dengan luas ± 3.050 Ha berada pada ketinggian rata-rata 1375 m dpl dengan temperatur 19
- C dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Barus Jahe
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Simpang EmpatKecamatan
Merdeka
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kabanjahe BPS Kecamatan Berastagi, 2012.
Areal pertanian organik dan anorganik Foto lokasi pada lampiran B yang diteliti masing-masing memiliki luas ± 6000 m
2
a. Pertanian Organik
. Deskripsi lokasi lahan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Pertanian organik berada pada koordinat 03°08’46,1” BB dan 098°30’28,9” BT dengan ketinggian 1312 mdpl. Lokasi ini ditanam dengan
tanaman brokoli Brassica oleraceae, selada Lactuca sativa, kol kubis Brassica oleraceae, daun bawang Allium fistulosum, labu Cucurbita
muschota, daun mint Mentha piperita, jipang, sawi Brassica rapa, kopi Coffea, cabai Capsicum annum, kacang koro Phaseolus sp., buncis
Phaseolus vulgaris, gladiol Gladiol spp dan rosemary. Pupuk yang digunakan pada lahan ini adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran lembu yang telah
diolah menjadi kompos.
b. Pertanian anorganik
Pertanian aorganik berada pada koordinat 03°09’49,8” BB dan 098°30’38” BT dengan ketinggian 1340 mdpl. Lokasi ini ditanam dengan tanaman tomat
Solanum lycopersicum, selada Lactuca sativa, wortel Daucus carota, sawi Brassica rapa, labu Cucurbita muschota, cabai Capsicum annum, bunga
krisan Chrysanthemum morifolium, bunga dahlia Dahlia pinata, jagung Zea
Universitas Sumatera Utara
mays. Pupuk yang digunakan pada lahan ini adalah pupuk kimia NPK yang berasal dari pabrik.
3.3 Metoda Penelitian 3.3.1 Lapangan
Penelitian tahap pertama, penentuan lokasi penelitian dilakukan secara Purposive Random Sampling yaitu pada dua areal tanah pertanian yaitu pertanian
organik dan pertanian anorganik, di Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo. Disetiap lokasi diukur titik koordinatnya dengan GPS. Plot dibuat secara acak
dengan menggunakan metode kuadrat dan pengambilan sampel cacing tanah dilakukan dengan Metoda Sortir Tangan Hand Sorting Minnich, 1977; Lee,
1985; Coleman et al., 2004, Bignell et al. 2008.
3.3.2 Laboratorium
Penelitian tahap kedua, kajian cacing tanah sebagai bioindikator kesuburan tanah dilakukan secara eksperimental di Laboratorium Sistematika Hewan,
Departemen Biologi, FMIPA, USU dengan menggunakan jenis cacing tanah yang termasuk kelompok bioindikator, yaitu yang mendapatkan spesiesjenis nilai KR
10 dan FK 25 dengan 5 kali ulangan dan perlakuan sebagai berikut: OMC
: Tanah pertanian organik + makanan Kontrol
OMC :
a
Tanah pertanian organik + makanan + spesies Pheretima sp. OMC
:
b
Tanah pertanian organik + makanan + spesies Pontoscolex corethrurus AnMC
: Tanah pertanian anorganik + makanan Kontrol
AnMC :
a
Tanah pertanian anorganik + makanan + spesies Pheretima sp. AnMC
:
b
Tanah pertanian anorganik + makanan + spesies Pontoscolex corethrurus
Keterangan: Tanah Pertanian organikanorganik = 900 gram Makanan Sawi dan Kol yang difermentasi = 300 gram
Cacing tanah = 5 ekor.
Universitas Sumatera Utara
3.4 Pelaksanaan Penelitian di Lapangan Tahap 1 3.4.1 Pengambilan Sampel Cacing Tanah Dengan Metode Kuadrat dan
Hand sortir.
a. Pada masing-masing areal dibuat sebanyak 15 plot yang berukuran 25 x
25 cm dengan menggunakan bingkai seukuran itu untuk memudahkan pengambilannya Plot pengambilan sampel cacing tanah dapat dilihat
pada gambar 3.
b.Tanah dari tiap kuadrat diambil dengan kedalaman 20 cm kemudian tanahnya dimasukkan ke dalam goni. Pengambilan sampel dilakukan
pada pukul 06.00-09.00 WIB.
c.
