Participation Pembentukan Forum Kolaborasi Pengembangan Ekowisata TWAKI

Lampiran 3 Analisis peraturan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola

1. Participation

Peraturan Keterangan UU no 5 tahun 1990 Pasal 37 Ayat 1 Peran serta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna. Ayat 2 Dalam mengembangkan peran serta rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pendidikan dan penyuluhan. UU no 10 tahun 2009 Pasal 9 Ayat 4 Penyusunan rencana induk pembangunan kepariwisataan dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan . PP no 36 tahun 2010 Pasal 21 h. melibatkan tenaga ahli di bidang konservasi alam dan pariwisata alam, serta masyarakat setempat di dalam melaksanakan kegiatan izin usaha penyediaan sarana wisata alam sesuai izin yang diberikan. PP no 28 tahun 2011 Pasal 17 Ayat 1 Penyusunan zonasi atau blok pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1 huruf a dilakukan oleh unit pengelola dengan memperhatikan hasil konsultasi publik dengan masyarakat di sekitar KSA atau KPA serta pemerintah provinsi danatau pemerintah kabupatenkota. Permenhut no 41 tahun 2008 Pasal 11 Ayat 1 Rencana pengelolaan jangka panjang dibahas dengan melibatkan: a. BAPPEDA; b. Dinas; c. Para pihak yang terkait, sesuai dengan kepentingan. Ayat 2 Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan yang ditandatangani sekurang-kurangnya oleh 3 tiga orang wakil dari peserta pembahasan. Pasal 14 Ayat 1 Rencana pengelolaan jangka menengah disusun oleh Tim Kerja yang dibentuk oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis, yaitu: a. Kepala Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam; atau b. Kepala Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Ayat 2 Susunan Tim Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari Ketua, Sekretaris, Anggota, yang meliputi unsur-unsur: a. Unit pelaksana teknis yang bersangkutan; b. BAPPEDA; c. Dinas; dan d. Tenaga ahli sesuai dengan kepentingan pengelolaan. Ayat 3 Tim Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 2, bertanggungjawab kepada Kepala Unit Pelaksana Teknis. Permenhut no 85 tahun 2014 Pasal 5 Ayat 1 Mitra kerjasama dalam penyelenggaraan KSA dan KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, meliputi: a. badan usaha; b. lembaga internasional; atau c. pihak lainnya. Ayat 2 Pihak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c, antara lain: a. instansi pemerintahlembaga negara; b. pemerintah daerah provinsikabupatenkota; c. kelompok masyarakat; d. lembaga swadaya masyarakat; e. perorangan; f. lembaga pendidikan; atau g. yayasan. Perda Kabupaten Banyuwangi No 13 tahun 2012 Pasal 12 Ayat 4 Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten dengan melibatkan pemangku kepentingan. Rancangan Perda Kabupaten Bondowoso tentang RIPPDA Pasal 2 Ayat 3 Pelaksanaan RIPPDA Bondowoso sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diselenggarakan secara terpadu oleh pemerintah daerah, Kecamatan, Desa, dunia usaha dan masyarakat. 2. Rule of law Peraturan Keterangan UU no 5 tahun 1990 Pasal 21 Ayat 1 Setiap orang dilarang untuk : a. mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian- bagiannya dalam keadaan hidup atau mati; b. mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia. Ayat 2 Setiap orang dilarang untuk : a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati; c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dillindungi. Pasal 33 Ayat 3 Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. KETENTUAN PIDANA Pasal 40 Ayat 1 Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1 dan Pasal 33 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah. Ayat 2 Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 1 dan ayat 2 serta Pasal 33 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 seratus juta rupiah. Ayat 3 Barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1 dan Pasal 33 ayat 1 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 seratus juta rupiah. Ayat 4 Barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 1 dan ayat 2 serta Pasal 33 ayat 3 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah. Ayat 5 Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 adalah kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan ayat 4 adalah pelanggaran. UU no 10 tahun 2009 Pasal 25 Setiap wisatawan berkewajiban: a. menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat; b. memelihara dan melestarikan lingkungan; c. turut serta menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan; dan d. