4
1.3. Keluaran 1.3.1. Keluaran Akhir
1. Meningkatnya produksi cabai merah di Bengkulu.
2. Meningkatnya pendapatan petani cabai merah di Bengkulu.
3. Menguatnya kelembagaan agribisnis cabai merah di Bengkulu.
1.3.2. Keluaran Tahun 2016
1. Meningkatnya produktivitas cabai merah pada kawasan agribisnis
melalui pengawalan dan percontohan diluar musim ramah lingkungan. 2.
Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petani terhadap pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai.
3. Meningkatnya kinerja dan sinergisme pelaku maupun mitra usaha
dalam pengembangan kawasan cabai.
1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak 1.4.1. Manfaat
1. Peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan petani dan penyuluh
dalam menerapkan komponen teknologi produksi serta kemampuan merancang efisiensi usahatani cabai dalam penggunaan input maupun
pemanfaatan sumberdaya lahan. 2.
Percepatan penguna dan pelaku dalam mengadopsi dan menerapan komponen teknologi untuk meningkatkan produktivitas, produksi dan
pendapatan petani cabai. 3.
Terjalinnya hubungan kelembagaan melalui koordinasi, komunikasi dan padu padan program pengembangan kawasan agribisnis dalam
meningkatkan produksi cabai.
1.4.2. Dampak
1. Terjadinya peningkatan produtivitas dan pendapatan petani cabai
melalui pengembangan kawasan agribisnis serta efisiensi usahatani komoditas pangan unggulan sesuai kondisi wilayah.
2. Meningkatnya jumlah petani dan penyuluh dalam mengadopsi dan
menerapan inovasi teknologi produksi cabai dalam suatu kawasan mewujudkan usahatani berkelanjutan dan ramah lingkungan.
3. Penguatan kelembagaan agribisnis berbasis sumberdaya lokal dalam
pengembangan kawasan cabai di Bengkulu
5
I I . TI NJAUAN PUSTAKA
Bidang pertanian harus menyesuaikan perkembangan lingkungan strategis yang terjadi secara global melalui peningkatan kemampuan petani.
Teknologi hasil penelitian dan pengkajian tidak bermanfaat jika tidak sampai, tidak diterima atau tidak diadopsi oleh petani. I mplementasi teknologi hasil penelitian
akan memberikan manfaat, jika proses adopsi berjalan secara informatif, aplikatif dan efektif bagi usahataninya. Untuk itu BPTP memerlukan suatu sistem
diseminasi atau penyebaran informasi dan alih teknologi yang efektif dan efisien agar khalayak pengguna dapat memperoleh informasi maupun teknologi yang
dibutuhkan dengan mudah dan relatif cepat Fawzia, 2002. Kebijakan pendampingan pengembangan kawasan pertanian nasional,
merupakan suatu wujud peningkatan produksi pangan nasional dan pendapatan petani melalui implementasi inovasi dan transfer teknologi dalam suatu model
diversifikasi usahatani secara terpadu. Termasuk pendampingan pengembangan komoditas cabe yang merupakan salah satu pangan unggulan nasional dan
diharapkan mampu
mengoptimalkan penggunaan
sumberdaya pertanian,
mewujudkan pemerataan pendapatan maupun pertumbuhan ekonomi di daerah Kementerian Pertanian, 2014.
Umumnya tanaman cabai merah ini tersentra di daerah dataran tinggi, namun saat sekarang pengembangan kawasan cabai tidak hanya didataran tinggi
namun juga sudah dikembangkan di dataran rendah. Akan tetapi dalam
peningkatan produktivitasnya terkendala pada kondisi iklim yang berubah-ubah, sekaligus juga memicu serangan hama dan penyakit yang mengakibatkan
pertumbuhan tanaman tidak optimal serta menurunkan kualitas maupun kuantitas cabai merah yang diproduksi. Hal ini menuntut adanya pengembangan teknologi
pertanian secara terpadu dan terencana, guna mendapatkan nilai tambah setiap produk komoditi pertanian. Seperti halnya memanfaatkan teknologi produksi cabai
merah di bawah naungan atau mulsa, diharapkan masalah rendahnya hasil dengan kualitas yang rendah serta fluktuasi produksi cabai merah sepanjang
tahun dapat teratasi. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mulsa plastik hitam perak meningkatkan hasil beberapa tanaman sayuran seperti
cabai merah Fahrurrozi, et al., 2006.
