yang sama, besaran
h
h = 1, 2, …, h dihitung pada setiap unit tersembunyi Z
j
. Koreksi galat
h
tidak digunakan untuk merambat-balikkan galat ke lapis masukan, tetapi digunakan untuk memperbaiki bobot-bobot antara lapis
tersembunyi dan lapis masukan. c. Penyesuaian bobot.
Setelah semua besaran koreksi galat ditentukan, secara serentak
bobot-bobot untuk semua lapis disesuaikan. Penyesuaian terhadap bobot W
kh
dari unit tersembunyi Z
j
terhadap unit keluaran Y
k
berdasar pada besaran
k
dan aktivasi Y
k
dari unit tersembunyi Z
j
Penyesuaian terhadap bobot W
hn
dari unit masukan X
n
terhadap unit tersembunyi Zj berdasar pada besaran
h
dan aktivasi Zj dari unit masukan X
n
. Setelah pelatihan selesai, aplikasi dari jaringan hanya membutuhkan proses umpan maju untuk
menghasilkan keluaran.
Secara lengkap
proses perhitungan
dengan perambatan balik dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.7. Konsep Penanggulangan Bencana
Saat ini konsep penanganan bencana mengalami pergeseran paradigma dari konvensional menuju ke holistik. Pandangan konvensional menganggap
bencana itu suatu peristiwa atau kejadian yang tak terelakkan dan korban harus segera mendapatkan pertolongan. Sehingga fokus pada penanganan bencana
lebih bersifat bantuan relief dan kedaruratan emergency. Oleh karena itu pandangan semacam ini disebut dengan paradigma relief atau bantuan darurat
yang berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan darurat berupa pangan, penampungan darurat dan kesehatan kesehatan. Tujuan penanganan bencana
pandangan ini adalah menekan kerugian, kerusakan dan cepat memulihkan keadaan SET BAKORNAS PBP, 2005 dan Yulaelawati dan Syihab, 2008.
Paradigma yang berkembang berikutnya adalah paradigma mitigasi, yang tujuannya lebih diarahkan identifikasi daerah-daerah rawan bencana, mengenali
pola-pola yang dapat menimbulkan kerawanan, dan melakukan mitigasi yang bersifat struktur seperti membangun konstruksi maupun non struktural seperti
penataan ruang, building code dan sebagainya. Selanjutnya paradigma penanganan bencana berkembang lagi mengarah
kepada faktor-faktor kerentanan di dalam masyarakat yang ini disebut paradigma pembangunan. Upaya-upaya yang dilakukan lebih bersifat mengintegrasikan
upaya penanganan bencana dengan program pembangunan. Misalnya melalui
peningkatan ekonomi, penerapan teknologi, pengentasan kemiskinan dan sebagainya.
Paradigma yang
terakhir adalah
paradigma pengurangan
resiko. Pendekatan ini merupakan perpaduan dari sudut pandang teknis dan ilmiah
dengan perhatian kepada faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik dalam perencanaan pengurangan bencana. Dalam hal ini penanganan bencana
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan menekankan resiko tejadinya bencana. Hal penting dalam pendekatan ini adalah
memandang masyarakat sebagai subyek dan bukan sebagai obyek penanganan bencana dalam proses pembangunan. Gambar 14 memperlihatkan siklus
pengelolaan bencana dari proses bencana ke tanggap darurat hingga proses persiapan jika terjadi bencana.
Sumber : Kementerian Ristek 2006
Gambar 14 Siklus pengelolaan bencana. Dalam penanggulangan bencana, saat ini pola pemikiran telah bergeser
dari yang dahulu pada penekanan pasca bencana ke penekanan sebelum bencana. Gambar 15 memperlihatkan alur pemikiran yang dalam penanganan
bencana ditekankan pada saat sebelum kejadian bencana bukan penanganan setelah kejadian bencana.