Peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim di pondok pesantren yatim Al-Akhyar kel.Beji-Kota Depok

(1)

PERANAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN BAGI ANAK-ANAK YATIM DI PONDOK PESANTREN

YATIM AL-AKHYAR KELURAHAN BEJI-KOTA DEPOK

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam ( S.Sos.I )

Oleh Sofhal Jamil NIM: 104052001998

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H / 2009 M


(2)

PERANAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN BAGI ANAK-ANAK YATIM DI PONDOK PESANTREN

YATIM AL-AKHYAR KELURAHAN BEJI-KOTA DEPOK

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam ( S.Sos.I )

Oleh Sofhal Jamil NIM: 104052001998 Di Bawah Bimbingan,

Nurul Hidayati S.Ag. M.Pd. NIP: 150 277 649

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1430 H / 2009 M


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain,maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 1 November 2009


(4)

ABSTRAK Sofhal Jamil

PERANAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MEWUJUDKAN

KEMANDIRIAN BAGI ANAK-ANAK YATIM DI PONDOK PESANTREN YATIM AL-AKHYAR KELURAHAN BEJI-KOTA DEPOK

Akselarasi modernisasi yang begitu cepat bagi kota-kota Negara berkembang telah menyisakan berbagai problema sosial. Arus modernisasi telah melahirkan kantong-kantong kemiskinan ( enclave ) di sudut-sudut kota. Akibatnya persingan yang ketat dalam memperoleh pendapatan serta minimnya lapangan kerja pada gilirannya melihkan profesi-profesi yang kurang terhormat, di samping menyertakan pula berbagai patologis sosial lainnya,seperti perampokan, pelacuran dan lain sebagainya. Dari akar sosial inilah munculnya latar sosial,seperti anak-anak kurang mampu yang pada umumnya meliputi kelompok anak-anak yatim,fakir miskin,dan anak-anak terlantar.

Islam mengajarkan agar anak-anak kurang mampu diasuh sebaik-baiknya.baik yang menyangkut perkembangan kejiwaannya maupun yang menyangkut kebutuhan jasmananya.

Apabila pengalaman hidup semasa kecil itu banyak mengandung nilai-nilai agama dimasa kecilnya,maka dalam kepribadiannya akan tertanam sifat-sifat yang baik.Sebaliknya jika bertolak belakang dengan agama maka jiwanya akan mudah labil,serta terbawa arus pergaulan yang tanpa batas.

Pada dasarnya setiap manusia dilahirkan dalam keadaan suci,maka orang tualah yang bertanggung jawab untuk membina,membimbing,dan mendidiknya sebagaimana Hadist Rosulullah SAW.”Setiap anak manusia yang baru lahir,adalah dalam keadaan suci,bersih, hingga lisannya dapat mengungkapkan kehendaknya, maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan Yahudi,Nasrani,atau Majusi.” (HR: Muslim).


(5)

KATA PENGHANTAR

Al-Hamdulillah Puji syukur ke-hadirat Allah SWT. Ilaahi Robbi. Karena atas segala limpahan Rahmat dan Ridho-Nya serta nikmat dan bambina-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi inin yang berjudul Peranan Pembimbing Agama Dalam Mewujudkan Kemandirian Bagi Anak-Anak Yatim DI Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji-Kota Depok ” sesuai dengan harapan dan jadwal yang ditentukan.

Dalam penyusunan skripsi ini kami menyadari bahwa tidak akan terselesaikan dengan sendirinya melainkan berkat bantuan dari semua pihak. Oleh

karena itu saya ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, baik moril maupun materil. Ucapan terima kasih yang tak akan sanggup terbilang ini khususnya kepada:

1. Bapak DR. Arif Subhan, M.A., selaku Dekan Fakultas akwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. M. Luthfi, M.A., dan ibu Dra. Nasichah, M.A., selaku ketua dan sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, yang telah memberikan perhatiannya demi peningkatan kualitas penulis sebagai mahasiswa BPI.

3. Ibu Nurul Hidayati S.Ag M.Pd. Selaku pembimbing, mengarahkan dan menunjukan serta membantu dalam penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah mengamalkan segala pengalaman dan ilmunya kepada penulis.


(6)

5. Pimpinan dan karyawan perpustakaan UIN Syrif Hidayatullah Jakarta dan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan fasilitas untuk mendapatkan referensi dalam penulisan skripsi ini.

6. Ayah (Al-Marhum wal Magfur lahu) dan Umi tercinta yang telah melahirkan, dan tiada henti-hentinya merawat,membesarkan,membiayai dan mendidik serta memenuhi kebutuhan kami sejak kecil sampai saat ini. 7. Bapak Ust. Abdul Wahab SM. Selaku pimpinan Yayasan Islam Al-Akhyar

beserta seluruh pihak yayasan yang telah membantu dan memberikan izin untuk mendapatkan data yang kongkrit dan aktual sehhingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik dan lancar.

8. KH.Muhammad Nurul Haq bin H. Diman Hasyim beserta istri dan buah hatinya Muhammad Aqil Kamil ( Mataa’anallahu bituli hayatihim) yang tiada henti memberikan do’a dan motivasi bagi penulis serta memberikan sesuatu yang indah sehingga skripsi ini berjalan dengan lurus dan lancar. 9. KH. Muhammad Supriadi AM SE ( Pimpinan Pon-Pes Riyadlul jannah )

dan seluruh Alumni PPRJ,yang telah mendidik penulis sehingga mampu untuk menyusun skripsi ini

10.Rekan-rekan jurusan BPI seperjuangan

,(Habibi,asep,samsul,kafid,kohari,syujai,abdulloh,kasyifah ) serta semuanya yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini,baik tenaga,pikiran maupun waktunya. Sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.


(7)

11.Rekan Remaja Islam Jami Al-Makmur ( RISMA ) khususnya bang punadi BA.,Nasruli,deni,arif,salman,soleh,lutfi,obet,daus,aang,apan,hadi,eer,pulo h,

pipih,serta Remaja Islam Al-Kahfi ( KELARAS ), khususnya Komeng,obung,bonang,ijal,tami,abdilah,ages,mbim,sahrondi dan bang wahid dan tidak lupa “ Fahrijal rifa’i “ yang banyak memberikan kontribusi kepada penulis,sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan cepat dn lancar.

Akhirnya kepada-Nya lah memohon Ridho dan pertolongan. Penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua dan menambah khazanah pengetahuan walaupun belum maksimal.

Ciputat, November 2007


(8)

DAFTAR ISI LEMBAR

PERNYATAAN………iii ABSTRAK……… …iv

KATA

PENGHANTAR………..v DARTAR

ISI………..viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah...

B. Pembatasan dan Perumusan

Masalah...

C. Tujuan dan Manfaat

Penelitian... D. Metodologi

Penelitian...


(9)

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Bimbingan

Agama………

B. Kemandirian... 1. Pengertian Kemandirian...

2. Ciri-Ciri Orang Yang

Mandiri...

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian... C. Anak Yatim...

1. Pengertian Anak

Yatim...

2. Batas Usia Baligh Anak

Yatim...

3. Pandangan Islam Terhadap Anak

Yatim...

BAB III TINJAUAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Profil Yayasan Pon-Pes Yatim

Al-Akhyar...

B. Tujuan dan Fungsi

Yayasan... C. Bidang

Kegiatan...

D. Fasilitas dan Sarana


(10)

BAB IV ANALISA PERAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN BAGI ANAK-ANAK YATIM DI PON-PES YATIM AL-AKHYAR KELURAHAN BEJI KOTA DEPOK

A. Perananan Pembimbing Agama Bagi Kemandirian Anak Yatim…

B. Bimbingan Yang

Digunakan………

C. Pendekatan Yang

Digunakan………..

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………

….

B. Saran………

DAFTAR

PUSTAKA……….. LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akselarasi modernisasi yang begitu cepat bagi kota-kota Negara berkembang telah menyisakan berbagai problema sosial. Arus modernisasi telah melahirkan kantong-kantong kemiskinan ( enclave ) di sudut-sudut kota. Akibatnya persingan yang ketat dalam memperoleh pendapatan serta minimnya lapangan kerja pada gilirannya melihkan profesi-profesi yang kurang terhormat, di samping menyertakan pula berbagai patologis sosial lainnya, seperti perampokan, pelacuran dan lain sebagainya. Dari akar sosial inilah munculnya latar sosial, seperti anak-anak kurang mampu yang pada umumnya meliputi kelompok anak-anak yatim, fakir miskin dan anak-anak terlantar.

Islam mengajarkan agar anak-anak kurang mampu diasuh sebaik-baiknya.baik yang menyangkut perkembangan kejiwaannya maupun yang menyangkut kebutuhan jasmananya.