6
Keputusan petani untuk menerima atau menolak teknologi baru bukan tindakan sekali jadi, melainkan merupakan proses yang terdiri dari serangkaian
tindakan dalam jangka waktu tertentu. Karena itulah maka adopsi suatu inovasi teknologi berlangsung secara bertahap dan berdasarkan konsep tersebut, maka
model percepatan adopsi akan terbangun oleh peubah-peubah yang berhubungan dengan proses menarik perhatian, menumbuhkan minat, membangkitkan hasrat
sehingga akhirnya memutuskan untuk menerapkan inovasi. Menurut Tjiptopranoto 2000 dalam penerapan teknologi yang akan dikembangkan harus disesuaikan
dengan potensi sumberdaya setempat dengan biaya murah dan mudah untuk diterapkan, akan tetapi dapat memberikan kenaikan hasil dengan cepat. Hal ini
menjadi aspek penting untuk keberlanjutan penerapan teknologi maupun sistem usahatani yang dianjurkan dan dengan demikian diharapkan petani mampu
mengadopsi dan menerapkan teknologi dimaksud dalam usahataninya, sehingga pendapatan menjadi meningkat.
Untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani serta produktivitas cabe diperlukan suatu sistem pengembangan dan diseminasi yang
dapat mengimplementasikan inovasi teknologi langsung bagi pengguna, melalui pendampingan dalam suatu wilayah kawasan komoditas terkait.
Sehingga diperlukan suatu upaya pendekatan sesuai sistem dengan arahan kebijakan yang
berdasarkan apresiasi atau kebutuhan masyarakat bottom up, yaitu berupa
pendekatan lansung dalam bentuk pendampingan terhadap pengembangan kawasan komoditas Kementerian Pertanian, 2014 maupun suatu kebijakan dalam
peningkatan produktivitas dan pengembangan pada suatu kawasan sentra produksi. Dimana keberhasilannya tentu perlu pendampingan dan dukungan
inovasi, serta dalam pelaksanaannya perlu disinergikan dengan program daerah kawasan terkait.
Pendampingan merupakan bagian dari kegiatan diseminasi
atau penyebarluasan. Diseminasi teknologi merupakan proses timbal balik, para pelaku
dalam menyediakan, menerima informasi dan teknologi sehingga diperoleh kesepahaman dan kesepakatan bersama. Kegiatan diseminasi dalam pendekatan
Spectrum Diseminasi Multi Chanels SDMC, dilakukan dengan memanfaatkan berbagai jalur komunikasi dan pemangku kepentingan
stakeholders terkait. GP2TT perlu dilakukan pengawalan dengan berbagai metode komunikasi yang
sesuai kebutuhan sasaran.
7
Pendampingan merupakan bagian dari kegiatan pengembangan dan diseminasi inovasi teknologi dengan proses komunikasi timbal balik, dimana para
pelaku menyediakan sekaligus juga menerima informasi dan teknologi serta adanya kesepahaman dan kesepakatan bersama. I novasi teknologi berpeluang
untuk diadopsi oleh petani apabila teknologi yang diintroduksikan memiliki sifat - sifat antara laian; 1 bermanfaat bagi petani secara nyata, 2 lebih unggul
dibandingkan dengan teknologi yang telah sudah ada, 3 sudah tersedianya bahan, sarana, alat mesin, modal dan tenaga untuk mengadopsi teknologi, 4
memberikan nilai tambah dan keuntungan ekonomi, 5 meningkatkan efisiensi dalam berproduksi, 6 bersifat ramah lingkungan dan menjamin keberlanjutan
usaha pertanian Kartono, 2009. Kawasan tanaman hortikultura adalah kawasan usaha komoditas pangan
nasional cabe dan jeruk yang disatukan oleh faktor alamiah, sosial budaya, infrastruktur fisik buatan, serta dibatasi oleh agroekosistem yang sama sehingga
mencapai skala ekonomi dan efektivitas manajemen usha tanaman pangan. Kawasan yang akan dibangun dapat berupa kawasan yang telah eksis atau calon
lokasi baru dan lokasinya dapat berupa hamparan dengan aksesibilitas yang memadai.
Saat sekarang pengembangan kawasan cabai tidak hanya didataran tinggi, akan tetapi jugas didataran rendah. Sehingga pada tahun 2015
pengembangan kawasan cabai di Provinsi Bengkulu diarahkan pada wilayah Kabupaten; Rejang Lebong, Kepahiang, Lebong, Mukomuko, dan Kaur dengan
dukungan berbagai inovasi, termasuk halnya memanfaatkan teknologi produksi cabai merah dibawah naungan atau mulsa serta pengembangan program gerakan
tanam cabai dimusim kering GTCK. Upaya peningkatan produksi memerlukan strategi yang cermat
berdasarkan prakiraan iklim yang akurat. Untuk memandu upaya ini diperlukan alat bantu antisipatif berupa kalender tanam terpadu. Kalender tanam terpadu
tidak hanya memuat kapan waktu tanam, tetapi juga memuat rekomendasi pupuk, varietas dan potensi gangguan OPT. Dengan adanya Kalender tanam terpadu
diharapkan petani dapat menentukan waktu tanam yang terbaik dan sekaligus menetapkan varietas yang sesuai dan pemupukan yang rasional. Kondisi ini
diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan sekaligus menekan gagal panen akibat kondisi iklim yang ekstrem baik genangan maupun kekeringan.
