Strategi Tata Kelola Pengembangan Ekowisata Di Taman Wisata Alam Kawah Ijen Provinsi Jawa Timur

(1)

HANDINI WIDIYANTI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

DI TAMAN WISATA ALAM KAWAH IJEN PROVINSI JAWA

TIMUR


(2)

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Tata Kelola Pengembangan Ekowisata di Taman Wisata Alam Kawah Ijen Provinsi Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

Handini Widiyanti NIM P052130241


(3)

HANDINI WIDIYANTI. Strategi Tata Kelola Pengembangan Ekowisata di Taman Wisata Alam Kawah Ijen Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh RINEKSO SOEKMADI dan NYOTO SANTOSO.

Pembenahan tata kelola dalam pengelolaan kawasan Taman Wisata Alam Kawah Ijen (TWAKI) sangat penting guna pelaksanaan pengembangan ekowisata. Prinsip tata kelola pemerintahan yang baik menurut UNDP meliputi adanya transparansi, berorientasi massa, responsifitas, akuntabilitas, keadilan, efektifitas, efisiensi, partisipasi, visi strategis dan sesuai dengan aturan hukum. TWAKI di bawah pengelolaan BBKSDA Jawa Timur, namun secara administrasi terletak di dua kabupaten, yakni Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso. Hal ini menyebabkan pengaruh, kepentingan, kebijakan, penyedia produk dan jasa wisata masing-masing pemangku kepentingan (stakeholders) berbeda-beda. Implementasi peranan dari masing-masing stakeholders belum terlihat nyata di lapangan. Sinergi peranan dari semua stakeholdersdan dukungan kebijakan serta peraturan perundang-undangan sangat diperlukan dalam pengembangannya.

Tujuan utama penelitian ini adalah merumuskan strategi tata kelola dalam pengembangan ekowisata di TWAKI. Pencapaian tujuan tersebut, dilakukan dengan menganalisis stakeholders TWAKI, menganalisis isi peraturan yang terkait dengan pengembangan ekowisata di TWAKI dengan merujuk pada prinsip-prinsip tata kelola, dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang saat ini ada dalam institusi pengelola TWAKI.

Penelitian lapangan dilakukan mulai bulan Januari sampai Maret 2015. Teknik pengambil contoh dilakukan secara purposive sampling, selanjutnya dilakukan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan sesuai topik penelitian. Observasi dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang lokasi, keadaan kawasan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan stakeholders terkait pengembangan ekowisata di TWAKI. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait melalui penelusuran dokumen dan peraturan perundang-undangan. Analisis stakeholders dilakukan dengan matriks kepentingan dan pengaruh stakeholders terkait pengembangan ekowisata di TWAKI. Analisis kebijakan peraturan dilakukan dengan mengidentifikasi peraturan perundang-undangan menggunakan analisis isi yang merujuk pada prinsip-prinsip tata kelola. Rumusan strategi tata kelola terkait pengembangan ekowisata di TWAKI digunakan analisis SWOT.

Hasil identifikasi stakeholders didapat bahwa pada posisi key player adalah BBKSDA Jatim, Disbudpar Kab. Banyuwangi dan Disparporahub Kab. Bondowoso. Stakeholders yang berada dalam kuadran subject adalah PT. Candi Ngrimbi dan PT. Sura Parama Setia. Stakeholders yang termasuk dalam kuadran crowdadalah LSM Hijau Madani, PVMBG, Baprowangi, Komunitas Transportasi Lokal Transwisata Ijen, PHRI, HPI, ASITA, PTPN XII, Perhutani dan masyarakat. Stakeholders yang ada dalam kuadran context setter adalah Bappeda Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso. Hubungan antar stakeholders teridentifikasi adanya hubungan komunikasi, kerja sama, dan koordinasi.

Kebijakan pengembangan ekowisata di TWAKI dapat dikatakan telah memenuhi prinsip-prinsip tata kelola dalam implementasinya. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan pengembangan ekowisata telah memenuhi delapan


(4)

oleh kemampuan untuk menjalankannya, karena pemenuhan prinsip-prinsip tata kelola pengembangan ekowisata di TWAKI tidak menjamin mendapatkan respon yang baik dari para pemangku kepentingan atau subyek utama dalam menjalankan kebijakan tersebut.

Strategi tata kelola yang didapat dari analisis SWOT adalah dengan menerapkan strategi agresif yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada. Penerapan strategi tersebut antara lain meningkatkan komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi antar stakeholders, memperkuat kapasitas pengelola, meningkatkan manfaat ekologis dan ekonomi sesuai dengan prinsip-prinsip ekowisata serta pembentukan suatu forum kolaboratif dalam pengembangan ekowisata di TWAKI yaitu Forum Tata Kelola Pariwisata Kawah Ijen.

Gagasan pembentukan Forum Tata Kelola Pariwisata Kawah Ijen, perlu mendapat perhatian, dukungan serta komitmen yang kuat dari Pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya terhadap upaya pengembangan ke arah ekowisata dan pelestarian keanekaragaman hayati di CA/TWAKI. Kebijakan-kebijakan dan aspek-aspek hukum yang mendukung upaya pengembangan ekowisata dan pembentukan struktur tata kelola di TWAKI perlu dirumuskan.


(5)

HANDINI WIDIYANTI. Governance Strategy of Natural Tourism Development in Kawah Ijen Nature Recreation Park East Java Province. Supervised by RINEKSO SOEKMADI and NYOTO SANTOSO.

Governance improvement in the management of Kawah Ijen Nature Recreation Park (TWAKI) is very important for implementation of natural tourism development. Principles of good governance according to UNDP such as transparency, consensus orientation, responsiveness, accountability, equity, effectiveness, efficiency, participation, strategic vision, and rule of law. The existence of TWAKI is managemented by BBKSDA Jatim, but the administration located in 2 districts (Banyuwangi and Bondowoso). So, there is different interest, power, policy, and providers of tourism products and services each of the stakeholders. Implementation of the role of stakeholders has not seen on the field. The role of all stakeholders, policy support, and legislation are needed for development.

The main goal of this research is to formulate a strategy for governance in the development of natural tourism in TWAKI. The achievement of these goals, carried out by analyzing the TWAKI stakeholders, analyze the content of the regulations related to the development of natural tourism in TWAKI based on the principles of good governance, and identify internal and external factors that currently exist in the institution of the TWAKI.

The study was conducted from January to March 2015. The engineering example of purposive sampling, interview with key informant (in depth interview). The observation is done to get an idea of the location, the State of the region, activities undertaken related stakeholders the development of natural tourism in TWAKI. Secondary data obtained from relevant agencies through the search documents and legislation. Analysis of stakeholders was done with the interests of stakeholders and influence matrix associated development of ecotourism in TWAKI. Regulatory policy analysis conducted by identifying legislation using a content analysis based on the principles of good governance. Formulation development related governance strategies of natural tourism in TWAKI used the SWOT analysis.

The results of the identification of stakeholders obtained that position key player is BBKSDA Jatim, Disbudpar Kab. Banyuwangi and Disparporahub Kab. Bondowoso. Stakeholders who are in a quadrant of the subject are PT Candi Ngrimbi and PT Parama Sura faithful. The stakeholders included in the quadrant crowd is Hijau Madani NGO, PVMBG, Transwisata Ijen, PHRI, HPI, ASITA, PTPN XIV XII, Perhutani and local community. Stakeholders that are in quadrants context setter is Bappeda Bondowoso and Banyuwangi. Relationships between stakeholders identified the existence of communication, cooperation, and coordination.

The policy of the development of natural tourism in TWAKI have satisfied the principles of good governance in its implementation. The results of the analysis showed that the policy of the development of natural tourism have eight principles (of the nine principles required). However, it is not supported by the ability to run it, because the fulfilment of the principles of good governance to the


(6)

responses from stakeholders or main subject in carrying out the policy.

The governance strategy of the SWOT analysis is to implement aggressive strategies i.e. using powers to take advantage of the opportunities that exist. Implementation of the strategy include improving communication, coordination, and collaboration among stakeholders; strengthen the management capacity, improving the ecology and economic benefits in accordance with the principles of natural tourism as well as the establishment of a collaborative forum in the development of natural tourism in TWAKI i.e. Kawah Ijen Tourism Governance Forum (FTKP Kawah Ijen).

The idea of the establishment of the FTKP Kawah Ijen needs to get attention, support and commitment from Government and other stakeholders towards the development of natural tourism and conservation of biodiversity in CA/TWAKI. Policies and legal aspects that support the efforts of developing natural tourism and the establishment of governance structures in TWAKI have to be formulated.

Keywords : collaboration, governance, natural tourism, policy, stakeholders, strategy


(7)

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(8)

HANDINI WIDIYANTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

DI TAMAN WISATA ALAM KAWAH IJEN PROVINSI JAWA

TIMUR


(9)

(10)

Alam

Nama : Handi

NIM : P052130241

Tanggal Ujian : 19 Fe

am Kawah Ijen Provinsi Jawa Timur ndini Widiyanti

052130241

Disetujui oleh Komisi Pembimbing


(11)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah ekowisata, dengan judul Strategi Tata Kelola Pengembangan Ekowisata di Taman Wisata Kawah Ijen Provinsi Jawa Timur.

Penghargaan dan ucapan rasa terimakasih penulis sampaikan dengan tulus kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F.Trop selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Nyoto Santoso, M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membimbing, memberikan arahan dan masukan selama penyusunan tesis ini.

2. Pihak Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah III Jember Jawa Timur, Seksi Konservasi Wilayah V Banyuwangi Jawa Timur, dan Resort Konservasi Wilayah 18 Kawah Ijen Jawa Timur yang telah memberikan ijin penelitian dan banyak membantu serta memfasilitasi penulis selama penelitian.

3. Pihak Disbudpar dan Bappeda Kab. Banyuwangi dan Kab. Bondowoso yang telah banyak membantu dan memfasilitasi penulis selama penelitian.

4. Bapak Dr. Ir. Nandi Kosmaryandi, M.Sc.F.Trop selaku selaku penguji luar komisi yang telah memberikan arahan dan masukan pada ujian tesis.

5. Ayahanda H. Mochamad Dasuki (alm), Ibunda Hj. Wastuniawati, S.Pd, Kakak Dewi Handayani, S.Kep.Ns dan Iin Indriyati, S.Pt.,S.Pd., Adik Arif Fadhilah, Amd. atas segala doa dan kasih sayangnya yang selalu memberikan semangat selama menempuh pendidikan.

6. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB Angkatan Tahun 2013 yang ikut memberikan dukungan moril selama penyusunan tesis ini.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan selama penelitian sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, namun demikian semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Februari 2016


(12)

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Definisi dan Prinsip Ekowisata 4

Tata Kelola Pariwisata 7

3 METODE PENELITIAN 9

Lokasi dan Waktu Penelitian 9

Alat dan Bahan 9

Jenis dan Sumber Data 9

Metode Pengumpulan Data 10

Analisis Data 11

4 GAMBARAN UMUM 16

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 16

Aksesibilitas 17

Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata TWAKI 17

Potensi Biologi 20

Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Kawasan TWAKI 20

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 20

IdentifikasiStakeholders 20

PemetaanStakeholders 27

HubunganStakeholders 33

Analisis Isi 39

Analisis Asumsi 54

Kondisi eksisting TWAKI berdasarkan prinsipgood governance 55 Kondisi efektivitas pengelolaan dan bentuk ancaman terhadap kawasan

konservasi di TWAKI saat ini 59

Analisis SWOT 65

Implikasi lembaga pengelola terhadap tata kelola kawasan TWAKI 73

6 KESIMPULAN DAN SARAN 75

Kesimpulan 75

Saran 76

DAFTAR PUSTAKA 76

LAMPIRAN 80


(13)

1 Jenis dan sumber data 10 2 Ukuran kuantitatif terhadap kepentingan dan pengaruhstakeholders 12

3 Matrik evaluasi faktor internal (EFI) 15

4 Matrik evaluasi faktor eksternal (EFE) 15

5 Model analisis SWOT 15

6 Aksesibilitas menuju TWA Kawah Ijen 17

7 Keadaan penduduk sekitar kawasan TWA Kawah Ijen 20

8 Identifikasistakeholdersberdasarkan perannya 21

9 Responsibilities, rights,danrevenuesdaristakeholdersdi TWAKI 22 10 Tingkat kepentinganstakeholdersterhadap TWAKI 24

11 Tingkat pengaruhstakeholdersterhadap TWAKI 25

12 Hubunganstakeholdersdi TWAKI 38

13 Matriks hasil analisis asumsi yang digunakan dalam implementasi kebijakan

pengembangan ekowisata 54

14 Kondisi eksisting TWAKI berdasarkan prinsipgood governance 55 15 Identifikasi ancaman kawasan konservasi di TWAKI 60

16 Resume hasil penilaian METT kawasan TWAKI 62

17 Faktor-faktor internal 65

18 Faktor-faktor eksternal 66

19 SWOT pengembangan ekowisata di TWAKI 67

20 Analisismatriks spacepengembangan ekowisata di TWAKI 68

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir kerangka proses, rumusan masalah, dan pencapaian tujuan penelitian 3

2 Matriks kepentingan-pengaruh 12

3 Kuadran SWOT 16

4 Pemetaanstakeholdersdi TWAKI 27

5 Rekomendasi pengelolaan baru 31

6 Matriksgrand strategy 69

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kriteria penilaian tingkat pengaruhstakeholders 81 2 Kriteria penilaian tingkat kepentinganstakeholders 82 3 Analisis peraturan perundangan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola 83


(14)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu obyek wisata di Jawa Timur yang potensial dan mempunyai keunikan yang belum termanfaatkan secara optimal adalah Taman Wisata Alam Kawah Ijen (TWAKI). TWAKI merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang memiliki kawah yang bersifat asam (pH ± 0.5), air kawah berwarna hijau toska atau apabila terkena sinar matahari akan berwarna kuning keemasan, dan ketika malam hari akan terlihat adanya api biru (blue fire) di sekitar dapur solfatara, hal tersebut hanya ada dua di dunia yaitu di Kawah Ijen dan Alaska. Terdapat juga aktivitas penambangan tradisional yang mengambil belerang dari bibir kawah dengan kondisi medan yang cukup curam dan mengangkutnya secara manual ke tempat penimbangan akhir di kawasan Paltuding sejauh ±4 km dengan beban yang dapat diangkut seberat 70-100 kg. Kawah yang memiliki kaldera terbesar di dunia ini berada di puncak Gunung Ijen dengan tinggi 2799 mdpl dengan kedalaman danau 200 meter dan luas kawah mencapai 5466 ha. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.1017/Kpts-II/Um/12/1981 menunjuk sebagian dari kawasan Kawah Ijen seluas 92 ha menjadi Taman Wisata Alam dan seluas 2468 ha sebagai Cagar Alam (BBKSDA Jatim 2012).

Kawah Ijen sangat potensial dikembangkan sebagai ekowisata dengan didukung oleh potensi yang dimiliki antara lain keindahan kawah dan pemandangan alamnya, temperatur udara, penambangan belerang sebagai atraksi wisata, akses yang mudah dicapai, berdekatan dengan objek wisata lain di sekitarnya, lingkungan yang kondusif, tersedianya sarana dan prasarana pendukung lainnya. Namun saat ini, pengelolaannya masih belum optimal, sehingga perlu adanya pembenahan dalam tata kelolanya karena TWAKI sangat berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai ekowisata agar lingkungan kawasan konservasi tidak rusak.

Berbagai perencanaan dan program pembangunan akan terlaksana secara baik apabila terdapat tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Prinsip tata kelola pemerintahan dengan baik seperti adanya transparansi, keterbukaan, responsif, akuntabilitas, keadilan, efektivitas, efisiensi dan partisipasi. Adanya tata kelola pemerintahan yang baik akan memudahkan proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik. Sementara itu, adanya birokrasi yang memadai akan memungkinkan terlaksananya program-program pembangunan dan pelayanan publik yang lebih baik. Upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, merupakan tantangan yang menjadi salah satu tugas pemerintah. Perwujudannya berarti adanya tatanan yang akan menunjang upaya untuk mewujudkan pengelolaan lebih baik di masa mendatang (Bappeda Kab. Banyuwangi 2010).

Tata kelola yang baik dapat membantu meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan ekowisata secara bersama dan sinergis oleh para pihak atas dasar kesepahaman dan kesepakatan bersama sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kolaborasi antara semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengembangan pariwisata yaitu melalui hubungan komunikasi, kerja sama, dan koordinasi antara pemerintah, organisasi publik, swasta atau


(15)

pelaku usaha, media, LSM, dan masyarakat melalui asosiasi yang lebih representatif, dan wisatawan (Lanquar dan Rivera, 2010 dalam Fernández et al.2013). Barbini et al. (2011) dalam Fernández et al. 2013 berpendapat bahwa konsep tata kelola perlu diterapkan pada sektor pariwisata, karena memungkinkan analisis peran partisipasi masyarakat lokal dalam kebijakan yang berkaitan dengan sektor ini.

Menurut Murdyastuti et al. (2013), konsep pengembangan ekowisata dalam pengelolaannya dibutuhkan kejelasan stakeholders dan kepentingan-kepentingannya terkait dengan pemanfaatan sumber daya pariwisata. Keterlibatan stakeholders tersebut perlu juga diperjelas bentuk interaksinya sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan saling bersinergi dalam sebuah sistem kepariwisataan. Melalui proses inilah kemudian perlu dibuat strategi kebijakan publik yang efektif dalam pengembangan ekowisata. Oleh karena itu, tata kelola yang baik penting untuk memastikan pengelolaan dapat tercapai secara adil, transparan, dan partisipatif dengan tetap menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan yang berkelanjutan. Tata kelola yang baik harus didorong secara menyeluruh, dari hulu hingga hilir yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.

Perumusan Masalah

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan nomor 2 tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam, CA dan TWA Kawah Ijen dikelola oleh Balai Besar KSDA Jawa Timur, dengan unit pelaksana teknis di bawahnya yaitu Bidang KSDA Wilayah III Jawa Timur, Seksi Konservasi Wilayah V Banyuwangi Jawa Timur, dan Resort Konservasi Wilayah 18 Kawah Ijen. Namun secara administratif, TWAKI terletak di dua kabupaten, yakni Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso. Hal ini menyebabkan kebijakan dan penyedia produk dan jasa wisata masing-masing stakeholders dalam pengelolaan TWAKI berbeda-beda. Permasalahan tata kelola ekowisata di TWAKI juga disebabkan adanya dominannya kepentingan politik. Konflik di level kabupaten bisa terjadi antara Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso terkait dengan tata batas wilayah dan persaingan citra pariwisata Kawah Ijen menjadi destinasi wisata unggulan masing-masing daerah.

Belum adanya prioritas nyata bagi penguatan kapasitas pengelola kawasan di tingkat tapak/lapangan menjadi penyebab rendahnya informasi mengenai kekayaan sumberdaya sebagai dasar penyusunan perencanaan maupun pengambilan keputusan. Permasalahan kapasitas pada tingkat individu mencakup kompetensi (kemampuan, kualifikasi, dan pengetahuan), sikap dan perilaku (attitude), dan integritas (etos kerja dan motivasi) dari setiapstakeholderssebagai ujung tombak pengelolaan wisata di TWAKI. Pengelolaan wisata di TWAKI saat ini seolah-olah hanya menjadi tanggung jawab salah satu pihak sehingga terkesan kurang berkembang. Implementasi peranan dari masing-masing stakeholders belum terlihat nyata di lapangan. Sinergi peranan dari semua stakeholders dan dukungan kebijakan serta peraturan perundang-undangan sangat diperlukan dalam pengembangannya. Faktor-faktor untuk mendukung keberhasilan pengembangan ekowisata di TWAKI antara lain sangat ditentukan oleh potensi sumberdaya alam, jumlah dan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang memadai, sarana dan


(16)

prasarana serta dana yang memadai, dukungan pemerintah dan para pihak melalui mekanisme kerja sama. Namun, pengembangan ekowisata di TWAKI tidak cukup hanya memetakan potensi dan menawarkan obyek daya tarik wisata yang ada, namun perlu peranan dan kerja sama antar stakeholders. Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan ke dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Siapa saja stakeholders yang terlibat dan seberapa besar kepentingan dan pengaruh masing-masing pihak tersebut dalam tata kelola ekowisata di TWAKI serta hubungan antarstakeholders?

2. Komponen apa saja pada peraturan perundang-undangan yang merujuk pada prinsip tata kelola dan bagaimana setiap stakeholders diatur dalam peraturan tersebut?

