang dilangsungkan di dalam sebuah daerah konflik, misalnya, akan membuat pembangunan tersebut tidak akan mudah berjalan dengan lancar.


(52)

E. Perkembangan Hukum Nasional terhadap Kejahatan Lintas Negara di Lingkup ASEAN ( Indonesia-Malaysia)

Sistem hukum nasional dan sistem hukum Indonesia adalah dua hal yang berbeda. Sistem hukum nasional berarti sistem hukum yang diberlakukan oleh negara (state law), sedangkan sistem hukum Indonesia merefleksikan keanekaragaman hukum yang hidup dalam masyarakat. Sistem hukum nasional berasal dari dua istilah yaitu sistem dan hukum nasional.. Sedangkan hukum nasional adalah hukum atau peraturan perundang-undangan yang didasarkan kepada landasan ideologi dan konstitusional negara, yaitu Pancasila dan UUD 1945 atau hukum yang dibangun di atas kreativitas atau aktivitas yang didasarkan atas cita rasa dan rekayasa bangsa sendiri.

Pengertian sistem berasal dari bahasa Yunani “systema” yang berarti suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian (whole compound of several parts). Sistem merupakan suatu kebulatan yang memiliki unsur-unsur dan peran yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi.35

Sistem merupakan pengorganisasian dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling menggantungkan diri satu dari yang lain dan membentuk satu kesatuan. Suatu sistem adalah suatu perangkat komponen yang berkaitan secara terpadu dan dikoordinasikan sedemikian rupa untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sistem hukum bukan sekedar kumpulan peraturan-peraturan saja namun peraturan-peraturan itu dapat diterima sebagai sah apabila dikeluarkan dari


(53)

sumber-sumber yang sama, seperti peraturan hukum, yurisprudensi, dan kebiasaan. Menurut Lawrence M. Friedman, bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum (structure of law), substansi hukum (substance of the law) dan budaya hukum (legal culture). Struktur hukum menyangkut aparat penegak hukum, substansi hukum meliputi perangkat perundang-undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup (living law) yang dianut dalam suatu masyarakat.36

A. Asas teritorial

Perkembangan Pengaturan yurisdiksi dalam ketentuan hukum nasional Indonesia baru ditetapkan pada beberapa undang-undang saja. Terdapat beberapa asas-asas tentang berlakunya undang-undang pidana menurut tempat, yaitu:

Asas ini terdapat dalam Pasal 2 KUHP yang berbunyi: “ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia”. Dalam pasal ini dimaksudkan bahwa undang-undang pidana Indonesia berlaku bagi setiap orang baik warga Indonesia maupun warga asing yang melakukan tindak pidana tidak hanya di wilayah kekuasaan Indonesia melainkan di tempat terjadinya delik. Asas ini diperluas dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 3 KUHP yang berbunyi: “Ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang diluar wilayah indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.”


(54)

B. Asas personalitas (nasional aktif)

Asas ini diatur dalam pasal 5 KUHP yang menyatakan bahwa peraturan hukum Indonesia berlaku bagi setiap warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik didalam maupun diluar wilayah Indonesia. Artinya bahwa seolah-olah hukum melekat pada diri orangnya, akan mengikuti kemanapun dia pergi.

C. Asas Perlindungan

Asas ini berlaku terhadap tindak pidana yang menyerang kepentingan negara. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 4 KUHP. Kejahatan itu terdiri dari:

1. Kejahatan terhadap keamanan negara;

2. Kejahatan tentang materi dan merk yang dikeluarkan oleh pemerintah (pasal 4 ayat 2);

3. Pemalsuan surat-surat hutang atau sertifikat htang yang menjadi beban negara (pasal 4 ayat3);

4. Kejahatan jabatan yang dilakukan oleh pegawai-pegawai negara diluar wilayah negara (pasal 7 KUHP);

5. Kejahatan pelayaran (pasal 8 KUHP).

Yurisdiksi yang terdapat dalam KUHP dirasakan belum memenuhi kebutuhan warga negara dalam hal perlindungan dari negaranya. Oleh karena itu, pengaturan yurisdiksi diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan diluar KUHP. Seperti: Undang-undang terorisme, undang narkotika, undang-undang trafficking, undang-undang korupsi, dan undang-undang money laundering


(55)

Terorisme merupakan salah satu permasalahan dari kejathatan lintas Negara yang sedan marak belakangan ini, seeperti hal nya terdapat dalam bab II pasal 3 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan terorisme mengatakan bahwa:

“Undang-undang ini berlaku terhadap setiap orang yang bermaksud melakukan tindak pidana terorisme di wilayah Indonesia atau di negara lain yang memiliki yurisdiksi dan menyatakan maksudnya untuk melakukan penuntutan.”