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum. Pasal 26 Setiap pengusaha pariwisata berkewajiban: a. menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat; b. memberikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab; c. memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif; d. memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan keselamatan wisatawan; e. memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata dengan kegiatan yang berisiko tinggi; f. mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan koperasi setempat yang saling memerlukan, memperkuat, dan menguntungkan; g. mengutamakan penggunaan produk masyarakat setempat, produk dalam negeri, dan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal; h. meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan dan pendidikan; i. berperan aktif dalam upaya pengembangan prasarana dan program pemberdayaan masyarakat; j. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum di lingkungan tempat usahanya; k. memelihara lingkungan yang sehat, bersih, dan asri; l. memelihara kelestarian lingkungan alam dan budaya; m. menjaga citra negara dan bangsa Indonesia melalui kegiatan usaha kepariwisataan secara bertanggung jawab; dan n. menerapkan standar usaha dan standar kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 27 1 Setiap orang dilarang merusak sebagian atau seluruh fisik daya tarik wisata. 2 Merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah melakukan perbuatan mengubah warna, mengubah bentuk, menghilangkan spesies tertentu, mencemarkan lingkungan, memindahkan, mengambil, menghancurkan, atau memusnahkan daya tarik wisata sehingga berakibat berkurang atau hilangnya keunikan, keindahan, dan nilai autentik suatu daya tarik wisata yang telah ditetapkan oleh Pemerintah danatau Pemerintah Daerah. Pasal 62 Ayat 1 Setiap wisatawan yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dikenai sanksi berupa teguran lisan disertai dengan pemberitahuan mengenai hal yang harus dipenuhi. Ayat 2 Apabila wisatawan telah diberi teguran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan tidak diindahkannya, wisatawan yang bersangkutan dapat diusir dari lokasi perbuatan dilakukan. Pasal 63 Ayat 1 Setiap pengusaha pariwisata yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 danatau Pasal 26 dikenai sanksi administratif. Ayat 2 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa: a. teguran tertulis; b. pembatasan kegiatan usaha; dan c. pembekuan sementara kegiatan usaha. Ayat 3 Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a dikenakan kepada pengusaha paling banyak 3 tiga kali. Ayat 4 Sanksi pembatasan kegiatan usaha dikenakan kepada pengusaha yang tidak mematuhi teguran sebagaimana dimaksud pada ayat 3. Ayat 5 Sanksi pembekuan sementara kegiatan usaha dikenakan kepada pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan ayat 4. Pasal 64 Ayat 1 Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah. Ayat 2 Setiap orang yang karena kelalaiannya dan melawan hukum, merusak fisik, atau mengurangi nilai daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun danatau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah. PP no 36 tahun 2010 Pasal 21 Ayat 1 Pemegang izin usaha penyediaan jasa wisata alam wajib: a. membayar iuran izin usaha penyediaan jasa wisata alam sesuai ketentuan yang ditetapkan; b. ikut serta menjaga kelestarian alam; c. melaksanakan pengamanan terhadap kawasan beserta potensinya dan setiap pengunjung yang menggunakan jasanya; d. merehabilitasi kerusakan yang ditimbulkan akibat dari pelaksanaan kegiatan usahanya; e. menyampaikan laporan kegiatan usahanya kepada pemberi izin usaha penyediaan jasa wisata alam; dan f. menjaga kebersihan lingkungan. Ayat 2 Pemegang izin usaha