3. Bagaimana strategi tata kelola dalam pengembangan ekowisata di TWAKI? Strategi tata kelola dalam pengembangan ekowisata di TWAKI dilihat dari aspek peranan dan pengaruh stakeholders, aspek kebijakan, aspek kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta peluang dan ancaman yang dihadapi oleh pengelola. Aspek peranan dan pengaruh dilakukan dengan analisis stakeholders, sedangkan aspek kebijakan dilakukan dengan analisis isi (content analysis). Tahap selanjutnya adalah analisis matriks SWOT guna menentukan strategi mana yang dianggap paling baik untuk diimplementasikan dalam pengembangan ekowisata di TWAKI. Bagan alir kerangka proses dan rumusan masalah serta pencapaian tujuan penelitian secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagan alir kerangka proses, rumusan masalah, dan pencapaian tujuan penelitian

PERMASALAHAN

• Ekowisata masih kurang berkembang karena kurangnya kerja sama dan koordinasi semua stakeholders

• Fasilitas dan infrastuktur serta anggaran yang kurang memadai

• Tumpang tindih kepentingan antara pengelola dan pemerintah daerah, karena belum satu visi

INSTANSI PEMERINTAH

SWASTA MASYARAKAT, LSM, AKADEMISI, BUMN

STAKEHOLDERSTWA KAWAH IJEN

DAERAH PUSAT

Stakeholders Analysis • Identifikasistakeholders • Tingkat kepentingan dan

pengaruh

• Pemetaanstakeholders • Hubungan antarstakeholders

Strategi Tata Kelola Pengembangan Ekowisata di TWA Kawah Ijen

SWOT Analysis • Identifikasi faktor internal dan

eksternal

• Pembobotan faktor internal dan eksternal

• Formulasi strategi

Content Analysis • Peraturan perundang-undangan • Kebijakan pengelolaan

TWAKI


(17)

Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

1. Mengidentifikasi dan mengelompokkan stakeholders berdasarkan pengaruh dan kepentingannya dalam pengembangan ekowisata di TWAKI serta bentuk hubungannya.

2. Menganalisis peraturan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola dan stakeholdersyang diatur dalam peraturan tersebut.

3. Merumuskan strategi tata kelola pengembangan ekowisata di TWAKI.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberi masukan dan sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan dalam meningkatkan kinerja dan efektivitas pengelolaan TWAKI, khususnya dalam memperkuat kapasitas pengelola. Penelitian ini juga diharapkan memberikan sumbangan pemikiran tentang konsep pengembangan kawasan ekowisata yang berkelanjutan.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Definisi dan Prinsip Ekowisata

Definisi ekowisata pertama kali diperkenalkan oleh organisasi The International Ecotourism Society yaitu suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata dilakukan oleh pencinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh lestari, disamping budaya dan kesejahteraan masyarakat tetap terjaga (Fandeli 2002).

Ekowisata didefinisikan sebagai suatu jenis pariwisata yang kegiatannya semata-mata menikmati aktifitas yang berkaitan dengan lingkungan alam dengan segala bentuk kehidupan dalam kondisi apa adanya dan kecenderungan sebagai ajang atau sarana lingkungan bagi wisatawan dengan melibatkan masyarakat sekitar kawasan proyek ekowisata (Yoeti 2000). Fandeli (2002) menjelaskan ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat. Bentuk ekowisata pada dasarnya merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Ekowisata merupakan suatu bentuk perjalanan yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Ekowisata sangat tepat dan berdaya guna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekowisata di areal yang masih alami serta pelestarian alam dapat ditingkatkan kualitasnya. Fennell (2002), mendefinisikan ekowisata sebagi bentuk wisata berbasiskan sumber daya alam secara berkelanjutan dengan fokus utama pengalaman dan pengetahuan dari alam,


(18)

etika dalam mengelola alam yang berdampak negatif rendah, tidak konsumtif, berorientasi pada kepentingan masyarakat lokal. Memperhatikan kekhasan kawasan alami, berkontribusi terhadap konservasi dan kawasan. Hidayat et al. dalam Siburian (2006) menyebutkan ekowisata adalah suatu konsep pariwisata yang mencerminkan wawasan lingkungan dan mengikuti kaidah-kaidah keseimbangan serta kelestarian, sehingga dapat meningkatkan kualitas hubungan antar manusia, kualitas hidup masyarakat setempat dan menjaga kualitas lingkungan. Pengertian ini mengandung arti bahwa ekowisata selain memberi manfaat bagi masyarakat yang berwisata, juga bermanfaat bagi masyarakat lokal yang juga harus memberi kontribusi langsung bagi kegiatan konservasi lingkungan.

Ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumberdaya pariwisata. Masyarakat ekowisata internasional mengartikannya sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggungjawab dengan cara mengkonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (responsible travel to natural area that conserves the environment and improves the well being of local people) (TIES 2000 dalamDamanik dan Weber 2006). Ekowisata dapat dilihat dari tiga perspektif, yakni: pertama, ekowisata sebagai produk; kedua, ekowisata sebagai pasar; ketiga, ekowisata sebagai pendekatan pengembangan. Sebagai produk, ekowisata merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumberdaya alam. Sebagai pasar, ekowisata merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. Sebagai pendekatan pengembangan, ekowisata merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan. Kegiatan wisata yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khas ekowisata. Pihak yang berperan penting dalam ekowisata bukan hanya wisatawan tetapi juga pelaku wisata lain (tour operator) yang memfasilitasi wisatawan untuk menunjukkan tanggung jawab tersebut (Damanik dan Weber 2006).

Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan yang membedakan dengan bentuk wisata lain. Prakteknya terlihat dalam bentuk kegiatan wisata yang; a) secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya; b) melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan wisata serta memberikan sumbangan positif terhadap kesejahteraan mereka; dan c) dilakukan dalam bentuk wisata independen atau organisasi dalam bentuk kelompok kecil (UNEP 2000; Heher 2003 dalam Damanik dan Weber 2006). Istilah ekowisata yang telah dikenal luas di Indonesia dipahami sebagai suatu konsep pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata berbasis pada (a) pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan dan pelestarian; (b) berintikan partisipasi aktif masyarakat; (c) penyajian produk bermuatan pendidikan, pembelajaran dan rekreasi; (d) berdampak negatif minimal; (e) memberikan sumbangan positif terhadap pembangunan ekonomi daerah, yang diberlakukan bagi kawasan lindung, kawasan terbuka, kawasan alam binaan, serta kawasan budaya (Sekartjakrarini 2009).

Kegiatan utama ekowisata tertumpu pada usaha-usaha pelestarian sumber daya alam dan budaya sebagai obyek wisata yang dapat dijadikan sumber ekonomi yang berkelanjutan, dikelola secara adil dan bijaksana bagi bangsa dan


(19)

negara. Ekowisata seharusnya menjadi filosofi dasar bagi pengembangan kepariwisataan yang berkelanjutan (Soedarto 1999). Memperhatikan ciri-ciri ekowisata sebagaimana dari berbagai forum diskusi dan kajian di Indonesia serta pemahaman pariwisata berkelanjutan yang digariskan oleh WTO, ekowisata Indonesia dipahami sebagai suatu konsep pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata berbasis lingkungan alam dan budaya masyarakat setempat dengan azas pemanfaatan dan penyelenggaraan yang diarahkan pada:

1. Perlindungan sumber-sumber alam dan budaya untuk mempertahankan kelangsungan ekologi lingkungan dan kelestarian budaya masyarakat setempat.

2. Pengelolaan penyelenggaraan kegiatan dengan dampak negatif sekecil mungkin.

3. Keikutsertaan dan pemberdayaan masyarakat setempat sebagai bagian dari upaya menyadarkan, memampukan, memartabatkan dan memandirikan rakyat menuju peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup, dengan bertumpu pada kegiatan usaha masayarakat itu sendiri, dan peningkatan keahlian profesi.

4. Pengembangan dan penyajian daya tarik wisata dalam bentuk program-program penafsiran lingkungan alam dan budaya setempat dengan muatan pembelajaran dan rekreasi (Sekartjakrarini 2009).

Prinsip ekowisata menurut TIES (2000) dalam Damanik dan Weber (2006), yakni sebagai berikut:

a) Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata.

b) Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun pelaku wisata lainnya.

c) Menawarkan pengalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerja sama dalam pemeliharaan atau konservasi obyek daya tarik wisata.

d) Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra dari wisatawan.

e) Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal. f) Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan, dan politik di

daerah tujuan wisata.

g) Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi wisata sebagai wujud hak azasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam pelaksanaan transaksi-transaksi wisata.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 bahwa prinsip pengembangan ekowisata meliputi: (1) kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata; (2) konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan, dan memanfaatkan secara lestari sumberdaya alam yang digunakan untuk ekowisata; (3) ekonomis, yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya serta memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan; (4) edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan untuk mengubah persepsi seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab,


(20)

dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya; (5) memberikan kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung; (6) partisipasi masyarakat, yaitu peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata dengan menghormati nilai-nilai sosial-budaya dan keagamaan masyarakat di sekitar kawasan; dan (7) menampung kearifan lokal.

Tata kelola pariwisata

Menurut definisi United Nations Development Programe (UNDP), good governance merupakan suatu kesepakatan yang diciptakan oleh pemerintah, masyarakat dan sektor swasta. Governance (pemerintahan) ialah semua hal yang berkaitan dengan kekuatan, hubungan, dan tanggung jawab (Scanlon dan Guilmin 2004). Menurut Muntasib et al. (2009), tata kelola pariwisata merupakan bagian dari governance di sektor pariwisata untuk tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Definisi tata kelola pariwisata ialah mekanisme pengelolaan kolaboratif pariwisata yang melibatkan sektor pemerintah dan non pemerintah dalam suatu usaha kolektif.

Tata kelola tersebut dapat diuraikan, antara lain:

1. Banyak aktor/pelaku yang terlibat dan tidak ada pelaku yang sangat dominan untuk menentukan gerak aktor/pelaku lainnya.

2. Arah gerak pariwisata alam ditentukan bersama.

3. Tata kelola pariwisata alam diakui bahwa di dalam masyarakat terdapat banyak pusat pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yang berbeda-beda. Hal ini juga untuk merespon atas dinamika multilinier perkembangan pariwisata pada sekarang ini.