Dalam tindak pidana terorisme yurisdiksi negara ditentukan berdasarkan asas teritorial, dan asas nasionalitas. Tindak pidana terorisme merupakan kejahatan yang menimbulkan dampak tidak hanya pada negara tetapi pada warga negara. Dalam konsideran Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan terorisme menyatakan bahwa terorisme merupakan kejahatan lintas negara, terorganisisasi dan mempunyai jaringan luas sehingga mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional. Begitu pula dengan tindak pidana trafficking dan narkotika. Pengaturan yurisdiksi dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, diatur dalam pasal 2, pasal 3 dan pasal 4, yang berbunyi:

Pasal 2:

“Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan, penjeratan utang atau member bayaran, atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 dan paling banyak Rp. 600.000.000,00.”


(56)

“Setiap orang yang memasukan orang ke wilayah negara republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di wilayah negara Republik Indonesia atau dieksploitasi di negara lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 dan paling banyak Rp. 600.000.000,00.”

Pasal 4 :

“Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia keluar wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi diluar wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 dan paling banyak Rp. 600.000.000,00.”

Sesuai dengan beberapa pasal tersebut diatas, maka dengan kata lain menjelaskan bahwa dalam pasal 2,3 dan 4 pengeksploitasian warga Negara atau dengan sengaja melakukan perekrutan dengan diiringinya ancaman dan maupun dengan persetujuan untuk suatu keuntungan tertentu merupakan tindakan kriminal dan apabila terbukti akan dikenakan sanksi hukuman seperti yang tertera dalam pasal tersebut. Pengeksploitasian dengan cara memasukkan ke Negara atau dibawa ke Negara lain adalah dilarang.

Selanjutnya untuk kerjasama antar negara dalam rangka pembinaan dan pengawasan narkotika terdapat dalam pasal 63 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, yang menyatakan bahwa pemerintah mengupayakan kerjasama dengan negara lain dan badan internasional secara bilateral dan miltileteral, baik regional maupun internasional dalam rangka pembinaan dan pengawasan narkotika sesuai dengan kepentingan nasional. Akan tetapi, jika dinilai dari kekuatan yurisdiksi dalam pasal tersebut masih sangat kurang. Karena penghukuman terhadap peracik narkotika, pengedar, bahkan penyelundup narkotika tidak diatur dalam undang-undang tesebut. Maka dapat diartikan dalam


(57)

hal ini, suatu negara dapat memungkinkan memiliki imunitas terhadap yurisdiksi negara lain untuk menghukum pelaku tindak pidana tersebut.

Pengaturan yurisdiksi diatur pula dalam pasal 3 dan pasal 7 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang tindak pidana pencucian uang (Money

Laundering). Dalam pasal 7 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang

tindak pidana pencucian uang (Money Laundering) menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia atau korporasi Indonesia yang berada di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam pasal 3. Dalam ketentuan tersebut, yurisdiksi yang diterapkan adalah yurisdiksi dengan asas territorial.

Dalam tindak pidana yang serupa, yaitu tindak pidana korupsi. Yurisdiksi suatu negara diatur dalam United Nation Convention Against Corruption 2003 diatur dalam pasal 42 ayat 1 sampai ayat 6. Pasal ini menjadi dasar bagi negara-negara sesuai hukum nasionalnya untuk menetapkan yurisdiksi terhadap kejahatan yang diatur dalam konvensi, dan begitu juga terhadap pengembalian aset yang berhubungan dengan kejahatan korupsi.