Apabila pengalaman hidup semasa kecil itu banyak mengandung nilai-nilai agama dimasa kecilnya, maka dalam kepribadiannya akan tertanam sifat-sifat yang baik. Sebaliknya jika bertolak belakang dengan agama maka jiwanya akan mudah labil, serta terbawa arus pergaulan yang tanpa batas.

Pada dasarnya setiap manusia dilahirkan dalam keadaan suci, maka orang tualah yang bertanggung jawab untuk membina, membimbing dan


(12)

mendidiknya sebagaimana Hadist Rosulullah SAW.”Setiap anak manusia yang baru lahir, adalah dalam keadaan suci, bersih, hingga lisannya dapat mengungkapkan kehendaknya, maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan Yahudi,Nasrani, atau Majusi.” (HR: Muslim).1

Kita semua tahu bahwa seorang anak memerlukan seorang ayah dan ibu.Namun apabila salah satu dari kedua orang tua telah tiada, mereka akan kehilangan seorang tokoh panutan yang sekarang ini menjadi panutan dan tempat pengaduan. Pada umumnya pengalaman hidup yang dijalankan ketika dewasa sangat di tentukan oleh keadaannya diwaktu kecil bersama orangtuanya.

Sebagaimana Danny I Yatim menyatakan:

”Orang tua adalah figur yang bertanggung jawab dalam proses pembentukan kepribadian remaja,sehingga diharapkan dapat memberikan arah memantau, mengawasi dan membimbing perkembangan remaja ke arah memadai”.2

Rosulullah SAW. Di masa lahir tidak sempat merasakan bimbingan dari ayahnya, di usia anak-anak, beliau telah di tinggal oleh ibunya, masa kecil beliau adalah sebagai anak yatim piatu, namun beliau sangat sayang dan perhatian terhadap anak-anak yatim, beliau senantiasa memerintahkan orang-orang mukmin agar menyayangi dan mengasihi mereka.

1

! " # $ % # & '


(13)

-Nabi Muhammad SAW bersabda; ”Rumah yang paling dicintai adalah rumah yang didalamnya seorang anak yatim hidup terhormat”.3

Menngasuh anak-anak yatim sebaiknya di dalam rumah tangga agar perkembangan jiwanya lebih baik, tidak tersaing dari kehidupan anak-anak pada umumnya. Jika keadaan tidak memungkinkan, tidak ada halangannya di asuh dipanti asuhan sebagaimana dapat kita saksikan di banyak tempat.Bila anak-anak kurang mampu diasuh di panti asuhan, yang harus menjadi perhatian ialah bagaimana mengatasi kejiwaan anak-anak kurang mampu jangan sampai merasakan kekurangannya hingga merasa rendah diri terhadap anak-anak yang lain yang lebih mampu.

Dengan demikian di panti asuhan tersebut harus di tumbuhkan kemandiriaannya, rasa harga dirinya, di timbbulkan kepercayaannya terhadap kemampuannya untuk hidup wajar sebagai manusia yang terhormat, tidak beda dengan anak-anak lainnya yang lebih mampu.

Dari uraian dan fenomena yang tersebut di atas, maka penulis tertarik

untuk menelitinya yang nantinya di harapkan akan menjadikan pelajaran yang berharga bagi penulis dan bermanfaat bagi masyarakat.

Hal ini tertuang dan tertulis dalam skripsi yang berjudul ” Peranan pembimbing Agama Dalam Mewujudkan Kemandirian Bagi Anak-Anak Yatim ” Di Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji – Kota Depok.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

. * * ! " # $ % #


(14)

1. Pembatasan Masalah

Untuk membatasi pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis perlu memberikan batasan-batasan yang di tentukan sebelumnya. Untuk itu penulis hanya akan membatasi pada peran bimbingan agama dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak-anak yatim, yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji-Kota Depok.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah yang akan menjadi acuan dalam penelitian ini yaitu : a. Bagaimana peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim di Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji, Kota Depok ?

b. Bagaimana peranan pembimbing agama yang seharusnya,sesuai dengan keinginan masyarakat yang ada ?

c. Apakah sesuai peranan pembimbing agama dalam mewujudkan

kemandirian bagi anak-anak yatim yang ada di Pondok Pesantren Yatim Al-akhyar Kelurahan Beji, Kota Depok, dengan keinginan masyarakat ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan peranan pambimbing agama di Pondok Pesantren Yatim Al-akhyar Kelurahan Beji-Kota Depok, dalam mewujudkan kemandirian


(15)

terhadap anak-anak yatim. Selanjutnya akan dijabarkan tujuan secara khusus yaitu :

a. Untuk mengetahui peranan pambimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim, di Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji, Kota Depok.

b. Untuk mengetahui peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim menurut keinginan masyarakat. c. Untuk mengetahui kesesuaian peranan pembimbing agama dalam

mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim, yang ada di Pondok Pesantren Yatim Al-akyar Keurahan Beji, Kota Depok, dengan yang diinginkan oleh masyarakat.

2. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan diatas, maka manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan informasi atau masukan

bagi penulis khususnya, dan instansi terkait atau masyarakat yang berkepentingan dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak-anak yatim dengan bimbingan agama.

b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi pihak Pondok Pesantren Yatim Al-akhyar yang bersangkutan dalam aktifitasnya untuk lebih memberdayakan dan mewujudkan kemandirian anak-anak yatim.


(16)

Dalam hal ini, penelitian yang penulis lakukan pada metododogi penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini berlokasi di Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji Kecamatan Beji Kota Depok.Adapun waktu pelaksanaan dalam penelitian yaitu pada bulan Agustus 2009, sampai dengan Oktober 2009.

2. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah satu orang Pimpinan Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar dan dua orang staf dewan guru dan dua orang masyarakat.

b. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah peranan pembimbing agama di Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar.

3. Jenis Penelitian

Jenis yang digunakan penulis pada penelitian yang berjudul ”Peranan Pembimbingan Agama Dalam Mewujudkan Kemandirian Bagi Anak-Anak Yatim” Di Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji, Kota Depok. Yaitu menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Yang dimaksud dengan deskriptif yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata,gambar dan bukan angka-angka.4

4. Teknik Pengumpulan Data

, / 0 ) 1' ' & ( 2' 3


(17)

Adapun teknik dalam pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini meliputi :

a. Dokumentasi, yaitu penulis mencari keterangan dan bacaan yang di butuhkan mengenai masalah terkait melelui sumber-sumber yang ada,juga menelaah dokumen dan arsip yang dimiliki yayasan.

b. Observasi atau pengamatan langsung di Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji, Kota Depok, guna menyelami dan memperoleh gambaran yang jelas tentang peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim (di utamakan yatim yang bermukim), penulis ikut terjun langsung dalam proses tersebut bersama staf dewan guru, dan masyarakat .

c. Wawancara langsung secara mendalam terhadap pihak yayasan tersebut dan masyarakat yang terkait di dalamnya jajaran staf dewan guru untuk mendapatkan data yang di butuhkan.

5. Teknik Analisis Data

Yang dimaksud analisa adalah satu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar. Dalam teknis analisis data yang penulis gunakan adalah analisis deskriptif, dimana semua data yang penulis peroleh dari hasil pengamatan dan wawancara, lebih dulu penulis kelompokkan sesuai dengan persoalan yang telah ditetapkan, lalu menganalisanya secara sistematis. Penulis juga menggunakan teori untuk dapat membahas masalah penelitian.


(18)

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengacu pada Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta cetakan kedua tahun 2007 .Sedangkan penerjemahan ayat-ayat Al-Qur’an menggunakan sumber Al-Qur’an dan Terjemahnya yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan skripsi ini sebelum penulis melakukan penelitian lebih lanjut kemudian menyusunnya menjadi suatu karya ilmiah, maka langkah awal yang penulis lakukan adalah menelaah terlebih dahulu skripsi dan penelitian sebelumya yang mempunyai judul atau objek dan subjek penelitian yang sama atau hampir sama dengan yang akan penulis teliti. Tinjauan pustaka ini adalah agar dapat diketahui bahwa apa yang penulis teliti sekarang tidak sama dengan penelitian dari skripsi terdahulu.

Setelah penulis mengadakan suatu tinjauan kepustakaan penulis

menemukan skripsi yang memiliki judul hampir sama dengan yang akan penulis teliti, judul skripsi tersebut adalah ” Upaya Bimbingan dan Konseling Dalam Menumbuhkan Kemandirian Anak Tuna Grahita di SLB Negeri Kapten Halim Purwakarta ”. Skripsi ini merupakan karya ilmiah Maemanah Sa’diah.

Dalam hasil karya ilmiahnya peneliti meneliti tentang : bentuk keorganisasian bimbingan dan konseling Tuna Grahita SLB Negeri Kapten Halim Purwakarta, metode bimbingan dan konseling dalam menumbuhkan kemandirian anak tuna grahita,sehingga penulis menemukan bahwa hasil


(19)

karya ilmiah Maemanah Sa’diah menekankan pada metode bimbingan dan konseling dalam menumbuhkan kemandirian anak tuna grahita.