4. Sektor pariwisata terdapat kompleksitas relasi antar pihak dan keragaman pelaku atas sumberdaya alam dan budaya untuk wisata.

5. Sisi permintaan juga berkembang keragaman permintaan sehingga perlu disiapkan perencanaan yang memahami trend dunia, sekaligus mampu membuat inovasi sebagai sesuatu yang unik dan khas Indonesia.

Definisi lainnya yang dikemukakan oleh Muntasibet al. (2009), tata kelola pariwisata merupakan suatu bentuk hubungan antara pelaku pariwisata dan pengelola kawasan pariwisata, konsumen pariwisata, pemerintah dan pihak-pihak lain yang mempunyai hubungan dengan pariwisata. UNDP (1997)dalam Widodo (2001) menjelaskan secara lebih lanjut mengenai unsur-unsur dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu the state merupakan pemerintahan itu sendiri, the private sector merupakan pasar dan sektor swasta serta civil society organization merupakan organisasi masyarakat yang mewakili masyarakat dalam keterlibatannya dengan suatu sistem kepemerintahan. Lembaga Administrasi Negara (LAN) (2000) dalam Widodo (2001) mendefinisikan good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan yang solid dan bertanggung jawab, efektif dan efisien, dengan menjaga kesinergisan di antara unsur-unsur pemerintahan, yaituthe state, the private sectordancivil society organization.

Tata kelola yang baik menurut United Nations Development Programme (UNDP)dalamEagleset al. (2013) antara lain: 1)participation, keterlibatan aktif para pihak dalam pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung; 2) rule of Law, kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa


(21)

pandang bulu (penegakkan supremasi hukum); 3) transparency, keterbukaan dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi, 4) responsiveness, pemerintahan yang cepat tanggap terhadap kebutuhan masyarakat; 5) consensus orientation, berorientasi kepada kepentingan masyarakat; 6) equity, penyelenggaraan pemerintahan yang mampu memberikan kesejahteraan dan keadilan bagi setiap warga; 7) efficiency and effectiveness, pemanfaatan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna; 8) accountability, pertanggungjawaban setiap penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat; dan 9) strategic vision, penyelenggaraan pemerintahan dan pengembangan masyarakat harus memiliki visi jauh ke depan.

Menurut Indrawan et al. (2007), prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik antara lain:

1. Partisipasi

Azas partisipasi merupakan dasar yang penting bagi pola manajemen sumber daya alam secara efektif dan untuk mewujudkan azas partisipasi perlu dikembangkan mekanisme hukum dan ekonomis, berupa insentif dan disinsentif yang dapat mendorong agar hak-hak dan kepemilikan (masyarakat) setempat dihargai sewajarnya.

2. Kepastian hukum

Hukum positif perlu lebih mengakomodir hak-hak ulayat. Hak-hak tersebut perlu dihormati ,dilindungi, dan digunakan sebagai dasar pembangunan SDM, pengelolaan SDA dan pengaturan tata ruang.

3. Transparansi

Informasi-informasi yang berkaitan dengan kebijakan publik, perlu dikelola agar mudah diakses masyarakat. Salah satu mekanisme yang efektif adalah dengan membangun konsultasi publik dan dialog pihak-pihak terkait secara terus menerus.

4. Bersifat tanggap (responsive)

Pola manajemen sumber daya alam perlu bersifat adaptif. 5. Kesepakatan bersama

Pembagian tugas dan wewenang yang jelas diperlukan bagi berlangsungnya pemerintahan yang efektif. Konflik kewenangan antar tingkat perlu diselesaikan dengan berbagai mekanisme musyawarah.

6. Kesetaraan

Kesetaraan gender, sistem kepemilikan, akses dan pemanfaatan sumber daya alam perlu diperbaiki.

7. Efektif dan efisien

Produksi sumber daya alam perlu diefisienkan agar dapat berkelanjutan. Mekanisme pemantauan dan pengendalian yang efektif perlu dikembangkan serta diaplikasikan.

8. Bertanggung gugat

Semua pihak harus bertanggung gugat, naik pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Bagi pihak swasta maka tanggung gugat perlu mencakup aspek-aspek sosial maupun ekologi.

9. Visi strategis

Perpektif luas dan jauh ke depan

Menurut Dewi (2011), sebuah tata kelola yang baik diperlukan untuk membangun dan menata struktur dan proses pengelolaan destinasi dan pemasaran


(22)

pariwisata yang bertanggungjawah yang bisa membuka, memfasilitasi, dan menyediakan peluang dan forum dialog yang bersifat konstruktif, berbagi informasi, berkomunikasi dan pengambilan keputusan secara bersama-sama untuk berbagai masalah. Tata kelola berarti pendirian dan pemeliharaan sebuah struktur dan proses kolaboratif untuk mengelola pemasaran pariwisata suatu destinasi secara lintas pemangku kepentingan, yaitu meliputi pemerintah, bisnis/industri, dan komunitas. Selain itu, keterlibatan para pemangku kepentingan yang memegang peranan kunci dalam pengambilan keputusan perlu dibarengi dengan peningkatan kapasitas masing-masing untuk mendukung sistem pemasaran pariwisata yang bertanggungjawab. Oleh karena itu, pemasaran pariwisata yang bertanggungjawab membutuhkan penciptaan kondisi dan situasi yang kondusif untuk tata kelola kolaboratif yang baik, yang meliputi:

a. Visi dan kepemimpinan

b. Gambaran tugas dan tanggungjawab yang jelas

c. Struktur operasional dan proses yang jelas untuk mendukung pengambilan keputusan dan debat-debat yang positif atau bersifat konstruktif

d. Komunitas yang aktif dan dengan tingkat keterlibatan yang tinggi e. Pengembangan dan berbagi informasi dan pengetahuan

f. Pengambilan keputusan secara transparan dan akuntabel

Petheran et al. (2004) mengemukakan bahwa kolaborasi adalah suatu proses yang melibatkan orang-orang yang secara konstruktif mengeksplorasi perbedaan dan tujuan mereka kemudian mencari dan mengembangkan rencana mereka untuk merubah manajemen yang baik untuk semua pihak.

3 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Taman Wisata Alam Kawah Ijen, Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso Provinsi Jawa Timur. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2015.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, panduan wawancara, alat perekam, dan kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan (panduan wawancara) dan peraturan perundang-undangan serta dokumen yang terkait.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan


(23)

langsung di lapangan (observasi) dan hasil wawancara mendalam (indepth interview) dengan stakeholders. Data sekunder diperoleh dari dokumen yang dipublikasikan oleh pihak-pihak terkait baik berupa buku, laporan hasil kegiatan/penelitian, dan laporan lainnya mengenai peraturan perundang-undangan, rencana pengelolaan yang dimiliki oleh setiapstakeholders, berita atau isu yang dikeluarkan oleh surat kabar yang terkait dengan tata kelola dan pengembangan ekowisata di TWAKI disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan sumber data

Variabel Sumber Data Teknik

Pengumpulan Data

Teknik Analisis Data

1. Kepentingan dan pengaruh

stakeholders

2. Hubungan antar

stakeholders

Bidang KSDA wilayah III Jatim, Seksi Konservasi Wilayah (SKW) V Banyuwangi, Disbudpar, Bappeda, LSM, tokoh masyarakat, pengusaha wisata Observasi dan indepth interview Analisis stakeholders (analisis kepentingan dan pengaruh) 1. Peraturan Perundang-undangan 2. Kebijakan pariwisata

BKSDA wilayah III

Jatim, SKW V

Banyuwangi, Disbudpar, Bappeda Observasi dan studi pustaka Content analysis

Kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengembangan ekowisata di TWAKI

BKSDA wilayah III

Jatim, SKW V

Banyuwangi

Observasi dan

indepth interview

SWOT

Metode Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metodenon experimentalyaitu deskriptif eksploratif, wawancara mendalam, pengamatan lapangan (observasi), dan studi pustaka guna mengumpulkan data yang diperlukan. Metode pengumpulan data yang digunakan antara lain:

Wawancara Informan

Wawancara dilakukan secara sistem terbuka dengan menggunakan panduan wawancara kepada informan kunci (key informan) dari masing-masing stakeholders. Wawancara dengan informan kunci bertujuan mendapatkan informasi khusus mengenai suatu topik (Mikkelsen 2003). Kajian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah para pemangku kepentingan (stakeholders) dan hubungan di antara para pihak yang terlibat dalam pengelolaan TWAKI. Informan kunci pertama dari masing-masing stakeholders yaitu kepala UPT, kepala dinas, direktur, manager, ketua organisasi atau staf yang ditunjuk oleh pimpinan untuk mewakili stakeholders yang bersangkutan dalam memberikan informasi tentang pengelolaan wisata serta organisasi masyarakat. Metode penentuan informan kunci di atas biasanya disebut snowball sampling (Wildemuth 2009). Pengambilan data informan dilakukan dengan metode purposive sampling (Alipour 2011). Metode wawancara mendalam adalah sama seperti metode


(24)

wawancara lainnya, hanya peran pewawancara, tujuan wawancara, peran informan, dan cara melakukan wawancara yang berbeda dengan wawancara pada umumnya (Bungin 2010).

Observasi Lapang

Observasi lapang merupakan pengamatan langsung dan pencatatan secara cermat terhadap kajian yang diteliti. Mencatat hasil observasi dengan memperhatikan waktu pencatatan yaitu pada saat objek pengamatan tersebut diamati (on the spot). Cara pencatatan yaitu apabila pencatatan on the spot tidak mungkin dilakukan maka pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan kata-kata kunci, dan mencatat setelah pengamatan yaitu mencatat hasil pengamatan ketika objek pengamatan tidak dapat direkam kegiatannya (Bungin 2010). Observasi lapang dilakukan untuk mengetahui objek wisata alam secara langsung dan mengetahui implementasi keterangan-keterangan yang didapatkan dari hasil wawancara.

Penelusuran Dokumen

Penelusuran dokumen dilakukan terhadap dokumen tugas pokok dan fungsi instansi pemerintah, aturan kelembagaan milik swasta/kelompok masyarakat, kebijakan pemerintah tentang pengelolaan kawasan KPA dan KSA serta pengelolaan kolaboratif dalam KPA dan KSA baik skala daerah maupun nasional, dan dokumen lain yang diperlukan untuk menunjang penelitian. Penelusuran dokumen dilakukan sebagai langkah awal dalam penelitian dan diperlukan untuk membantu analisis data.