Selanjutnya tanah langsung disortir untuk mendapatkan cacing tanah.
d. Cacing tanah yang didapat dikumpulkan dan dibersihkan dengan air
serta dihitung jumlahnya, kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel
dan diawetkan dengan alkohol 70,
e. Selanjutnya sampel cacing tanah dibawa ke Laboratorium Sistematika
Hewan FMIPA USU Medan untuk diidentifikasi dan dihitung jumlah individu dari masing-masing jenis yang didapatkan, metoda ini cukup
efektif seperti yang dilakukan oleh Suin 1997. Foto kerja pada
lampiran C.
Gambar 3. Plot Pengambilan Sampel Cacing Tanah
Bingkai Pengambilan Sampel 25 cm x 25 cm
Universitas Sumatera Utara
3.4.2 Identifikasi Spesies Cacing Tanah
Sampel Cacing tanah yang telah diawetkan dengan menggunakan alkohol 70 terlebih dahulu dikelompokkan sesuai dengan jenisnya, selanjutnya
dideterminasi dan diidentifikasi dengan melihat morfologi menggunakan mikroskop stereo binokuler serta beberapa buku acuan Stephenson 1932,
Edwards Lofty 1977, Fender Fender 1990, James 1990 dan Suin 1997.
3.5 Pelaksanaan Penelitian Dilaboratorium Tahap 2, Kajian Spesies Bioindikator Kesuburan Tanah
3.5.1 Pengambilan Sampel Tanah
Tanah diambil dari lahan pertanian organik dan anorganik di Desa Raya, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara dengan
kedalaman 0-20 cm. Tanah dimasukkan ke dalam goni. Setelah itu tanah dikompositkan dan dicampurkan merata, kemudian dibawa ke Laboratorium
Sistematika Hewan, Departemen Biologi, FMIPA, USU.
3.5.2 Pengumpulan Sampel Cacing Tanah
Sampel cacing tanah dikumpulkan dari lahan pertanian organik dan anorganik di Desa Raya, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Cacing tanah yang didapatkan dimasukkan ke dalam ember atau plastik yang telah berisi tanahmedia dan dibawa ke laboratorium untuk dikaji pada media perlakuan
yang telah disediakan. Cacing tanah yang dikaji adalah cacing tanah yang merupakan spesies karakteristik.
3.5.3 Kajian Cacing Tanah Sebagai Bioindikator Kesuburan Tanah
a. Ember yang digunakan sebagai tempat perlakuan atau media sebanyak
30 buah. Kemudian pada masing- masing ember dimasukkan tanah yang berasal dari lahan pertanian baik yang organik maupun yang anorganik
Universitas Sumatera Utara
dan ditambah dengan makanan cacing tanah sesuai dengan komposisi yang telah ditetapkan.
b. Selanjutnya setiap ember yang telah berisi dengan media perlakuan diisi
dengan jenis cacing tanah yang telah diaklimatisasi, yaitu cacing tanah yang menjelang dewasa sebanyak 5 ekor setiap perlakuan, dengan berat
relatif sama pada masing-masing ulangan. c.
Kemudian ember-ember tempat media dan cacing tanah ditutup dengan kain kasa warna hitam, agar cacing tanahnya tidak keluar dan tetap aktif
dalam memanfaatkan media. d.
Kondisi sifat fisik media, seperti kelembaban, temperatur dan pH media diperiksa setiap tiga hari Lampiran D dan dilakukan pengamatan
pertumbuhanpertambahan jumlah individu dan berat biomassa populasi cacing tanah selama 10 hari sekali selama dua bulan
± 60 hari. Setelah 2 bulan kemudian tanahmedia perlakuan dianalisis kembali sifat
fisik-kimianya dengan cara cacing tanah dikeluarkan dari media perlakuan. Setiap media perlakuan yang mendapat perlakuan yang sama
dikompositkan dan digabungkan secara merata lalu diambil sebanyak 500 g untuk dianalisis sifat kimia tanahnya di Laboratorium Riset
Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
3.5.4 Pengukuran Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Tanah pada masing-masing lokasi penelitian pertanian organik dan anorganik dan media perlakuan cacing tanah diukur kelembaban relatif, suhu, N, P, K, C
organik dan pH. Pengukuran kelembaban relatif, suhu dan pH tanah dilakukan sebelum tanah diambil. Kelembaban relatif dan pH diukur dengan menggunakan
Soil Tester, suhu tanah diukur pada bagian permukaan dengan kedalaman 10 cm menggunakan Soil Thermometer.
