Penentuan Kaki Lereng (Foot of Slope) Kontinen menggunakan Data Batimetri

(1)

1

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Republik Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) yang sudah lama diperjuangkan di forum internasional. Diawali dengan pernyataan pemerintah yang dikenal sebagai Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957 lalu diikuti UU Prp No 4/1960 tentang perairan Indonesia. Kemudian konsep negara kepulauan dimasukkan dalam Konvensi Hukum Laut tahun 1982 (PBB) yang diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985, wilayah perairan Indonesia bertambah luas menjadi kurang lebih 8,5 juta kilometer persegi (Djajaatmadja, 2006).

Konten hasil dari ratifikasi UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) yang telah disahkan PBB yaitu adanya upaya untuk menjaga keutuhan wilayah nasional republik Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia harus mendaftarkan batas-batas teritorialnya ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. Indonesia berbatasan dengan 10 negara, baik perbatasan laut teritorial, batas landas kontinen, maupun batas zona ekonomi ekslusif (ZEE). Penetapan batas laut teritorial, landas kontinen (continental shelf), dan Zona Ekonomi Eksklusif

dimaksudkan untuk mengamankan kepentingan nasional Indonesia di laut, terutama berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam, baik hayati maupun nonhayati (Djajaatmadja, 2006).

Kajian dalam penelitian ini lebih mengarah pada penetapan batas landasan kontinen Indonesia. Sehubungan dengan itu, Indonesia melakukan pengumpulan data dan pengkajian terkait kemungkinan melakukan submisi (submission) ke PBB mengenai batas landas kontinen di luar 200 mil laut. Hasil studi berdasarkan


(2)

data-data geologi, seismik, graviti dan batimetri yang dilakukan tim kajian Landas Kontinen Indonesia pada bulan April 2005 menunjukan terdapat tiga lokasi dimana Indonesia mempunyai prospek untuk melaksanakan submisi landas kontinen di luar 200 mil laut yaitu, disebelah barat Aceh, Selatan P. Sumba, dan Utara P. Papua (Bakosurtanal, 2010).

Suatu negara pantai dapat mengklaim batas terluar landas kontinennya lebih dari 200 mil laut dengan menggunakan kriteria jarak 60 mil laut atau sejauh ketebalan sedimen satu persen dari kaki lereng (foot of slope), tetapi tidak melebihi 350 mil laut dari garis pangkal atau 100 mil laut dari kedalaman 2500 meter (Pratomo, 2007). Penentuan batas terluar landas kontinen, diperlukan pengukuran terhadap posisi kaki lereng. Pengukuran kaki lereng ini merupakan salah satu rangkaian dalam penentuan landasan kontinen. Penelitian ini dilakukan penentuan kaki lereng terkait dengan penentuan landas kontinen lebih dari 200 mil laut.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menentukan garis kaki lereng

kontinen dalam kaitannya dengan penetapan batas landas kontinen lebih dari 200 mil laut.


(3)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landas Kontinen bagi Negara Kepulauan

Wilayah kedaulatan dan yuridiksi Indonesia terbentang dari 6°08' LU hingga 11°15' LS, dan dari 94°45' BT hingga 141°05' BT terletak di posisi geografis sangat strategis, karena menjadi penghubung dua samudera dan dua benua, Samudera India dengan Samudera Pasifik, dan Benua Asia dengan Benua Australia. Kepulauan Indonesia terdiri dari 17.508 pulau besar dan pulau kecil dan memiliki garis pantai 81.000 km, serta luas laut terbesar di dunia yaitu 5,8 juta km2 (DEPLU, 2005). Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai hak dan kewajiban dalam menjalankan hak berdaulat untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan alam di landas kontinen.

Istilah landas kontinen (continental self) muncul ketika “Deklarasi Truman” oleh pemerintah Amerika Serikat terkait perluasan wilayah yuridis

secara sepihak untuk mengeksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan alamnya. Adanya Konvensi Hukum Laut 1958 membuat konsepsi continental self diterima, akan tetapi batas terluar landas kontinen masih tidak jelas tergantung dari

kemampuan teknologi untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber kekayaam alamnya. Permasalahan akan ketidak jelasan penarikan batas terluar landas kontinen di selesaikan dalam Konvensi Hukum Laut tahun 1982. Dalam konvensi ini ditentukan batas terluar landas kontinen yaitu 200 mil laut diukur dari garis pangkal laut teritorial sebagai batas minimum sedangkan untuk batas maksimum yaitu 350 mil laut atau 100 mil laut dari kedalaman 2500 meter.


(4)

Menurut Djajaatmadja (2006), landas kontinen bukan saja merupakan fenomena geografis dan geologis akan tetapi juga fenomena ekonomis, karena sumber daya alam mineral yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan

penelitian, sumber daya alam berupa kandungan mineral yang terdapat di landas kontinen memang sangat menarik:

- Di sepanjang pantai, di dasar laut landas kontinen yang tidak begitu dalam, terdapat placers yang mengandung emas, berlian dan sumber daya minyak bumi;

- Di bagian-bagian tertentu lereng kontinen terkandung endapan-endapan yang masuk kategori sumber minyak dan gas bumi, dan di bagian-bagian tertentu dasar laut dalam diperkirakan terdapat juga sumber-sumber minyak;

- Di dasar laut dalam (deep seabed) juga terdapat nodule mangan (manganese nodules) yang mengandung logam-logam lain seperti cobalt, nickel, tembaga. Semakin dalam dasar lautnya semakin banyak terdapat nodul-nodul ini, dan konsentrat kandungan logamnya pun berbeda-beda;

- Di bagian luar landas kontinen, di bagian atas lereng kontinen, terdapat phosfor dalam bentuk lapisan-lapisan nodule;

- Lumpur-lumpur logam yang kaya dengan bijih tembaga dan zinc diperkirakan terdapat di daerah-daerah laut yang hangat dengan konsentrasi garam yang pekat, seperti di Laut Merah.

Gambar 1 adalah gambaran tentang landas kontinen, dimana landas kontinen dibagi dengan beberapa bagian yaitu daerah continental shelf, continental slope


(5)

Gambar 1. Landas Kontinen (Djajaatmadja, 2006) Aspek lain yang menyebabkan kawasan landas kontinen, dengan sumber daya alamnya yang cukup melimpah, menjadi sangat penting adalah karena kemajuan teknologi penambangan. Kemajuan di bidang penambangan sumber daya mineral di dasar laut landas kontinen ini akan sangat dirasakan pentingnya mengingat saat ini kandungan sumber daya alam berupa mineral di wilayah daratan sudah mendekati titik kritis. Oleh karenanya, dasar laut terutama landas kontinen dianggap sebagai alternatif utama untuk mengganti peranan daratan sebagai pemasok bahan-bahan mineral, terutama minyak bumi dan gas alam, serta logam-logam mineral yang sangat dibutuhkan oleh industri.

2.2 Konsep Landas Kontinen menurut Hukum

Landas kontinen dalam perspektif hukum mengacu pada Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS). Landas kontinen semula merupakan istilah geologi yang mengalami perubahan yang mendasar ketika masuk istilah hukum. Berikut akan diuraikan tentang landas kontinen menurut UNCLOS dan Undang-Undang yang hasil ratifikasi UNCLOS. Konvensi Hukum Laut itu sendiri berjalan pada tahun 1958, 1960 dan 1982.


(6)

2.2.1 Landas Kontinen berdasarkan UNCLOS 1958

Sebagaimana telah disebutkan di atas pengertian continental shelf dalam Konvensi Hukum Laut 1958 adalah pengertian dalam arti hukum (landas

kontinen) yang berbeda dengan pengertian aslinya menurut Proklamasi Truman. Definisi dalam ketentuan Pasal 1 Konvensi tentang Landas Kontinen tersebut menentukan batas landas kontinen, yaitu :

1. Dasar laut dan tanah di bawahnya di luar laut teritorial sampai kedalaman 200 meter untuk tujuan eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan alamnya. 2. Dasar laut dan tanah di bawahnya di luar batas kedalaman 200 meter sampai di

mana kemampuan teknologi dapat mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber kekayaan alamnya (kriteria technical exploitability).

Ternyata dengan kemajuan teknologi di bidang kelautan yang sangat pesat, interprestasi ketentuan pasal 1 tersebut di atas hanya ditekankan pada ukuran

technical exploitability, sehingga batas yang dicapai oleh teknik pengambilan kekayaan di laut. Karena itulah ketentuan landas kontinen dalam pasal 1

Konvensi Hukum Laut 1958 tersebut (kriteria technical exploitability) sudah tidak memuaskan lagi terutama bagi negara-negara yang sedang berkembang dan tidak mempuyai kemampuan dan teknologi untuk memanfaatkannya. Ketentuan inilah yang merupakan salah satu diantara alasan-alasan untuk meninjau kembali Konvensi Hukum Laut 1958 agar mengenai landas kontinen diberikan batas terluar yang jelas (Djajaatmadja, 2006).

2.2.2 Landas Kontinen berdasarkan UNCLOS 1982

Pasal 76 ayat (1) Konvensi Hukum Laut 1982 memberikan batasan Landas Kontinen sebagai berikut:


(7)

Landas kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut.

Jika dibandingkan dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut 1958, perumusan yang terdapat dalam pasal 76 Konvensi Hukum Laut 1982 di atas memberikan batasan-batasan yang lebih jelas dengan memberikan kepastian batas terluar landas kontinen. Demikian juga pengertian landas kontinen selain mencakup pengertian yuridis juga mencakup pengertian geologis yang merupakan penyempurnaan dari pengertian landas kontinen itu sendiri.

Perumusan yang terdapat dalam Konvensi Hukum Laut 1982, selain merupakan penyempurnaan dari pengertian landas kontinen yang dapat dianggap sebagai perkembangan hukum laut masa kini, perumusan tersebut dapat

menimbulkan ketidak pastian dalam menafsirkan pengertian continental shelf. Hal ini bisa dilihat dari alternatif-alternatif yang digunakan untuk menentukan batas terluar landas kontinen sampai pinggiran luar tepian kontinen atau

melampaui batas itu, sesungguhnya cara pengukuran ini sudah jauh meninggalkan pengertian continental shelf dalam arti geologis semata-mata. Gambar 2 adalah gambaran tentang landas kontinen berdasarkan UNCLOS tahun 1982 yang memetakan bagian-bagian yang penting dalam penetuan landas kontinen.


(8)

Gambar 2. Landas Kontinen Berdasarkan UNCLOS 1982 (SP51 IHO, 2008) Penentuan batas landas kontinen suatu negara pantai mengacu pada garis pangkal dimana laut teritorialnya diukur. Menurut UNCLOS 1982, penetuan batas landas kontinen suatu negara pantai dapat dibagi menjadi tiga kondisi, yaitu:

1. Penentuan batas landas kontinen dengan negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan.

Penetuan batas landas kontinen dengan negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan dapat terjadi apabila jarak antar negara pantai kurang dari 400M (pasal 83 ayat 1 UNCLOS 1982).

2. Penetuan batas landas kontinen kurang dari 200M

Berdasarkan pasal 76 ayat 1 UNCLOS 1982, apabila pinggiran luar tepian kontinen suatu negara pantai tidak mencapai 200M dari garis pangkal, maka batas luar dari landas kontinen negara tersebut adalah sejauh 200M. klaim selebar 200M ini berhimpit dengan batas zona ekonomi eksklusif atau dikenal dengan konsep co-extensive principle.