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan cara tabulasi data dan kemudian dianalisis sesuai dengan jenis data dan tujuan penelitian. Analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut:

AnalisisStakeholders

Metode yang digunakan untuk mengetahui intensitas pemangku kepentingan yaitu analisis stakeholders (Fletcher et al. 2003). Analisis stakeholders digunakan untuk menganalisis data mengenai stakeholders. Model analisisstakeholdersyang digunakan adalah model yang diperkenalkan oleh Reed et al. (2009). Tahapan dalam melakukan analisis stakeholders adalah sebagai berikut :

1. Identifikasistakeholders(aktual dan/potensial) dan perannya.

2. Mengelompokkan dan mengkategorikan stakeholders berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya.

3. Menyelidiki hubungan antarastakeholders.

Analisis stakeholders dilakukan dengan dengan penafsiran matriks kepentingan dan pengaruh. Data yang diamati adalah tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholders terhadap pengelolaan ekowisata di TWAKI. Jawaban informan yang diperoleh ditranformasikan menjadi data kuantitatif (scoring) dengan membuat kriteria kepentingan dan kriteria pengaruh stakeholdersterhadap


(25)

pengelolaan ekowisata di TWAKI. Menurut Siregar (2011), penetapan scoring menggunakan pertanyaan untuk mengukur tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholdersyaitu pengukuran data berjenjang lima yang disajikan pada Tabel 2. Nilai skor dari lima pertanyaan dijumlahkan dan nilainya dipetakan ke dalam bentuk matriks kepentingan dan pengaruh.

Tabel 2 Ukuran kuantitatif terhadap kepentingan dan pengaruhstakeholders KepentinganStakeholders

Skor Nilai Kriteria Keterangan

5 20-25 Sangat tinggi Ketergantungan sangat tinggi pada sumberdaya TWAKI

4 16-20 Tinggi Ketergantungan tinggi pada sumberdaya TWAKI 3 11-15 Cukup tinggi Cukup bergantung pada sumberdayaTWAKI 2 6-10 Kurang tinggi Ketergantungan kecil terhadap sumberdaya

TWAKI

1 0-5 Rendah Tidak tergantung pada sumberdaya TWAKI

PengaruhStakeholders

Skor Nilai Kriteria Keterangan

5 20-25 Sangat tinggi Sangat berpengaruh terhadapstakeholderslain 4 16-20 Tinggi Berpengaruh terhadapstakeholderslain 3 11-15 Cukup tinggi Cukup berpengaruh terhadapstakeholderslain 2 6-10 Kurang tinggi Kurang berpengaruh terhadapstakeholderslain 1 0-5 Rendah Tidak berpengaruh terhadapstakeholderslain

Menurut Roslinda et al. (2012), penyusunan matriks kepentingan dan pengaruh dilakukan berdasarkan deskripsi pernyataan informan yang dinyatakan dalam ukuran kuantitatif (skor) dan dikelompokkan menurut kriteria pengaruh dan kepentingan. Nilai skor dari pernyataan dijumlahkan dan nilainya dipetakan dalam bentuk matriksdengan menggunakan stakeholders grid dengan bantuan software Minitab 15. Posisi kuadran dapat menggambarkan ilustrasi posisi dan peranan yang dimainkan oleh masing-masing stakeholders terkait dengan pengembangan ekowisata di TWAKI yaitu: (1) Subject (kepentingan tinggi tetapi pengaruh rendah); (2) Key Player (kepentingan dan pengaruh tinggi); (3) Context setter (kepentingan rendah tetapi pengaruh tinggi) dan (4) Crowd (kepentingan dan pengaruh rendah).

Gambar 2 Matriks kepentingan-pengaruh (Reedet al.2009)

SUBJECT

CROWD CONTEXT SETTER KEY PLAYER K

e p e n t i n g a n


(26)

Analisis Isi (Content Analysis)

Metode analisis isi pada dasarnya merupakan suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih (Budd 1967 dalam Bungin 2006). Unit analisis merupakan langkah awal yang penting dalam analisis isi. Unit analisis didefinisikan oleh Krippendorff (2007) dalam Eriyanto (2011) sebagai sesuatu yang diobservasi, dicatat, dan dianggap sebagai data, memisahkan menurut batas-batasnya dan mengidentifikasi untuk analisis berikutnya. Menentukan unit analisis sangat penting, karena unit analisis dapat menentukan aspek dari teks yang dilihat dan menghasilkan berupa temuan yang didapat. Penentuan unit analisis yang tepat dapat menghasilkan data yang valid dan menjawab tujuan penelitian.

Analisis isi digunakan untuk menganalisis kebijakan dan aturan-aturan yang berkaitan dengan pengembangan ekowisata di TWAKI yang dianalisis merujuk pada prinsip-prinsip tata kelola menurut UNDP antara lain participation, rule of law, transparency, responsiveness, consensus orientation, equity, efficiency and effectiveness, accountability, dan strategic vision. Analisis dititik beratkan pada peraturan tentang kepariwisataan serta peraturan-peraturan turunannya, kebijakan Pemda Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso yang berkaitan dengan kepariwisataan daerah serta kebijakan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso. Analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengembangan ekowisata dilakukan dengan metode deskriptif.

Penelitian ini juga menganalisis kesenjangan kebijakan dengan menggunakan analisis asumsi. Tujuan analisis asumsi dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi peran pelaku kebijakan dalam pengembangan ekowisata dari aspek legal formal dan mengidentifikasi realisasi atau implementasi peran tersebut di lokasi studi. Berdasarkan kedua literatur di atas, tahapan asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Identifikasi pelaku kebijakan yang terkait dengan kegiatan pengembangan ekowisata.

2. Asumsi penting diidentifikasi dari peraturan perundang-undangan yang mengatur pembagian peran para pelaku dalam kegiatan pengembangan ekowisata.

3. Asumsi yang dipertentangkan adalah asumsi yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan yang sifatnya umum dengan asumsi pelaksanaan peraturan perundang-undangan di lokasi studi. Sumber data yang digunakan untuk asumsi yang tertulis adalah dokumen peraturan perundang-undangan yang dapat diacu oleh semua lokasi. Sedangkan sumber data untuk asumsi pelaksanaan kebijakan pengembangan ekowisata berasal dari dokumen peraturan perundang-undangan tertulis yang dikeluarkan oleh pemerintah dan hasil pengumpulan data primer (observasi) .

4. Kedua asumsi dikelompokkan dan dianalisis sejauh mana kesenjangan (gap) antara keduanya.

5. Sintesis masalah

Dunn (2003) menjelaskan tahapan analisis asumsi dalam lima tahapan prosedur, terdiri atas:


(27)

Tahap pertama pelaku kebijakan diidentifikasi, diurutkan, dan diprioritaskan. Identifikasi, pengurutan, dan penyusunan prioritas pelaku kebijakan didasarkan pada penilaian tentang seberapa jauh masing-masing mempengaruhi dan dipengaruhi oleh proses kebijakan. Prosedur ini menghasilkan identifikasi para pelaku kebijakan yang biasanya dikeluarkan dalam analisis masalah kebijakan. 2. Memunculkan asumsi.

Tahap kedua para analis bekerja mundur dari solusi masalah yang direkomendasikan ke seleksi data yang mendukung rekomendasi dan yang mendasari asumsi-asumsi, sehingga dengan data yang ada, seseorang dapat menarik kesimpulan deduktif terhadap rekomendasi sebagai konsekuensi dari data yang ada. Masing-masing solusi yang direkomendasikan oleh para pelaku kebijakan harus mengandung sebuah daftar asumsi yang secara eksplisit dan implisit mendasari rekomendasi.

3. Mempertentangkan asumsi.

Tahap ketiga para analis membandingkan dan mengevaluasi serangkaian rekomendasi dan asumsi-asumsi yang mendasarinya. Hal ini dikerjakan dengan membandingkan asumsi-asumsi yang ada dengan asumsi-asumsi tandingan yang berlawanan. Jika asumsi tandingan tidak masuk akal, maka tidak perlu pertimbangan lebih lanjut, jika asumsi tandingan masuk akal, asumsi tersebut diuji untuk menentukan kemungkinan untuk dipakai sebagai landasan bagi konseptualisasi baru terhadap masalah dan solusinya secara menyeluruh.

4. Mengelompokkan asumsi.

Ketika tahap mengumpulkan asumsi telah selesai, sejumlah usulan solusi yang berbeda-beda yang dihasilkan dalam fase sebelutnnya dikelompokkan. Di sini asumsi-asumsi dinegosiasikan dengan memprioritaskan asumsi-asumsi dari segi kepastian dan kepentingannya bagi para pelaku kebijakan yang berbeda. Hanya asumsi-asumsi yang paling penting dan tidak pasti yang dikelompokkan. Tujuan yang paling akhir adalah untuk menciptakan dasar asumsi yang diterima oleh sebanyak mungkin pelaku kebijakan.

5. Sintesis asumsi.

Fase terakhir adalah penciptaan solusi gabungan atau sintesis terhadap masalah. Suatu satuan gabungan asumsi yang diterima dapat menjadi basis untuk menciptakan konseptualisasi baru dari masalah. Ketika isu-isu seputar konseptualisasi masalah dan potensi pemecahannya telah mencapai titik ini, aktivitas-aktivitas dari para pembuat kebijakan dapat menjadi kooperatif dan secara kumulatif produktif.

Analisis SWOT

Strategi tata kelola pengembangan ekowisata di TWAKI dirumuskan menggunakan analisis SWOT. Tahap awal adalah menentukan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) dari unit analisis yaitu pengelola kawasan (BBKSDA), selanjutnya dilakukan perhitungan bobot faktor internal dan eksternal guna mengetahui letak kuadran strategis pengembangan yang dianggap mendesak untuk dilakukan. Perhitungan bobot faktor tersebut dilakukan dengan membuat tabulasi score IFE–EFE. Hasil skor dari matriks IFE dan EFE ini setelah dilakukan tahap pembandingan, maka akan memberikan gambaran keberadaan institusi dan terbentuk beberapa kemungkinan


(28)

alternatif strategi yang dapat diimplementasikan dalam mengembangkan ekowisata di TWAKI (Marimin 2005; Orr 2013; Sayyedet al.2013).