Sedangkan, penelitian yang penulis lakukan tantang peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim di pon-pes yatim Al-Akhyar, bagaimana peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim.

Demikianlah perbedaan pokok bahasan pemateri antara yang penulis teliti dengan peneliti sebelumnya.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis akan memberikan penjelasan dan gambaran ke dalam beberapa bab, yaitu :

Bab I Pendahuluan : Dalam bab ini penulis menggambarkan beberapa hal yang meliputi tentang latar belakang yang menjadi awal pemikiran dalam mengambil judul skripsi ini, perumusan dan pembatasan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian tinjauan pustaka, serta sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Teoritis : Dalam bab ini penulis memaparkan teori-teori tentang peranan, bimbingan agama, kemandirian yang didalamnya menerangkan pengertian kemandirian, ciri-ciri orang yang mandiri, dan faktor-faktor yang mepengaruhi kemandirian. Dan yang terakhir membahas tentang pengertian anak yatim.

Bab III Gambaran Umum Pondok Pesanren Yatim Al-Akhyar : Pada bab ini penulis akan memaparkan gambaran umum Pondok Pesantren


(20)

Al-Akhyar ke dalam beberapa aspek yang terdiri dari sejarah berdirinya, visi dan misi, bidang cakupan kegiatan fasilitas dan sarana penunjang bagi anak-anak yatim yang bermukim.

Bab IV Temuan dan analisa data : Pada bab ini terdiri dari deskripsi dan analisis data peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim di Pon-Pes Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji, Kota Depok, kemudian peranan pembimbing agama yang diinginkan masyarakat, serta kesesuaian peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim yang ada di Pondok Pesantren Yatim Al-akhyar Kelurahan Beji, Kota Depok, dengan keinginan masyarakat.

Bab V Penutup : Pada bab ini yaitu bab terakhir yang meliputi kesimpulan dan saran.


(21)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Peranan Pembimbing Agama 1. Pengertian Peranan

Peranan kata dasarnya adalah “peran” yang berarti perangkat tingkah yang

diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat.5 Dalam kamus modern, peran diartikan sesuatu yang menjadi kegiatan atau memegang pemimpin yang utama.6 Sedangkan dalam kamus ilmiah populer, peran mempunyai arti orang dianggap sangat berpengaruh dalam kelompok masyarakat dan menyumbangkan pemikiran maupun tenaga demi suatu tujuan.7 Kata peran dapat berakhiran “an” menjadi peranan yang mempunyai arti tindakan yang dilakukan seseorang dalam suatu peristiwa.8

David Berry mendefinisikan “peranan” sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenalkan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.9 Harapan-harapan tersebut, merupakan imbangan dari norma-norma sosial, oleh karena itu dapat dikatakan peranan-peranan tersebut ditentukan

5

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-2, h. 854

6

Wjs. Poerwadarminta, Kamus Modern, (Jakarta: Jembatan, 1976), Cet. Ke-2, h. 473

7

Media Center, Kamus Ilmiah Populer, (Jakarta: Mitra Press, 2002), Cet. Ke-1, h. 251

8

Depdiknas, op. cit., h. 854

9

David Berry, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke-3, h. 99


(22)

oleh norma-norma di dalam masyarakat, artinya seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaannya.

Dalam persepektif ilmu psikologi sosial “peranan didefinisikan dengan suatu perilaku atau tindakan yang diharapkan oleh orang lain dari seorang yang memiliki suatu status di dalam kelompok tertentu”.10

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa peranan adalah bagian yang dimiliki seseorang dalam suatu kegiatan atau peristiwa di masyarakat baik dengan menyumbangkan pikiran maupun tenaga demi suatu tujuan.

2. Pengertian Pembimbing Agama

Menurut kamus bahasa Indonesia pembiming adalah orang yang membimbing atau menuntun.11 Bimbingan merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris “guidance” yang berasal dari kata kerja “to guide” yang berarti “menunjukan”

A.M. Romly berpendapat bimbingan adalah “bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau kelompok dalam mengatasi

kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya agar supaya individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya”.12

Dewa Ketut Sukardi berpendapat bimbingan adalah sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan sacara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga dia sanggup

10

W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. Eresco, 1988), h. 135

11

Depdiknas, op. cit., h. 152

12

A. M. Romly, Penyuluhan Agama Menghadapi Tantangan Baru, (Jakarta: PT Bina Rena Pariwara), Cet. Ke-1 h. 11


(23)

mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntunan dan keadaan lingkunan sekolah, keluarga, dan masyarakat.13

Dari pendapat-pendapat di atas dapat dipahami bahwa pembimbing adalah seseorang yang memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang lain baik itu individu maupun kelompok yang dilakukan secara berkesinambungan agar individu tersebut dapat mengembangkan dirinya secara maksimal sesuai dengan potensi atau kemampuannya.

Sedangkan agama menurut Harun Nasution berasal dari kata “ad-din”, religi (relegere, religare) dan agama. Dalam bahasa arab berarti menguasai, menundukan, patuh, balasan, dan kebiasaan. Sedangkan dari religi (latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari dua suku kata “a” berarti “tidak” dan “gam” berarti “pergi” artinya “tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun”.14

Berdasarkan dari pengertian kata-kata tersebut, menurut Harun Nasution

inti sari dari agama adalah ikatan-ikatan yang harus dipatuhi atau harus dipegang manusia, yang merupakan kekuatan yang lebih tinggi dari kekuatan manusia sebagai kekuatan ghaib yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera. Namun mempunyai pengaruh yang sangat besar sekali terhadap kehidupan manusia sahari-hari.15

13

Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksana Program Bimbingan danKonseling,

(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), Cet. Ke-1, h. 18

14

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Universita Indonesia Press, 1985), Cet. Ke-5, h. 9-10

15


(24)

Quraish Shihab berpendapat bahwa agama adalah hubungan antara makhluk dan khalik. Hubungan ini mewujudkan dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin dalam sikap kesehariannya.16

Glock dan Stork (1996) sebagaimana yang dikutip Djamaludin Ancok mengemukakan bahwa agama adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihadapinya sebagai yang paling dimaknai.17

Sedangkan Hendro Puspito mendefinisikan agama sebagai suatu sistem kepercayaan dan praktek dengan nama suatu masyarakat atau kelompok manusia berjaga-jaga menghadapi masalah terakhir di dunia ini.18

Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan di atas penulis mencoba memahami bahwa agama adalah sebuah sistem kepercayaan yang diyakini sebagai kekuatan yang lebih tinggi dari kekuatan menusia dimana manusia berserah diri kepada-Nya, dan hanya kepada-Nya manusia menjalani ritual

keagamaan tersebut yang tercermin dalam perilakunya sehari-hari.

Sehingga dari pengertian pembimbing dan agama di atas maka dapat dijelaskan bahwa pembimbing agama adalah seseorang yang memberikan bimbingan berupa agama Islam kepada klien dengan bantuan secara mental spiritual yang dilakukan secara berkesinambungan sehingga klien dapat

16

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1992), Cet. Ke-2, h. 210

17

Djamaludin Ancok dan Fuad Nasori Soroso, Psikologi Islam atas Problem-Problem Psikolog, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), Cet. Ke-2, h. 76

18

Hendro Puspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), Cet. Ke-2, h. 35


(25)

memahami dirinya sendiri dan mampu mengatasi segala permasalahan yang dihadapinya dengan tetap berserah diri kepada Allah, sehingga dapat membantu klien mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial.

3. Tujuan dan Fungsi Pembimbing Agama

Pembimbing agama seperti yang dikemukakan di atas adalah seseporang yang memberikan bimbingan berupa agama Islam. Adapun tujuan bimbingan agama Islam sendiri menurut Aunur Rahim Faqih bahwa dengan membagi secara umum dan khusus yang dirumuskan sebagai berikut :

a. Tujuan Umum

Membatu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagian di dunia dan di akherat

b. Tujuan Khusus

1) Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya. 2) Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan

kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.19

Sedangkan fungsi dari bimbingan agama Islam menurut Ahmad Mubarok, dapat dibagi menjadi empat tingkatan.

1. Fungsi pencegahan atau preventif, yaitu membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi klien, fungsi ini ditujukan

19

Aunur Rohim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta UI Press, 2001), Cet. Ke-2, h. 31


(26)

kepada orang-orang yang selalu disibukan oleh duniawi dan materi atau orang yang menghadapi keruwetan hidup.

2. Fungsi kuratif atau korektif yaitu memberi bantuan kepada klien dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapinya atau dialaminya. 3. Fungsi pemeliharaan atau preservatif, yaitu membantu klien yang

sudah sembuh agar tetap sehat, tidak mengalami problem yang pernah dihadapi. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan membentuk semacam klub yang anggotanya para klien atau eks-klien dengan menawarkan program-program yang terjadwal misalnya ceramah keagamaan atau keilmuan, dll.