3. Penetuan batas landas kontinen lebih dari 200M

Penetuan batas landas kontinen lebih dari 200M dapat dilakukan apabila pinggiran terluar tepian kontinen melebihi 200M dari garis pangkal. Sesuai


(9)

dengan pasal 76 ayat 2 sampai 6 UNCLOS 1982, batas terluar dari landas kontinen mengacu pada ketentuan berikut:

1. Didasarkan pada titik tetap terluar dimana ketebalan batu endapan (sedimentary rock) paling sedikit sebesar 1 % dari jarak terdekat antara titik tersebut dengan kaki lereng kontinen (Formula Gardiner)

2. Jarak 60 mil laut dari kaki lereng kontinen (Formula Hedberg)

3. Batas terluar dari landas kontinen tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal dimana batas teritorial diukur dan tidak melebihi 100 mil laut dari garis kedalaman 2500 m.

Berdasarkan ketentuan tersebut terdapat tiga hal yang memiliki peranan penting dalam penetuan batas terluar kontinen lebih dari 200M yaitu garis pangkal, kaki lereng, dan garis kedalaman.

2.3 Kaki Lereng ( foot of slope ) Kontinen

Kaki lereng kontinen merupakan sebuah tempat perubahan atau tempat pertemuan antara material asli dan endapannya (akumulasi material). Endapan akan dimulai dari tempat yang stabil dengan gradien yang kecil atau mendatar. Jika endapan berada pada tempat yang stabil, kaki tepian kontinen adalah

permukaan lereng terjauh atau bagian terdalam atau kaki dekat basin di dasar laut (Pratomo, 2007).

Keberadaan kaki lereng dapat dilihat dari perubahan gradien lereng. Apabila perubahan besar, maka keberadaan kaki lereng ini sangat jelas. Namun apabila perubahan ini kecil maka lokasi yang tepat dari kaki lereng kontinen tidak jelas terlihat. Dicarikan dari dua arah, baik dari arah kontinen maupun sebaliknya kea rah samudera. Untuk lebih jelas terlihat pada gambar 3.


(10)

Gambar 3. Pencarian Dasar Lereng Kontinen (Pratomo, 2007). Penampakan fisik dari kaki lereng kontinen mempunyai karakteristik sebagai berikut (Djajaatmadja, 2006):

(1) Garis lipatan (joint line) antara dua lereng atau permukaan yang berbeda. (2) Garis penghubung antara dua struktur kerak yang berbeda.

(3) Permukaan atas yang mewakili struktur asli dari kerak tepian kontinen. (4) Permukaan bawah yang mewakili struktur endapan dari kerak tepian kontinen

yang sesuai.

(5) Permukaan teratas memiliki gradien yang lebih besar dari permukaan yang lebih rendah

(6) Permukaan endapan (permukaan bawah) terletak di dekat basin pada dasar laut.

(7) Jika terdapat lebih banyak lipatan, maka lipatan yang terdalam memiliki kemungkinan terbesar sebagai kaki lereng kontinen yang dimaksud.

(8) Perubahan gradien dari lereng-lereng dapat bervariasi. Karakteristik ini terlihat pada Gambar 4 dibawah ini.


(11)

Gambar 4. Kaki Lereng (foot of slope) (Sebastian, 2008).

Dalam menentukan kaki lereng, CLCS (Commission on the Limits of the Continental Shelf ) memiliki aturan yang sesuai dengan UNCLOS pada pasal 76 ayat 4 untuk penentuan lereng kontinen pada penetapan landas kontinen lebih dari 200 mil. Aturan umum itu yaitu menghitung perubahan gradient maksimum pada dasar lereng kontinen. Sedangkan apabila ada bukti yang bertentangan dengan hal tersebut, maka kaki lereng kontinen ditentukan tidak sesuai aturan umum. Dalam hal ini, maka bukti geologi dan geofisik diperlukan untuk memastikan letak kaki lereng.

Terdapat dua tahapan untuk menentukan keberadaan kaki lereng kontinen yaitu (Pratomo, 2007):

a. Identifikasi wilayah dasar lereng kontinen.

b. Penentuan lokasi titik perubahan gardien maksimum pada wilayah di dasar lereng kontinen.

Identifikasi terhadap wilayah dasar lereng kontinen dapat dilakukan dengan melihat pada:


(12)

a. Bukti morfologi.

b. Bukti morfologi didukung oleh bukti geologi dan geofisia. c. Bukti geologi dan geofisika.

Tahapan untuk penentuan kaki lereng kontinen dapat dilahat pada Gambar 5. Pada gambar tersebut, titik perubahan gardien maksimum pada dasar lereng kontinen ditentukan berdasarkan data batimetri.

Gambar 5. Visualisasi Tahapan Penentuan Kaki Lereng (Pratomo, 2007). Data batimetri yang digunakan untuk penentuan kaki lereng kontinen terkait dengan submisi batas landas kontinen lebih dari 200M dapat terdiri dari satu atau kombinasi data berikut (CLCS, 1999 ):

a. pengukuran dengan perum gema pancaran tunggal (singlebeam echosounder) b. pengukuran dengan perum gema multi pancaran (multibeam echosounder) c. pengukuran dengan side scan sonar hybridi

d. pengukuran dengan side scan sonar inferometrik dan e. refleksi seismic yang diperoleh dari pengukuran batimetrik

dimana data tersebut dapat diolah dengan berbagai pendekatan tergantung kebutuhan dan tujuan dari penelitian.


(13)

3.

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Data diperoleh dari survei yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) pada tanggal 15 Januari sampai 15 Februari tahun 2005 dengan menggunakan kapal HMS Scott melalui proyek

north46 bagian barat Sumatera. Area survei ini berada pada koordinat 920 12’BB – 95024’ BB dan 206’ LU sampai 3048’LU. Survei ini dimaksudkan untuk memperoleh data batimetri yang digunakan dalam penetuan kaki lereng (Foot of Slope).

Gambar 6. Peta Lokasi penelitian

Garis survei dirancang pada rentang 1,8 mil laut sampai 7,5 mil laut bergantung pada kedalaman air. Awalnya garis dikerjakan di sepanjang batas lempeng yang ditetapkan dengan menggunakan data yang ada di daerah

tersebut. Dalam rangka untuk mendapatkan sebuah blok data yang bisa dianalisa


(14)

lebih lanjut, 6 garis dikerjakan sejajar dengan tepi barat laut sebelum bergerak lebih jauh ke selatan di sepanjang punggungan. Blok data kedua diperoleh dari sepanjang dasar lereng di tengah area survei dan yang ketiganya di wilayah selatan melintasi ujung yang diyakini sebagai zona fraktur.

3.2 Survei Batimetri

Survei batimetri dilakukan dengan menggunakan High Resolution Multi-Beam Sonar System (HRMBSS) sebagai sonar utama dan Narrow Beam Sonar System (NBSS) dengan masing-masing menggunakan frekuensi sebesar 18KHz dan 12 KHz. Sistem sonar tersebut mengeluarkan gelombang suara (echo) yang dapat merekam data batimetri dan nilai hambur baliknya . Akan tetapi penulis tidak melakukan pengolahan lanjutan terhadap nilai hambur baliknya . Resolusi beam dari sistem sonar tersebut terdiri dari dua bentuk yaitu dengan 361 x 1/30 (361 data) beam dan 121 x 10 (121 data) beam. Akan tetapi yang digunakan hanya 361 data.

High Resolution Multi-Beam Sonar System (HRMBSS) sebagai sonar utama memancarkan frekuensi 12 KHz dengan pulsa 3 atau 7 milidetik tergantung kedalaman. Rata-rata transmisi per periode yaitu diantara 3 dan 12 detik

berdasarkan waktu proses komputer. Sistem penerima (receiver) terdiri dari 144 hidropon yang ditempatkan didepan kapal dan melintangi kapal dari sistem transmisi. Sedangkan Narrow Beam Sonar System (NBSS) memancarkan

gelombang suara dengan frekuensi 18 KHz dengan lebar beam 90. Narrow Beam Sonar System (NBSS) digunakan untuk mengecek dan mengontrol sonar utama (HRMBSS). Tidak ada masalah teknis ketika pengoperasian HRMBSS dimana selama survei tidak ada data yang hilang.


(15)

3.3 Metode Penentuan Kaki Lereng

Proses penentuan keberadaan kaki lereng kontinen berdasarkan UNCLOS pada pasal 76 ayat 4 untuk penentuan lereng kontinen pada penetapan landas

Gambar 7. Diagram Penentuan Foot of Slope (FOS) (CLCS, 1999) Kontinen lebih dari 200 mil laut. Aturan umum untuk menghitung perubahan gradien maksimum pada dasar lereng kontinen dan menggunakan pendekatan model matematika. Pendekatan model matematika ini menggunakan data batimetri dengan asumsi bahwa tegak lurus dengan lereng kontinen (Khafid,


(16)

2009). Data yang diperoleh sudah dalam bentuk spasial (a,b,h). Data tersebut dikelompokan sesuai dengan wilayah pengambilannya yang meliputi Utara (North Boundary), Barat Laut (Northwest Boundary), dan Barat (West Boundary). Hal dimaksudkan untuk mempermudah dalam menganalisis perubahan gradien secara maksimum. Semakin banyak dalam pengelompokan maka akan semakin banyak jumlah kaki lereng kontinen. Data batimetri kemudian ditampilkan secara dua dan tiga dimensi, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui topografi dasar laut daerah tersebut. Topografi sangat berpengaruh terhadap penentuan kaki lereng kontinen. Data spasial yang diperoleh dari survei kemudian diproses dengan menggunakan

Visual Basic for Application (VBA). Perubahan gradien yang maksimum maka data tersebut terlebih dahulu diperhalus (smoothing). Proses smoothing ini menggunakan aplikasi moving average dalam software surfer 9.

Apabila ada data spasial (χ,γ,h) dimana χ; merupakan jarak 2 titik lintang, γ; adalah jarak 2 titik bujur dan h; merupakan kedalaman; maka untuk

memperoleh turunan pertama atau gradien diperlukan perhitungan jarak (dx) antara kedua koordinat (χ,γ) terlihat pada Lampiran 1. Perhitungan jarak tersebut menggunakan rumus:

... (1) Pada garis khatulistiwa, satu derajat lintang memilki nilai konversi dalam meter

sebesar 110.067 (68,392 mil), sedangkan untuk bujur nilai konversi dalam meter sebesar 110.321 (68,550 mil) (Anam, et al. 2010). Nilai jarak tersebut terlebih dahulu dikonversi menjadi satuan meter. Setelah mendapatkan nilai jarak kemudian nilai kedalaman diturunkan terhadap nilai jarak tersebut sehingga


(17)

diperoleh nilai gradient (Lampiran 2). Secara matematis perubahan gradien dapat dirumuskan (CLCS, 1999):

... (2)

Dimana jika fungsi dari profil batimetri pada tepian kontinen adalah y = f(x) yang secara kontinyu dapat diturunkan dua kali. Sedangkan fungsi perubahan gradien adalah fungsi turunan keduanya (Lampiran 3)

... (3)

Foot of Slope (FOS) atau kaki lereng kontinen merupakan perubahan maksimum gradien. Perubahan maksimum gradien diperoleh dari turunan ketiganya

(Lampiran 4)

... (4) Hasil yang diperoleh dari pengolahan menggunakan Visual Basic for

Application (VBA) terutama untuk turunan ketiga akan bernilai nol apabila tidak diperhatikan berapa nilai angka dibelakang koma. Hal ini diperlukan agar

perubahan gradien yang maksimum Foot of Slope (FOS) dapat terlihat. Perubahan gradien maksimum yang diperoleh dari hasil turunan ketiga kemudian dipilih satu titik berdasarkan kelompok wilayah (Boundary) untuk menentukan kaki lereng kontinen. Kemudian untuk visulasasi menggunakan software matlab 8 (Lampiran 5), surfer dan Arc Gis dimana hal digunakan untuk mempermudah dalam


(18)

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Informasi keberadaan kaki lereng kontinen bersifat penting karena akan menentukan wilayah yang dapat diklaim sebagai batas landas kontinen diluar 200 mil laut. oleh karena itu, penelitian ini dilakukan proses penentuan titik-titik kaki lereng kontinen berdasarkan perbedaan perubahan gradien maksimum dari data kedalaman.