penyediaan sarana wisata alam wajib: a. melakukan kegiatan usaha penyediaan sarana wisata alam sesuai dengan izin yang diberikan paling lama 1 satu bulan setelah izin diterbitkan; b. membayar pungutan izin usaha penyediaan sarana wisata alam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. melaksanakan pengamanan kawasan dan potensinya serta pengamanan pengunjung pada areal izin usaha penyediaan sarana wisata alam; d. menjaga kebersihan lingkungan tempat usaha dan merehabilitasi kerusakan yang terjadi akibat kegiatan izin usaha penyediaan sarana wisata alam termasuk pengelolaan limbah dan sampah; e. memberi akses kepada petugas pemerintah yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan pemantauan, pengawasan, evaluasi, dan pembinaan kegiatan izin usaha penyediaan sarana wisata alam; f. memelihara aset negara bagi pemegang izin yang memanfaatkan sarana milik Pemerintah. g. merealisasikan kegiatan pembangunan sarana wisata alam paling lambat 6 enam bulan setelah izin usaha penyediaan sarana wisata alam diterbitkan; h. melibatkan tenaga ahli di bidang konservasi alam dan pariwisata alam, serta masyarakat setempat di dalam melaksanakan kegiatan izin usaha penyediaan sarana wisata alam sesuai izin yang diberikan; i. membuat laporan kegiatan izin usaha penyediaan sarana wisata alam secara periodik kepada Menteri; j. menyusun dan menyerahkan rencana karya lima tahunan dan rencana karya tahunan. Pasal 27 Ayat 1 Setiap pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat dikenai sanksi administratif. Ayat 2 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara kegiatan; danatau c. pencabutan izin. Ayat 3 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dikenai oleh pemberi izin. Pasal 28 Ayat 1 Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 2 huruf a dikenai kepada setiap pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 1 dan ayat 2. Ayat 2 Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan sebanyak 3 tiga kali berturut-turut dengan tenggat waktu masing-masing 20 dua puluh hari kerja. Ayat 3 Dalam hal pemegang izin tidak melaksanakan kewajibannya setelah 20 dua puluh hari peringatan tertulis ketiga diterima oleh pemegang izin, pemegang izin dikenai sanksi penghentian sementara kegiatan. Ayat 4 Dalam hal setelah 30 tiga puluh hari sejak tanggal dikeluarkannya sanksi penghentian sementara kegiatan pemegang izin tidak melaksanakan kewajibannya, pemberi izin memberikan sanksi pencabutan izin. Ayat 5 Sanksi penghentian sementara dibatalkan apabila pemegang izin melaksanakan kewajibannya sebelum berakhirnya tenggat waktu 30 tiga puluh hari. Ayat 6 Selain dicabut izinnya sebagaimana dimaksud pada ayat 4, bagi pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajiban merehabilitasi kerusakan danatau karena kegiatannya menimbulkan kerusakan pada suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, atau taman wisata alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 1 huruf d atau ayat 2 huruf d, dikenai kewajiban pembayaran ganti rugi sesuai dengan kerusakan yang ditimbulkan. Ayat 7 Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 6 tidak menghilangkan tuntutan pidana atas tindak pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. PP no 28 tahun 2011 Pasal 39 Ayat 1 Setiap pemegang izin pemanfaatan KSA dan KPA wajib membayar iuran dan pungutan. Ayat 2 Iuran dan pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas: a. iuran izin usaha; dan b. pungutan atas hasil pemanfaatan kondisi lingkungan. Ayat 3 Iuran dan pungutan pemanfaatan KSA dan KPA sebagaimana dimaksud pada ayat 2 merupakan penerimaan negara bukan pajak. Ayat 4 Iuran dan pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak dikenakan bagi izin rehabilitasi dan izin restorasi. Ayat 5 Pungutan atas hasil pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b dikenakan setiap tahun atau setiap kegiatan pemanfaatan kondisi lingkungan. Permenhut no 48 tahun 2010 dan Permenhut no 4 tahun 2012 revisinya Pasal 13 Pemegang IUPJWA mempunyai kewajiban: a. Membayar pungutan hasil usaha penyediaan jasa wisata alam b. Ikut serta menjaga kelestarian alam c. Melaksanakan pengamanan