4. Fungsi pengembangan atau developmental, yaitu pembimbing atau konselor dalam fungsi ini adalah membantu klien yang sudah sembuh agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya pada kegiatan yang lebih baik.20

Sedangkan menurut M. Arifin, agar tugas sebagai pembimbing agama dapat dilaksanakan dengan baik, maka bimbingan dan penyuluhan harus dilakukan fungsi sebagai berikut :

1. Mengusahakan agar anak bimbing dapat terhindar dari segala gangguan dan hambatan yang mengancam kelancaran proses perkembangan dan pertumbuhan yaitu gangguan berupa mental/spiritual, dan hambatan yang berupa jasmaniah (fisik)

20


(27)

2. Membantu memecahkan kesulitan yang dialami oleh tiap anak bimbing

3. Melakukan pengarahan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak bimbing sesuai dengan kenyataan bakat, minat, dan kemampuan yang dimiliki sampai kepada titik optimal yang mungkin dicapai.

Fungsi khusus bimbingan dan penyuluhan adalah :

1. Fungsi menyesuaikan pribadi anak bimbing dengan kemajuan dalam perkembangannya secara optimal.

2. Fungsi mengadaptasikan program pelajaran agar sesuai dengan bakat, minat, kemampuan serta kebutuhan anak bimbing.21

B. Kemandirian

Dalam rangka memahami apa yang dimaksud dengan kemandirian, maka

ada baiknya diketahui dahulu pengertian kemandirian. Definisi kemandirian telah banyak diungkap oleh para ahli meskipun dalam memberikan pengertiannya merka menggunakan istilah yang berbeda-beda.

1. Pengertian Kemandirian

Para ahli psikologi telah membuat rumusan tentang pengertian kemandirian. Dalam Kamus Psikologi, yang ditulis oleh A. Budiardjo et. al, Independensi atau kemandirian adalah suatu kecenderungan tidak bergantung pada orang lain dalam membuat keputusan.

21


(28)

Bhatia memberikan pengertian kemandirian dengan menggunakan istilah independency yaitu “kemandirian merupakan perilaku yang aktivitasnya diarahkan kepada diri sendiri, tanpa mengharapkan pengarahan dari orang lain dan berusaha untuk mencoba menyelesaikan permasalaahnya sendiri tanpa meminta bantuan kepada orang lain”.

Seifert dan Hoffnung menyebut kemandirian dengan menggunakan istilah autonomi yaitu, kemampuan untuk menentukan dan mengatur baik pikiran, perasaan maupun tindakannya sendiri secara bebas dan bertanggungjawab yang ditunjukan dengan kemampuan untuk membuat pilihan sendiri.

Sedangkan menurut Seto Mulyadi, pengertian kemandirian bukan hanya sekedar berkaitan dengan hal-hal yang bersifat psikologis seperti kemampuan untuk menentukan pilihan atau keputusannya sendiri.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri baik fisik maupun psikis tanpa bantuan dari orang lain, yang meningkat seiring dengan tingkat

kematangannya, dimana di dalamnya mengandung kebebasan, inisiatif, kepercayaan diri yang kuat, ketegasan diri dan bertanggungjawab.

Namun demikian, dalam konteks anak jalanan atau anak-anak secara umum pengaruh lingkungan sekitarnya sangat berpengaruh dalam membentuk pola kehidupan mereka. Artinya bahwa kemandirian yang ada pada diri anak jangan dibiarkan berkembang tanpa adanya arahan dan bimbingan. Arahan dan bimbibngan tetap harus memperhatikan perkembangan anak.


(29)

2. Ciri-ciri Orang yang Mandiri

Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian yang penting dimiliki setiap individu, sebab selain dapat mempengaruhi performance seseorang, kemandirian juga dapat membantu seseorang mencapai tujuan hidupnya, prestasi, kesuksesan serta memperoleh penghargaan.

Sebagai salah satu aspek kepribadian, kemandirian meliputi aspek fisik maupun psikis seseorang. Setiap aspek kepribadian itu meliputi sistem-sistem psikofisik yang mencakup aspek interpersonal (antara seseorang dengan orang lain). Kemandirian merupakan suatu kemampuan untuk mengatur tingkah laku, orang lain atau tergantung pada orang lain.

Untuk memperoleh gambaran bagaimana yang disebut dengan orang yang mandiri, maka perlu diketahui ciri-ciri orang mandiri. Diantaranya:

a. Memiliki kebebasan untuk bertingkah laku, membuat keputusan dan tidak merasa cemas, takut dan malu jika keputusan yang diambil tidak sesuai dengan keyakinan dan pilihan orang lain.

b. Mempunyai kemampuan untuk menemukan akar masalah, mencari alternatif pemecahan masalah, mengatasi masalah dan berbagai tantangan serta kesulitan lainnya, tanpa bimbingan dari orang lain dan dapat mandiri dalam membuat keputusan dan melaksanakan keputusan yang diambil.

c. Mampu mengontrol dirinya dan perasaannya agar tidak memiliki rasa takut, ragu, cemas, tergantung dan marah yang berlebihan dalam berhubungan dengan orang lain.


(30)

d. Mengandalkan diri sendiri untuk menjadi penilai mengenai apa yang terbaik bagi dirinya, serta berani mengambil risiko atas perbedaan kebutuhan dan nilai-nilai yang diyakini serta perselisihan dengan orang lain.

e. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain, yang diwujukan dalam kemampuannya membedakan kehidupan dirinya dengan kehidupan orang lain, namun tetap menunjukan loyalitas. f. Mempunyai inisiatif yang baik melalui ide-idenya dan sekaligus

mewujudkannya dengan disertai kemauan untuk mencoba hal yang baru.

g. Memiliki kepercayaan diri yang kuat dengan menunjukan keyakinan atas segala tingkah laku yang dilakukannya dan menunjukan sikap tidak takut menghadapi suatu kegagalan.

Dari beberapa ciri yang disebutkan di atas, maka anak jalanan mempunyai ciri-ciri tersebut. Persoalannya adalah kemandirian yang dimiliki oleh

anak-anak jalanan yang hidupnya luntang-lantung tanpa adanya bimbingan dan arahan tidak menutup kemungkinan mereka emnjadi preman yang perbuatannya sering merugikan orang lain. Dan ini telah menyimpang dari arti kemandirian sebenarnya.

Kalangan psikolog mengakui bahwa anak-anak jalanan, yang tak tertangani dengan baik , pada akhirnya bisa menjadi sumber benih kriminalitas. Kisah hidup orang-orang yang menjadi penjahat keji, sebagian besar mempunyai riwayat sebagai anak jalanan. Salah satu di antaranya adalah Toni Buntung, gembong penculik anak.


(31)

Pemikiran yang melandasi lahirnya Konvensi Hak Anak adalah “anak adalah asset masa depan. Kegagalan dalam memahami kebutuhan anak akan berujung pada kegagalan membantu anak untuk menjadi manusia mandiri, yang dapat menentukan masa depannya sendiri, berarti gagal menyambung sebuah generasi. Sudah semestinya, anak diberi ruang untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan masa pertumbuhannya menuju kematangan dan kemandirian”.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian.

Kemandirian tidak bisa terjadi begitu saja, karena dalam membentuk perilaku mandiri harus memperhatikan beberapa faktor penting yang mempengaruhi kemandirian. Secara garis besar terdapat dua faktor yang mempengaruhi kemandirian, yaitu faktor internal (mencakup faktor perkembangan dan kematangan anak; serta faktor jenis kelamin) dan faktor eksternal (mencakup faktor sosial dan budaya; faktor pola asuh; faktor ukuran keluarga dan urutan kelahiran; dan faktor aktivitas orang tua terutama ibu).

a. Faktor Internal

Faktor internal yaitu yang berasal dari dalam diri individu yang mencakup antara lain:

1) Faktor Perkembangan dan Kematangan anak

Seiring dengan pertumbuhan usia dan tingkat kematangannya, manusia memasuki tahap-tahap perkembangan dan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Secara psikologis, sehubungan dengan tugas perkembangan tersebut, manusia yang dewasa dan matang harus menjadi pribadi yang mandiri. Semakin seseorang berkembang menuju kearah kedewasaan, maka sifat


(32)

menggantungkan diri semakin berkurang dan seseorang yang mempunyai sifat tergantung mempunyai pribadi yang tidak matang.

Dalam model perkembangannya, Erikson menunjukan adanya krisis psikososial yang dialami oleh seseorang pada setiap tahap perkembangannya, dimana krisis psikososial tersebut tampil dalam keadaan berlawanan yang menunjukan atau menyelasaikan tekanan dan tuntutan lingkungan pada setiap tahap perkembangan. Pada tahap muscular-anal, anak mengalami krisis antara autonomy versus shame and doubt yaitu mandiri sebagai konsekuensi positif dengan malu dan ragu sebagai konsekuensi negatif.