Berdasarkan UNCLOS 1982 pasal 76 ayat 4 dikatakan bahwa kaki lereng kontinen merupakan hasil kalkulasi dari perhitungan terhadap perubahan gradien maksimum dari lereng. Hal ini merupakan poin penting untuk menentukan kaki lereng kontinen. Ketepatan dalam penentuan posisi kaki lereng sangat penting untuk proses selanjutnya dimana kesalahan dalam proses penentuan kaki lereng kontinen akan berpengaruh terhadap hasil akhir. Penentuan kaki lereng pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data batimetri hasil survei proyek

North46.

4.1 Data Batimetri Proyek North46

Akuisisi data batimetri proyek North46 dilakukan pada tahun 2005 dengan menggunakan kapal HMS Scott. Tujuan dari survei ini untuk memperoleh data batimetri dan melengkapi hasil survei sebelumnya. Penentuan nilai kedalaman dilakukan dengan menggunakan alat multibeam dengan frekuensi rendah yaitu 12 kHz. Data batimetri survei proyek North46 memiliki nilai kedalaman minimum yaitu 1456,576 m dan nilai kedalaman maksimumnya adalah 4856,27 m. Pada Gambar 8 terlihat bahwa hasil distribusi frekuensi dari survei proyek north46

dimana dilakukan pembagian kelas menjadi tiga kelas. Pembagian tiga kelas ini


(19)

terkait dengan tujuan penelitian yaitu untuk menentukan kaki lereng, dimana pembagian kelas ini untuk mengisolir rentang kedalaman 2500m yang tidak menjadi focus penelitian. Data batimetri distribusi frekuensi ini merupakan data batimetri yang telah dilakukan moving average. Dari ketiga kelas tersebut yang memiliki frekuensi tinggi yaitu kelas dengan rentang kedalaman 1400 – 2400 m sebanyak 109 kali. Nilai frekuensi terendah yaitu pada kelas dengan rentang kedalaman 2400 – 3400 m dengan nilai nol. Hal ini dikarenakan pada data rentang kedalaman tersebut tidak dilakukan pengukuran yang kemudian di cross cek

terhadap data asli.


(20)

4.2 Visualisasi Data Batimetri

Data batimetri divisualisasikan secara tiga dimensi seperti pada gambar 9, 10 dan 11. Visualisasi ini dimaksudkan untuk mengetahui topografi bawah lautnya.

Gambar 9. Peta batimetri 3D di north boundary


(21)

Gambar 11. Peta batimetri 3D di west boundary

Visualiasasi data batimetri dibagi berdasarkan pengambilan data atau per

boundary. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan topopgrafi bawah laut per boundary. Pada Gambar 9, 10, dan 11 terlihat bahwa perbedaan topografi bawah lautnya. Pada Gambar 9 dan 11 atau daerah utara dan barat, topografi bawah lautnya cenderung berbentuk lereng – lereng curam. Lereng – lereng ini seperti daerah yang berbentuk palung atau daerah cekungan muka busur (fore arc basin). Hal ini sesuai dengan penenlitian yang dilakukan oleh Khafid tahun 2009. Topografi bawah laut yang berbentuk palung atau daerah cekungan akan berpengaruh terhadap penentuan kaki lereng kontinen. Hal ini dikarenakan kaki lereng kontinen sesuai UNCLOS 1982 pasal 76 ayat 4 merupakan perubahan gradien maksimum dari lereng. Sederhananya, semakin banyak lereng – lereng yang curam maka akan banyak pula perubahan gradien maksimumnya. Akan tetapi hal ini berpengaruh terhadap konsekuensi pemilihan atau fiksasi penentuan kaki lereng kontinen. Hal ini dikarenakan tidak semua perubahan gradien yang


(22)

maksimum itu dapat dijustifikasi sebagai kaki lereng akan tetapi kaki lereng merupakan perubahan gradien yang maksimum dengan prinsip dapat menambah luas wilayah perairan yang dapat diklaim oleh suatu negara. Artinya dari sekian banyak perubahan gradien yang maksimum maka harus memilih mana koordinat yang terjauh yang dapat kita ajukan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dibawah 350 mil laut. Sedangkan pada Gambar 10 atau pada daerah barat laut, terlihat bahwa topografi cenderung tidak banyak lereng – lereng yang curamnya. Akan tetapi belum tentu dikatakan tidak ada perubahan gradien yang maksimum. Karena pada gambar terlihat bahwa meskipun tidak banyak lereng – lereng curamnya akan tetapi ada perubahan gradien dari topografi bawah lautnya. 4.3 Penentuan Kaki Lereng Pada Data Batimetri

4.3.1 Analisis Maximum Change of Gradient Pada North Boundary

Penentuan kaki lereng kontinen dalam penelitian ini menggunakan model matematika. Istilah slope (lereng) dalam matematika disebut juga sebagai gradien. Gradien dalam istilah matematika merupakan operasi vektor yang

menghubungkan dengan fungsi skalar untuk menghasilkan vektor yang jaraknya merupakan perubahan maksimum gradien. Proses penentuan gradient dengan menggunakan model matematika yaitu dengan menurunkan fungsi kedalaman terhadap jarak. Fungsi jarak diperoleh dengan rumus segitiga bola (persamaan 1). Pada Gambar 12 dan 13 terlihat hasil visualisasi dari perubahan gradien yang maksimum pada North Boundary hasil perhitungan dengan menggunakan model matematika.


(23)

Gambar 12. Visualisasi maximum change of gradient in north boundary

Gambar 13. Visualisasi 3D maximum change of gradient in north boundary

Max change of gradien

Posisi max change of gradien


(24)

Tabel 1 menunjukan koordinat maximum change of gradient pada north boundary

hasil perhitungan dengan menggunakan model matematika.

Tabel 1. Posisi maximum change of gradient pada north boundary

Pada Gambar 12 memperlihatkan visualisasi perubahan gradien yang maksimum pada North Boundary. Terdapat tiga titik posisi atau titik koordinat yang memperlihatkan perubahan gradien yang maksimum hasil perhitungan dengan model matematika seperti terlihat pada Tabel 1. Ketiga posisi tersebut diperoleh dari hasil pengelompokan untuk daerah utara dimana dari ketiga tersebut kemudian dipilih satu sebagai kaki lereng kontinen. Pada Gambar 13 terlihat bahwa posisi atau koordinat dari perubahan maksimum gradien yang dihasilkan dari perhitungan. Pada gambar tersebut terdapat lereng yang naik dan lereng yang turun. Hal ini diperjelas oleh Gambar 12 dengan visualisasi matlab. Pada Gambar 12 memperlihatkan topografi bawah laut yang memiliki banyak lereng yang curam akan tetapi dari hasil perhitungan dengan visual basic

diperoleh tiga koordinat. Hal ini dikarenakan adanya proses filterisasi atau

smoothing pada pengolahan dengan visual basic berpengaruh terhadap hasil atau koordinat dari perubahan gradien maksimum yang diperoleh. Sedangkan pada Gambar 13, merupakan visualisasi data secara utuh belum difilter atau smoothing,

dimana pengolahannya dengan proses griding yang lebih detail. Lintang

(degree)

Bujur

(degree) Nilai Nilai turunan ke 3

3,73566 92,33348 -0,000000001

3,73566 92,3431 0,000000001


(25)

Analsisis kaki lereng pada North Boundary yaitu pada posisi 3037.8’ 15.12” LU dan 92023.4’ 4.23” BB dengan nilai turunan ketiganya adalah

0.000000001. Hal ini dikarenakan untuk menentukan batas landas kontinen maka posisi kaki lereng yang terjauh yang diambil dimana ini berpengaruh terhadap luas wilayah. Pada tabel 1 nilai perubahan gradien yang maksimum ada yang positif dan negatif. Hal ini berpengaruh terhadap visualisasi seperti terlihat pada Gambar 12. Nilai positif pada gambar menunjukan posisi gradien yang naik sedangkan untuk negatif menunjukan gradien yang turun. Pada Gambar 12 tidak terlihat perbedaan yang nyata hal ini dikarenakan posisi atau koordinatnya hampir sejajar sehingga tidak terlihat perubahan gradien yang maksimal. Nilai positif dan negatif tidak berpengaruh terhadap penentuan kaki lereng kontinen. Akan tetapi untuk konsistensi maka harus memilih diantara keduanya dengan prinsip kewilayahan. Artinya penentuan kaki lereng disepakati untuk memudahkan dalam analisisnya. 4.3.2 Analisis Maximum Change of Gradient Pada Northwest Boundary

Proses moving average merupakan proses untuk menghilangkan noise yang diakibatkan oleh perbedaan karakteristik dasar laut terutama dari kekerasan substrat. Hal ini disetujui oleh CLCS (Commission on the Limits of the

Continental Shelf) dalam menentukan perubahan gradien yang maksimum atau dalam penentuan kaki lereng kontinen (Khafid, 2009). Selain itu, penentuan kaki lereng dipengaruhi oleh jumlah pengelompokan dimana semakin banyak maka jumlah kaki lereng akan berbanding lurus.


(26)

Gambar 14. Visualisasi maximum change of gradient in northwest boundary.

Gambar 15. Visualisasi 3D maximum change of gradient in northwest boundary

Tabel 2 menunjukan posisi maximum change of gradient pada northwest boundary hasil dari perhitungan menggunakan model matematika.