terhadap kawasan beserta potensinya d. Melaksanakan pengamanan terhadap setiap pengunjung e. Merehabilitasi kerusakan yang ditimbulkan akibat dari pelaksana usahanya f. Menjaga kebersihan lingkungan g. Menyampaikan laporan kegiatan usaha kepada pemberi IUPJWA Pasal 23 Berdasarkan IUPSWA yang diberikan, pemegang IUPSWA mempunyai kewajiban: a. merealisasikan pembangunan sarana wisata alam sesuai dengan RKT yang telah disahkan paling lambat 1 satu tahun setelah IUPSWA diterbitkan; b. membayar Pungutan Hasil Usaha Penyediaan Sarana Pariwisata Alam PHUPSWA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. melaksanakan pengamanan kawasan dan potensinya serta pengamanan pengunjung pada areal IUPSWA; d. menjaga kebersihan lingkungan tempat usaha termasuk pengelolaan limbah dan sampah; e. merehabilitasi kerusakan yang terjadi akibat kegiatan IUPSWA; f. memberi akses kepada petugas pemerintah yang ditunjuk untuk melakukan pemantauan, pengawasan, evaluasi dan pembinaan kegiatan IUPSWA; g. memelihara aset negara bagi pemegang izin yang memanfaatkan sarana milik pemerintah; h. melibatkan tenaga ahli di bidang konservasi alam dan pariwisata alam, serta masyarakat setempat dalam melaksanakan kegiatan IUPSWA sesuai izin yang diberikan; i. membuat laporan kegiatan usaha penyediaan sarana wisata alam secara periodik kepada Menteri; dan j. menyusun dan menyerahkan rencana karya lima tahunan dan rencana karya tahunan. Pasal 49 Ayat 1 Setiap pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1, Pasal 23 dan Pasal 25F, dikenakan sanksi administratif. Ayat 2 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa : a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara kegiatan; dan c. pencabutan izin. Ayat 3 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 2, diberikan oleh pemberi izin sesuai dengan kewenangannya. Ayat 4 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a dan huruf b diberikan oleh: a. Direktur Jenderal atas nama Menteri pada kawasan suaka margasatwa, taman nasional dan taman wisata alam; b. Gubernur atau bupatiwalikota sesuai kewenangannya untuk taman hutan raya. Pasal 50 Ayat 1 Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat 2 huruf a, dikenakan kepada setiap pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1, Pasal 23 dan Pasal 25F. Ayat 2 Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan oleh Direktur Jenderal atau gubernur atau bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya sebanyak 3 tiga kali berturut-turut dengan tenggat waktu masing-masing 20 dua puluh hari kerja. Ayat 3 Dalam hal surat peringatan pertama tidak mendapatkan tanggapan dari pemegang izin danatau tidak sesuai dengan surat peringatan, Direktur Jenderal atau gubernur atau bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya menerbitkan surat peringatan kedua. Ayat 4 Dalam hal surat peringatan kedua tidak mendapatkan tanggapan dari pemegang izin danatau substansinya tidak sesuai dengan surat peringatan, Direktur Jenderal atau gubernur atau bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya menerbitkan surat peringatan ketiga. Pasal 51 Dalam hal surat peringatan pertama ditanggapi oleh pemegang izin dan substansinya sudah sesuai dengan surat peringatan, maka tidak perlu diterbitkan peringatan berikutnya dan Direktur Jenderal atau gubernur atau bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemegang izin untuk tetap dapat melakukan aktivitas sebagai pemegang izin. Pasal 52 Ayat 1 Dalam hal surat peringatan kedua ditanggapi dan substansinya sudah sesuai dengan surat peringatan, maka tidak perlu diterbitkan peringatan ketiga dan Direktur Jenderal atau gubernur atau bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemegang izin untuk tetap dapat melakukan aktivitas sebagai pemegang izin. Ayat 2 Dalam hal surat peringatan kedua ditanggapi oleh pemegang izin dan substansinya tidak sesuai dengan surat peringatan, maka diterbitkan surat peringatan ketiga. Pasal 53 Ayat 1 Dalam hal surat peringatan ketiga ditanggapi oleh pemegang izin dan substansinya sudah sesuai dengan surat peringatan, maka tidak perlu dilakukan tindakan penghentian sementara kegiatan