Pengukuran N, P, K, dan C-organik dilakukan di Laboratorium Riset Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Tanah yang diperoleh
Universitas Sumatera Utara
dibersihkan dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan tanah lainnya, kemudian dicampur sampai rata dan diambil sebagian untuk dianalisis dengan metode yang tertera
pada Tabel 2. Tabel 2. Parameter sifat fisik kimia tanah
PARAMETER SATUAN
METODE fisik:
- Suhu ºC
- Kelembaban
Kimia: - pH
- N total - P- tersedia
- K - C-Organik
Ppm me100 g
Kjeldhal Bray II
Ekstraksi NH
4
Walkley Balck OAC pH 7
3.6. Analisis data 3.6.1 Lapangan
Jenis Cacing tanah dan jumlah individu masing-masing jenis yang di dapatkan dihitung: Kepadatan populasi, Kepadatan Relatif masing-masing jenis,
Frekuensi kehadiran, dan komposisi Wallwork, 1970, Southwood, 1966 dalam Suin 1997 dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
a. Kepadatan populasi K
b. Kepadatan Relatif KR
Universitas Sumatera Utara
c. Frekuensi Kehadiran FK
Dimana: 0-25 = Konstansinya sangat jarang aksidental 25-50 = Konstansinya jarang aksesoris
50-75 = Konstansinya sering konstan 75 = Konstansinya sangat sering absolut
d. Komposisi Komunitas: ditentukan dengan cara mengurutkan nilai KR
tertinggi sampai terendah.
e. Bioindikator : apabila nilai KR 10 dan nilai FR 25
3.6.2 Laboratorium
Analisis data untuk kajian cacing tanah untuk meningkatkan kesuburan tanah dilakukan secara deskriptif. Parameter tanah yang dianalisis adalah unsur hara C-
organik, N, P dan K tanah Lampiran E. Data sekunder yang diamati adalah pertambahan jumlah individu dan berat
biomassa cacing tanah. Pengamatan ini dilakukan 10 hari sekali selama 2 bulan ± 60 hari Lampiran F.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Spesies Cacing Tanah Yang Ditemukan
Hasil penelitian dan identifikasi yang dilakukan pada lahan pertanian organik dan anorganik di Desa Raya, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo didapatkan 4
spesies cacing tanah dari 2 Famili, Glossocolecidae 1 spesies dan Megascolecidae 3 spesies Tabel 3.
Tabel 3. Cacing tanah yang ditemukan pada lahan pertanian organik dan anorganik
No. Famili
SpesiesJenis Lokasi
I II
1. Glossoscolecidae
1 Pontoscolex corethrurus
+ +
2. Megascolecidae
2 Amynthas sp.
+ +
3 Megascolex sp.
+ -
4 Pheretima sp.
+ +
Jumlah Spesies 4
3
Keterangan: I = Lahan Pertanian Organik, II = Lahan Pertanian Anorganik, + = Ditemukan, - = Tidak Ditemukan
Pada Tabel 3 terlihat bahwa jumlah jenis cacing tanah lebih banyak ditemukan pada lahan pertanian organik, sebanyak 4 jenis Pontoscolex
corethrurus, Amynthas sp., Megascolex sp. dan Pheretima sp., dibandingkan pada lahan pertanian anorganik sebanyak 3 jenis P. corethrurus, Amynthas sp.
dan Pheretima sp.. Jenis cacing tanah Megascolex sp. tidak ditemukan pada lahan pertanian anorganik hal ini diduga karena pada lahan pertanian organik
menggunakan kompos berupa kotoran lembu sedangkan pada lahan pertanian anorganik diberikan perlakuan tambahan berupa pupuk NPK
. Diduga keberadaan
jenis cacing Megascolex sp. dipengaruhi akibat penggunaan dari kompos yang berasal dari kotoran lembu. Jenis cacing tanah Megascolex sp. lebih suka hidup
pada lahan atau tanah yang mengandung kadar organik yang tergolong tinggi
Universitas Sumatera Utara
lebih dari 1, terlindungi dari sinar matahari, kelembaban tanah berkisar antara 80-90 dan lebih menyukai kondisi lingkungan dengan pH sedikit asam yaitu
kurang dari 6 John, 1998. Habitat seperti ini sangat spesifik bagi Megascolex sp. ini untuk tumbuh dan berkembang biak dengan baik.