Max change of gradien

Posisi Max change of gardient


(27)

Tabel 2. Posisi maximum change of gradient pada northwest boundary

Lintang (degree) Bujur (degree) Nilai Nilai turunan ke 3

3,6324 93,93671 0,0000001

3,62195 93,9474 -0,0000001

3,6324 93,9474 0,0000001

Terdapat tiga titik koordinat perubahan maksimum gradien yang diperoleh berdasarkan perhitungan menggunakan visual basic. Ketiga koordinat tersebut terlihat pada Tabel 2 dan divisualisasikan pada Gambar 14. Pada daerah

northwest boundary cenderung memiliki topografi bawah laut yang tidak memiliki gradien yang banyak tidak seperti pada daerah north boundary. Akan tetapi pada daerah northwest boundary terdapat perubahan gradien topografi bawah lautnya seperti terlihat pada Gambar 15 yang daerahnya dilingkari dan disekitarnya. Kondisi topografi pada daerah northwest boundary tidak terlepas dari proses pengambilan data. Hal ini dikarenakan proses pengambilan data tidak secara keseluruhan daerah barat Sumatera akan tetapi disampling hanya daerah tertentu. Selain itu, proses pengambilan data dilakukan satu tahun sesudah terjadinya peristiwa tsunami Aceh. Hal ini sedikit banyak berpengaruh terhadap kondisi topografi bawah laut daerah tersebut. Pada daerah northwest boundary

diperoleh tiga koordinat lokasi perubahan gradien yang maksimum terlihat pada Tabel 2. Kaki lereng pada daerah tersebut yaitu pada koordinat 3037.8’ 8.64” LU dan 93056.4’ 26.64” BB dengan kondisi lereng yang naik dimana nilai dari perhitungan turunan ketiga atau nilai dari perubahan gradien maksimumnya adalah 0.0000001. Penentuan kaki lereng didasarkan pada prinsip kewilayahan dimana kaki lereng merupakan bagian dari proses penentuan batas landas


(28)

kontinen suatu negara, maka kaki lereng ditentukan oleh jarak yang terjauh atau koordinat yang terjauh akan tetapi memiliki perubahan gradien yang maksimum dan setelah diproses selanjutnya ketahap penentuan batas landas kontinen tidak melebihi 350 mil laut.

4.3.3 Analisis Maximum Change of Gradient Pada West Boundary

Analisis perubahan gradien maksimum pada daerah west boundary lebih variatif dimana perubahan gradien maksimum yang diperoleh cukup banyak yaitu ada 11 koordinat seperti terlihat pada Tabel 3.

Gambar 16. Visualisasi maximum change of gradient in west boundary

Max change of gradient


(29)

Gambar 17. Visualisasi 3D maximum change of gradient in west boundary

Tabel 3 menunjukan posisi maximum change of gradient pada west boundary

hasil dari perhitungan menggunakan model matematika.

Tabel 3. Posisi maximum change of gradient pada west boundary

Lintang (degree) Bujur (degree) Nilai turunan ke 3

2,1673 95,12359 0,000000001

2,1673 95,13608 0,000000001

2,1559 95,17355 0,000000001

2,1559 95,19853 0,000000001

2,1673 95,19853 -0,000000001

2,1559 95,21102 0,000000001

2,1673 95,21102 -0,000000001

2,1559 95,22351 0,000000001

2,1673 95,22351 -0,000000001

2,1559 95,236 0,000000002

2,1673 95,236 -0,000000002

Hasil Tabel 3 menunjukan posisi kaki lereng kontinen berdasarkan hasil

perhitungan dengan metodologi matematika terdapat 11 posisi atau titik koordinat yang memiliki perbedaan yang cukup jauh. Pengambilan data yang detail dan

Posisi Max change of gardient


(30)

banyak jumlahnya akan berpengaruh terhadap jumlah perubahan maksimum dari gradien. Pada west boundary data yang diperoleh lebih banyak dari boundary

yang lain. Pada Gambar 16 terlihat bahwa perubahan gradien maksimumnya sangat variatif dimana lebih dari satu yang naik begitupun dengan yang turun akan tetapi ada juga yang datar dimana hal ini bergantung pada posisi. Visualisasi posisi dari perubahan maksimum gradien pada daerah west boundary terlihat pada Gambar 17. Posisi kaki lereng pada terletak pada koordinat 209’ 21.24” LU dan 95013.8’ 21.6” BB dimana posisi tersebut ditentukan berdasarkan prinsip kewilayahan. Semakin jauh posisi tersebut maka wilayah yang dapat diklaim sebagai landas kontinen akan semakin jauh juga.

4.4 Analisi Kaki Lereng

Klaim terhadap batas landas kontinen diluar 200 mil laut oleh suatu negara dapat dilakukan dengan melakukan submisi ke PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) dengan prosedur yang telah ditentukan oleh CLCS (Commission on the Limits of the Continental Shelf). Salah satu prosedurnya yaitu menentuakan kaki lereng kontinen dimana berdasarkan UNCLOS 1982 pasal 76 ayat 4b menyatakan bahwa kaki lereng kontinen didefinisikan sebagai perubahan gradien yang

maksimum. Gambar 18 merupakan visualisasi dari posisi kaki lereng kontinen pada daerah barat Sumatera dengan metode model matematika.


(31)

Gambar 18. Visualisasi 3D posisi kaki lereng kontinen

Pada Gambar 18 dan Tabel 4 memperlihatkan posisi kaki lereng kontinen pada daerah barat Sumatera. Terdapat tiga posisi yang mewakili tiap boundary yaitu 30 37.8’ 15.12” LU dan 92023.4’ 4.23” BB untuk daerah

north boundary, 3037.8’ 8.64” LU dan 93056.4’ 26.64” BB untuk daer

ah northwest boundary, dan terakhir 209’ 21.24” LU dan 95013.8’ 21.6” BB untuk daerah west boundary .

Tabel 4. Posisi kaki lereng kontinen (Foot of Slope)

Lintang (degree) Bujur (degree) Max Change of Gradient

3,73566 92,3912 0,000000001

3.6324 93.9474 0.0000001


(32)

Posisi tersebut diperoleh berdasarkan prinsip kewilayahan untuk memperoleh klaim wilayah yang lebih luas yang tentunya tidak melebihi 350 mil laut dalam penentuan batas landas kontinen suatu negara. Hal ini dikarenakan penentuan kaki lereng kontinen merupakan bagian dari rangkaian dalam penentuan batas landas kontinen suatu negara. Setelah penetuan kaki lereng maka proses selanjutnya dalam penentuan batas landas kontinen adalah final outer limit. Dimana final outer limit ini didasarkan pada posisi kaki lereng yang kemudian ditambah 60 mil laut (distance formula) atau pengukuran dengan gardiner formula dimana diukur dengan ketebalan sedimen satu persen. Hasil dari perhitungan dengan

menggunakan metode matematika diperoleh posisi kaki lereng (Foot of Slope ) kontinen yang berjauhan satu sama lainnya. Hal ini terlihat pada Gambar 19 yang mana dikarenakan dalam pengambilan data batimetrinya tidak mencakup seluruh daerah barat Sumatera akan tetapi hanya tiga bagian saja. Pada Gambar 19 diperlihatkan posisi kaki lereng terhadap garis pangkal dalam bentuk peta.


(33)

Pada Tabel 5 terlihat posisi koordinat garis pangkal. Garis pangkal merupakan bagian dalam proses penentuan landas kontinen suatu negara. Dimana garis pangkal berperan untuk pengukuran terhadap pengukuran wilayah misalnya zona ekonomi eksklusif (200 mil laut) kemudian pengukuran 350 mil laut untuk batasan dalam penentuan landas kontinen.

Tabel 5. Posisi titik pangkal

No Posisi Baseline

Lintang (degree) Bujur (degree) 1 0033.3’ 97051” 14’ 2 0024.5’ 97051” 12’ 3 1012” 46.8’ 97051” 4 1024” 12.72’ 97021.96’ 5 2031.2” 34.92’ 95054.6” 29.02’ 6 2057.6” 15’ 95023.4” 10’ 7 2058.8” 9’ 95022.8” 18’ 8 4052.2” 20.9’ 95021.6” 10.1 9 5016.2” 23’ 95012” 6.8’ 10 5047.4” 10.1’ 94058.2” 9’ 11 604.2” 18’ 9506.6” 9’

Data garis pangkal diperoleh dari hasil survei pihak bakosurtanal yang didokumentasikan untuk pembinaan data spasial batas landas kontinen Indonesia diluar 200 mil laut. Pengukuran garis pangkal mengacu pada UNCLOS 1982 dimana diukur berdasarkan titik – titik terluar yang menghubungkan pada

kedudukan garis air rendah (low water line), batas – batas kearah laut, seperti laut tern itorial dan wilayah yuridiksi lainnya (zona tambahan, landas kontinen, dan zona ekonomi ekslusif) diukur. Penentuan batas landas kontinen diawali dengan pengukuran terhadap kedudukan garis air rendah (low water line) untuk


(34)

selanjutnya adalah mengukur zona ekonomi ekslusif atau 200 mil laut diukur dari garis pangkal. Pengukuran batas landas kontinen kemudian dibatasi tidak melebihi 350 mil laut yang kemudian menentukan kaki lereng kontinen sebagai bagian dari penentuan final outer limit yang didasarkan pada posisi kaki lereng yang

kemudian ditambah 60 mil laut (distance formula) atau pengukuran dengan gardiner formula dimana diukur dengan ketebalan sedimen satu persen.


(35)

5.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pendekatan dengan mengguanakan model matematika memberikan gambaran bahwa posisi kaki lereng kontinen erat kaitannya dengan kondisi geomorfologi daerah penelitian. Daerah barat Sumatera memiliki morfologi dasar laut yang didominasi oleh cekungan muka busur (fore arc basin), palung,

cekungan-cekungan lereng dan busur vulkanik. Hasil penentuan posisi kaki lereng dengan menggunakan metode matematika diperoleh tiga posisi yang mewakili tiap boundary yaitu pada 3037.8’ 15.12” LU dan 92023.4’ 4.23” BB untuk daerah

north boundary, 3037.8’ 8.64” LU dan 93056.4’ 26.64” BB untuk daerah

northwest boundary, dan terakhir 209’ 21.24” LU dan 95013.8’ 21.6” BB untuk daerah west boundary . Posisi tersebut merupakan acuan untuk menentukan landas kontinen Indonesia.

5.2 Saran

Diperlukan pembanding untuk hasil yang diperoleh sebagai verifikasi baik itu dengan pengolahan menggunakan model matematika maupun dengan

perangkat lunak Caris Lots. Selain itu diperlukan pembagian kelompok atau

boundary dimana adanya penyebaran dalam proses pengambilan data batimetri sehingga jumlah kaki lerengnya jumlahnya banyak pula. Penentuan kaki lereng kontinen merupakan rangkaian dari proses penentuan batas landas kontinen, oleh karena itu ada baiknya dilakukan penelitian sampai penentuan landas kontinen.


(36)

PENENTUAN KAKI LERENG (

FOOT OF SLOPE

) KONTINEN

MENGGUNAKAN DATA BATIMETRI

ERWAN HERMAWAN

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(37)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

PENENTUAN KAKI LERENG (

FOOT OF SLOPE

) KONTINEN

MENGGUNAKAN DATA BATIMETRI

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan didalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.