8
Pada saat ini penggunaan mulsa plastik hitam perak sudah umum digunakan dalam produksi sayuran, karena penggunaan mulsa plastik dapat
meningkatkan aktivitas
mikroorganisme, memberikan
kontribusi terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman melalui peningkatan konsentrasi karbondioksida pada zona pertanaman Fahrurrozi
et al. 2001. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mulsa plastik hitam perak meningkatkan hasil
beberapa tanaman sayuran termasuk cabai merah Soetiarso et al. 2006.
I qbal et al.
2009 melaporkan bahwa hasil panen cabai
merah menggunakan mulsa plastik lebih tinggi sebesar 36,5–39,5 dibandingkan dengan
hasil tanaman tanpa mulsa plastik, adanya peningkatan hasil diduga berhubungan dengan meningkatnya aktivitas mikroorganisme di daerah izosfir yang disebabkan
oleh penggunaan mulsa plastik hitam perak memicu aktivitas penguraian bahan organik
meningkat. Liang et al.
2011 melaporkan bahwa mulsa plastik mempertahankan kelembaban tanah, memperbaiki suhu tanah dan kualitas tanah,
sehingga mampu meningkatkan laju fotosintesis daun dan mengakibatkan hasil panen meningkat.
Sistem usahatani cabai merah konvensional dengan menggunakan input pupuk buatan kimia dalam takaran tinggi dapat meningkatkan hasil panen cabai,
namun menimbulkan masalah. Seperti hal
terjadinya pengerasan lahan, pengurasan unsur hara mikro, pencemaran air tanah, dan berkembangnya OPT
tertentu yang pada akhirnya berdampak terhadap penurunan produktivitas lahan dan tanaman. Dengan kata lain penggunaan pupuk buatan dalam takaran tinggi
secara terus menerus tidak ramah lingkungan dan tidak berkelanjutan Reijntjes et
al., 1999. Oleh karena itu, perlu adanya terobosan teknologi alternatif yang bertujuan untuk mengurangi input pupuk buatan, melestarikan kesuburan lahan,
meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil, serta meningkatkan pendapatan petani. Salah satunya melalui sistem pertanian dengan menggunakan input luar rendah,
yaitu melalui perbaikan kesuburan lahan dengan memanfaatkan bahan-bahan
organik alami maupun hayati berperan untuk mendorong dan meningkatkan daur ulang biologis dalam sistem usahatani yang melibatkan mikroorganisme, flora
serta fauna tanah. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa pemberian pupuk organik
alami pada tanaman cabai merah dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tinggi tanaman, cabang, jumlah dan panjang
daun, mempengaruhi laju
9
pertumbuhan akar dan batang, pembentukan daun dan peningkatan kandungan pigmen fotosintesis, serta meningkatkan kualitas maupun hasil cabai merah
Suwandi dan Rosliani, 2004. Peningkatan pertumbuhan dan hasil cabai merah tersebut disebabkan karena pupuk organik tidak hanya menambah unsur hara bagi
tanaman, tetapi juga menciptakan kondisi tanah yang sesuai untuk tanaman dengan memperbaiki areasi, mempermudah penetrasi akar ke dalam tanah,
memperbaiki kapasitas menahan air, meningkatkan pH tanah, kapasitas tukar kation dan serapan hara, menurunkan zat toksik bagi tanaman, struktur tanah jadi
remah. Pada dasarnya pupuk organik kompos mengandung unsur hara sangat
lengkap, akan tetapi konsentrasinya rendah. Oleh karena itu perlu inokulasi mikroorganisme yang dapat mempercepat perombakan dan pelepasan hara pupuk
organik, membantu menambat N dan melarutkan P di dalam tanah, sehingga siap untuk diserap tanaman Mujiyati dan Supriyadi 2009. Penggunaan pupuk organik
dan pupuk hayati selain dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil dan kualitas cabai merah Reyes
et al. 2008 juga dapat mengurangi penggunaan pupuk NPK Rosliani
et al. 2004. Organisme pengganggu tumbuhan OPT masih menjadi salah satu
kendala utama pada budidaya cabai merah. Sejak fase vegetatif hingga fase generatif, tanaman cabai merah selalu mendapat serangan OPT. Setiawati
et al. 2011, melaporkan bahwa pada tahun 1980 - 1990 trips mulai menjadi ancaman
pada budidaya cabai merah di dataran rendah dan hama yang menyerang daun muda ini dapat mengakibatkan kehilangan hasil sekitar 23 . Hasil survei di Jawa
Barat menunjukkan bahwa petani menempatkan ulat grayak Spodoptera litura
dan trips sebagai OPT utama pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan ialah penyakit antraknos
Colletotrichum spp. dan penyakit virus Adiyoga et al., 1996. Menurut Gunaeni dan Wulandari 2010, kehilangan hasil akibat serangan
penyakit virus CMV berkisar antara 18,3 – 98,6 . Serangan hama ulat buah Helicoverpa armigera mengakibatkan kehilangan hasil hingga 60 Setiawati et al.