Dari kejahatan-kejahatan yang telah diuraikan diatas, dapat dinilai bahwa sebenarnya dampak kejahatan tersebut sudah meluas. Bukan hanya dirasakan oleh negaranya saja melainkan oleh warga negaranya juga. Oleh karena itu dalam hal kejahatan transnasional seharusnya setiap negara memiliki kewenangan untuk menetapkan aturan hukumnya dan mengadili terhadap pelanggaran peraturan


(58)

dalam batas wilayah teritorialnya karena tingkat kekejaman dan kejahatan dari tindak pidana terorisme ini sudah dirasakan tidak hanya oleh satu negara tapi oleh negara lain dan warga negaranya.37

Mudahnya para pelaku kejahatan yang memanfaatkan bisnis ke kawasan Asia Tenggara, transaksi bisnis yang banyak dengan menggunakan

Yurisdiksi merupakan kewenangan sutu negara untuk menetapkan dan memaksakan ketentuan hukum nasionalnya terhadap orang, benda atau peristiwa hukum serta mengadili terhadap pelanggaran peraturan dalam batas wilayah teritorialnya. Yurisdiksi merupakan atribut dari kedaulatan suatu negara yang berfungsi untuk melindungi wilayah negara dan warga negaranya. Akan tetapi kedaulatan negara seringkali dibatasi dengan adanya yurisdiksi dari negara lain. Tidak semua negara dapat ikut campur dalam setiap permasalahan antar negara tanpa adanya perjanjian internasional. Sedangkan dalam kejahatan yang sudah mengganggu kenyamanan masyarakat internasional seperti kejahatan terhadap kemanusiaan, sudah sepatutnya setiap negara atau bahkan masyarakat internasional memiliki andil untuk memproses kejahatan tersebut.

Mudahnya orang masuk ke dalam kawasan dari satu titik akan membuka kesempatan bagi pelaku kejahatan lintas negara mengakses atau mengendalikan kejahatanya di ASEAN. Tentunya hal ini menjadi penting karena kejahatan lintas negara semakin meningkat. Contoh yang harus disoroti adalah bagaimana suatu kawasan yang mudah untuk diakses, kemudian dijadikan sebagai tempat untuk melakukan pencucian uang.

37 “Pengaturan Yurisdiksi Dalam Undang-Undang Nasional Indonesia”

pada tanggal 22 Februari 2015


(59)

skema yang sangat rumit, transfer dana yang besar, akan mempermudah terjadinya pencucian uang itu sendiri.

Seperti yang dikenal dalam teori dan praktek bahwa pencucian uang dapat dilakukan dengan cara-cara layering, placement atau integration melalui institusi keuangan, entitas bisnis atau investasi yang sangat besar jumlahnya ke dalam atau ke luar negari. Para pelaku pencucian akan leluasa untuk mengatur kejahatan mereka melalui cara-cara tadi, sehingga jejak asal muasal uang-uang haram tersebut tidak dapat ditelusuri dengan mudah. Selain itu, beberapa negara anggota ASEAN masih belum kuat dan siap untuk membangun rezim anti-pencucian uang dan kerjasama internasional menangani kejahatan lintas negara, menjadi celah pelaku-pelaku kejahatan lintas negara khususnya pencucian uang akan leluasa menjalankan operasinya. Kerapuhan inilah yang akan menjadi celah bagi para pelaku untuk terus menerus mengembangkan banyak cara melakukan kejahatan lintas negara, terlebih apabila ASEAN semakin mudah untuk dijangkau.

Sementara Indonesia dan Malaysia sendiri telah melalui beberapa perkembangan tindakan kriminal yang terjadi antara kedua Negara tersebut. Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia yang illegal masuk ke Malaysia mudah lolos dan lepas dari pengawasan kepolisian Malaysia. Tak lepas dari masalah itu, Malaysia juga mengalami beberapa kejahatan lintas Negara dimana transaksi narkoba yang dilakukan beberapa orang dengan cara menyelundupkan barang-barang itu. Maka dari itu, kedua Negara sepakat untuk bekerjasama demi meningkatkan keamanan antara kedua Negara agar terciptanya keamanan dan ketentraman antara penduduk di kedua Negara tersebut.


(60)

BAB III

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP TINDAK KRIMINAL KEJAHATAN LINTAS NEGARA

A. Dasar Hukum Internasional tentang Kejahatan Lintas Negara

Hukum Internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.

Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum antarnegara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara38

1. Prof Dr. Mochtar Kusumaatmadja

Menurut para ahli, Hukum Internasional juga mempunyai beberapa pengertian yaitu:

Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara


(1)

BAB V

KESIMPULAN & SARAN A. Kesimpulan

1. Pengaturan hukum nasional terhadap kejahatan lintas Negara yang terjadi di daam lingkup ASEAN hendaklah disesuaikan oleh sistematika KUHP hukum nasional karena sifat kejahatan transnasional yang berbeda satu sama lain. Bahwasanya kini, kejahatan lintas Negara merupakan salah satu permasalahan yang sangat penting di era globalisasi apalagi di wilayah strategis seperti di wilayah Asia Tenggara dimana letak antar Negara yang terjangkau serta pertukaran informasi yang mudah. Kejahatan lintas negara memiliki karakteristik yang sangat kompleks.

