BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN PELAKU TINDAK PIDANA
A. Hak dan Kewajiban Pelaku Tindak Pidana Menurut Hukum Islam
Pengertian hak menurut bahasa yaitu: “1 Kebenaran; 2 Kekuasaan yang benar atas sesuatu untuk menuntut sesuatu; 3 kekuasaan untuk
berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh aturan, undang-undang dan sebagainya.
36
Sedangkan dalam bahasa Inggris hak disebut juga Right dan dalam bahasa Belanda recht human right, jadi hak adalah kebebasan untuk
melakukan sesuatu berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, kekuasaan yang benar atas sesuatu atau berdasar sesuatu.
37
Jadi sudah jelas bahwa hak adalah kekuasaan untuk berbuat sesuatu, sedangkan kata kewajiban
berasal dari kata wajib yang mendapat awalan ke dan akhiran an, artinya sesuatu yang wajib dilakukan atau perintah yang harus dilakukan.
38
Adapun pengertian wajib menurut ketentuan hukum Islam adalah ketentuan syar’i yang menuntut para mukallaf untuk melakukannya
36
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1987, cet. Ke-2, h. 339
37
Zainul Bahry, Kamus Umum Khususnya Bidang Hukum dan Politik, Bandung: Angkasa, 1996, cet. Ke-1, h. 85
38
Ibid , hal. 1145
dengan tuntutan yang mengikat serta diberi imbalan pahala bagi yang melakukannya dan ancaman dosa bagi yang meninggalkannya
39
. Pada tahap pemeriksaan di sidang pengadilan dalam hukum Islam
memberi jaminan bagi terdakwa sebagai berikut:
40
1. Hak untuk membela diri
Hak ini merupakan hak yang sangat penting, dengan hak ini terdakwa dapat menyangkal tuduhan terhadap dirinya baik melalui bantahan
terhadap bukti yang memberatkan atau mengajukan bukti untuk pembebasan seperti suatu alibi. Hak-hak yang berkaitan dengan hak
ini adalah: a.
Tersangka harus diberi informasi tentang tuduhan terhadapnya dan bukti-bukti yang ada dalam kasus itu, baik yang membuktikan atau
yang membebaskan. b.
Terdakwa harus mampu untuk membela dirinya sendiri. Hanafi berpendapat bahwa pelaku kejahatan yang bisu tidak boleh dijatuhi
hukuman hudud bahkan apabila bukti secara kesimpulan lengkap membuktikan kesalahannya.
c. Terdakwa memiliki hak untuk menyewa seorang pengacara untuk
membantunya dalam pembelaan.
39
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, cetakan kedua h. 11
40
Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, Bandung: Asy-Syamil Grafika, 2000, Cet. Ke-1, h. 127
2. Hak pemeriksaan pengadilan
Dengan tujuan untuk mengamankan dan melindungi hak-hak individu terhadap penyalahgunaan dari bagian kekuasaan eksekutif, Islam telah
meletakkan hak di mana terdakwa diadili di muka pengadilan dan diadili secara terbuka.
3. Hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak
Islam menaruh tekanan yang besar dalam mewujudkan keadilan dan kesamaan di antara manusia dalam semua segi kehidupan, khususnya
dihadapan mereka yang memutuskan perkara. 4.
Hak untuk penggantian kerugian karena putusan yang salah Jika seorang hakim menjatuhkan suatu putusan yang salah secara tidak
sengaja, terhukum berhak atas kompensasi dari baitul maal perbendaharaan negara.
5. Keyakinan sebagai dasar dari terbuktinya kejahatan
Hukum Islam meletakkan asas praduga tak bersalah sebagai landasan dari aturan-aturan pidana substantive prosedural.
Dalam Islam hak-hak yang paling utama yang dijamin oleh Islam itu sendiri adalah hak hidup, hak kepemilikan, hak pemeliharaan kehormatan,
hak kemerdekaan, hak persamaan dimuka hukum, dan hak menuntut ilmu pengetahuan
41
.