dan Direktur Jenderal atau gubernur atau bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemegang izin untuk tetap dapat melakukan aktivitas sebagai pemegang izin. Ayat 2 Dalam hal surat peringatan ketiga ditanggapi oleh pemegang izin dan substansinya tidak sesuai dengan surat peringatan, maka Direktur Jenderal atau gubernur atau bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya menetapkan penghentian sementara kegiatan. Ayat 3 Dalam hal surat peringatan ketiga tidak ditanggapi oleh pemegang izin setelah 20 dua puluh hari peringatan tertulis ketiga diterima oleh pemegang izin, Direktur Jenderal atau gubernur atau bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya menetapkan penghentian sementara kegiatan. Ayat 4 Dalam hal pemegang izin dalam tenggat waktu 30 tiga puluh hari sejak penghentian sementara kegiatan diterima tidak ada upaya klarifikasi kepada Direktur Jenderal atau gubernur atau bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya, pemberi izin menetapkan keputusan pencabutan izin. Ayat 5 Dalam hal pemegang izin menyampaikan klarifikasi kepada pemberi izin dalam tenggat waktu 30 tiga puluh hari dan substansinya diterima oleh Direktur Jenderal atau gubernur atau bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya, Direktur Jenderal atau gubernur atau bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemegang izin untuk tetap melaksanakan kegiatan sebagai pemegang izin. Ayat 6 Dalam hal penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 pemegang izin tidak melaksanakan kewajibannya, maka pemegang izin dikenakan sanksi pencabutan izin. Pasal 54 Ayat 1 Selain dicabut izinnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat 6, bagi pemegang izin yang kegiatan usahanya menimbulkan kerusakan pada suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya atau taman wisata alam, dikenakan kewajiban melakukan rehabilitasi dan pembayaran ganti rugi sesuai dengan kerusakan yang ditimbulkan. Ayat 2 Pengenaan kewajiban rehabilitasi dan sanksi pidana dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2a Besaran dan tata cara pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal. Permenhut no 85 tahun 2014 Pasal 18 Dalam pelaksanaan kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 13, mitra paling sedikit wajib memenuhi: a. menyediakan dan memelihara sarana prasarana pendukung kegiatan yang dikerjasamakan; b. melakukan kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan di sekitar lokasi pembangunan dari kemungkinan kebakaran hutan, perambahanpemukiman liar; c. menghindari pembangunan yang menyebabkan fragmentasi habitat sehingga mengganggu perpindahan hidupan liar utama; d. menghindari penggunaan material baik hidup atau mati yang dapat berakibat terjadinya perubahan struktur vegetasi dan keragaman jenis sehingga muncul spesies invasif maupun terjadi perubahan fungsi kawasan; e. menjaga dan melindungi keberadaan hidupan liar yang berada di sekitarnya; f. menyediakan data dan informasi yang diperlukan; g. menyediakan tenaga pendamping dan pengawas; h. merehabilitasi kawasan yang rusak akibat dampak pembangunan kerjasama; i. melibatkan petugas unit pengelola setempat pada setiap kegiatan; dan j. tidak mengganggu keindahan lansekap, struktur maupun warna bangunannya disesuaikan dengan kondisi di sekitarnya. Pasal 19 Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, mitra yang melakukan kerjasama pembangunan sarana transportasi terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1 huruf a, wajib memenuhi ketentuan: a. untuk pembangunan sarana jalan penghubung, wajib membangun portal pembatas dan kecepatan kendaraan yang melintas diatasnya; menyediakan koridor, lintasanterowongan untuk pergerakan satwa; b. untuk pembangunan sarana transportasi air, wajib mencegah terjadinya pencemaran akibat limbah sarana transportasi, mengatur tingkat kebisingan dan kecepatan sarana transportasi, menyediakan sarana pengolahan limbah dan wajib memelihara alur untuk sarana transportasi air; c. wajib dilengkapi dengan rambu-rambu pengaturan lalu lintas yang berkaitan dengan pergerakan satwa. Perda Kabupaten Banyuwangi no 13 tahun 2012 Pasal 