Keadaan mandiri dapat tercapai jika seseorang berhasil memecahkan masalah yang dihadapinya dalam upaya perkembangan dirinya, mencapai kebebasan dan mampu melakukan banyak hal sendiri. Sedangkan bila seseorang gagal mengatasi tekanan-tekanan dan masalah yang dihadapi dalam upaya yang memperoleh kebebasan dan mandiri, maka dia akan merasa malu dan ragu akan kemampuannya sendiri.

Maccoby dalam Monks memjelaskan bahwa sebelum anak berusia kurang lebih 8 sampai 12 tahun, orang tua lebih mendominasi. Selanjutnya terjadi koregulasi (penentuan bersama). Pada tahap ini orang tua semakin memberikan kebebasan menentukan sendiri pada anak dalam situasi self regulation.

Sedangkan Monks mengatakan bahwa keinginan untuk berdiri sendiri dan mewujudkan dirinya sendiri merupakan kecenderungan yang ada pada setiap remaja. Kecenderungan ini akan benar-benar terwujud dalam sikap mandiri


(33)

ketika seseorang telah mencapai usia dewasa yang penting dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan pribadinya.

Dengan demikian kemandirian anak sangat perlu dirangsang pada saat anak berada pada tahap muscular-anal, dimana anak mulai memiliki rasa ingin bebas walaupun belum dapat mandiri secara sempurna. Pada usia inilah langkah yang tepat bagi prang tua untuk memulai pemberian latihan kemandirian pada anak, sambil tetap menyesuaikan denga tingkat perkembangan dan kematangan anak.

Dengan memberikan latihan kemandirian yang cukup pada masa kecil maka anak akan dapat diharapkan tumbuh menjadi manusia mandiri pada saar dewasa, dimana pada masa ini terjadi transisi yaitu dari anak menuju dunia dewasa yang dihadapkan pada berbagai tuntutan, untuk mandiri sehingga dengan kemandirian tersebut akan terbentuklah identitas diri.

Untuk dapat membentuk identitas dirinya, seseorang harus dapat mengintegrasikan seluruh identitas yang diperoleh sejak kecil menjadi

identitas yang menyeluruh. Kegagalan dalam mengintegrasikan identitas sebelumnya menyebabkan kebingungan akan peran yang harus dijalani.

2) Faktor Jenis Kelamin

Pemberian perlakuan dan sikap yang berbeda terhadap anak laki-laki dan anak perempuan disebabkan oleh anggapan bahwa mereks mempunyai peranan yang berbeda di masyarakat. Pada laki-laki lebih diberi peran di area publik yaitu di luar rumah, sedangkan perempuan mendapatkan peran lebih pada wilayah intern atau domestik yaitu di dalam rumah. Hal ini menyebabkan penentuan jenis-jenis pekerjaan yang sesuai dengan jenis kelaminnya. Para


(34)

perempuan diserahi pekerjaan yang membutuhkan penampilan fisik, sedangkan laki-laki diserahi pekerjaan yang membutuhkan penampilan otak yang berkaitan dengan pengambilan keputusan.

Akibatnya laki-laki diharapkan lebih kuat, mandiri, agresif, dan mampu memanipulasi lingkungannya, berprestasi serta membuat keputusan. Sedangkan perempuan diharapkan lebih tergantung, sensitif dan keibuan.

Menurut Kagan dan Moss – sebagaimana dalam Watson dan Lindgren –, laki-laki lebih aktif dalam upaya mencapai kemandirian karena masyarakat cenderung lebih menurut adanya tingkah laku mandiri pada laki-laki daripada perempuan. Masyarakat cenderung tidak dapat menerima apabila seorang laki-laki menunjukan tingkah laku tergantung karena dianggap tidak pantas.

Apabila seorang laki-laki menunjukan tingkah laku yang tergantung maka akan mendapat hukuman, sedangkan pada perempuan adanya tingkah laku yang tergantung tidak diberi hukuman. Jadi perempuan lebih dapat diterima bila bersikap tergantung.

Dengan demikian perbedaan sifat-sifat yang demikian lebih disebabkan oleh perbedaan perlakuan yang diberikan kepada mereka. Anak laki-laki lebih banyak diberi kesempatan untuk bersikap mandiri, berdiri sendiri dan menanggung risiko, serta banyak dituntut untuk menunjukan inisiatif dan originalitasnya daripada anak perempuan. Sehingga laki-laki cenderung lebih aktif daripada perempuan dalam upaya memperoleh kemandirian dari orang tua, tetapi perempuan dinilai lebih mandiri daripada laki-laki dalam masalah emosi.


(35)

Adapaun faktor-faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar yang mempengaruhi kemandirian seseorang meliputi antara lain:

1) Faktor Sosial dan Budaya

Manusia adalah makhluk sosial yang hidupnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan orang lain. Lingkungan yang ada di sekitar manusia itu merupakan bagian penting yang dapat mempengaruhi pembentukan dan perkembangan kepribadiannya. Lingkungan seseorang seperti lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah ataupun tempat individu tersebut tinggal akan dapat membentuk pola perilaku dan kebiasaan-kebiasaan seseorang termasuk kemandiriannya. Anak yang hidup di desa akan lebih cepat matang daripada anak yang hidup di kota. Anak yang berasal dari keluarga kurang mampu lebih cepat matang ketimbang anak yang berasal dari keluarga yang berkecukupan. Demikian juga anak yang hidup di jalanan lebih cepat matang ketimbang anak yang tinggal dengan keluarganya.

Dalam upaya pembentukan kemandirian ini perlu melihat konteks

lingkungan sosial dan nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat sekitarnya. Hal ini karena konteks lingkungan sosial dan nilai-nilai budaya masyarakat, sangat mempengaruhi penerimaan masyarakat akan arti pentingnya kemandirian, yang juga sangat berpengaruh pada cepat dan lambatnya pencapaian kemandirian seseorang.

Adanya perbedaan sosial dan budaya dapat pula mempengaruhi cara orang tua mengasuh anak mereka. Terkadang ada orang tua yang kurang memberikan dorongan kepada anak untuk mencapai kemandirian dan menunjukan harapannya kepada anak agar menjadi mandiri. Namun ada pula


(36)

beberapa budaya yang biasanya melakukan upacara adat bila anaknya mulai memasuki usia remaja. Adanya upacara ini memberikan tanda pada anak bahwa mereka sudah bukan anak-anak lagi, sehingga mereka diharapkan mulai dapat memenuhi sendiri kebutuhannya dan tidak tergantung pada orang lain.

2) Faktor Pola Asuh

Faktor lain yang juga berpengaruh besar terhadap proses pembentukan kemandirian ini adalah faktor pola asuh orang tua. Bahkan mungkin faktor inilah yang paling besar terhadap perkembangan kemandirian seseorang.

Untuk membentuk kemandirian dalam diri remaja, diperlukan teknik pengasuhan yang tepat, yang sifatnya dapat membentuk hubungan yang positif antara anak dan orang tua.

Ada tiga teknik pengasuhan yang biasanya diterapkan orang tua pada anaknya, yaitu pola asuh autoritarian, orang tua cenderung mendikte dan menahan perolehan kebebasan anak, yang akibatnya dapat membuat anak cenderung menjadi tergantung, kurang percaya diri dan pasif. Remaja yang

mendapat pengasuhan authoritarian. Tidak akan mampu mencapai kematangan dalam berhubungan dengan lawan jenis, tidak mampu membentuk identitas dan mengembangkan image positif tentang dirinya sebagai individu yang unik dan mandiri sehingga akan tumbuh menjadi remaja yang terisolasi dari lingkungan pergaulan dan berdampak negatif pada kehidupan sosialnya.

Sementara itu pola asuh permisif, dapat menghasilkan anak-anak yang sering mengalami kesuliatan mengatasi tuntutan untuk mandiri dan percaya diri menjelang usia remaja, dan mungkin akan mengalami frustasi bila terjadi kegagalan dalam menghadapi lingkungan yang tidak mau menurut apa yang


(37)

diinginkannya. Anak yang demikian ini besar kemungkinan untuk gagal dalam bertahan di kehidupan sosial yang menyenangkan karena orang tua cenderung terlalu memberi kebebasan pada anak untuk memutuskan dan melakukan apa yang diinginkannya.

Sedangkan pola asuh autoritatif, secara tidak langsung orang tua mendorong kemandirian dan tingkah laku disiplin pada anak. Hal ini karena orang tua yang menerapkan pengasuhan demokratis, tidak melakukan dominasi terhadap anak dalam membuat keputusan, dan dalam membuat peraturan pun mereka akan senantiasa memberikan penjelasan-penjelasan.