41
Sayid Sabiq, Fiqih Sunah 10, Bandung : PT. Al-Ma’arif , Cet. Ke-10, h. 9
Hak-hak tersebut merupakan hak milik manusia secara mutlak berdasarkan peninjauan dari sisi manusiawi tanpa mempertimbangkan
warna kulit, agama, bangsa, negara dan posisinya dalam masyarakat. Dalam pembahasan pada bab ini penulis akan mengambil contoh hak
dan kewajiban pelaku tindak pembunuhan. Dalam hukum Islam seseorang yang melakukan tindak pidana pembunuhan dihadapkan pada tiga hak,
yaitu: 1.
Hak Allah 2.
Hak ahli waris korban 3.
Hak korban itu sendiri
42
Ketentuan untuk hak Allah berdasarkan surat An-Nisa ayat 93 yaitu
و ْ
ْ ْ
ْﺆ ﺎ
ﺪا ﺰ
ؤا ﻬ
و ﺎﻬْ اﺪ ﺎ أو
و ْ ﷲا ﺪ
ﺬا ﺎ
ﻈ ْ
ﺎ .
ءﺎ ا :
Artinya:”Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka jahannam kekal ia
didalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan adzab yang pedih baginya.”
an-Nisa ayat 93 Ayat ini menegaskan bahwa balasan terhadap orang yang melakukan
pembunuhan adalah siksaan yang teramat pedih nanti di akhirat, di mana ia berada kekal di dalam neraka jahanam, dan dimurkai serta dikutuk oleh
Allah dan siksa yang pedih dan besar menimpanya.
42
Noorwahidah Hafez Anshari, Pidana Mati Menurut Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1982, h. 41
Karena pembunuhan merupakan tindak pidana yang sangat dicela al- Quran dan merupakan dosa besar, maka untuk menjaga keamanan dan
ketentraman masyarakat, Allah memberikan balasan yang setimpal kepada pelakunya. Balasan itu akan menimpa di akhirat kelak berupa siksa neraka
jahanam yang sangat pedih dan ketentuan ini berlaku untuk tindak pembunuhan sengaja yang belum bertaubat.
Sedangkan untuk ketentuan hak ahli waris korban pembunuhan dapat memilih di antara tiga kemungkinan hukuman. Hukuman itu yaitu:
1. Melakukan qishash terhadap pembunuhnya.
2. Memaafkan dengan menerima pembayaran diyat.
3. Memaafkan tanpa menerima diyat disedekahkan
43
Untuk ketentuan hak korban itu sendiri, Allah berfirman dalam surat al-Maidah ayat 45 sebagai berikut :
ﺎ ا ناﺎﻬ ﻬ ﺎ آو
. ... ﺪ ﺎ ا
:
Artinya: ”Dan Kami telah menetapkan kepada mereka didalamnya Taurat bahwasanya jiwa dibalas dengan jiwa …”
al-Maidah ayat 45
Apabila pembunuh bertaubat dengan membayar kafarat dan tidak melakukan lagi pembunuhan serta menyerahkan diri kepada ahli waris
korban, kemudian menerima dengan ikhlas keputusan ahli waris maka hapuslah hak Allah dan
ahli waris tersebut.
43
Noorwahidah Hafez Anshari, op. cit, h. 42
Jika kita amati, tidaklah setiap tindak pidana pembunuhan itu membawa konsekuensi hukum qishash. Hukuman ini hanya berlaku untuk
pelaku tindak pidana pembunuhan sengaja saja, dengan demikian apabila ahli waris korban memaafkan pembunuh tersebut, maka pembunuh
tersebut tidak lagi wajib di qishash, tetapi wajib membayar diyat kepada ahli waris korban dengan hartanya sendiri. Dalam pembunuhan sengaja,
maka pembunuhan dikenakan hukuman qishash, berarti pembunuh itu wajib dibunuh pula, kecuali ahli waris memberi maaf kepada pelaku
pembunuhan, kewajiban qishash berdasarkan surat al-Baqarah ayat 178, yaitu:
ﺂ ﻬ
ﺬ اﺎ ْ
ء ا
ْﻮ آ ا
ْﻜ ْا
صﺎ ْا
ْ ﻰ
... .