Menurut Rangkuti (2014), penyusunan matriks IFE-EFE dimulai dengan menentukan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal(peluang dan ancaman). Faktor-faktor tersebut diberi bobot dengan skala 0.0-1.0 (tidak penting sampai paling penting). Masing-masing bobot total faktor internal dan faktor eksternal bernilai 1. Kolom 3 diberikan rating untuk semua faktor dengan skala 1-4 berdasarkan pengaruhnya tersebut. Variabel kekuatan dan peluang bersifat positif sehingga nilai 1 berarti kekuatan atau peluang yang dimiliki rendah dan nilai 4 berarti kekuatan atau peluang tinggi. Skala variabel kelemahan dan ancaman bersifat negatif sehingga diberikan nilai sebaliknya. Hasil identifikasi disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3 Matrik evaluasi faktor internal (IFE)

No KEKUATAN (S) BOBOT RATING SKOR (Bobot x Rating)

1

2 Dst

No KELEMAHAN (W) BOBOT RATING SKOR (Bobot x Rating)

1

2 Dst

Total bobot kekuatan dan kelemahan = 1

Selisih total skor kekuatan–total kelemahan = S–W = y

Tabel 4 Matrik evaluasi faktor eksternal (EFE)

No PELUANG (O) BOBOT RATING SKOR (Bobot x Rating)

1

2 Dst

No ANCAMAN (T) BOBOT RATING SKOR (Bobot x Rating)

1

2 Dst

Total bobot ancaman dan peluang = 1

Selisih total skor peluang–total ancaman = O–T = y

Tahap formulasi strategi merupakan langkah untuk menentukan alternatif-alternatif strategi yang mungkin dapat diambil dalam pengembangan ekowisata TWAKI, dituangkan ke dalam matrik SWOT. Adapun matriks SWOT disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Model analisis SWOT IFAS

EFAS

STRENGHTS (S)

Menentukan faktor-faktor kekuatan internal

WEAKNESSES (W)

Menentukan faktor-faktor kelemahan internal

OPPORTUNIES (O)

Menentukan faktor-faktor peluang eksternal

Strategi S-O

(Strategi menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang)

Strategi W-O

(Strategi meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang)

TREATHS (T)

Menentukan faktor-faktor ancaman eksternal

Strategi S-T

(Strategi menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman)

Strategi W-T

(Strategi meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman)

Mencari posisi organisasi yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada kuadran SWOT (Gambar 3).


(29)

Gambar 3 Kuadran SWOT Keterangan :

Kuadran I (positif, positif)

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah progresif, artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal.

Kuadran II (positif, negatif)

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah diversifikasi strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karenanya, organisasi disarankan untuk segera memperbanyak ragam strategi taktisnya.

Kuadran III (negatif, positif)

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun sangat berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah ubah strategi, artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya, sebab strategi yang lama dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.

Kuadran IV (negatif, negatif)

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah strategi bertahan, artinya kondisi internal organisasi berada pada pilihan dilematis. Oleh karenanya organisasi disarankan untuk menggunakan strategi bertahan, mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin menurun. Strategi ini dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri.

4 GAMBARAN UMUM TWA KAWAH IJEN

Menurut BBKSDA Jatim (2012), kawasan hutan pegunungan Ijen status penunjukkannya ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.46 tanggal 9 Oktober 1920 Stbl no.736 dengan luas 2560 ha sebagai cagar alam, kemudian pada tanggal 10 Desember 1981 melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No.1017/Kpts-II/Um/12/1981 menunjuk sebagian dari kawasan Cagar Alam Kawah Ijen seluas 92 ha menjadi Taman Wisata Alam Kawah Ijen (TWAKI) dan seluas 2468 ha sebagai Cagar Alam (CA) Kawah Ijen. Keputusan Dirjen PHPA No: 51/Kpts/DJ-VI/1987 tanggal 12 Desember 1987 tentang Penunjukan mintakat pada Taman Nasional Baluran yang antara lain


(30)

menunjuk luas kawasan ijen 2560 ha terdiri atas mintakat inti 2468 ha dan mintakat pemanfaatan 92 ha. Secara geografi terletak antara 08’ 03” 71° LS -08’ 05” 93° LS dan 114’ 12” 69°-114’ 14” 70° BT. Sebelah utara dibatasi oleh CA Kawah Ijen dan sebelah Barat dibatasi oleh lintas jalan Banyuwangi dan Bondowoso serta CA Kawah Ijen. Aliran sungai Banyulinu merupakan batas sebelah selatan, sedangkan sebelah timur dibatasi lereng Gunung Merapi. Batas antara CA Kawah Ijen dan TWAKI tidak terdapat batas pal.

Berdasarkan Peta Tanah Tinjau I Provinsi Jawa Timur, Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1966 pada kawasan CA/TWAKI terdapat jenis tanah yang merupakan endapan dari bahan-bahan piroblastika, abu scorea dan lava dari letusan Gunung Merapi yang terjadi secara berkali-kali. Topografi Kawasan TWAKI bergelombang berat dengan puncak tertinggi Gunung Ijen (2.386 m dpl). Topografi tersebut yaitu: datar (0-8%), berombak (8-15%), bergelombang (15-25%), berbukit (25-45%), dan bergunung (lebih dari 45%). Kawasan ini terdiri atas bantuan kwartier muda yang membentuk tanah Regosol, sedangkan jenis tifosol terbentuk dari bantuan abu/pasir, tuf-fulkan yang bersifat intermediet sampai dengan pasir.

Ekosistem Kawah Ijen terbentuk sebagai hubungan timbal balik antara aktivitas gunung berapi dan kondisi iklim. Iklim kawasan TWAKI termasuk daerah kering yang dipengaruhi oleh angin musim dengan curah hujan antara 1500 – 3000 mm/tahun dan suhu udara harian antara 20-230C. Aktivitas gunung berapi menyebabkan jenis tanah di kawasan Ijen termasuk ke dalam tanah endapan dari bahan piroblastika, abuscoreadan lava dari letusan gunung berapi. Aksesibilitas

Kawasan TWA Kawah Ijen dapat ditempuh dari 3 Kabupaten yaitu dari Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Bondowoso dengan menggunakan kendaraan roda 4 atau roda 2.

Tabel 6 Aksesibilitas menuju TWA Kawah Ijen

Nama tempat Km Keterangan

Alternatif 1

Banyuwangi - Licin Licin - Paltuding Paltuding - Kawah Ijen

15 18 3

30 menit (kendaraan bermotor) 60 menit (kendaraan bermotor) 90 menit (jalan kaki)

Alternatif 2

Situbondo - Wonosari Wonosari - Sempol Sempol - Paltuding Paltuding - Kawah Ijen

28 55 13 3

25 menit (kendaraan bermotor) 90 menit (kendaraan bermotor) 30 menit (kendaraan bermotor) 90 menit (jalan kaki)

Alternatif 3

Bondowoso - Sempol Sempol - Paltuding Paltuding - Kawah Ijen

67 13 3

12 menit (kendaraan bermotor) 30 menit (kendaraan bermotor) 90 menit (jalan kaki)

Potensi obyek dan daya tarik wisata TWA Kawah Ijen a) Paltuding

Paltuding merupakan tempat terakhir yang bisa dilalui dengan kendaraan bagi pengunjung yang akan ke Kawah Ijen, selain itu juga


(31)

merupakan batas antara dua kabupaten, yaitu Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso, di mana batas tersebut berupa jalan setapak dari Paltuding ke kawah. Pemandangan yang cukup indah dapat terlihat di Paltuding, antara lain keadaan gunung-gunung yang ada disekitarnya, antara lain G. Merapi, G. Ijen, G. Widodaren, G. Papak dan G. Ranti. Atraksi wisata yang dapat dilihat di sekitar kawasan paltuding adalah proses penimbangan belerang sebelum diangkut ke gudang penimbunan belerang sementara yang ada di Desa Taman Sari, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi.

b) Pondok Bunder

Pondok Bunder merupakan pondok yang dibangun pada masa Hindia Belanda dan diperkirakan dibangun pada tahun 1920. Bentuk dari bangunan Pondok Bunder adalah sesuai dengan namanya yaitu membentuk setengah lingkaran atau bunder dalam Bahasa Jawa. Fungsi utama dari Pondok Bunder adalah untuk mengukur curah hujan per tahun, sehingga di sekitar pondok ini terdapat neraca air yang digunakan untuk mengetahui curah hujan kawasan tersebut. Letak Pondok Bunder dari Paltuding adalah pada 2,3 km. Selain fungsi utama tersebut, yang dapat dinikmati di sekitar pondok bunder adalah lingkungan udara yang sejuk, dari pondok Bunder dapat terlihat pemandangan alam antara lain Kaldera Raksasa Gunung Ijen (Kawah Wurung), G. Raung, G. Ranti, G. Roti, G. Papak, Perkebunan Kalisat, Perkebunan Belawan, dan Perkebunan Lidjen.

c) Kawah

Titik tertinggi Kawah Ijen yaitu±2.386 m dpl. Kawah yang berbentuk elipsdengan diameter sekitar 960 m ×±600 m dan kedalaman air sekitar 200 m. Dinding kawah menyerupai relief bebatuan yang indah, sehingga dapat diinterpretasikan bermacam-macam oleh wisatawan. Dari bibir Kawah Ijen dapat dilihat keadaan air danau kawah yang setiap waktu warnanya berubah-ubah, dengan didominasi oleh warna hijau toska atau warna biru. Selain pemandangan air danau kawah, dari kawah juga dapat dilihat pemandangan lain, yaitu keindahan G. Merapi, G. Ranti, G. Papak, G. Widodaren, kawasan sekitar G. Roti, kawasan G. Baluran di sebelah Utara, kawasan perkampungan Perkebunan Sempol dan Curah Macan, serta kawasan G. Raung dan sekitarnya.

