BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fornalin: 2.1.1 Formaldehida
Formaldehida CH2O adalah derivasi aldehida yang mempunyai bau yang menyengat . Zat kimiawi ini mempunyai kecenderungan untuk berpolimerisasi di
mana, molekul secara individu bergabung membentuk suatu satuan dari bobot molar yang tinggi. Aktivitas polimerisasi ini melepaskan panas yang sering terjadi
secara letupan. Jesteru itu, sediaan formaldehida adalah di dalam bentuk cairan bagi mengurangi konsentrasi. Sediaan ini lebih dikenali sebagai formalin.
Formalin biasanya terbentuk dari campuran formaldehida yang tepu kira 40 persen dari volumenya dan sedikit penstabil biasanya methanol bagi
mengurangkan oksidasi dan derajat polimerisasi. Formaldehida mempunyai takat didih yang sangat rendah iaitu -21°C manakala setelah menjadi formalin, takat
didihnya berubah menjadi 96 °C. Chang, 2007 Oleh karena harganya yang terjangkau, formalin banyak digunakan dalam
berbagai jenis industri seperti pembuatan perabot dan juga digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan bangunan. Selain itu, formalin juga digunakan
sebagai bahan pengawet mayat dan agen fiksasi di laboratorium. Bahan pengawet ini, menurut Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI, Dr. Leonardus Broto Kardono
2006, memiliki unsur aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein dan mudah berikatan dengan unsur protein mulai dari permukaan hingga terus
meresap ke jaringan yang dalam. Dengan matinya protein setelah terikat dengan unsur kimia dari formalin, maka ia tidak akan diserang bakteri pembusuk yang
menghasilkan senyawa asam. Selain itu, formalin juga membunuh bakteri dengan membuat jaringan
dalam bakteri yang menyebabkan bakteri itu kekeringan dan membentuk lapisan
Universitas Sumatera Utara
baru di permukaannya supaya ianya tahan terhadap serangan bakteri yang lain pada masa akan datang. Kardono, 2006
2.1.2 Efek samping formaldehida
Apabila kadar formaldehida di udara melebihi batas yang dibenarkan iaitu 0.1 ppm parts per million , sesetengah individu beresiko mengalami gejala
seperti sensasi terbakar di mata, hidung dan di daerah tenggorokan. Selain itu ada juga individu yang merasa mual, pusing serta mengalami iritasi pada kulit apabila
terdedah pada zat ini. Walaubagaimanapun, hal ini hanya terjadi pada individu – individu yang sensitif terhadap zat kimia formaldehida. National Cancer
Institute, 2009 Pada tahun 1980, suatu penelitian telah diajalankan menunjukkan tikus
yang terpapar dengan formaldehida menderita penyakit kanker. Penemuan ini menimbulkan persoalan apakah paparan terhadap formaldehida boleh
menyebabkan terjadinya kanker pada manusia. Pada tahun 1987, U.S Environmental Protection Agency EPA telah mengklasifikasikan formaldehida
sebagai zat karsinogen pada manusia. Selain itu , The International for Research on Cancer IARC turut mengklasifikasikan formaldehida sebagai zat karsinogen
pada manusia. National Cancer Institute , 2009
2.1.3 Destilasi formaldehida
Destilasi adalah proses pemanasan suatu larutan hingga ia mendidih dan uap panas yang terhasil akan dikumpul dan didinginkan menjadi suatu larutan
baru. Menurut hukum Raoult, sekiranya zat terlarut tidak dapat meruap, tekanan uap pada larutan itu mestilah lebih rendah dari pelarutnya. Takat didih suatu
komponen dapat ditentukan melalui teknik destilasi dan sifat fisik ini amat penting dalam aplikasi teknik destilasi iaitu mengasingkan suatu komponen dari
komponen yang lain berdasarkan perbedaan takat didih diantara komponen tersebut. Chang, 2007
Teknik destilasi telah digunakan dalam berbagai jenis industri seperti peneluaran gasolin, air suling, alkohol, kerosin dan banyak lagi. Selain itu,
Universitas Sumatera Utara
destilasi terdiri dari berbagai jenis seperti destilasi ringkas yang sering digunakan di laboratorium kecil, destilasi fraksi yang menggunakan tabung fraksi dan
destilasi vakum untuk kompaun yang mempunyai takat didih yang sangat tinggi. Helmenstine, 2010
2.1.4 Reaksi Schiff terhadap amylum
Salah satu aplikasi penting reagensia Schiff adalah reaksi pewarnaan asam Schiff berkala atau juga dikenali sebagai “periodic acid Schiff reaction”. Ini
adalah suatu teknik yang digunakan untuk mendeteksi karbohidrat dalam sel tisu. Asam periodik seperti asam iodik digunakan bagi mengoksidasi sebagian
karbohidrat yang terdapat pada tisu. Ini akan menghasilkan gugus aldehid yang akan tersejat bersama reagensia Schiff dan menghasilkan warna merah terang
yang menunjukkan komponen pada tisu yang mengandungi karbohidrat. Kiernan, 1999