ةﺮ ا :
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishashh berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh …. Q.S. Al- Baqarah ayat 178
Sanksi qishash semacam ini ditetapkan pula dalam syari’at-syari’at Allah di masa lalu. Dalam syari’at injil Nabi Musa misalnya dijelaskan
dalam kitab keluaran pasal 21: “Barang siapa membunuh manusia dengan memukulnya maka ia dihukum
mati. Dan bilamana seorang lelaki berlaku aniaya terhadap lelaki lain hingga ia membunuhnya secara licik, maka engkau harus mengambil
orang itu dari mezbah-Ku pastilah ia dihukum mati. Bilamana terjadi penganiayaan, maka balaslah jiwa dengan jiwa, mata dengan mata, gigi
dengan gigi, tangan dengan tangan, kaki dengan kaki, luka dengan luka dan rela dibalas dengan kerelaan.”
Hukuman qishash tidak diwajibkan kecuali apabila terpenuhi syarat- syarat sebagai berikut:
1. Orang yang terbunuh terlindungi darahnya
2. Pelaku pembunuhan sudah baligh dan berakal
3. Pembunuh dalam kekadaan bebas memilih, sebab seandainya ia
dipaksa maka hak memilihnya tercabut, tanggung jawab tidak dibebankan terhadap orang yang hilang hak memilihnya.
4. Pembunuh bukan orang tua dari si terbunuh, orang tua tidak di qishash
sebab membunuh anaknya atau cucunya dan seterusnya sekalipun disengaja.
5. Ketika terjadi pembunuhan yang terbunuh dan yang membunuhan
sederajat. 6.
Tidak ada orang lain yang ikut membantu membunuh diantara orang- orang yang tidak wajib di qishash.
44
Bagi pelaku tindak pidana pembunuhan sengaja yang telah dimaafkan oleh ahli waris korban, maka pelakunya diwajibkan membayar diyat
secara tunai, jumlah diyat tersebut adalah 100 ekor unta betina, sedangkan perinciannya sebagai berikut:
a. 30 ekor hiqqah unta yang telah berumur 3 tahun
b. 30 ekor unta jaza’ah unta yang berumur 4 tahun
c. 40 ekor unta khalifah unta yang sedang bunting
45
44
Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah, Bairut: Darul al-Fikri, 1983, Jilid 11
Ketentuan membayar diyat untuk pelaku pembunuhan sengaja berdasarkan hadist Nabi SAW. sebagai berikut:
ﷲا ﻰ ا ﺪ أ
و ﺮ لﺎ
و :
ﺎ ﺆ و ﺮ ﺎﻜ ﺆ لﻮ ا ءﺎ وأ ﻰ ا د اﺪ
نإو اﻮ اﻮ ﺎ نﺎ ﺔ ﺪ ا اوﺬ ااﻮ ﺎ
. دواد ﻮ ا ور
46
Artinya : ”Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya, dari kakeknya dari nabi SAW., telah bersabda : orang mukmin tidak di bunuh dengan
sebab ia membunuh orang kafir, dan barang siapa membunuh orang dengan sengaja, ia diserahkan kepada keluarga terbunuh,
mereka boleh membunuhmenarik diyat”. HR. Abu Daud
Jika diyat tidak dapat dibayar dengan unta, menurut sebagian ulama boleh dibayar dengan uang seharga unta tersebut.