Di bagian bawah kawah terdapat dapur penambang belerang. Jalan menuju dapur penambangan memiliki kelerengan 40o–60o dengan jarak sekitar 275 m. Penambangan belerang dikelola oleh PT. Candi Ngrimbi. Pengangkut belerang berasal dari masyarakat di sekitar Kawah Ijen, yaitu Desa Plumpung, Rejopuro, Panggang Utara, Tamansari, Babakan, Kedung Dadap, Tanah Los, Ampel Gading dan Jambu Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi.

d) Blue Fire(Api Biru)

Gunung Ijen merupakan salah satu gunung api aktif yang memiliki danau kawah dan penghasil sublimasi belerang yang cukup besar, disamping itu pemandangan yang luar biasa yaitublue fire(api biru) yang bisa dinikmati pada malam hari. Blue fire(api biru) muncul akibat akibat adanya lubang fumarola yang cukup besar dengan temperatur ±600oC. Fumarola terjadi karena ada uap dan gas sedang solfatara terjadi kandungan gas SO2dan H2S


(32)

dengan volume cukup banyak lalu keluar ke permukaan bumi bercampur dengan udara dengan tekanan cukup kuat maka terjadi sublimasi belerang, maka solfatara bisa juga disebut lubang keluarnya belerang dan hal tersebut hanya ada di gunung api, sedangkan batu belerang (diambil penambang) terjadi dengan temperatur 160 – 200oC, oleh karena itu untuk mendapatkan batu belerang diatur dengan pipa (mengatur suhu). Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan alat (eco sounding), bahwa di dasar kawah juga cukup berpotensi menghasilkan belerang cukup besar.

e) Dam Pembendung (Pintu Air Kawah)

Dam Pembendung dibangun dengan waktu yang bersamaan dengan pembangunan Pondok Bunder. Dam Pembendung terdapat empat terowongan air yang berfungsi untuk menjaga air dalam kawah agar tidak meluap dan apabila permukaan air mencapai Dam Pembendung, maka limpahannya dialirkan ke Sungai Banyupahit, sehingga tidak membahayakan daerah di bawahnya. Tahun 1986, dilakukan pembangunan ulang (rehabilitasi) dengan tujuan untuk memperbaiki beberapa bagian Dam Pembendung yang sudah rusak dan dianggap membahayakan apabila terjadi luapan air kawah. Dam Pembendung terletak di atas Pondok Bunder. Namun, untuk melewati jalan tersebut harus ekstra hati-hati karena jalannya berada di sisi lereng jurang yang curam. Jarak Dam Pembendung dari pondok Bunder sekitar 800 m dengan melewati belokan sebanyak 44 buah. Sepanjang jalan menuju Dam terdapat terlihat pemandangan alam yang indah, antara lain G. Raung, G. Ranti, Perkebunan Kalisat, Perkebunan Belawan, G. Roti dan G. Papak serta dinding Kaldera Raksasa G. Ijen.

Jalan menuju ke bangunan Dam Pembendung dari lereng kawah, sekitar 100 m terdapat tangga dengan jumlah 210 anak tangga. Di bagian kiri dibatasi oleh dinding batu dengan ketinggian ± 50 m, sedangkan di sebelah kanan dapat dilihat panorama air danau kawah yang berwarna hijau biru sampai kuning kehijauan, hal tersebut sesuai dengan cuaca dan waktu. Jalan menuju Dam pembendung pada awalnya merupakan jalan yang digunakan oleh para penambang belerang untuk menuju ke lokasi penambangan belerang dan untuk mencapai dapur Sulfatara (tempat penambangan belerang), harus dilakukan dengan menyeberangi danau kawah menggunakan perahu. Belerang oleh penduduk diangkut ke tempat sekitar bendungan untuk kemudian diangkut dengan cara dipikul. Saat ini, jalan tersebut tidak dipakai lagi oleh pengangkut Belerang, karena telah ada jalan lain yang lebih praktis. Di sekitar Dam Pembendung ini, dapat terlihat pemandangan danau kawah dengan nyaman, karena daerah ini bebas dari asap belerang yang kadang mengganggu penglihatan guna mengamati panorama kawah sebelah Timur. f) Sungai Banyu Pahit

Sungai Banyu Pahit merupakan aliran air rembesan dari kawah, mempunyai sifat yang sangat asam, mengalir ke sungai yang menuju daerah Asembagus di Kabupaten Situbondo. Airnya bersifat asam, berwarna kuning kehijauan dan mengandung belerang yang sangat tinggi. Aliran sungai Banyu Pahit terdapat tebing-tebing yang menjulang tinggi sampai ± 30 m di bagian kanan dan kirinya, bervariasi mulai dari yang landai, curam maupun yang sangat curam. Akses menuju sungai Banyu Pahit, yaitu dari arah Bondowoso


(33)

setelah melewati jembatan “Selamat Datang yang merupakan awal memasuki kawasan TWAKI dari arah Barat. Sungai dengan air terjun berada di sebelah kiri jalan dengan jarak ± 20 m dari jembatan. Dari arah Banyuwangi, dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor dengan menempuh jarak±1,5 kilometer dari pos Paltuding.

Potensi Biologi TWAKI

Keanekaragaman potensi biologi di TWAKI sebagian besar bergantung pada jenis kelimpahan flora dan fauna di CA Kawah Ijen. Hal tersebut dikarenakan kawasan TWAKI berada di dalam CA Kawah Ijen. Jenis flora masih didominasi oleh Cemara Gunung (Casuarina junghuhniana), Akasia (Accacia ducurens), Kemlandingan (Albizia lhopanta), Cantigi (Vaccinium varingiaefolium) dan Eidelweis (Eidelweis sp.). Sedangkan berbagai jenis fauna yang dapat ditemukan meliputi Lutung Hitam (Trachypithecus auratus), Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Burung Elang Jawa (Spizaetus bartelsi), Burung Alap-alap Sapi (Falco molucensis), Ayam Hutan (Gallus sp.) dan sebagainya.

Keadaan sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan TWA Kawah Ijen Kepadatan penduduk sekitar kawasan TWAKI sebagian besar berada di Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi tahun 2014 sebesar 4.208 Jiwa/Km2 (BPS Kab. Banyuwangi 2015). Mayoritas masyarakat sekitar kawasan menganut Agama Islam. Jenis mata pencaharian sebagian besar masyarakat sekitar kawasan sebagai penambang ataupun pemikul belerang dan sisanya sebagai pedagang atau penyedia jasa wisata dan berkebun.

Tabel 7 Keadaan penduduk sekitar kawasan TWA Kawah Ijen Kabupaten Kecamatan

Jumlah penduduk

(Jiwa)

Kepadatan (Jiwa/Km2)

Luas Wilayah/Km2

Banyuwangi Licin 28.519 4.208 82,86

Bondowoso Sempol 11.252 293 217,20

Sumber : Data monografi BPS Kab. Banyuwangi dan Kab. Bondowoso 2015

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

IdentifikasiStakeholders

Berdasarkan hasil wawancara dan snowball sampling, diperoleh 17 stakeholdersdalam pengelolaan TWAKI, baik itu instansi pemerintahan maupun lembaga non pemerintah yang dapat dilihat pada Tabel 8. Stakeholders tersebut dibedakan menjadi stakeholders yang mempunyai kepentingan dan memberikan pengaruh secara langsung terhadap kegiatan pariwisata serta stakeholders yang mempunyai kepentingan lain dan memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap kegiatan pariwisata.


(34)

Tabel 8 Identifikasistakeholdersberdasarkan perannya

Stakeholders

Peran Perlindungan

Sumber Daya

Pemberdayaan Masyarakat

Setempat

Penyedia Jasa Pariwisata

Penyedia Data dan Informasi 1. Balai Besar Konservasi

Sumber Daya Alam

(BBKSDA) Jatim

√ √ √ √

2. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kab. Banyuwangi

√ √ √ √

3. Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga, dan Perhubungan

(Disparporahub) Kab. Bondowoso

√ √ √ √

4. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(Bappeda) Kab.

Banyuwangi

√ √ √ √

5. Bappeda Kab.

Bondowoso

√ √ √ √

6. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

(PVMBG), Pos

Pengamatan Gunung Api Ijen

√ - - √

7. PT. Candi Ngrimbi √ √ √

-8. PT. Sura Parama Setia √ - √ √

9. Komunitas Transportasi

Lokal “Transwisata Ijen” - √ √

-10.Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI)

- - √ √

11.Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA)

- - √ √

12.Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI)

- - √ √

13.Badan Promosi Pariwisata Daerah Kab. Banyuwangi (BAPROWANGI)

- - √ √

14.PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII

- √ √

-15.Perhutani √ √ -

-16.LSM “Hijau Madani” √ √ -

-17.Masyarakat √ √ √

-Peran stakeholders dibedakan menjadi empat peran, yaitu peran dalam perlindungan sumber daya, pemberdayaan masyarakat setempat, penyediaan jasa pariwisata, penyediaan data dan informasi. Lembaga pemerintah memainkan peran perlindungan sumber daya (pengawasan dan pengelolaan sumber daya


(1)

Ayat (2) Pembangunan jalan penghubung daerah terisolir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat dilakukan dengan persyaratan:

a. bagi pemukiman didalam/disekitar kawasan yang sudah diakui keberadaannya; dan b. jalan makadam.

Pasal 17

Kerjasama berupa pemanfaatan dan pengembangan energi baru dan terbarukan dan jaringan listrik untuk kepentingan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d, antara lain berupa:

a. pemanfaatan energi panas bumi yang sudah ada;

b. pembangunan dan/atau pemeliharaan menara jaringan listrik; c. pemasangan kabel dan sarana pendukung lainnya;

d. pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan untuk kegiatan pengawasan dan pemeliharaan jaringan.

6.

Equity

Peraturan Keterangan

UU no 5 tahun 1990

Pasal 34

Ayat (3) Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, Pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dengan mengikut sertakan rakyat.

Pasal 38

Ayat (1) Dalam rangka pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang tersebut kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.

PP no 36 tahun 2010

Pasal 23

Pemegang izin pengusahaan pariwisata alam berhak: a. melakukan kegiatan usaha sesuai izin;

b. menjadi anggota asosiasi pengusahaan pariwisata alam; dan c. mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha

PP no 28 tahun 2011

Pasal 50

Masyarakat berhak:

a. mengetahui rencana pengelolaan KSA dan KPA;

b. memberi informasi, saran, serta pertimbangan dalam penyelenggaraan KSA dan KPA;

c. melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan KSA dan KPA; dan d. menjaga dan memelihara KSA dan KPA.

Permenhut no 48 tahun 2010 dan Permenhut no 4 tahun 2012 (revisinya)

Pasal 33

Pemegang izin pengusahaan pariwisata alam berhak : a. melakukan kegiatan usaha sesuai izin;

b. menjadi anggota asosiasi pengusahaan pariwisata alam; c. mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha; dan

d. memanfaatkan fasilitas pariwisata alam yang menjadi milik negara. Perda

Kabupaten Banyuwangi no 13 tahun 2012

Pasal 19

Ayat (1) Setiap orang berhak :

a. Memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata; b. Melakukan usaha pariwisata;

c. Menjadi pekerja/ pelaku pariwisata; dan atau

d. Berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan.