Reaksi pewarnaan asam Schiff berkala adalah suatu tes laboratorik yang sangat ringkas. Pertama sekali, sampel tisu haruslah dicuci dengan bersih
seterusnya diberikan asam iodik dan dibiarkan selama 10 hingga 30 menit. Kemudian sampel tisu dicuci bagi menghilangkan sisa asam iodik dan diberikan
reagensia Schiff lalu dibiarkan selama 10 hingga 30 menit. Selanjutnya, sampel tisu itu sekali lagi dicuci dengan air bersih bagi menghilangkan sisa reagensia
Schiff. Bagian yang mengandung karbohidrat akan terlihat berwarna merah jambu. Selain itu, intensitas warna yang terhasil dipengaruhi oleh lamanya masa
diberikan reagensai Schiff. Kiernan, 1999
2.1.5 Tes deteksi formaldehida
Formaldehida yang merupakan suatu senyawa aldehida dapat dideteksi dengan menggunakan reagensia Schiff , iaitu larutan pararosanilin yang telah
dinyahwarnakan oleh sulfur dioksida.Stedman’s, 2003 Eksperimen mendeteksi zat aldehida dalam suatu bahan dinamakan tes
Schiff. Tes ini dilakukan dengan meneteskan larutan Schiff kedalam 2 tabung uji. Tabung uji pertama berisi 1 ml ethanol dan 0,3 ml acetaldehida manakala tabung
Universitas Sumatera Utara
uji kedua berisi 1 ml ethanol dan 0,3 formaldehida. Hasil positif terhadap aldehida ditandai dengan perubahan warna pada larutan iaitu daripada tidak berwarna
kepada warna ungu kemerahan. Eksperimen menunjukkan terdapatnya perubahan warna pada kedua-dua tabung reaksi yang berisi zat aldehida. Keush, 2003
2.1.6 Hubungan formaldehida dengan kanker
Sejak tahun 1980, institusi kanker nasional di Amerika telah menjalankan beberapa siri penelitian untuk menentukan apakah terdapat hubungan antara
paparan terhadap zat formaldehida dengan resiko seseorang untuk mendapatkan kanker. National Cancer Institue, 2009
Beberapa survey yang dijalankan oleh NCI terhadap beberapa individu yang bekerja dalam profesi yang mempunyai resiko terpapar zat formaldehida
seperti ahli anatomi dan ahli mengawet mayat. Hasilnya menunjukkan individu – individu tersebut lebih cenderung menderita penyakit seperti leukemia
terutamanya leukemia tipe mieloid berbanding orang lain. Namun begitu kadar formaldehida yang dipaparkan tidak diklasifikasikan dalam penelitian. Suatu
penelitian case- control yang dilakukan oleh penyelidik dari NCI terhadap ahli mengawet mayat yang sering terpapar dengan zat formaldehida mendapati ada
hubungan dengan paparan terhadap formaldehida dalam tempoh yang lama dengan kematian akibat leukemia, terutamanya leukemia tipe mieloid.
Penyelidikan ini telah dilakukan terhadap para pekerja industri pengebumian dari tahun 1960 hingga 1986. Para penyelidik telah membandingkan para karyawan
yang meninggal dunia karena kanker hematopoesis, tumor otak dan atas sebab- sebab lain. Hasil analisa menunjukkan para karyawan yang sering melakukan
pengawetan mayat dan yang paling sering terpapar dengan zat formaldehida mempunyai resiko yang tinggi untuk mendapat leukemia tipe mieloid. National
Cancer Institute, 2009 Selain itu, suatu penelitian jenis cohort telah dilakukan oleh penyelidik
NCI terhadap 25619 karyawan di industri – industri yang berisiko terhadap paparan formalin di tempat kerja. Hasil daripada penelitian tersebut mendapati
adanya peningkatan resiko kematian akibat leukemia terutama leukemia tipe
Universitas Sumatera Utara
mieloid di kalangan pekerja. Peningkatan resiko ini berhubungan dengan peningkatan kadar paparan serta jangka masa terhadap paparan. Namun begitu
tidak ditemukan hubungan antara resiko kanker dengan paparan secara kumulatif. Penelitian ini kemudiannya dilanjutkan untuk selama 10 tahun terhadap pekerja
yang sama dan hasilnya juga menunjukkan adanya hubungan antara insidensi kanker terutama leukemia tipe mieloid dengan paparan terhadap zat formaldehida.
National Cancer Institue, 2009 Formaldehida akan mengalami perubahan kimiawi yang cepat selepas
diabsorbsi. Oleh yang demikian, segelintir saintis berpendapat bahwa formaldehida jarang sekali akan menimbulkan efek yang buruk pada organ –
organ selain saluran pernapasan atas. Namun begitu ada beberapa penelitian di laboratorium menunjukkan formaldehida dapat memberikan efek yang negatif
terhadap sistem limfatik dan hematopoetik. National Cancer Institue, 2009 Berdasarkan dari kedua jenis penelitian cohort dan case control dan data
serta eksperimen laboratorium, para penyelidik dari NCI telah menyimpulkan bahwa formaldehida berkemungkinan dapat mengakibatkan leukemia terutama
leukemia tipe mieloid pada manusia. National Cancer Institue, 2009
2.2. Leukemia Tipe Mieloid 2.2.1 Acute Myeloid Leukemia AML