Bagi pelaku tindak pidana pembunuhan serupa sengaja tidak diancam dengan hukuman qishash, tapi hanya diwajibkan membayar diyat berat
yang dibebankan kepada keluarganya dan dapat diangsur selama tiga tahun. Ketentuan membayar diyat ini sama dengan diyat bagi pembunuhan
sengaja yang telah dimaafkan oleh ahli waris korban. Sedangkan perbedaannya dengan pembunuhan sengaja hanyalah pada waktu
pembayaran dan yang wajib atau yang dibebani mambayar, untuk pembunuhan sengaja dibayar tunai oleh pembunuh, sedangkan untuk
45
Moh. Anwar, Fiqih Islam, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1979, Cet. Ke- 1, h. 154
46
Abu Daud Syu’aib bin As-As bin Ishak, Sunan Abi Daud, Semarang : CV. As- Syifa, juz 2, h. 839
pembunuhan serupa sengaja ini dapat diangsur serta kewajiban membayar diyat
dibebankan kepada keluarga pembunuh. Adanya suatu ketentuan membayar diyat bagi pembunuhan serupa
sengaja berdasarkan hadist NAbi SAW :
لﺎ ﺪ أ وﺮ
: ﺎ
ﷲا لﻮ ر ل و
ﷲا ﻰ ا
ﻂ ﺪ ذو
وﺪ ا ءﺎ د نﻮﻜ نﺎﻄ ا رﺰ نأ ﻚ
سﺎ ا ﺮ
ح و
. اور
ﻰ ﻄ راﺪ ا
47
Artinya: “Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya, dari kakeknya berkata : Rasulullah SAW bersabda: “Diyat membunuh serupa sengaja
diberatkan sama dengan diyatnya membunuh sengaja, akan tetapi pelakunya tidak di hukum mati”. Demikian itu supaya
syetan menyingkir dari kalangan manusia, sehingga peristiwa pembunuhan tersebut dapat diselesaikan dengan kepala dingin
tanpa dendammengangkat sengaja”. HR. Daruqutni
Bagi pelaku tindak pidana pembunuhan tersalah tidak berlaku hukuman qishash, namun pembunuhan semacam ini dapat mengakibatkan
dua konsekwensi, yaitu: 1.
Dikenakan diyat ringan yang dibebankan kepada keluarga pembunuh dan diyatnya boleh diangsur selama tiga tahun.
2. Berkewajiban membayar kafarat yaitu memerdekakan hamba sahaya
atau diwajibkan puasa selama 2 bulan berturut-turut.
47
Muhammad bin Ismail Al-Kahlani, Subulus Salam, Bandung : Dahlan, 1988, juz III, h. 252
Mengenai jumlah diyat ringan harus dibayarkan kepada ahli waris korban keluarga terbunuh adalah 100 ekor unta. Perincian diyat ringan
ini berdasarkan hadit Nabi SAW. sebagai berikut:
ﷲا ر دﻮ
ا و
ﷲا ﻰ ا
لﺎ :
نوﺮ ﺎ ﺎ أ ﺄﻄ ا ﺔ د نوﺮ و ﺔ
ﺰ ﺔ
نوﺮ و و ضﺎ تﺎ
نوﺮ و نﻮ تﺎ نوﺮ نﻮ ا إ
. ﻰ ﻄ راﺪ ا اور
48
Artinya: “Dari Ibnu Mas’ud RA., Rasulullah SAW bersabda : “Diyat pembunuhan tersalah dibagi 5 macam : 20 ekor unta hiqqah, 20
ekor unta jaza’ah, 20 ekor unta bintu makhad, 20 ekor unta bintu labun, 20 ekor unta ibnu labun”.
HR. Ad-Daruqutni
Dinamakan unta hiqqah yaitu unta yang berumur 3 tahun, unta zaja’ah
unta yang berumur 4 tahun, unta bintu makhod unta yang berumur 1 tahun lebih, unta bintu labun unta betina berumur lebih daru
2 tahun, unta ibnu labun unta jantan berumur lebih dari 2 tahun. Selain adanya konsekwensi untuk membayar diyat, pelaku tersalah
juga dibebani kewajiban membayar kafarat. Dengan dibayar diyat berarti gugurlah hak ahli waris dan hak terbunuh, tapi hak Allah belum gugur.
Oleh karena itu pelaku tindak pidana pembunuhan tersalah berkewajiban mambayar kifarat kepada ahli waris korban.