Populasi cacing tanah sangat erat hubungannya dengan keadaan lingkungan dimana cacing tanah itu berada. Lingkungan yang dimaksud disini
adalah kondisi-kondisi fisik, kimia, biotik dan makanan yang secara bersama- sama dapat mempengaruhi populasi cacing tanah. Menurut Hanafiah et al 2003
faktor-faktor ekologis yang memengaruhi cacing tanah meliputi: a keasaman pH, b kelengasan, c temperatur, d aerasi dan CO2, e bahan organik, f
jenis, dan g suplai nutrisi.
Banyaknya jenis cacing tanah yang ditemukan di lahan pertanian organik diduga karena lahan yang diberikan pupuk organik berupa kompos akan
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah cacing tanah sedangkan lahan yang diberikan pupuk kimia secara intensif akan mempengaruhi atau menurunkan
kualitas tanah yang dicirikan dengan terjadinya pemadatan tanah dan berkurangnya pori tanah, hal ini akan menyebabkan organisme dalam tanah akan
mati karena kekurangan oksigen. Kelembaban dan kadar organik pada lahan pertanian organik lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pertanian anorganik
Tabel 4, hal ini sesuai dengan pernyataan Notohadiprawiro 1998 komunitas yang kaya akan nutrisi mempunyai banyak organisme. Sedikitnya jumlah spesies
yang didapatkan di lahan pertanian anorganik disebabkan oleh rendahnya kandungan kadar organik tanah dan kelembaban tanah Tabel 4. Suin 1997
menyatakan bahwa kadar air tanah sangat menentukan kehidupan hewan tanah. Umumnya pada tanah yang rendah kadar airnya keberadaan cacing tanah juga
rendah, hal ini karena cacing tanah memerlukan air yang banyak untuk menjaga kelembaban tubuhnya.
Universitas Sumatera Utara
Spesies cacing tanah yang ditemukan pada lahan pertanian organik dan anorganik memiliki ciri spesifik sesuai dengan peran ekologis pada habitatnya
serta kebiasaan dalam menggali terowongan Wallwork, 1970. Hasil penelitian didapatkan 2 sifat yaitu endogeik P. corethrurus dan anesik Amynthas sp.,
Megascolex sp. dan Pheretima sp. Barrat, 2002. Cacing endogeik hidup di dalam tanah yang lebih dalam dan memakan tanah serta kumpulan bahan-bahan
organik. Cacing tanah jenis ini tidak memiliki pigmen tubuh dan membuat liang horizontal yang bercabang ke dalam tanah. Kelompok cacing ini berperan penting
dalam mencampur serasah di atas tanah dengan tanah lapisan bawah Lee, 1985.
Cacing anesik hidup di dalam sistem liang vertikal yang lebih permanen, dapat meluas beberapa meter ke dalam tanah. Cacing jenis ini mengeluarkan sisa
pencernaannya kasting pada permukaan tanah, sehingga berperan penting dalam meningkatkan kadar biomass dan kesuburan tanah lapisan atas. Pengaruh cacing
ini terlihat lebih cepat terhadap produktivitas tanaman semusim yang berakar dangkal Hanafiah et al., 2005. Ciri khusus keempat spesies cacing tanah yang
ditemukan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Family Glossocolecidae, Ponthoscolex cerethrurus
a
b
c d
Gambar 4. Ponthoscolex corethrurus: morfologi tubuh a, klitelum
berbentuk sadel b, seta tipe lumbrisine c, prostomium prolobus d.
Tanda-tanda khusus:
Panjang tubuh berkisar antara 45-120 mm, diameter 2-3 mm, dan jumlah segmen antara 120-167 warna bagian dorsal coklat kekuningan, bagian ventral abu-abu
keputihan, warna ujung anterior kekuningan dan ujung posterior coklat
kekuningan, prostomium prolobus, klitelium berbentuk sadel pada segmen ke 13-
17 berwarna kekuningan, pada bagian dorsal menebal sedangkan bagian ventral tidak. Tipe seta lumbricine di bagian dorsal tubuh, terlihat lebih jelas pada bagian
posterior, lubang kelamin jantan terletak pada segmen 2021 dan lubang kelamin
betina tidak jelas Gambar 4.
Cacing tanah jenis P. corethrurus ini ditemukan pada lahan pertanian organik dan anorganik. Hanafiah dkk 2005 menyatakan bahwa cacing tanah dari
famili Glossocolicidae banyak terdapat di lahan pertanian. Blakemore 2002 menyatakan penyebaran P. Corethrurus meliputi Indonesia Sumatera dan Jawa,
Universitas Sumatera Utara