Nilai Kalor Pembakaran TINJAUAN PUSTAKA

18 Tapioka merupakan bahan yang sering digunakan sebagai perekat dalam pembuatan briket karena mudah didapat dan harganya yang relatif murah. Kelemahan penggunaan tapioka sebagai perekat yaitu akan sedikit berpengaruh pada penurunan nilai kalor produk dibandingkan bahan bakunya, selain itu produk yang dihasilkan kurang tahan terhadap kelembaban. Hal ini disebabkan tapioka memiliki sifat dapat menyerap air dari udara. Kadar perekat yang tinggi juga dapat menurunkan mutu briket akibat timbulnya asap. Penambahan optimal perekat sebaiknya tidak lebih dari 5 Sudrajat dan Soleh 1994. Huege dan Ingram 2006 menambahkan bahwa jumlah perekat yang dianjurkan adalah 0,5–5 b b total campuran. Tepung tapioka merupakan hasil ekstraksi pati ubi kayu yang telah mengalami proses pencucian secara sempurna serta dilanjutkan dengan pengeringan. Tepung tapioka hampir seluruhnya terdiri dari pati. Ukuran granula pati tapioka berkisar antara 5-35 mikron. Pati ubi kayu terdiri dari molekul amilosa dan amilopektin yang jumlahnya berbeda-beda tergantung jenis patinya Ma’arif et al., 1984. Tabel 4. Komposisi kimia tapioka Komposisi Tapioka Kalori per 100 gram 146 Karbohidrat 88,2 Protein 1,1 Lemak 0,5 Air 9,1 Calcium mg100 gr 84,0 Phosphor mg100 gr 125,0 Ferrum mg100 gr 1,0 Vitamin B1 mg100 gr 0,4 Vitamin C mg100 gr Sumber : Suryani 1987

F. Nilai Kalor Pembakaran

Pembakaran adalah proses oksidasi eksotermal yang berlangsung cepat dan terjadi terutama pada fase gas, kecuali pembakaran karbon terikat pada fase 19 padatan. Untuk bahan bakar padat, komposisi utama bahan bakar harus diubah menjadi fase gas dengan kontak tertutup dalam udara yang mengandung molekul oksigen. Agar berlangsung cepat dan sempurna, temperatur harus cukup tinggi untuk memudahkan penyalaan dan menghasilkan putaran. Kelebihan udara dibutuhkan untuk memperbanyak oksigen yang kontak dengan molekul bahan bakar Ramsay 1982. White dan Paskett 1981 menyatakan bahwa bahan bakar memiliki senyawa kimia yang bereaksi dengan sumber panas. Pada umumnya, bahan bakar mengandung karbon dan hidrogen yang bereaksi dengan oksigen menghasilkan oksigen dan uap air. Karbon dan hidrogen memiliki kandungan panas yang berbeda, kalor bakar karbon adalah 34,4 GJton sedangkan kalor bakar hidrogen adalah 141,9 GJton. Menurut Grover et al. 2002, parameter utama pengukuran kualitas bahan bakar biomassa dihitung dari nilai kalor yang dimilikinya. Palz 1985. menambahkan bahwa nilai kalor suatu bahan bakar menandakan energi yang secara kimia terikat di bahan bakar dengan lingkungan standar. Standar tersebut berupa temperatur, keadaan air uap atau cair dan hasil pembakaran CO 2 , H 2 O dan lain-lain. Nilai kalor komponen tanaman sangat bervariasi dan akan meningkat dengan meningkatnya kandungan karbon di dalamnya. Energi yang tersimpan ini dapat tersedia dengan proses densifikasi bahan bakar, hal ini selain memudahkan transportasi juga dapat menghasilkan panas yang baik Ramsay 1982. Menurut Leach dan Gowen 1987, nilai kalor bahan bakar dihitung dengan dua basis yang berbeda yaitu 1. Nilai kalor bruto Gross Heating Value = GHV adalah energi total yang dilepaskan selama pembakaran didasarkan pada bobot bahan bakar. Nilai ini digunakan di UK, USA dan banyak negara berkembang. 2. Nilai kalor bersih Net Heating Value = NHV adalah energi yang tersedia secara nyata selama pembakaran setelah dikurangi energi yang hilang akibat penguapan air. Nilai ini digunakan oleh penghitungan energi internasional. Biomasa mengandung air dalam jumlah yang signifikan sehingga dapat menurunkan kandungan panas di dalamnya. Hal ini disebabkan adanya senyawa 20 oksigen. Biomassa mengandung oksigen yang dapat berikatan dengan karbon dan hidrogen. Bahan yang sudah sebagian teroksidasi atau ”terbakar” mengakibatkan berkurangnya sumber bahan bakar dalam bentuk karbon dan hidrogen White dan Paskett 1981. Skema proses pembakaran biomassa dapat dilihat pada gambar 8. Nilai kalor bruto berbanding terbalik dengan kadar abu suatu bahan, karena abu merupakan bahan yang tidak menghasilkan energi El Bassam dan Maegaard 2004. Sedangkan menurut Ramsay 1982, nilai kalor bersih NHV adalah energi potensial yang terkandung dalam suatu bahan bakar. NHV diperoleh dari pengurangan energi bruto dengan energi yang hilang akibat penguapan air dan pemanasan lanjutan uap yang dihasilkan. Rumus umum perhitungan NHV adalah NHV = GHV 1-MC T 100 – Q v x MC T 100 Q V adalah panas yang dibutuhkan untuk penguapan dan pemanasan lanjut sejumlah air dan MC T adalah kadar air bahan tersebut pada suhu T. Ketika bahan bakar digunakan, energi bahan bakar tersebut dipindahkan ke tujuan akhir penggunaan dalam beberapa tahap. Kehilangan energi terjadi pada saat penggunaan dalam beberapa bentuk. Pengukuran efisiensi dan energi yang dipergunakan sangat tergantung pada tahap aliran panas tersebut diukur Leach dan Gowen 1987. Efisiensi pembakaran adalah efisiensi yang diperoleh dari pengubahan energi kimia dari bahan bakar menjadi panas. Efisiensi ini dihitung hanya dari pembakaran yang sempurna pada ruang pembakaran Bergman dan Zerbe 2004.

G. Analisis Finansial www.score.org