Kifarat merupakan denda untuk menebus dosa kepada Tuhan dalam
semua bentuk pembunuhan, kecuali pembunuhan yang menjalani hukuman
48
Ibid., h. 248
qishash , kifarat tersebut adalah memerdekakan hamba sahaya mukmin.
Bila tidak bisa diwajibkan puasa 2 bulan berturut-turut. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Surat an-Nisa ayat 92 sebagai berikut:
و آﺎ
نﺎ ﺆْ
ْنا ْ
ْﺆ اﺎ
ﻄ وﺎ
ْ ْﺆ
ﺎ ﻄ
ﺎ ْ
ﺮ ْ
ﺮ ر
ﺔ ْﺆ
ﺔ و
د ﺔ
ﺔ ا
ﻰ ا
ْه ا
ا ْن
ﺪ ْﻮ
ا ﺎ
ْن آ
نﺎ ْ
ْﻮ م
ﺪ و
ﻜ ْ
و ه
ﻮ ْﺆ
ْ ﺮ
ْ ﺮ
ر ﺔ
ْﺆ ﺔ
و ا
ْن آ
نﺎ ْ
ْﻮ م
ْ ﻜ
ْ و
ْ ﻬ
ْ ْ
قﺎ ﺪ
ﺔ ﺔ
ا ﻰ
ا ْه
و ْ
ﺮ ْ
ﺮ ر
ﺔ ْﺆ
ﺔ ْ
ْ ْﺪ
مﺎ ْﻬ
ْﺮ ﺎ
ْ ْﻮ
ﺔ ﷲا
و آ
نﺎ ﷲا
ْ ﺎ
ﻜ ْ
ﺎ .
ءﺎ ا :
Artinya: “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin yang lain, kecuali karena tersalah tidak sengaja, dan
barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah hendaklah ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang
beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya si terbunuh itu, kecuali jika mereka keluarga
terbunuh bersedekah. Jika ia si terbunuh dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka hendaklah si pembunuh
memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Dan jika ia si terbunuh dari kaum kafir yang ada perjanjian damai antara
mereka dengan kamu maka si pembunuh keluarganya si terbunuh serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman.
Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia si pembunuh berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan
taubat dari pada Allah SWT. Dan Allah SWT maha mengetahui lagi maha bijaksana.”
Qs. An-Nisa ayat 92 Jadi, jelaslah bahwa masalah pembunuhan ini ada yang menyangkut
hak Allah SWT. dan hak manusia. Untuk hak Allah SWT. pelaku pembunuhan tersalah diwajibkan membayar kifarat yaitu dengan cara
memerdekakan hamba sahaya mukmin atau melaksanakan puasa dua bulan
berturut-turut. Membayar kifarat merupakan hukuman pokok yang dibebankan kepada pembunuh, sedangkan puasa merupakan hukuman
pengganti apabila hukuman pokok tidak bisa dilaksanakan. Jika kita melihat realita sekarang ini, maka pelaksanaan kifarat dengan
cara memerdekakan hamba sahaya atau budak sangat sulit diterapkan, khususnya di negara yang tidak ada hamba sahayanya. Apalagi kehidupan
masyarakat modern menuntut dihapuskannya sistem perbudakan di permukaan bumi ini. Dengan demikian hukuman pokok tidak bisa
dilaksanakan karena tidak ada hamba sahaya dan sebagai penggantinya yaitu melaksanakan puasa saja.
Untuk merealisasikan kewajiban puasa yang dibebankan kepada pelaku tindak pidana pembunuhan tersalah memerlukan suatu penanganan secara
khusus. Hal ini karena sanksihukuman puasa dua bulan berturut-turut merupakan suatu pekerjaan yang amat berat dan memerlukan keimanan
yang mantap. Apabila pembunuh telah menyadari atas kesalahan yang diperbuatnya, tentu ia akan melaksanakan kewajiban puasa dengan
konsekwen.
B. Hak dan Kewajiban Pelaku Tindak Pidana Menurut Hukum Positif