Bogor, April 2012

ERWAN HERMAWAN C54070022


(38)

iii

RINGKASAN

ERWAN HERMAWAN. Penentuan Kaki Lereng (Foot of Slope) Kontinen menggunakan Data Batimetri. Dibimbing oleh HENRY M. MANIK

Indonesia sebagai negara kepulauan telah diperjuangkan diforum internasional melalui deklarasi juanda tahun 1957 oleh pemerintah. Hal ini berimplikasi terhadap lahirnya UU Prp No 4/1960 tentang perairan Indonesia dan UU No 1 tahun 1973 tentang landas kontinen Indonesia sebagai tindak lanjut dari Konvensi Hukum laut Internasional (UNCLOS) tahun 1958. Sebagai negara kepualauan, selain zona teritorial dan zona ekonomi ekslusif; negara kepulauan dapat mengklaim zona atau wilayah landas kontinennya. Salah satu syarat yang penting dalam menentukan batas landas kontinen yaitu adanya penentuan kaki lereng. Berdasarkan UNCLOS 1982 pasal 76 ayat 4 dikatakan bahwa kaki lereng kontinen merupakan hasil kalkulasi dari perhitungan terhadap perubahan gradien maksimum dari lereng. Pada penelitian ini, wilayah yang menjadi kajian studi yaitu bagian barat Sumatera yang merupakan wilayah kajian desktop study yang dilakukan oleh pihak Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). Perubahan gradien yang tinggi dihitung berdasarkan model matematika yang diperoleh dari guidelines CLCS (Commision on the Limits of the Continental Shelf) dan melihat kontur kedalaman dari data batimetri. Pendekatan matematika tersebut menghitung nilai dari gradient, dimana gradien diperoleh dari turunan pertama perbandingan antara kedalaman terhadap jarak, kemudian nilai dari gradient of change yang diperoleh dari turunan kedua antara kedalaman terhadap jarak, dan maximum change of gradient yang merupakan turunan ketiga perbandingan kedalaman terhadap jarak. Penentuan kaki lereng kontinen yaitu dengan memilih salah satu dari nilai dan posisi maximum change of gradient yang dihasilkan dari perhitungan model matematika. Pemilihan tersebut didasarkan pada prinsip kewilayahan. Hal ini dikarenakan semakin jauh titik kaki lereng maka akan semakin luas wilayah yang dapat diklaim sebagai wilayah landas kontinen suatu negara. Hasil penentuan posisi kaki lereng dengan menggunakan metode matematika diperoleh tiga posisi yang mewakili tiap boundary yaitu pada 30 37.8’ 15.12” LU dan 920 23.4’ 4.23” BB untuk daerah north boundary, 30 37.8’ 8.64” LU dan 930 56.4’ 26.64”

BB untuk daerah northwest boundary, dan terakhir 20 9’ 21.24” LU dan 950 13.8’ 21.6” BB untuk daerah west boundary . Posisi tersebut merupakan acuan untuk menentukan landas kontinen Indonesia.


(39)

© Hak cipta milik ERWAN HERMAWAN, tahun 2012

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya


(40)

v

PENENTUAN KAKI LERENG (

FOOT OF SLOPE

) KONTINEN

MENGGUNAKAN DATA BATIMETRI

ERWAN HERMAWAN

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(41)

Judul Skripsi : Penentuan Kaki Lereng (Foot of Slope) Kontinen menggunakan Data Batimetri

Nama Mahasiswa : Erwan Hermawan Nomor Pokok : C54070022

Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Tanggal Ujian :

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP. 19580909 198303 1 003 Dr. Ir. Henry M Manik , M.T NIP 197012291997031008


(42)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini berjudul PENENTUAN KAKI LERENG (FOOT OF SLOPE) KONTINEN MENGGUNAKAN DATA BATIMETRI dimana hal ini didasarkan kepada penulis untuk memberikan khazanah keilmuan yang dapat bermanfaat bagi ilmu-ilmu aplikatif yang ada di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu baik secara materi, moril dan moral. Beberapa diantaranya adalah

1. Bapak Dr.Ir.Henry M Manik, M.T selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan serta bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini sehingga penelitian ini dapat tersusun dengan baik dan benar 2. Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional

(BAKOSURTANAL) yang memperbolehkan dalam pengguanaan data. Kepada bapak Dr.Ing. Khafid yang telah banyak membantu mematangkan pemahaman terkait topik penelitian.

3. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan moril dan menjadi penyemangat. Ibuku yang tidak kenal lelah membela anaknya, adikku tercinta Vega Maria Agustina, Mang Ade dan Teh Santi yang selalu perhatian terhadap materi, Pa Enur, Uwa yati, Wa Pudin, Wa Ood, Teh Desi, Teh Nina, A yandi, Lisa, Lina dan seluruh keluarga besar yang mendukung.

4. Teman - teman ITK 44 yang saya cintai dan sayangi, terutama kepada Dino dan Adit makasih atas bantuannya dan warga ITK. dan seluruh pihak yang


(43)

Penulis juga meminta maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan penelitian ini. Penulis berharap penelitian ini dapat berguna baik bagi penulis sendiri

maupun berguna bagi orang lain yang membacanya.

Bogor, April 2012


(44)

ix

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR GAMBAR ... xi 1. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan... 2 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3 2.1 Landas Kontinen bagi Negara Kepulauan ... 3 2.2 Konsep Landas Kontinen menurut Hukum ... 5 2.2.1 Landas Kontinen berdasarkan UNCLOS 1958 ... 6 2.2.2 Landas Kontinen berdasarkan UNCLOS 1982 ... 6 2.3 Kaki Lereng ( foot of slope ) Kontinen ... 9 3. BAHAN DAN METODE ... 13 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian... 13 3.2 Survei Batimetri ... 14 3.3 Metode Penentuan Kaki Lereng ... 15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18 4.1 Data Batimetri Proyek North46 ... 18 4.2 Visualisasi Data Batimetri ... 20 4.3 Penentuan Kaki Lereng Pada Data Batimetri ... 22 4.3.1 Analisis Maximum Change of Gradient Pada North Boundary ... 22 4.3.2 Analisis Maximum Change of Gradient Pada Northwest Boundary . 25 4.4 Analisi Kaki Lereng ... 30 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 35 5.1 Kesimpulan... 35 5.2 Saran ... 35 DAFTAR PUSTAKA ... 36


(45)

Halaman

1. Posisi maximum change of gradient pada nort boundary ... 24

2. Posisi maximum change of gradient pada nortwest boundary ... 27 3. Posisi maximum change of gradient pada south boundary ... 29 4. Posisi kaki lereng kontinen (Foot of Slope) ... 31 5. Posisi titik pangkal ... 33


(46)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Landas Kontinen ... 5 2. Landas Kontinen Berdasarkan UNCLOS 1982 ... 8 3. Pencarian Dasar Lereng Kontinen ... 10 4. Kaki Lereng (foot of slope) ... 11 5. Visualisasi Tahapan Penentuan Kaki Lereng ... 12 6. Peta Lokasi Penelitian ... 13 7. Diagram Penentuan Foot of Slope (FOS)... 15 8. Distribusi Frekuensi Kedalaman ... 19 9. Peta Batimetri 3D di north boundary ... 20 10.Peta Batimetri 3D di north west boundary ... 20 11.Peta Batimetri 3D di west boundary ... 21 12.Visualisasi maximum change of gradient in north boundary ... 23 13.Visualisasi 3D maximum change of gradient in north boundary ... 23 14.Visualisasi maximum change of gradient in northwest boundary ... 26 15.Visualisasi 3D maximum change of gradient in northwest boundary ... 26 16.Visualisasi maximum change of gradient in west boundary ... 28 17.Visualisasi 3D maximum change of gradient in west boundary ... 29 18.Visualisasi kaki lereng kontinen ... 31 19. Lokasi Foot of Slope (FOS) ... 32


(47)

(48)

1

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Republik Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) yang sudah lama diperjuangkan di forum internasional. Diawali dengan pernyataan pemerintah yang dikenal sebagai Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957 lalu diikuti UU Prp No 4/1960 tentang perairan Indonesia. Kemudian konsep negara kepulauan dimasukkan dalam Konvensi Hukum Laut tahun 1982 (PBB) yang diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985, wilayah perairan Indonesia bertambah luas menjadi kurang lebih 8,5 juta kilometer persegi (Djajaatmadja, 2006).

Konten hasil dari ratifikasi UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) yang telah disahkan PBB yaitu adanya upaya untuk menjaga keutuhan wilayah nasional republik Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia harus mendaftarkan batas-batas teritorialnya ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. Indonesia berbatasan dengan 10 negara, baik perbatasan laut teritorial, batas landas kontinen, maupun batas zona ekonomi ekslusif (ZEE). Penetapan batas laut teritorial, landas kontinen (continental shelf), dan Zona Ekonomi Eksklusif

dimaksudkan untuk mengamankan kepentingan nasional Indonesia di laut, terutama berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam, baik hayati maupun nonhayati (Djajaatmadja, 2006).

Kajian dalam penelitian ini lebih mengarah pada penetapan batas landasan kontinen Indonesia. Sehubungan dengan itu, Indonesia melakukan pengumpulan data dan pengkajian terkait kemungkinan melakukan submisi (submission) ke PBB mengenai batas landas kontinen di luar 200 mil laut. Hasil studi berdasarkan


(49)

data-data geologi, seismik, graviti dan batimetri yang dilakukan tim kajian Landas Kontinen Indonesia pada bulan April 2005 menunjukan terdapat tiga lokasi dimana Indonesia mempunyai prospek untuk melaksanakan submisi landas kontinen di luar 200 mil laut yaitu, disebelah barat Aceh, Selatan P. Sumba, dan Utara P. Papua (Bakosurtanal, 2010).

Suatu negara pantai dapat mengklaim batas terluar landas kontinennya lebih dari 200 mil laut dengan menggunakan kriteria jarak 60 mil laut atau sejauh ketebalan sedimen satu persen dari kaki lereng (foot of slope), tetapi tidak melebihi 350 mil laut dari garis pangkal atau 100 mil laut dari kedalaman 2500 meter (Pratomo, 2007). Penentuan batas terluar landas kontinen, diperlukan pengukuran terhadap posisi kaki lereng. Pengukuran kaki lereng ini merupakan salah satu rangkaian dalam penentuan landasan kontinen. Penelitian ini dilakukan penentuan kaki lereng terkait dengan penentuan landas kontinen lebih dari 200 mil laut.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menentukan garis kaki lereng

kontinen dalam kaitannya dengan penetapan batas landas kontinen lebih dari 200 mil laut.


(50)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landas Kontinen bagi Negara Kepulauan

Wilayah kedaulatan dan yuridiksi Indonesia terbentang dari 6°08' LU hingga 11°15' LS, dan dari 94°45' BT hingga 141°05' BT terletak di posisi geografis sangat strategis, karena menjadi penghubung dua samudera dan dua benua, Samudera India dengan Samudera Pasifik, dan Benua Asia dengan Benua Australia. Kepulauan Indonesia terdiri dari 17.508 pulau besar dan pulau kecil dan memiliki garis pantai 81.000 km, serta luas laut terbesar di dunia yaitu 5,8 juta km2 (DEPLU, 2005). Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai hak dan kewajiban dalam menjalankan hak berdaulat untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan alam di landas kontinen.

Istilah landas kontinen (continental self) muncul ketika “Deklarasi Truman” oleh pemerintah Amerika Serikat terkait perluasan wilayah yuridis

secara sepihak untuk mengeksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan alamnya. Adanya Konvensi Hukum Laut 1958 membuat konsepsi continental self diterima, akan tetapi batas terluar landas kontinen masih tidak jelas tergantung dari

kemampuan teknologi untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber kekayaam alamnya. Permasalahan akan ketidak jelasan penarikan batas terluar landas kontinen di selesaikan dalam Konvensi Hukum Laut tahun 1982. Dalam konvensi ini ditentukan batas terluar landas kontinen yaitu 200 mil laut diukur dari garis pangkal laut teritorial sebagai batas minimum sedangkan untuk batas maksimum yaitu 350 mil laut atau 100 mil laut dari kedalaman 2500 meter.