Ayat (2) Setiap orang dan / atau masyarakat di dalam dan di sekitar desitinasi pariwisata mempunyai hak prioritas :

a. Menjadi pekerja/pelaku pariwisata; b. Konsinyasi;

c. Pengelolaan; dan/atau


(2)

Pasal 20

Setiap wisatawan berhak memperoleh :

a. Informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata; b. Pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar; c. Perlindungan hukum dan keamanan;

d. Pelayanan kesehatan;

e. Perlindungan hak pribadi; dan

f. Perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang berisiko tinggi.

Pasal 21

Wisatawan yang memiliki keterbatasan fisik, anak-anak dan lanjut usia berhakvmendapatkan fasilitas khusus sesuai dengan kebutuhannya.

Pasal 22

Setiap pengusaha pariwisata berhak :

a. Mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha di bidang kepariwisataan; b. Membentuk dan menjadi anggota asosiasi kepariwisataan;

c. Mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha; dan

d. Mendapatkan fasilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7.

Effectiveness and efficiency

Peraturan Keterangan

UU no 5 tahun 1990

Pasal 37

Ayat (1) Peran serta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna.

Ayat (2) Dalam mengembangkan peran serta rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pendidikan dan penyuluhan.

UU no 10 tahun 2009

Pasal 33

Ayat (1) Dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan kepariwisataan, Pemerintah melakukan koordinasi strategis lintas sektor pada tataran kebijakan, program, dan kegiatan kepariwisataan.

Ayat (2) Koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. bidang pelayanan kepabeanan, keimigrasian, dan karantina;

b. bidang keamanan dan ketertiban;

c. bidang prasarana umum yang mencakupi jalan, air bersih, listrik, telekomunikasi, dan kesehatan lingkungan;

d. bidang transportasi darat, laut, dan udara; dan

e. bidang promosi pariwisata dan kerja sama luar negeri.

Pasal 34

Koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dipimpin oleh Presiden atau Wakil Presiden.

Pasal 35

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, mekanisme, dan hubungan koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 diatur dengan Peraturan Presiden.

PP no 28 tahun 2011

Pasal 37

Taman wisata alam dapat dimanfaatkan untuk kegiatan:

a. penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam;


(3)

c. pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam; d. pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya;

e. pembinaan populasi dalam rangka penetasan telur dan/atau pembesaran anakan yang diambil dari alam; dan

f. pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat. Permendagri

no 33 tahun 2009

Pasal 18

Ayat (1) Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan insentif dan kemudahan kepada penanam modal yang melakukan pengembangan ekowisata.

Ayat (2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa: a. pengurangan, keringanan atau pembebasan pajak daerah;

b. pengurangan, keringanan atau pembebasan retribusi daerah; c. pemberian dana stimulan; dan atau

d. pemberian bantuan modal.

Ayat (3) Pemberian kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa: a. penyediaan data dan informasi peluang penanaman modal;

b. penyediaan sarana dan prasarana; c. penyediaan lahan atau lokasi; d. pemberian bantuan teknis, dan/atau e. percepatan pemberian perizinan.

8.

Accountability

Peraturan Keterangan

PP no 36 tahun 2010

Pasal 21

Ayat (1) Pemegang izin usaha penyediaan jasa wisata alam wajib:

e. menyampaikan laporan kegiatan usahanya kepada pemberi izin usaha penyedia jasa wisata alam

Ayat (2) Pemegang izin usaha penyediaan sarana wisata alam wajib:

i. membuat laporan kegiatan izin usaha penyediaan sarana wisata alam secara periodik kepada Menteri;

j. menyusun dan menyerahkan rencana karya lima tahunan dan rencana karya tahunan. Permendagri

no 33 tahun 2009

Pasal 22

Ayat (3) Bupati/Walikota melaporkan hasil pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Gubernur.

Ayat (4) Laporan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan paling sedikit 2 (dua) kali setiap tahun pada bulan Februari dan Agustus atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Permenhut no 85 tahun 2014

Pasal 38

Ayat (1) Monitoring dilakukan dalam rangka memastikan pelaksanaan kerjasama sesuai dengan perjanjian atau rencana pelaksanaan program/kegiatan.

Ayat (2) Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala dan paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.

Pasal 39

Monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, untuk kerjasama dalam rangka: a. pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan, dilakukan oleh UPT yang

wilayahnya menjadi lokasi kerjasama.

b. penguatan fungsi KSA dan KPA serta konservasi keanekaragamaan hayati, dilakukan oleh direktorat teknis terkait.

Pasal 40

Ayat (1) Evaluasi terhadap penyelenggaraan kerjasama KSA dan KPA dilakukan: a. paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun, untuk kerjasama yang mempunyai

jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun.

b. paling sedikit 1 (satu) kali, untuk kerjasama yang mempunyai jangka waktu kurang dari 5 (lima) tahun.

Ayat (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Tim yang dibentuk oleh direktorat teknis terkait.


(4)

Ayat (3) Untuk kerjasama yang dilakukan dengan lembaga internasional, evaluasi dilakukan oleh Tim yang terdiri dari instansi terkait.

Ayat (4) Dalam hal perjanjian kerjasama akan berakhir, evaluasi dilakukan 1 (satu) tahun sebelum perjanjian berakhir.

Pasal 41

Pelaporan pelaksanaan kerjasama disusun secara bersama oleh para pihak dan disampaikan kepada direktorat teknis terkait.

9.

Strategic Vision

Peraturan Keterangan

UU no 5 tahun 1990

Pasal 3

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.

UU no 10 tahun 2009

Pasal 4

Kepariwisataan bertujuan untuk:

a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi; b. meningkatkan kesejahteraan rakyat; c. menghapus kemiskinan;

d. mengatasi pengangguran;

e. melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya; f. memajukan kebudayaan;

g. mengangkat citra bangsa; h. memupuk rasa cinta tanah air;

i. memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan j. mempererat persahabatan antarbangsa.

PP no 36 tahun 2010

Pasal 2

Ayat (2) Pengusahaan pariwisata alam bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan keunikan, kekhasan, keindahan alam dan/atau keindahan jenis atau keanekaragaman jenis satwa liar dan/atau jenis tumbuhan yang terdapat di kawasan suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.

PP no 28 tahun 2011

Pasal 2

Pengelolaan KSA dan KPA bertujuan untuk mengawetkan keanekaragaman tumbuhan dan satwa dalam rangka mencegah kepunahan spesies, melindungi sistem penyangga kehidupan, dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara lestari.

Pasal 51

Pemerintah dapat mengusulkan suatu KSA atau KPA sebagai warisan alam dunia (world heritage site), cagar biosfer, atau sebagai perlindungan tempat migrasi satwa internasional (ramsar site) kepada lembaga internasional yang berwenang untuk ditetapkan sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh lembaga internasional yang bersangkutan.

Permenhut no 85 tahun 2014

Pasal 1

Kerjasama penyelenggaraan KSA dan KPA bertujuan untuk mewujudkan penguatan tata kelola pengelolaan kawasan dan konservasi keanekaragaman hayati.

Perda Kabupaten Banyuwangi no 13 tahun 2012 tentang RIPPDA

Pasal 3

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan bertujuan untuk : a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi;

b. Meningkatkan kesejahteraan rakyat; c. Menghapus kemiskinan;

d. Mengatasi pengangguran;

e. Melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya; f. Memajukan kebudayaan;

g. Mengangkat citra bangsa; h. Memupuk rasa cinta tanah air;


(5)

j. Mempererat persahabatan antar bangsa.

Pasal 4

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten (RIPKK) mempunyai sasaran sebagai berikut:

a. Memantapkan pengembangan kepariwisataan Kabupaten ;

b. Memberikan arahan dan strategi pengembangan potensi pariwisata Kabupaten; c. Menetapkan skala prioritas pengembangan pariwisata Kabupaten;

d. Menetapkan indikasi program pengembangan pariwisata Kabupaten. Rancangan

Perda Kabupaten Bondowoso tentang RIPPDA

Pasal 5

Ayat (3) Tujuan pembangunan kepariwisataan Bondowoso: a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas destinasi pariwisata;

b. Mengkomunikasikan destinasi pariwisata Bondowoso dengan mengunakan media pemasaran secara efektif, efisien dan bertanggung jawab;

c. Mewujudkan industri pariwisata yang mampu menggerakkan perekonomian Bondowoso; dan

d. Mengembangkan lembaga kepariwisataan dan tata kelola pariwisata yang mampu mensinergikan pembangunan destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata, dan industri pariwisata secara profesional, efektif dan efisien.

Ayat (4) Sasaran pembangunan kepariwisataan Bondowoso: a. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara; b. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan nusantara;

c. Peningkatan jumlah penerimaan devisa dari wisatawan mancanegara; d. Peningkatan pengeluaran wisatawan nusantara;

e. Peningkatan lapangan kerja;


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor Provinsi Jawa Barat, pada tanggal 14 Maret 1990,

sebagai anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak H. Mochamad Dasuki (alm)

dan Ibu Hj. Wastuniawati, S.Pd. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Biologi

Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk

UNSOED pada tahun 2008 dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2013, penulis

berkesempatan melanjutkan pendidikan magister di Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PS-PSL) IPB dan menerima Beasiswa Pendidikan

Pascasarjana Dalam Negeri Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (BPP-DN DIKTI).

Selama masa kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi

kemahasiswaan intra kampus. Tercatat penulis pernah menjadi anggota Unit Penelitian

Ilmiah Fakultas Biologi UNSOED. Penulis juga tercatat sebagai anggota Himpunan

Mikologi Indonesia (MIKOINA) tahun 2012 sampai sekarang. Selain itu, penulis

berkesempatan melaksanakan penelitian pada program kreativitas mahasiswa-penelitian

(PKM-P) yang didanai oleh DIKTI pada tahun 2011. Penulis juga aktif sebagai asisten

dosen pada kegiatan praktikum mahasiswa dan panitia kegiatan kemahasiswaan selama

mengikuti program S1, serta sebagai partisipan pada berbagai kegiatan seminar terkait

keilmuan penulis.