2011 dan penyakit antraknos dapat menyebabkan kerusakan buah hingga 100 . Dalam upaya memperkecil kerugian ekonomi akibat serangan
Helicovera armigera, para petani masih mengandalkan penggunaan insektisida yang dilakukan secara
periodik. Petani umumnya mencampur 2–6 jenis insektisida dan melakukan penyemprotan sebanyak 21 kali per musim tanam Adiyoga 2007. Sementara itu
10
Gunaeni dan Wulandari 2010 melaporkan, bahwa penggunaan mulsa plastik perak dapat menekan serangan trips hingga di bawah ambang pengendalian dan
dapat menekan populasi kutu daun hingga 88 serta penyakit antraknos hingga 60 .
Keputusan petani untuk menerima atau menolak teknologi baru bukan tindakan sekali jadi, melainkan merupakan proses yang terdiri dari serangkaian
tindakan dalam jangka waktu tertentu. Karena itulah proses adopsi suatu inovasi teknologi berlangsung secara bertahap dan berdasarkan konsep tersebut, maka
model percepatan adopsi akan terbangun oleh peubah-peubah yang berhubungan dengan proses menarik perhatian, menumbuhkan minat, membangkitkan hasrat
sehingga akhirnya memutuskan untuk menerapkan inovasi. Menurut Tjiptopranoto 2000 dalam penerapan teknologi yang akan dikembangkan harus disesuaikan
dengan potensi sumberdaya setempat dengan biaya murah dan mudah untuk diterapkan, akan tetapi dapat memberikan kenaikan hasil dengan cepat. Hal ini
menjadi aspek penting untuk keberlanjutan penerapan teknologi maupun sistem usahatani yang dianjurkan,
dengan demikian diharapkan petani mampu mengadopsi dan menerapkan teknologi dimaksud dalam usahataninya sehingga
pendapatan menjadi meningkat. Proses pembelajaran bagi petani haruslah dilakukan secara sistematis,
lengkap, sederhana aplikatif, dan partisipatif dengan mengoptimalkan kinerja dari panca indra.
Learning by doing secara partisipatif merupakan metode
pembelajaran yang tepat, karena petani tidak hanya mendengar ataupun melihat, tetapi lebih ditekankan untuk mampu melaksanakan, mengevaluasi membuat
penilaian menemukan, menentukan pilihan, mengadopsi, dan mendifusikan teknologi yang spesifik lokasi.
Teknologi hasil penelitian dan pengkajian tidak bermanfaat jika tidak sampai, tidak diterima atau tidak diadopsi oleh petani. I mplementasi teknologi
hasil penelitian akan memberikan manfaat, jika proses adopsi berjalan secara informatif, aplikatif dan efektif bagi usahataninya. Proses pembelajaran bagi petani
haruslah dilakukan secara sistematis, lengkap, sederhana aplikatif, dan partisipatif dengan mengoptimalkan kinerja dari panca indra.
Learning by doing secara partisipatif merupakan metode pembelajaran yang tepat,.
Untuk itu BPTP memerlukan suatu sistem diseminasi atau penyebaran informasi dan alih teknologi
yang efektif dan efisien agar khalayak pengguna dapat memperoleh informasi
11
maupun teknologi yang dibutuhkan dengan mudah dan relatif cepat Fawzia, 2002. karena petani tidak hanya mendengar ataupun melihat, tetapi lebih
ditekankan untuk mampu melaksanakan, mengevaluasi membuat penilaian menemukan, menentukan pilihan, mengadopsi, dan mendifusikan teknologi
sesuai kondisi wilayah.
12
I I I . PROSEDUR PELAKSANAAN
3.1. Lokasi dan Waktu