Remaja yang diasuh dengan pola autoritatif akan menjadi remaja yang kompeten secara sosial, artinya remaja akan mandiri, dewasa, mempunyai kontrol diri yang kuat, percaya diri, bersemangat atau aktif, eksporatif, ramah, bersahabat dengan teman-temannya, mampu mengatasi stress.

Mereka juga mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi, dapat bekerja sama dengan orang dewasa, perilakunya bertujuan, mempunyai minat

dan rasa ingin tahu terhadap hal yang baru. Pola asuh autoritatif memberikan standar yang jelas dan kontrol yang bijaksana terhadap anak-anak, sehingga mereka tumbuh menjadi pribadi yang matang.

3) Faktor Ukuran Keluarga dan Urutan Kelahiran

Dalam setiap keluarga dijumpai ukuran keluarga yang berbeda-beda. Ada keluarga besar dengan jumlah anak enam orang, tujuh orang dan seterusnya, ada keluarga sedang dengan jumlah anak empat sampai lima orang, dan keluarga kecil dengan jumlah anak satu sampai tiga orang.


(38)

Adanya perbedaan ukuran keluarga dapat memberikan dampak positif maupun negatif pada hubungan anak dengan orang tua maupun saudaranya. Biasanya dampak negatif paling banyak dirasakan pada keluarga yang mempunyai ukuran keluarga yang besar, karena dengan keluarga yang besar, berarti orang tua harus berbagi perhatiannya pada anak dengan adil, yang terkadang malah justru sering terabaikan. Dalam keluarga besar anak juga cenderung sering bersaing dalam mendapatkan perhatian orang tua yang terkadang akibatnya menimbulkan permusuhan di antara mereka. Di samping itu, pada keluarga besar orang tua cenderung menjadi lebih otoriter dalam mengasuh anaknya. Bagi orang tua yang otoriter pada anaknya akan sulit menghasilkan anak-anak yang mandiri. Sedangkan pada keluarga kecil, hal itu terlalu menjadi masalah mengingat jumlah anak yang hanya sedikit.

Sementara itu, faktor urutan kelahiran merupakan faktor lain yang biasanya sering luput dari perhatian, meskipun juga merupakan faktor penting. Maksud dari urutan kelahiran (birth order) adalah urutan kelahiran anak dalam

keluarga. Posisi anak sebagai anak sulung, anak tengah, anak bungsu, ataupun anak tunggal sedikit banyak dapat memberikan dampak pada pembentukan kepribadiannya, karena urutan kelahiran berhubungan dengan suatu kategori, tipe atau jenis yang biasanya digunakan dalam membedakan karakter anak dalam urutan kelahiran.

Lebih lanjut Alder (dalam Calvin S. Hall & Gardner Lindzey) mengemukakan bahwa kepribadian anak-anak yang menempati posisi kelahiran yang berlainan pula. Ia mengaitkan perbedaan ini dengan pengalaman-pengalaman khusus yang dimiliki setiap anak sebagai anggota


(39)

suatu kelompok sosial. Anak pertama atau anak sulung memiliki kecenderungan untuk menaruh perhatian pada masa lampau ketika mereka menjadi pusat perhatian sebelum lahir anak kedua. Anak kedua atau tengah cenderung ambisius, iri hati, berusaha melebihi kakaknya, dan cenderung berotak. Anak tengah umumnya menyesuaikan diri dengan lebih baik dibandingkan kakak atau adiknya. Sedangkan anak bungsu atau terakhir biasanya dimanja oleh orang tua. Pada anak bungsu sama halnya dengan anak sulung kemungkinan besar dia menjadi anak yang tak mampu menyesuaikan diri.

Orang tua yang menghadapi situasi dan kondisi ini secara bijaksana harus dapat mempersiapkan anak sulungnya menghadapi munculnya seorang saingan, sehingga besar kemungkinan anak sulung dapat berkembang menjadi seorang yang memiliki kepribadian mandiri, mantap, bertanggung jawab dan bersifat melindungi serta mampu berperan sebagai pengambil keputusan.

4) Faktor Aktivitas Orang Tua (Ibu)

Ibu, sebagai orang yang melahirkan, mengasuh dan anggota keluarga yang memiliki ikatan emosional yang kuat dengan anak, memiliki peran yang utama sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Ibu memberikan kasih, kehangatan, dan perlindungan, juga memberikan pelajaran penting dan masukan-masukan sosial untuk anaknya, bahkan dalam keadaan bermainpun biasanya ibu selalu berusaha untuk mengajarkan sesuatu pada anaknya. Hubungan kasih sayang yang kuat antara anak dan ibu dapat memudahkan tumbuhnya kemandirian pada anak. Dengan demikian dalam pembentukan


(40)

sikap mandiri pada remaja, peran ibu merupakan faktor penting yang sangat perlu diperhatikan.

Secara umum terdapat dua jenis aktivitas ibu disamping aktivitas lainnya, yaitu sebagai ibu rumah tangga yang tidak bekerja di luar rumah dan ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah. Ibu-ibu yang tidak bekerja sebagian waktunya berada di dalam rumah, sedangkan ibu-ibu yang bekerja, pada jangka waktu tertentu harus bekerja di luar rumah.

Hal ini mengakibatkan ibu tidak selalu ada di sisi anak pada saat-saat penting di mana ia dibutuhkan. Ibu juga tidak dapat mengawasi langsung seluruh kegiatan anak, tidak dapat selalu membantu, melatih atau mencontohkan kebiasaan-kebiasaan tertentu pada anak. Akibatnya terkadang anak dapat merasa kehilangan dan cemas karena harus berpisah dari ibunya sehingga dapat berdampak negatif pada diri anak. Namun di lain pihak, dengan bekerjanya ibu di luar rumah juga member dampak positif bagi anak, yaitu sifat yang mandiri.

Adanya latihan kemandirian yang diberikan oleh ibu yang bekerja di luar rumah dapat mendorong anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri sehingga anak dapat diharapkan untuk mengatasi segala kesulitan-kesulitan sendiri bila ibu tidak berada di rumah.

Anak-anak yang memiliki ketergantungan berlebihan terhadap orang lain biasanya akan memiliki rasa percaya diri yang rendah. Dia tidak dapat mengembangakan kemampuannya untuk mengambil keputusan, menjadi tidak berdaya akan memiliki rasa percaya diri yang rendah. Dia tidak dapat mengembakan kemampuannya untuk mengambil keputusan, menjadi tidak


(41)

berdaya dan semua perilakunya cenerung dipengaruhi oleh orang lain yang menjadi tempat ia bergantung.

Keadaan ini secara tidak langsung akan sangat merugikan perkembangan mereka pada usia menjelang remaja atau dewasa. Karena saat mereka harus tampil sebagai individu yang berdiri sendiri, mereka menjadi sulit untuk dipisahkan.

!"#$%& ')*+

,- . /

0%&

' 1 234 5678

'29 : /%<5=

>? @A

Artinya:“Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, Maka mereka adalah saudaramu”.(QS. Al-Baqarah:220)

Dari ayat tersebut diatas mengisyaratkan kepada para orang tua agar memberi perhatian terhadap anak yatim,hendaknya mereka diperlukan seperti anak kandung juga.Karena nantinya kelak akan bertindak sebagai orang tua pengganti atau orang tua asuh.

Musibah keyatiman adalah satu faktor yang menyebabkan kelainan dan menyimpang pada anak-anak.Diharapkan agar setiap individu mengetahui bahwa kebijaksanaan Islam dengan dasar-dasarnya yang lurus dan abadi ini telah meletakan pondasi dan metode secara bijak memelihara anak dari penyimpangan dan menjaga masyarakat dari kepenuhan moral karena pada


(42)

saat ini perlu perhatian lebih besar sebab pada faktor ini si anak mengalami gejolak dan goncangan,baik jiwa dan emosional.maka dalam hal ini sudah jelas bahwa agama melarang kepada setiap insan untuk berlaku sewenang-wenang terhadap anak-anak yatim.sebagai firman Allah dalam kisah QS.Adl-dluha : 9 yang berbunyi :

B8 C5= /D 4E

!"5=

. F &5

Artinya:“Adapun terhadap anak yatim,janganlah kamu berlaku sewenang-wenang”.

Para ahli berpendapat bahwa orang tua yang telah tiada terutama seorang ayah yang telah wafat dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak,yang selanjutnya anak mempunyai resiko tinggi untuk menjadi anak-anak nakal dengan tindakan-tindakan anti sosial ( delinquent/anti social behavior ) juga anak mengalami “ deprivasi emosional” sebagai akibat ““ deprivasi parental “ apalagi mereka yang berada di berbagai macam panti tempat mereka tinggal.22 Anak yatim akan selalu berusaha untuk mendapatkan segala apa yang belum mereka peroleh. Dari sini dapat diharapkan kepada seluruh

lapisan masyarakat untuk memperhatikan mereka agar terhindar dari segala bentuk penyimpangan.

