11
2.4 Penginderaan Jauh 2.4.1
Definisi
Lillesand dan Kiefer 1990 mendefinisi pengindraan jauh sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi mengenai suatu obyek, daerah atau fenomena
melalui analisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa adanya kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Penginderaan jauh
memberikan kemampuan kepada manusia untuk melihat sesuatu yang tidak tampak mata.
Definisi lain mengenai pengindraan jauh juga diuraikan oleh Lo 1996, dimana pengindraan jaun merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi
mengenai objek dan leingkungannya dari jarak jauh tanpa adanya sentuhan fisik. Teknik ini akan menghasilkan bentuk citra yang selanjutnya perlu diproses dan
diinterpretasi untuk menghasilkan data yang bermanfaat misalnya dalam aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, perencanaan, dan lainnya.
2.4.2 Citra Landsat
Lillesand dan Kiefer 1990 menjelaskan bahwa satelit Landsat yang digunakan sebagai satelit pengindraan jauh merupakan hasil perubahan nama
program ERTS Earth Resources Technology SatelliteSatelit Teknologi Sumberdaya Bumi menjadi program Landsat secara resmi pada tanggal 22 Januari 1975.
Penggantian nama program ditujukan untuk membedakannya dengan program oseanografi “seasat” yang telah direncanakan pada saat itu. Landsat banyak
digunakan sebagai alat pemetaan planimetrik di beberapa daerah tertentu di dunia. Lo 1996 menjelaskan bahwa terdapat sensor pada satelit Landsat yang
berfungsi sebagai sistem pencitraan, diantaranya adalah kamera Return Beam Vidicon RBV, Multispectral Scanner MSS, dan Thematic Mapper TM. Sistem pencitraan
Landsat 1, 2, dan 3 adalah RBV dan MSS. Sedangkan pada Landsat 4 ditambahkan dengan sistem pencitraan TM yang bertujuan untuk perbaikan resolusi spasial,
pemisahan spectral, kecermatan data radiometrik, dan ketelitian geomterik. TM merupakan suatu sensor optik penyiaman yang beroperasi pada saluran tampak,
inframerah, dan saluran spektral yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.
12
Lillesand dan Kiefer 1990 menjelaskan bahwa aplikasi Remote Sensing dalam pemakaian citra landsat untuk studi penutupan lahan atau penggunaan lahan
sebaiknya disajikan pada peta secara terpisah dan tidak dijadikan satu seperti sistem United States Geological SurveyBadan Survei Geologi Amerika Serikat USGS.
Tetapi kegiatan ini akan lebih efisien apabila menggabungkan dua sistem tersebut apabila data penginderaan jauh digunakan sebagai sumber data utama untuk kegiatan
pemetaannya. Tabel 1 Aplikasi prinsip dan saluran spektral Thematic Mapper.
Saluran Band
Panjang Gelombang
µm Potensi Pemanfaatan
1 0,45 – 0,52
Dirancang untuk penetrasi badan air, sehingga bermanfaat untuk pemetaan perairan pantai. Berguna juga untuk
membedakan antara tanah dengan vegetasi, tumbuhan berdaun lebar dan konifer.
2 0,52 – 0,69
Dirancang untuk mengukur puncak pantulan hijau saluran tampak bagi vegetasi guna penilaian ketahanan,
3 0,63 – 0,69
Saluran absorpsi klorofil yang penting untuk diskriminasi vegetasi.
4 0,76 – 0,90
Bermanfaat untuk menentukan kandungan biomassa dan untuk dilineasi badan air.
5 1,55
– 1,75
Menunjukan kandungan kelembapan vegetasi dan kelembapan tanah. Juga bermanfaat untuk membedakan
salju dan awan. 6
10,40 – 12,50 Saluran inframerah termal yang penggunaannya untuk
analisis pemetaan vegetasi, diskriminasi kelembapan tanah, dan pemetaan termal.
7 2,08
– 2,35
Saluran yang diseleksi karena potensinya untuk membedakan tipe batuan dan untuk pemetaan
hidrotermal.
Sumber : Lo 1995 Sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutupan lahan United States
Geological SurveyBadan Survei Geologi Amerika Serikat USGS, disusun berdasarkan kriteria sebagai berikut:
1. Tingkat ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh
harus tidak kurang dari 85. 2.
Ketelitian interpretasi untuk beberapa kategori harus lebih sama.
13
3. Hasil yang dapat diulang harus dapat diperoleh dari penafsir yang satu ke yang
lain dan dari satu saat penginderaan ke saat yang lain. 4.
Sistem klasifikasi harus dapat diterapkan untuk daerah yang luas. 5.
Kategorisasi harus memungkinkan penggunaan lahan ditafsir dari tipe penutupan lahannya.
6. Sistem klasifikasi harus dapat digunakan dengan data penginderaan jauh yang
diperoleh pada waktu yang berbeda. 7.
Kategori harus dapat dirinci kedalam subkategori yang lebih rinci yang dapat diperoleh dari citra skala besar atau survey lapangan.
8. Pengelompokan kategori harus dapat dilakukan.
9. Membandingkan data penutupan lahan dan penggunahan lahan pada masa yang
akan datang. 10.
Dapat mengenali lahan multiguna bila mungkin.
2.5 Global Positioning System GPS dan Ketelitian GPS