(51)

Menurut Djajaatmadja (2006), landas kontinen bukan saja merupakan fenomena geografis dan geologis akan tetapi juga fenomena ekonomis, karena sumber daya alam mineral yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan

penelitian, sumber daya alam berupa kandungan mineral yang terdapat di landas kontinen memang sangat menarik:

- Di sepanjang pantai, di dasar laut landas kontinen yang tidak begitu dalam, terdapat placers yang mengandung emas, berlian dan sumber daya minyak bumi;

- Di bagian-bagian tertentu lereng kontinen terkandung endapan-endapan yang masuk kategori sumber minyak dan gas bumi, dan di bagian-bagian tertentu dasar laut dalam diperkirakan terdapat juga sumber-sumber minyak;

- Di dasar laut dalam (deep seabed) juga terdapat nodule mangan (manganese nodules) yang mengandung logam-logam lain seperti cobalt, nickel, tembaga. Semakin dalam dasar lautnya semakin banyak terdapat nodul-nodul ini, dan konsentrat kandungan logamnya pun berbeda-beda;

- Di bagian luar landas kontinen, di bagian atas lereng kontinen, terdapat phosfor dalam bentuk lapisan-lapisan nodule;

- Lumpur-lumpur logam yang kaya dengan bijih tembaga dan zinc diperkirakan terdapat di daerah-daerah laut yang hangat dengan konsentrasi garam yang pekat, seperti di Laut Merah.

Gambar 1 adalah gambaran tentang landas kontinen, dimana landas kontinen dibagi dengan beberapa bagian yaitu daerah continental shelf, continental slope


(52)

Gambar 1. Landas Kontinen (Djajaatmadja, 2006) Aspek lain yang menyebabkan kawasan landas kontinen, dengan sumber daya alamnya yang cukup melimpah, menjadi sangat penting adalah karena kemajuan teknologi penambangan. Kemajuan di bidang penambangan sumber daya mineral di dasar laut landas kontinen ini akan sangat dirasakan pentingnya mengingat saat ini kandungan sumber daya alam berupa mineral di wilayah daratan sudah mendekati titik kritis. Oleh karenanya, dasar laut terutama landas kontinen dianggap sebagai alternatif utama untuk mengganti peranan daratan sebagai pemasok bahan-bahan mineral, terutama minyak bumi dan gas alam, serta logam-logam mineral yang sangat dibutuhkan oleh industri.

2.2 Konsep Landas Kontinen menurut Hukum

Landas kontinen dalam perspektif hukum mengacu pada Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS). Landas kontinen semula merupakan istilah geologi yang mengalami perubahan yang mendasar ketika masuk istilah hukum. Berikut akan diuraikan tentang landas kontinen menurut UNCLOS dan Undang-Undang yang hasil ratifikasi UNCLOS. Konvensi Hukum Laut itu sendiri berjalan pada tahun 1958, 1960 dan 1982.


(53)

2.2.1 Landas Kontinen berdasarkan UNCLOS 1958

Sebagaimana telah disebutkan di atas pengertian continental shelf dalam Konvensi Hukum Laut 1958 adalah pengertian dalam arti hukum (landas

kontinen) yang berbeda dengan pengertian aslinya menurut Proklamasi Truman. Definisi dalam ketentuan Pasal 1 Konvensi tentang Landas Kontinen tersebut menentukan batas landas kontinen, yaitu :

1. Dasar laut dan tanah di bawahnya di luar laut teritorial sampai kedalaman 200 meter untuk tujuan eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan alamnya. 2. Dasar laut dan tanah di bawahnya di luar batas kedalaman 200 meter sampai di

mana kemampuan teknologi dapat mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber kekayaan alamnya (kriteria technical exploitability).

Ternyata dengan kemajuan teknologi di bidang kelautan yang sangat pesat, interprestasi ketentuan pasal 1 tersebut di atas hanya ditekankan pada ukuran

technical exploitability, sehingga batas yang dicapai oleh teknik pengambilan kekayaan di laut. Karena itulah ketentuan landas kontinen dalam pasal 1

Konvensi Hukum Laut 1958 tersebut (kriteria technical exploitability) sudah tidak memuaskan lagi terutama bagi negara-negara yang sedang berkembang dan tidak mempuyai kemampuan dan teknologi untuk memanfaatkannya. Ketentuan inilah yang merupakan salah satu diantara alasan-alasan untuk meninjau kembali Konvensi Hukum Laut 1958 agar mengenai landas kontinen diberikan batas terluar yang jelas (Djajaatmadja, 2006).

2.2.2 Landas Kontinen berdasarkan UNCLOS 1982

Pasal 76 ayat (1) Konvensi Hukum Laut 1982 memberikan batasan Landas Kontinen sebagai berikut:


(54)

Landas kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut.

Jika dibandingkan dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut 1958, perumusan yang terdapat dalam pasal 76 Konvensi Hukum Laut 1982 di atas memberikan batasan-batasan yang lebih jelas dengan memberikan kepastian batas terluar landas kontinen. Demikian juga pengertian landas kontinen selain mencakup pengertian yuridis juga mencakup pengertian geologis yang merupakan penyempurnaan dari pengertian landas kontinen itu sendiri.

Perumusan yang terdapat dalam Konvensi Hukum Laut 1982, selain merupakan penyempurnaan dari pengertian landas kontinen yang dapat dianggap sebagai perkembangan hukum laut masa kini, perumusan tersebut dapat

menimbulkan ketidak pastian dalam menafsirkan pengertian continental shelf. Hal ini bisa dilihat dari alternatif-alternatif yang digunakan untuk menentukan batas terluar landas kontinen sampai pinggiran luar tepian kontinen atau

melampaui batas itu, sesungguhnya cara pengukuran ini sudah jauh meninggalkan pengertian continental shelf dalam arti geologis semata-mata. Gambar 2 adalah gambaran tentang landas kontinen berdasarkan UNCLOS tahun 1982 yang memetakan bagian-bagian yang penting dalam penetuan landas kontinen.


(55)

Gambar 2. Landas Kontinen Berdasarkan UNCLOS 1982 (SP51 IHO, 2008) Penentuan batas landas kontinen suatu negara pantai mengacu pada garis pangkal dimana laut teritorialnya diukur. Menurut UNCLOS 1982, penetuan batas landas kontinen suatu negara pantai dapat dibagi menjadi tiga kondisi, yaitu:

1. Penentuan batas landas kontinen dengan negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan.

Penetuan batas landas kontinen dengan negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan dapat terjadi apabila jarak antar negara pantai kurang dari 400M (pasal 83 ayat 1 UNCLOS 1982).

2. Penetuan batas landas kontinen kurang dari 200M

Berdasarkan pasal 76 ayat 1 UNCLOS 1982, apabila pinggiran luar tepian kontinen suatu negara pantai tidak mencapai 200M dari garis pangkal, maka batas luar dari landas kontinen negara tersebut adalah sejauh 200M. klaim selebar 200M ini berhimpit dengan batas zona ekonomi eksklusif atau dikenal dengan konsep co-extensive principle.

3. Penetuan batas landas kontinen lebih dari 200M

Penetuan batas landas kontinen lebih dari 200M dapat dilakukan apabila pinggiran terluar tepian kontinen melebihi 200M dari garis pangkal. Sesuai


(56)

dengan pasal 76 ayat 2 sampai 6 UNCLOS 1982, batas terluar dari landas kontinen mengacu pada ketentuan berikut:

1. Didasarkan pada titik tetap terluar dimana ketebalan batu endapan (sedimentary rock) paling sedikit sebesar 1 % dari jarak terdekat antara titik tersebut dengan kaki lereng kontinen (Formula Gardiner)

2. Jarak 60 mil laut dari kaki lereng kontinen (Formula Hedberg)

3. Batas terluar dari landas kontinen tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal dimana batas teritorial diukur dan tidak melebihi 100 mil laut dari garis kedalaman 2500 m.

Berdasarkan ketentuan tersebut terdapat tiga hal yang memiliki peranan penting dalam penetuan batas terluar kontinen lebih dari 200M yaitu garis pangkal, kaki lereng, dan garis kedalaman.

2.3 Kaki Lereng ( foot of slope ) Kontinen

Kaki lereng kontinen merupakan sebuah tempat perubahan atau tempat pertemuan antara material asli dan endapannya (akumulasi material). Endapan akan dimulai dari tempat yang stabil dengan gradien yang kecil atau mendatar. Jika endapan berada pada tempat yang stabil, kaki tepian kontinen adalah

permukaan lereng terjauh atau bagian terdalam atau kaki dekat basin di dasar laut (Pratomo, 2007).

Keberadaan kaki lereng dapat dilihat dari perubahan gradien lereng. Apabila perubahan besar, maka keberadaan kaki lereng ini sangat jelas. Namun apabila perubahan ini kecil maka lokasi yang tepat dari kaki lereng kontinen tidak jelas terlihat. Dicarikan dari dua arah, baik dari arah kontinen maupun sebaliknya kea rah samudera. Untuk lebih jelas terlihat pada gambar 3.


(57)

Gambar 3. Pencarian Dasar Lereng Kontinen (Pratomo, 2007). Penampakan fisik dari kaki lereng kontinen mempunyai karakteristik sebagai berikut (Djajaatmadja, 2006):

(1) Garis lipatan (joint line) antara dua lereng atau permukaan yang berbeda. (2) Garis penghubung antara dua struktur kerak yang berbeda.

(3) Permukaan atas yang mewakili struktur asli dari kerak tepian kontinen. (4) Permukaan bawah yang mewakili struktur endapan dari kerak tepian kontinen

yang sesuai.

(5) Permukaan teratas memiliki gradien yang lebih besar dari permukaan yang lebih rendah

(6) Permukaan endapan (permukaan bawah) terletak di dekat basin pada dasar laut.

(7) Jika terdapat lebih banyak lipatan, maka lipatan yang terdalam memiliki kemungkinan terbesar sebagai kaki lereng kontinen yang dimaksud.

(8) Perubahan gradien dari lereng-lereng dapat bervariasi. Karakteristik ini terlihat pada Gambar 4 dibawah ini.


(58)

Gambar 4. Kaki Lereng (foot of slope) (Sebastian, 2008).

Dalam menentukan kaki lereng, CLCS (Commission on the Limits of the Continental Shelf ) memiliki aturan yang sesuai dengan UNCLOS pada pasal 76 ayat 4 untuk penentuan lereng kontinen pada penetapan landas kontinen lebih dari 200 mil. Aturan umum itu yaitu menghitung perubahan gradient maksimum pada dasar lereng kontinen. Sedangkan apabila ada bukti yang bertentangan dengan hal tersebut, maka kaki lereng kontinen ditentukan tidak sesuai aturan umum. Dalam hal ini, maka bukti geologi dan geofisik diperlukan untuk memastikan letak kaki lereng.

Terdapat dua tahapan untuk menentukan keberadaan kaki lereng kontinen yaitu (Pratomo, 2007):

a. Identifikasi wilayah dasar lereng kontinen.

b. Penentuan lokasi titik perubahan gardien maksimum pada wilayah di dasar lereng kontinen.

Identifikasi terhadap wilayah dasar lereng kontinen dapat dilakukan dengan melihat pada:


(59)

a. Bukti morfologi.

b. Bukti morfologi didukung oleh bukti geologi dan geofisia. c. Bukti geologi dan geofisika.

Tahapan untuk penentuan kaki lereng kontinen dapat dilahat pada Gambar 5. Pada gambar tersebut, titik perubahan gardien maksimum pada dasar lereng kontinen ditentukan berdasarkan data batimetri.