25 Setiap wisatawan berkewajiban: a. Menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya dan nilai–nilai hidup dalam masyarakat setempat; b. Memelihara dan melestarikan lingkungan; c. Turut serta menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan; d. Turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum; dan e. Turut serta membangun citra positif destinasi pariwisata. Pasal 26 Setiap pengusaha pariwisata berkewajiban : a. Menjaga dan menghormati norma agama, adata istiadat, budaya dan nilai-nilai yang hidup dalam masyrakat setempat; b. Memberikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab; c. Memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif; d. Memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan dan keselamatan wisatawan; e. Memberikan perlindungan asuransi pada wisatawan bagi usaha pariwisata dengan kegiatan yang berisiko tinggi; f. Mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi. g. Mengutamakan penggunaan produk masyarakat setempat, produk dalam negeri dan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal; h. Meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pendidikan dan pelatihan; i. Berperan aktif dalam upaya pengembangan prasarana dan program pemberdayaan masyarakat; j. Turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum dilingkungan tempat usahanya; k. Memelihara lingkungan yang sehat, bersih dan asri; l. Memelihara kelestarian lingkungan alam dan budaya; m. Menjaga citra negara dan bangsa Indonesia melalui kegiatan usaha kepariwisataan secara bertanggung jawab; dan n. Menetapkan standar usaha dan standar kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 27 Ayat 1 Setiap orang dilarang merusak sebagian atau seluruh fisik daya tarik wisata. Ayat 2 Merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah melakukan perbuatan mengubah warna, mengubah bentuk, menghilangkan spesies tertentu, mencemarkan lingkungan, memindahkan, mengambil, menghancurkan, atau memusnahkan daya tarik wisata sehingga berakibat berkurang atau hilangnya keunikan, keindahan dan nilai autentik suatu daya tarik wisata yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten. Pasal 28 Setiap usaha pariwisata dilarang : a. Memanfaatkan tempat kegiatan untuk melakukan perjudian, perbuatan asusila, peredaran dan pemakainan narkoba serta tindakan pelanggaran hukum lainnya; b. Mempekerjakan tenaga kerja dibawah umur; dan c. Mempekerjakan tenaga kerja asing tanpa izin Pasal 45 Ayat 1 Setiap wisatawan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 dikenakan sanksi berupa teguran lisan disertai dengan pemberitahuan mengenai hal yang harus dipenuhi. Ayat 2 Dalam hal wisatawan telah diberi teguran lisan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan tidak diindahkannya, wisatawan yang bersangkutan dapat diusir dari lokasi perbuatan dilakukan. Pasal 46 Ayat 1 Setiap pengusaha pariwisata yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat 2 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa : a. Teguran tertulis; b. Pembatasan kegiatan usaha; dan c. Pembekuan sementara kegiatan usaha. Ayat 3 Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a, dikenakan kepada pengusaha paling banyak 3 tiga kali. Ayat 4 Sanksi pembatasan kegiatan usaha dikenakan kepada pengusaha yang tidak mematuhi teguran tertulis sebagaiman dimaksud pada ayat 3. Ayat 5 Sanksi pembekuan sementara kegiatan usaha dikenakan kepada pengusaha yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan ayat 4. Pasal 48 Ayat 1 Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 dipidana dengan kurungan paling lama 3 tiga bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah. Ayat 2 Setiap oang yang karena kelalaiannya dan melawan hukum merusak fisik atau mengurangi nilai daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 dipidana dengan kurungan paling lama 3 tiga bulan atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,- tiga puluh juta rupiah. Ayat 3 Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 adalah pelanggaran Ayat 4 Denda sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 disetor ke Kas Umum Daerah

3. Transparency