1. Pengertian Anak Yatim

Ada beberapa ungkapan yang mendefinisikan tentang arti anak yatim, di antaranya:

22

Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran jiwa dan Kesehatan jiwa, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), Edisi 3, h. 748-752.


(43)

a. Menurut Luis Al-Ma’luf dalam kitabnya Al-munjid Fillughoti Wal a’lam, ia mengatakan:

3*H J KL

2

M

*NO

PQR

5S

T

UVUJ

Artinya: “Yatim adalah seorang yang sudah kehilangan/ditinggal ayahnya meninggal, sedang ia belum mencapai usia layaknya usia orang dewasa”.23

b. Menurut Peter Salim dan Yenny Salim dalam kamus bahasa Indonesia kontemporer mengatakan bahwa tidak beribu atau tidak berbapak, atau tidak mempunyai ibu dan bapak, tetapi sebagian menyebutkan sebutan untuk anak yatim ialah untuk anak yang bapaknya meninggal.24

c. Menurut Hasan Shadaly di dalam Ensiklopedi Indonesia. Beliau menegaskan bahwa yatim adalah anak yang belum dewasa dan yang tidak berbapak lagi.25

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan menurut para ahli tersebut di atas, bahwa anak yatim adalah anak yang ditinggal wafat ayahnya, sedang ia belum berada pada usia dewasa, atau belum mencapai usia baligh dan belum dapat mengurusi dirinya dengan baik. Dalam ajaran Islam, baligh merupakan batasan usia dari masa kanak-kanak beralih kepada masa dewasa.

23

Luis Al-Ma’luf, Al-Munjid F illughoti Wak A’lam, (Beirut-Libanon: Daar El-Masyrik,

1986) cet. Ke-28, h. 923

24

Peter Salim & Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English, 1991), h. 1727.

25

Hasan Shadaly, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ikhtisar Baru Van Hoeve, 1984), Jilid 7, h. 3977


(44)

2. Batasan usia baligh anak yatim

Untuk mengetahui tanda-tanda baligh dan batas umur seorang anak masuk ke dalam kategori anak yatim, penulis akan mengemukakan tanda-tanda tersebut sesuai dengan yang tertera dalam kitab Matan Safinatun Naja Fi Ushuludin Wal FiqhiI sebagai berikut:26

a. Genap usianya mencapai usia 15 tahun.

b. Telah mengalami mimpi basah (keluar air mani) bagi lelaki. c. Telah haid bagi anak perempuan pada usia 9 tahun.

Sedangkan menurut ilmu psikologi, diungkapkan bahwa siklus kehidupan manusia khususnya pada tingkatan masa kanak-kanak menuju masa yang dapat dikatakan dewasa itu di antaranya sudah melewati masa kanak-kanak dan masa remaja. Adapun masa kanak-kanak dan remaja adalah terdiri dari masa kanak-kanak awal, pertengahan dan akhir, lalu remaja awal, madya dan remaja akhir.

Dan berikut ini adalah batasan usia masa kanak-kanak dan masa remaja,

yakni:

a. Anak-anak awal (0-3 tahyn), anak-anak madya (3-7 tahun), dan anak-anak akhir (7-12).

b. Remaja dini (12-15 tahun), remaja madya (15-17 tahun), dan remaja akhir (17/18-21 tahun).27

3. Pandangan Islam Terhadap Anak Yatim

26

Syeikh Salim bin Al Hadromi & Abdullah, Safinatun Naja Fi Ushuludin Wal Fiqhi, (Jakarta: PT Sa’diyah Putra), h. 3.

27

Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan


(45)

Anak yatim adalah anak yang patut diperhatikan dan dikasihani serta disayangi terutama mereka yang keluarganya kurang mampu. Sebab mereka telah kehilangan kasih saying dan perhatiannya dari seorang ayah yang telah wafat, sedangkan mereka sangat butuh bimbingan dan perhatian serta pengawasan untuk kemajuan hidupnya di masa mendatang.

Agama Islam sebagai agama pembawa rahmat, membimbing manusia dengan cara menjabarkan ajaran rahmatnya itu di segala aspek kehidupan. Di antaranya adalah ajaran yang menyangkut anak yatim. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Maa’uun: 1-2 yang berbunyi:

WX6 2 Y Z [4 \]

3^_Q`59 6

_ab4c ] %d

ef

gh4 :"`5=

i4 \]

YjA> 6 /D 4E

kf

Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim.”

Dalam ayat tersebut memberikan ancaman kepada seluruh umat manusia bahwa setiap orang yang tidak memperhatikan bahkan menghardik anak yatim, maka ia termasuk kategori orang yang mendustakan agama.

Menurut As Sayyid Ahmad mengungkapkan dalam kitabnya Tarjamatu Mukhtaril Ahadist bahwa Nabi Saw pernah bersabda dari Anas ra. ia berkata:

mUV

2O

UV

nJ

5S

5Uo

* p

J

nR

T

2

*AO

p

Artinya: “Orang yang paling baik kepada anak yatim laki-laki atau perempuan, maka saya dengan orang itu di kemudian hari di dalam


(46)

surge seperti begini (jari tengah dan telunjuk)”. (HR. Hakim dari Anas).28

Menurut Imam Abullaits Assamarqondi dalam kitabnya beliau mengatakan: “Aku bersama orang yang mengurus anak yatim di surge seperti begini, lalu beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah”.29

Masalah ekonomi adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan bagi anak-anak yatim dalam memenuhi kebutuhan hidupnya disamping faktor-faktor yang lain. Dalam hal ini pemerintah pun mempunyai peranan dalam mengasuh dan memelihara mereka. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 34 UUD 1945 yang berbunyi: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”.

4. Pembinaan Yatim Menurut Ajaran Islam

q Z 8 r&5

V `= 4

?S _& %d

8 @5 # 48 - . / B0%<5= \] 0 "s t4u%d v % ekwf

Artinya: “Dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahuinya”.

28

As Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Tarjamatu Mukhtaril Ahadist, Hikamil Muhammadiyah, (Bandung: Al-Ma’arif, 1996), cet. ke-6, h. 734

29

Abullaits Assamarqondi, H. Salim Bahreis, Tanbihul Ghofilin, (Jakarta: Sa’diyah Putra, 1984), Jilid 2, h. 548


(47)

Berbagai macam cara untuk dapat mengurus anak-anak yatim, dalam hal ini sebagaimana yang disesuaikan dengan ayat tersebut diatas ternyata salah satu sarana penunjang dalam mengurus anak yatim adalah dengan santunan.

Santunan anak yatim/piatu yang dilakukan dipanti memang baik daripada mereka terlantar. Beberapa hal yang pokok dalam pembinaan anak-anak yatim yang penulis dapat kemukakan di antaranya:

a. Menjamin Makan dan Minumnya (Kebutuhan Pangan)

Kaitannya dengan hal ini penulis akan mengemukakan salah satu hadist Nabi saw yang diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitab Tarjamah Mukhtaril Ahadist karangan As Sayyid Ahmad Al-Hasyimi sebagai berikut:

m%0O

2

x

O

y

XzSJ2

UVUJ

:

yJ

{uVH

*:

|

yPo2

uLK,

5UK

rJ

}~oJ

uVH*:

|

y

Po2

uLK,

5K

uS

*%0

5S

Artinya: “Apakah engkau menyukai supaya lunak hatimu dan engkau meraih keinginanmu? Kalau begitu kasihinilah anak-anak yatim, usaplah kepalanya dan beri makanlah dia daripada makananmu

niscaya hatimu akan lunak dank au raih keinginanmu”. (HR. Thabrani dari Abu Darda).30

Sebenarnya masyarakat dapat berbuat banyak untuk anak-anak yatim, baik yang bersifat materi maupun non materi. Bantuan tersebut adalah

30


(48)

membantu meningkatkan pelayanan/penyantunan khususnya di panti-panti, antara lain:

1) Bantuan dana untuk sandang, pangan dan papan yang layak. 2) Penambahan personil pengasuh dan lain sebagainya.31 b. Memelihara Hartanya

Pasal 34 UUD 1945 ini sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agama Islam. Agama Islam telah memberikan ajaran yang sangat bagus dalam hal memelihara harta anak yatim. Seseorang tidak boleh mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang baik.

Jika seseorang yang mengurus anak yatim dan memelihara hartanya itu dalam keadaan fakir dan miskin maka ia diperbolehkan memakan harta anak yatim dengan cara yang baik (seperlunya dan alakadarnya) bukan semaunya, tapi jika yang megurus anak yatim itu kaya maka berhati-hatilah jangan sampai memakan harta mereka, sebab itu adalah perbuatan dzolim dan sangat dilarang oleh agama. Sebagaimana Firman Allah dalam

An-Nisa ayat 10 yang berbunyi:

B

0%&

•b4 \]

0 r€=C 6

•: 8 Z

H = rA J %&

0 r€=C 6

%•

'%F4 23d

‚Y

gq K ƒ ` „

…-.4 „

Artinya: “ Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh

31

Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran jiwa dan Kesehatan jiwa, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), Edisi 3, h. 753


(49)

perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”.