Gambar 5. Visualisasi Tahapan Penentuan Kaki Lereng (Pratomo, 2007). Data batimetri yang digunakan untuk penentuan kaki lereng kontinen terkait dengan submisi batas landas kontinen lebih dari 200M dapat terdiri dari satu atau kombinasi data berikut (CLCS, 1999 ):

a. pengukuran dengan perum gema pancaran tunggal (singlebeam echosounder) b. pengukuran dengan perum gema multi pancaran (multibeam echosounder) c. pengukuran dengan side scan sonar hybridi

d. pengukuran dengan side scan sonar inferometrik dan e. refleksi seismic yang diperoleh dari pengukuran batimetrik

dimana data tersebut dapat diolah dengan berbagai pendekatan tergantung kebutuhan dan tujuan dari penelitian.


(60)

3.

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Data diperoleh dari survei yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) pada tanggal 15 Januari sampai 15 Februari tahun 2005 dengan menggunakan kapal HMS Scott melalui proyek

north46 bagian barat Sumatera. Area survei ini berada pada koordinat 920 12’BB – 95024’ BB dan 206’ LU sampai 3048’LU. Survei ini dimaksudkan untuk memperoleh data batimetri yang digunakan dalam penetuan kaki lereng (Foot of Slope).

Gambar 6. Peta Lokasi penelitian

Garis survei dirancang pada rentang 1,8 mil laut sampai 7,5 mil laut bergantung pada kedalaman air. Awalnya garis dikerjakan di sepanjang batas lempeng yang ditetapkan dengan menggunakan data yang ada di daerah

tersebut. Dalam rangka untuk mendapatkan sebuah blok data yang bisa dianalisa


(61)

lebih lanjut, 6 garis dikerjakan sejajar dengan tepi barat laut sebelum bergerak lebih jauh ke selatan di sepanjang punggungan. Blok data kedua diperoleh dari sepanjang dasar lereng di tengah area survei dan yang ketiganya di wilayah selatan melintasi ujung yang diyakini sebagai zona fraktur.

3.2 Survei Batimetri

Survei batimetri dilakukan dengan menggunakan High Resolution Multi-Beam Sonar System (HRMBSS) sebagai sonar utama dan Narrow Beam Sonar System (NBSS) dengan masing-masing menggunakan frekuensi sebesar 18KHz dan 12 KHz. Sistem sonar tersebut mengeluarkan gelombang suara (echo) yang dapat merekam data batimetri dan nilai hambur baliknya . Akan tetapi penulis tidak melakukan pengolahan lanjutan terhadap nilai hambur baliknya . Resolusi beam dari sistem sonar tersebut terdiri dari dua bentuk yaitu dengan 361 x 1/30 (361 data) beam dan 121 x 10 (121 data) beam. Akan tetapi yang digunakan hanya 361 data.

High Resolution Multi-Beam Sonar System (HRMBSS) sebagai sonar utama memancarkan frekuensi 12 KHz dengan pulsa 3 atau 7 milidetik tergantung kedalaman. Rata-rata transmisi per periode yaitu diantara 3 dan 12 detik

berdasarkan waktu proses komputer. Sistem penerima (receiver) terdiri dari 144 hidropon yang ditempatkan didepan kapal dan melintangi kapal dari sistem transmisi. Sedangkan Narrow Beam Sonar System (NBSS) memancarkan

gelombang suara dengan frekuensi 18 KHz dengan lebar beam 90. Narrow Beam Sonar System (NBSS) digunakan untuk mengecek dan mengontrol sonar utama (HRMBSS). Tidak ada masalah teknis ketika pengoperasian HRMBSS dimana selama survei tidak ada data yang hilang.


(62)

3.3 Metode Penentuan Kaki Lereng

Proses penentuan keberadaan kaki lereng kontinen berdasarkan UNCLOS pada pasal 76 ayat 4 untuk penentuan lereng kontinen pada penetapan landas

Gambar 7. Diagram Penentuan Foot of Slope (FOS) (CLCS, 1999) Kontinen lebih dari 200 mil laut. Aturan umum untuk menghitung perubahan gradien maksimum pada dasar lereng kontinen dan menggunakan pendekatan model matematika. Pendekatan model matematika ini menggunakan data batimetri dengan asumsi bahwa tegak lurus dengan lereng kontinen (Khafid,


(63)

2009). Data yang diperoleh sudah dalam bentuk spasial (a,b,h). Data tersebut dikelompokan sesuai dengan wilayah pengambilannya yang meliputi Utara (North Boundary), Barat Laut (Northwest Boundary), dan Barat (West Boundary). Hal dimaksudkan untuk mempermudah dalam menganalisis perubahan gradien secara maksimum. Semakin banyak dalam pengelompokan maka akan semakin banyak jumlah kaki lereng kontinen. Data batimetri kemudian ditampilkan secara dua dan tiga dimensi, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui topografi dasar laut daerah tersebut. Topografi sangat berpengaruh terhadap penentuan kaki lereng kontinen. Data spasial yang diperoleh dari survei kemudian diproses dengan menggunakan

Visual Basic for Application (VBA). Perubahan gradien yang maksimum maka data tersebut terlebih dahulu diperhalus (smoothing). Proses smoothing ini menggunakan aplikasi moving average dalam software surfer 9.

Apabila ada data spasial (χ,γ,h) dimana χ; merupakan jarak 2 titik lintang, γ; adalah jarak 2 titik bujur dan h; merupakan kedalaman; maka untuk

memperoleh turunan pertama atau gradien diperlukan perhitungan jarak (dx) antara kedua koordinat (χ,γ) terlihat pada Lampiran 1. Perhitungan jarak tersebut menggunakan rumus:

... (1) Pada garis khatulistiwa, satu derajat lintang memilki nilai konversi dalam meter

sebesar 110.067 (68,392 mil), sedangkan untuk bujur nilai konversi dalam meter sebesar 110.321 (68,550 mil) (Anam, et al. 2010). Nilai jarak tersebut terlebih dahulu dikonversi menjadi satuan meter. Setelah mendapatkan nilai jarak kemudian nilai kedalaman diturunkan terhadap nilai jarak tersebut sehingga


(64)

diperoleh nilai gradient (Lampiran 2). Secara matematis perubahan gradien dapat dirumuskan (CLCS, 1999):

... (2)

Dimana jika fungsi dari profil batimetri pada tepian kontinen adalah y = f(x) yang secara kontinyu dapat diturunkan dua kali. Sedangkan fungsi perubahan gradien adalah fungsi turunan keduanya (Lampiran 3)

... (3)

Foot of Slope (FOS) atau kaki lereng kontinen merupakan perubahan maksimum gradien. Perubahan maksimum gradien diperoleh dari turunan ketiganya

(Lampiran 4)

... (4) Hasil yang diperoleh dari pengolahan menggunakan Visual Basic for

Application (VBA) terutama untuk turunan ketiga akan bernilai nol apabila tidak diperhatikan berapa nilai angka dibelakang koma. Hal ini diperlukan agar

perubahan gradien yang maksimum Foot of Slope (FOS) dapat terlihat. Perubahan gradien maksimum yang diperoleh dari hasil turunan ketiga kemudian dipilih satu titik berdasarkan kelompok wilayah (Boundary) untuk menentukan kaki lereng kontinen. Kemudian untuk visulasasi menggunakan software matlab 8 (Lampiran 5), surfer dan Arc Gis dimana hal digunakan untuk mempermudah dalam


(65)

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Informasi keberadaan kaki lereng kontinen bersifat penting karena akan menentukan wilayah yang dapat diklaim sebagai batas landas kontinen diluar 200 mil laut. oleh karena itu, penelitian ini dilakukan proses penentuan titik-titik kaki lereng kontinen berdasarkan perbedaan perubahan gradien maksimum dari data kedalaman.

Berdasarkan UNCLOS 1982 pasal 76 ayat 4 dikatakan bahwa kaki lereng kontinen merupakan hasil kalkulasi dari perhitungan terhadap perubahan gradien maksimum dari lereng. Hal ini merupakan poin penting untuk menentukan kaki lereng kontinen. Ketepatan dalam penentuan posisi kaki lereng sangat penting untuk proses selanjutnya dimana kesalahan dalam proses penentuan kaki lereng kontinen akan berpengaruh terhadap hasil akhir. Penentuan kaki lereng pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data batimetri hasil survei proyek

North46.

4.1 Data Batimetri Proyek North46

Akuisisi data batimetri proyek North46 dilakukan pada tahun 2005 dengan menggunakan kapal HMS Scott. Tujuan dari survei ini untuk memperoleh data batimetri dan melengkapi hasil survei sebelumnya. Penentuan nilai kedalaman dilakukan dengan menggunakan alat multibeam dengan frekuensi rendah yaitu 12 kHz. Data batimetri survei proyek North46 memiliki nilai kedalaman minimum yaitu 1456,576 m dan nilai kedalaman maksimumnya adalah 4856,27 m. Pada Gambar 8 terlihat bahwa hasil distribusi frekuensi dari survei proyek north46

dimana dilakukan pembagian kelas menjadi tiga kelas. Pembagian tiga kelas ini


(66)

terkait dengan tujuan penelitian yaitu untuk menentukan kaki lereng, dimana pembagian kelas ini untuk mengisolir rentang kedalaman 2500m yang tidak menjadi focus penelitian. Data batimetri distribusi frekuensi ini merupakan data batimetri yang telah dilakukan moving average. Dari ketiga kelas tersebut yang memiliki frekuensi tinggi yaitu kelas dengan rentang kedalaman 1400 – 2400 m sebanyak 109 kali. Nilai frekuensi terendah yaitu pada kelas dengan rentang kedalaman 2400 – 3400 m dengan nilai nol. Hal ini dikarenakan pada data rentang kedalaman tersebut tidak dilakukan pengukuran yang kemudian di cross cek

terhadap data asli.


(67)

4.2 Visualisasi Data Batimetri

Data batimetri divisualisasikan secara tiga dimensi seperti pada gambar 9, 10 dan 11. Visualisasi ini dimaksudkan untuk mengetahui topografi bawah lautnya.