2. Aspek Hukum Internasional yang mengatur kejahatan lintas Negara terdapat dalam Konvensi PBB yang menghasilkan United Nations Transnational Organized Crimes (UNTOC) yang diratifikasi ke dalam UU No. 5 tahun 2009 dan ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crimes (ASEAN-PACTC) yang menjelaskan adanya beberapa bentuk kejahatan lintas negara seperti terorisme, money laundering, cyber-crime, perdagangan gelap narkoba, people smuggling, international economic crime dan penyelundupan senjata

3. Kesepakatan antara Indonesia dan Malaysia dalam menangani kejahatan lintas Negara tersebut dimulai dengan ditandatangani nya Memorandum of


(2)

terjadinya penyelundupan dan kerjasama dalam penguatan wilayah antara Kepolisian Republik Indonesia dengan Kepolisian di Raja Malaysia

B. Saran

1. Peningkatan jumlah cenderung terjadi pada perdagangan narkoba dan kejahatan terkait, perdagangan manusia, penyelundupan migran, perdagangan barang palsu dan obat-obatan palsu, dan kejahatan lingkungan seperti perdagangan kayu ilegal dan satwa liar. Karena itu, kejahatan tersebut menuntut respon nasional dan pengaturannya untuk lebih aktif lagi.

2. Pengaturan dari Hukum Internasional perlu ditingkatkan dan keseriusan dari masing-masing Negara untuk saling menjaga wilayah dengan tetap menambah upaya atau perjanjian regional demi keamanan Negara.

3. Hubungan Indonesia-Malaysia telah menciptakan kerjasama yang erat, hingga dalam proses penyelesaian kejahatan transnasional yang terjadi pada dua wilayah negara ini. Namun, dapat dilihat bahwa yang menjadi korban atas kejahatan transnasional tidak hanya keamanan negara yang terganggu namun juga keamanan manusia. Berbagai perjanjian dan kesepakatan telah dibuat namun dengan sedikitnya usaha atau lemahnya perekonomian juga dapat menyebabkan kejahatan lintas Negara tidak dapat dicegah. Maka dari itu, setiap Negara harus mampu mengajak dan saling membantu untuk memberantas kejahatan tersebut.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Atmasasmita, Romli, Pengantar Hukum Pidana Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2000

Daftar Buku

Atmasasmita, Romli, Pengantar mempelajari hukum pidana internasional (bahan penataran nasional hukum pidana dan kriminologi), disampaikan dalam penataran Nasional Hukum Pidana dan Kriminologi XI tahun 2005, kerja sama ASPEHUPIKI, FORUM 2004 dan UBAYA, tanggal 14-16 Maret 2005, Surabaya 2005

Atmasasmita, Romli, Dampak Ratifikasi Konvensi Transnasional Organized Crime (TOC),BPHN, Jakarta, 2004

Friedman, Lawrence M. “Sistem Hukum perspektif ilmu sosial”, Penterjemah: M. Khosim, diterjemahkan dari buku Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective (New York: Russel Sage Fundation, 1975), Bandung: Nusa Media, 2009.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Riset Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 2001

Kusumaatmadja Mochtar & Etty R Agoes, “Pengantar Hukum Internasional”, PT Alumni, Bandung, 2003

Luhulima, C.P.F. Dinamika Asia Tenggara Menuju 2015, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011.