Gambar 9. Peta batimetri 3D di north boundary


(68)

Gambar 11. Peta batimetri 3D di west boundary

Visualiasasi data batimetri dibagi berdasarkan pengambilan data atau per

boundary. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan topopgrafi bawah laut per boundary. Pada Gambar 9, 10, dan 11 terlihat bahwa perbedaan topografi bawah lautnya. Pada Gambar 9 dan 11 atau daerah utara dan barat, topografi bawah lautnya cenderung berbentuk lereng – lereng curam. Lereng – lereng ini seperti daerah yang berbentuk palung atau daerah cekungan muka busur (fore arc basin). Hal ini sesuai dengan penenlitian yang dilakukan oleh Khafid tahun 2009. Topografi bawah laut yang berbentuk palung atau daerah cekungan akan berpengaruh terhadap penentuan kaki lereng kontinen. Hal ini dikarenakan kaki lereng kontinen sesuai UNCLOS 1982 pasal 76 ayat 4 merupakan perubahan gradien maksimum dari lereng. Sederhananya, semakin banyak lereng – lereng yang curam maka akan banyak pula perubahan gradien maksimumnya. Akan tetapi hal ini berpengaruh terhadap konsekuensi pemilihan atau fiksasi penentuan kaki lereng kontinen. Hal ini dikarenakan tidak semua perubahan gradien yang


(69)

maksimum itu dapat dijustifikasi sebagai kaki lereng akan tetapi kaki lereng merupakan perubahan gradien yang maksimum dengan prinsip dapat menambah luas wilayah perairan yang dapat diklaim oleh suatu negara. Artinya dari sekian banyak perubahan gradien yang maksimum maka harus memilih mana koordinat yang terjauh yang dapat kita ajukan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dibawah 350 mil laut. Sedangkan pada Gambar 10 atau pada daerah barat laut, terlihat bahwa topografi cenderung tidak banyak lereng – lereng yang curamnya. Akan tetapi belum tentu dikatakan tidak ada perubahan gradien yang maksimum. Karena pada gambar terlihat bahwa meskipun tidak banyak lereng – lereng curamnya akan tetapi ada perubahan gradien dari topografi bawah lautnya. 4.3 Penentuan Kaki Lereng Pada Data Batimetri

4.3.1 Analisis Maximum Change of Gradient Pada North Boundary

Penentuan kaki lereng kontinen dalam penelitian ini menggunakan model matematika. Istilah slope (lereng) dalam matematika disebut juga sebagai gradien. Gradien dalam istilah matematika merupakan operasi vektor yang

menghubungkan dengan fungsi skalar untuk menghasilkan vektor yang jaraknya merupakan perubahan maksimum gradien. Proses penentuan gradient dengan menggunakan model matematika yaitu dengan menurunkan fungsi kedalaman terhadap jarak. Fungsi jarak diperoleh dengan rumus segitiga bola (persamaan 1). Pada Gambar 12 dan 13 terlihat hasil visualisasi dari perubahan gradien yang maksimum pada North Boundary hasil perhitungan dengan menggunakan model matematika.


(70)

Gambar 12. Visualisasi maximum change of gradient in north boundary

Gambar 13. Visualisasi 3D maximum change of gradient in north boundary

Max change of gradien

Posisi max change of gradien


(71)

Tabel 1 menunjukan koordinat maximum change of gradient pada north boundary

hasil perhitungan dengan menggunakan model matematika.

Tabel 1. Posisi maximum change of gradient pada north boundary

Pada Gambar 12 memperlihatkan visualisasi perubahan gradien yang maksimum pada North Boundary. Terdapat tiga titik posisi atau titik koordinat yang memperlihatkan perubahan gradien yang maksimum hasil perhitungan dengan model matematika seperti terlihat pada Tabel 1. Ketiga posisi tersebut diperoleh dari hasil pengelompokan untuk daerah utara dimana dari ketiga tersebut kemudian dipilih satu sebagai kaki lereng kontinen. Pada Gambar 13 terlihat bahwa posisi atau koordinat dari perubahan maksimum gradien yang dihasilkan dari perhitungan. Pada gambar tersebut terdapat lereng yang naik dan lereng yang turun. Hal ini diperjelas oleh Gambar 12 dengan visualisasi matlab. Pada Gambar 12 memperlihatkan topografi bawah laut yang memiliki banyak lereng yang curam akan tetapi dari hasil perhitungan dengan visual basic

diperoleh tiga koordinat. Hal ini dikarenakan adanya proses filterisasi atau

smoothing pada pengolahan dengan visual basic berpengaruh terhadap hasil atau koordinat dari perubahan gradien maksimum yang diperoleh. Sedangkan pada Gambar 13, merupakan visualisasi data secara utuh belum difilter atau smoothing,

dimana pengolahannya dengan proses griding yang lebih detail. Lintang

(degree)

Bujur

(degree) Nilai Nilai turunan ke 3

3,73566 92,33348 -0,000000001

3,73566 92,3431 0,000000001


(72)

Analsisis kaki lereng pada North Boundary yaitu pada posisi 3037.8’ 15.12” LU dan 92023.4’ 4.23” BB dengan nilai turunan ketiganya adalah

0.000000001. Hal ini dikarenakan untuk menentukan batas landas kontinen maka posisi kaki lereng yang terjauh yang diambil dimana ini berpengaruh terhadap luas wilayah. Pada tabel 1 nilai perubahan gradien yang maksimum ada yang positif dan negatif. Hal ini berpengaruh terhadap visualisasi seperti terlihat pada Gambar 12. Nilai positif pada gambar menunjukan posisi gradien yang naik sedangkan untuk negatif menunjukan gradien yang turun. Pada Gambar 12 tidak terlihat perbedaan yang nyata hal ini dikarenakan posisi atau koordinatnya hampir sejajar sehingga tidak terlihat perubahan gradien yang maksimal. Nilai positif dan negatif tidak berpengaruh terhadap penentuan kaki lereng kontinen. Akan tetapi untuk konsistensi maka harus memilih diantara keduanya dengan prinsip kewilayahan. Artinya penentuan kaki lereng disepakati untuk memudahkan dalam analisisnya. 4.3.2 Analisis Maximum Change of Gradient Pada Northwest Boundary

Proses moving average merupakan proses untuk menghilangkan noise yang diakibatkan oleh perbedaan karakteristik dasar laut terutama dari kekerasan substrat. Hal ini disetujui oleh CLCS (Commission on the Limits of the

Continental Shelf) dalam menentukan perubahan gradien yang maksimum atau dalam penentuan kaki lereng kontinen (Khafid, 2009). Selain itu, penentuan kaki lereng dipengaruhi oleh jumlah pengelompokan dimana semakin banyak maka jumlah kaki lereng akan berbanding lurus.


(73)

Gambar 14. Visualisasi maximum change of gradient in northwest boundary.

Gambar 15. Visualisasi 3D maximum change of gradient in northwest boundary

Tabel 2 menunjukan posisi maximum change of gradient pada northwest boundary hasil dari perhitungan menggunakan model matematika.

Max change of gradien

Posisi Max change of gardient


(1)

(2)

Lampiran 1. Fungsi Jarak Function jarak(x1, x2, y1, y2)

jarak = (((x1 - x2) ^ 2) + ((y1 - y2) ^ 2)) ^ 0.5 End Function

Private Sub CommandButton1_Click() While Cells(4 + i, 1) <> ""

x1 = Cells(4 + i, 1) * 110900 x2 = Cells(5 + i, 1) * 110900 y1 = Cells(4 + i, 2) * 111322 y2 = Cells(5 + i, 2) * 111322 Cells(4, 4) = 0

Cells(5 + i, 4) = Round(jarak(x1, x2, y1, y2), 4) i = i + 1

Wend End Sub

Lampiran 2. Turunan Pertama Private Sub CommandButton2_Click() While Cells(4 + i, 1) <> ""

z1 = Cells(4 + i, 3) z2 = Cells(5 + i, 3) s1 = Cells(5 + i, 4)


(3)

Cells(4, 5) = 0

Cells(5 + i, 5) = Round(((z2 - z1) / s1), 4) i = i + 1

Wend

End Sub

Lampiran 3. Turunan Kedua

Private Sub CommandButton3_Click() While Cells(5 + i, 1) <> ""

z1 = Cells(5 + i, 5) z2 = Cells(6 + i, 5) s1 = Cells(6 + i, 4) Cells(4, 6) = 0 Cells(5, 6) = 0

Cells(6 + i, 6) = Round(((z2 - z1) / s1), 7) i = i + 1

Wend

End Sub

Lampiran 4. Turunan Ketiga

Private Sub CommandButton4_Click() While Cells(5 + i, 1) <> ""

z1 = Cells(6 + i, 6) z2 = Cells(7 + i, 6)


(4)

s1 = Cells(7 + i, 4) Cells(4, 7) = 0 Cells(5, 7) = 0 Cells(6, 7) = 0

Cells(7 + i, 7) = Round(((z2 - z1) / s1), 9) i = i + 1

Wend End Sub

Lampiran 5. Syntax Matlab d=load('FOS.txt');

%e=xlsread('gradient.xls'); %g=e(:,3);

fos=d(:,3); x=d(:,2); %l=x'; y=d(:,1); plot3(x,y,fos)


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat, 6 September 1989 dari Ayah Darsam dan Ibu Rosmini. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2007 Penulis

menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Cibadak Sukabumi. Penulis melanjutkan studi di Institutu Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan program studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama perkuliahan Penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan diantaranya: Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) 2008-2009, kepengurusan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) 2009-20010, dan Ikatan Alumni SMA Cibadak-IPB 2008- sekarang. Penulis juga pernah melakukan praktek kerja lapang (PKL) di Stasiun Lapang Kelautan - FPIK – IPB Sukabumi, Jawa Barat.

Sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul “Penentuan Kaki Lereng (Foot of Slope) Kontinen menggunakan Data Batimetri”


(6)

iii

RINGKASAN

ERWAN HERMAWAN. Penentuan Kaki Lereng (Foot of Slope) Kontinen menggunakan Data Batimetri. Dibimbing oleh HENRY M. MANIK

Indonesia sebagai negara kepulauan telah diperjuangkan diforum internasional melalui deklarasi juanda tahun 1957 oleh pemerintah. Hal ini berimplikasi terhadap lahirnya UU Prp No 4/1960 tentang perairan Indonesia dan UU No 1 tahun 1973 tentang landas kontinen Indonesia sebagai tindak lanjut dari Konvensi Hukum laut Internasional (UNCLOS) tahun 1958. Sebagai negara kepualauan, selain zona teritorial dan zona ekonomi ekslusif; negara kepulauan dapat mengklaim zona atau wilayah landas kontinennya. Salah satu syarat yang penting dalam menentukan batas landas kontinen yaitu adanya penentuan kaki lereng. Berdasarkan UNCLOS 1982 pasal 76 ayat 4 dikatakan bahwa kaki lereng kontinen merupakan hasil kalkulasi dari perhitungan terhadap perubahan gradien maksimum dari lereng. Pada penelitian ini, wilayah yang menjadi kajian studi yaitu bagian barat Sumatera yang merupakan wilayah kajian desktop study yang dilakukan oleh pihak Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). Perubahan gradien yang tinggi dihitung berdasarkan model matematika yang diperoleh dari guidelines CLCS (Commision on the Limits of the Continental Shelf) dan melihat kontur kedalaman dari data batimetri. Pendekatan matematika tersebut menghitung nilai dari gradient, dimana gradien diperoleh dari turunan pertama perbandingan antara kedalaman terhadap jarak, kemudian nilai dari gradient of change yang diperoleh dari turunan kedua antara kedalaman terhadap jarak, dan maximum change of gradient yang merupakan turunan ketiga perbandingan kedalaman terhadap jarak. Penentuan kaki lereng kontinen yaitu dengan memilih salah satu dari nilai dan posisi maximum change of gradient yang dihasilkan dari perhitungan model matematika. Pemilihan tersebut didasarkan pada prinsip kewilayahan. Hal ini dikarenakan semakin jauh titik kaki lereng maka akan semakin luas wilayah yang dapat diklaim sebagai wilayah landas kontinen suatu negara. Hasil penentuan posisi kaki lereng dengan menggunakan metode matematika diperoleh tiga posisi yang mewakili tiap boundary yaitu pada 30 37.8’ 15.12” LU dan 920 23.4’ 4.23” BB untuk daerah north boundary, 30 37.8’ 8.64” LU dan 930 56.4’ 26.64”

BB untuk daerah northwest boundary, dan terakhir 20 9’ 21.24” LU dan 950 13.8’ 21.6” BB untuk daerah west boundary . Posisi tersebut merupakan acuan untuk menentukan landas kontinen Indonesia.