(4)

Parthiana, I, Wayan, Kesenjangan antara Untoc dengan Peraturan Perundang-Undangan Indonesia, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jakarta, 2010

Ronny Hanitio, Soemitro, Hukum dan Penelitian Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986

Soeprapto, Enny, Kejahatan Perang, Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, dan Kejahatan Genosida sebagai Kejahatan Internasional, disampaikan dalam sosialisasi peradilan HAM, FH Unpad,

Soewandi, Diktat Pengantar Ilmu Hukum, FH UKSW, Salatiga, 2005

Suryokusumo, Sumaryo, Hukum Organisasi Internasional,PT. Alumni, Bandung, 1997

1. Piagam ASEAN

Peraturan dan Perundang-undangan

2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata 3. Kitab Undang-undang Hukum Pidana

4. UU No. 5 tahun 2009 hasil ratifikasi UNTOC

Penanggulangan Kejahatan Narkotika : Eksekusi Hak Perspektif Sosiologi Hukum, Dr. I Nyaman Nurjana, SH, MH


(5)

Penguatan Hubungan Kerjasama Indonesia-Malaysia Dalam Menangani Kejahatan Transnasional, Jurnal Transnasional, Vol. 5, No. 1, Juli 2013, Irdayanti

Sekuritisasi Kejahatan Transnasional: Perdagangan Orang Dan Penyelundupan Orang Dalam Hubungan Indonesia-Malaysia, Humphrey Wangke

Kajian Tentang Kesenjangan Antara United Nations Convention Against Transnational Organized Crime Dengan Peraturan Perundang-Undangan Indonesia (UNTOC GAP ANALYSIS)

Peran Kerjasama Antara Interpol Indonesia dengan Malaysia Ditinjau Dari Perspektif Hukum Internasional, Jurnal, Oky wiratama

Direktorat IV/Narkoba dan K.T, Tindak Pidana Narkoba Dalam Angka dan Gambar, POLRI, Jakarta, 2009

Tri Dewi Julian, “Makalah ASEAN” diakses dari

tanggal

Mar HBBC, “Kejahatan Transnasional” diakses dari


(6)

Hoegeng Sarijad, “Transnational Crime” diakses dari

Pengaturan Yurisdiksi Dalam Undang-Undang Nasional Indonesia

Kejahatan Lintas Negara (Transnational Organized Crime)”

Trans National Crime

Pengaturan Hukum Pidana Internasional, Kurniawan Tri Wibowo, SH., MH

Efektifitas Mallaca Straits Sea Patroli MSSP dalam menanggulangi masalah perompakan di selat Malaka” Irmayanti Hutahean

RI, Malaysia Tingkatkan Kerjasama Dalam Memerangi Kejahatan Transnasional, 04 Desember 2010 pada


Dokumen yang terkait

Mekanisme Penyelesaian Sengketa oleh Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dalam Penyelesaian Sengketa Antar Negara Anggota ASEAN.

10 123 100

KEPPRES0072011 PANITIA NASIONAL KEKETUAAN INDONESIA UNTUK ASSOCIATION OF SOUTH EAST ASIAN NATIONS TAHUN 2011

0 0 7

Tinjauan Peranan Assocoation of South East Asian Nation (ASEAN) dalam Penyelesaian Persengketaan Wilayah Sabah Antara Negara Malaysia dan Philipina - Ubaya Repository

0 0 10

Kesepakatan Antara Indonesia Dengan Malaysia Sebagai Anggota Association Of South East Asian Nations (Asean) Dalam Memberantas Kejahatan Lintas

0 0 1

ASEAN Association of South East Asian na

0 0 21

BAB II PENGATURAN - Mekanisme Penyelesaian Sengketa oleh Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dalam Penyelesaian Sengketa Antar Negara Anggota ASEAN.

0 0 21

BAB II ASEAN DAN HUBUNGAN ANTAR ANGGOTA ASEAN DALAM LINGKUP INTERNASIONAL TERHADAP KEJAHATAN LINTAS NEGARA - Kesepakatan Antara Indonesia Dengan Malaysia Sebagai Anggota Association Of South East Asian Nations (Asean) Dalam Memberantas Kejahatan Lintas Ne

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN - Kesepakatan Antara Indonesia Dengan Malaysia Sebagai Anggota Association Of South East Asian Nations (Asean) Dalam Memberantas Kejahatan Lintas Negara

0 1 12

ANALISIS DETERMINAN TOTAL PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN NEGARA ANGGOTA ASSOCIATION OF SOUTH EAST ASIAN NATIONS (ASEAN): PENDEKATAN GRAVITY MODEL PERIODE 1999-2010 - Repository Fakultas Ekonomi UNJ

0 0 10

B. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian - ANALISIS DETERMINAN TOTAL PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN NEGARA ANGGOTA ASSOCIATION OF SOUTH EAST ASIAN NATIONS (ASEAN): PENDEKATAN GRAVITY MODEL PERIODE 1999-2010 - Repository Fakultas Ekonomi UNJ

0 0 27