Selanjutnya dalam firman Allah pada QS. Bani Israil : 34

!†

d . &5

8

_D 4E

‡†%&

_~\

%d

ˆY41

A W #u Z

‰~

u

"

6

K{>2\ Z

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa Dari kedua ayat firman Allah yang tersebut di atas memberikan penjelasan kepada seenap insane terutama umat Islam bahwa memelihara harta anak-anak yatim merupakan sebuah perintah dan peringatan agar senantiasa berhati-hati terhadap harta mereka.

c. Memberi Kasih Sayang

Dalam hal ini agama menjelaskan dan memberkan cara dalam bertindak dan berbuat kepada anak-anak yatim agar jangan sampai berbuat sewenang-wenang bahkan menghardik dan menyakiti mereka. Tapi yang menjadi kewajiban setiap insan adalah memperhatikan dan memberikan kasih sayang kepada mereka anak-anak yatim.

d. Memberikan Pendidikan dan Pengajaran (Ilmu dan Adab)

Setiap anak akan menjadi penerus keturunan bagi orang tuanya dan yang diharapkan oleh orang tua adalah agar anaknya menjadi anak yang shalih dan memiliki budi pekerti yang luhur dan mulia. Akan tetapi


(50)

kenyataan yang dihadapi mereka anak-anak yatim sangat nakal dan susah diatur. Oleh karena itu, manusia agar senantiasa memberikan segala kebutuhan anak-anak yatim terutama di dalam memberikan pendidikan dan pengajaran. Sebab di samping anak-anak yatim adalah bukanlah hanya anak yang kehilangan/ditinggal wafat oleh sang ayah, tetapi ada yang lebih yatim lagi daripada mereka yaitu orang yang tiada berilmu dan beradab

mulia. Sebagaimana salah satu ungkapan menyatakan:

Š

tjJ

2

K%

UV

UVUJ

N

MPJ

2

‹*S

P,

•J

UVUJ

ŽU

Artinya: “Bukanlah yatim itu orang yang ayahnya sudah tiada, akan tetapi yatim adalah orang yang yatim ilmu dan adab”.32

32


(51)

BAB III

GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN YATIM AL-AKHYAR

A. Sejarah Berdirinya

Di antara sekian banyaknya kegiatan dakwah Islamiyah yang ditunjang dengan segala usaha dan upaya yaitu salah satunya dengan media dakwah

yang berada di setiap instansi/lembaga-lembaga keagamaan yang bersifat sosial guna memberikan kontribusi dakwah terhadap seluruh lapisan masyarakat, terutama dengan adanya Yayasan Islam Al-Akhyar di Kelurahan Beji Kecamatan Beji Kota Depok.

Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar adalah bagian dari cakupan bidang kegiatan dari Yayasan Islam Akhyar, sebab Yayasan Islam Al-Akhyar mencakup ke dalam tiga aspek bidang kegiatan, yaitu bidang pendidikan, sosial, panti asuhan/pondok pesantren.

Yayasan Islam Al-Akhyar didirikan oleh tiga orang (Tri Murti) mereka itu adalah: Ust. Abdul Wahab SM, M. Tahari dan Mamih Syahidah Emus. Yayasan in berdiri pada tahun 1984 yang awal mulanya hanya sebatas pengajian biasa yang ada dirumahnya dengan jumlah murid sebanyak 20 orang.33

Lalu pada tahun 1987 barulah diresmikan majelis taklim dan santunan yatim/piatu, dari semenjak itulah yayasan tersebut berkembang. Setelah

33

Wawancara pribadi dengan Ust.Abdul Wahab SM., Pimpinan Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Senin, 19 Oktober 2009.


(52)

selang beberapa tahun pada tanggal 5 Juni tahun 1991 Yayasan Islam Al-Akhyar diresmikan oleh bapak H. Badrul Kamal (sekarang mantan walikota Depok) dengan akte notaries Ny. Sri Hastuti Tjahyadi, SH. Nomor 17 tahun 1991. Dan pada tahun 1994-1998 baru dibangun aula/asrama dan kantor sekretariat.

Yayasan Islam Al-Akhyar yang berada di Kelurahan Beji Kecamatan Beji Kota Depok ini adalah pusatnya dan dikhususkan untuk santri pondok pesantren putri dengan jumlah santri sekarang 82 orang dan 18 orang dari mereka adalah yang bermukim di yayasan tersebut. Pada tanggal 20 Juni 2004 dibangun cabang pertama di Kelurahan Pitara Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok yang dikhususkan untuk santri putra, sehingga jumlah total santri sekarang baik yang mukim maupun yang tidak mukim berjumlah 165 orang. Antara Yayasan Islam Al-Akhyar pusat dan cabang pertama ini hanya bergerak pada bidang sosial dan pendidikan non-formal (santunan, pengajian dan ke pondok pesantrenan).34

Dan pada tahun 2007 dibangun dan diresmikan cabang kedua bidang pendidikan formal berupa SDI Al-Akhyar, tepatnya pada tanggal 17 Juni 2007 di daerah Kampung Rawa Kaso Desa Jati Sari Kecamatan Cileungsi. Kabupaten Bogor yang akan diresmikan oleh bupati bogor. Dan siswa baru yang mendaftar di SDI Al-Akhyar sampai saat ini berjumlah 20 orang, sedangkan untuk TPA berjumlah 60 orang.35

34

Wawancara pribadi dengan Ust.Abdul Wahab SM., Pimpinan Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Senin, 19 Oktober 2009.

35

Wawancara pribadi dengan Ustadzah Siti Khumairoh S.Ag., Guru Pengajian Umum Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Selasa, 20 Oktober 2009.


(53)

B. Tujuan dan Fungsi

1. Tujuan pendidikan Yayasan Islam Al-Akhyar

Di antara tujuan dari pendidikan Islam Al-Akhyar adalah sabagai berikut:

a. Memberikan bekal kemampuan dasar kepada warga dan anak-anak yatim belajar untuk mengembangkan kehidupannya sebagai:

1) Pribadi muslim yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia. 2) Warga Negara Indonesia yang berkepribadian, percaya kepada diri

sendiri serta sehat jasmani dan rohani.

3) Untuk turut ikut serta membantu program pemerintah dalam bidang pendidikan dan sosial.

b. Membina warga belajar dan anak-anak yatim agar memiliki pengalaman, pengetahuan, keterampilan beribadah dan sikap terpuji yang berguna bagi pengembangan pribadinya.

c. Mempersiapkan warga belajar dan anak-anak yatim untuk dapat

mengikuti pendidikan formal dan kepondokpesantrenan. 2. Fungsi Pendidikan Yayasan Islam Al-Akhyar

Adapun fungsi pendidikan Yayasan Islam Al-Akhyar di bidang ke pondok pesantrenan adalah:

a. Sebagai media dakwah dan syiar agama Islam.

b. Menyelenggarakan dan menanamkan kemampuan dasar pendidikan agama Islam yang meliputi al-Qur’an Hadist, Aqidah Akhlak, Ibadah, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab dan Ilmu pengetahuan dari kitab-kitab lainnya.


(54)

c. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama Islam bagi warga belajar dan anak-anak yatim.

d. Meningkatkan derajat anak-anak yatim dan mengembangkan dua buah potensi pendidikan dan pengajaran, baik pendidikan umum maupun pendidikan agama.36

C. Bidang Kegiatan

Dalam hal bidang kegiatan ini Yayasan Islam Al-Akhyar bergerak pada beberapa cakupan, antara lain pada bidang:

1. Sosial dan kemasyarakatan, berupa pembinaan dan santunan.

2. Pendidikan, baik formal (sekolah) maupun non formal (taklim dan pondok pesantren).

3. Panti asuhan/pondok pesantren yatim.37

Di samping kegiatan-kegiatan tersebut di atas yang menjadi pokok bagi yayasan, ada pula beberapa kegiatan lainnya/ekstra dan kegiatan ini

dikhususkan untuk santri, di antaranya: 1. Kursus computer, bahasa dan menjahit. 2. Qiroat, rebana dan nasyid.

3. Latihan pidato/muhadhoroh.

36

Wawancara pribadi dengan Ustadzah Siti Khumairoh S.Ag., Guru Pengajian Umum Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Selasa, 20 Oktober 2009.

37

Wawancara pribadi dengan Ust.Abdul Wahab SM., Pimpinan Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Senin, 19 Oktober 2009.


(55)

D. Fasilitas, Sarana dan Prasarana

Yayasan Islam Al-Akhyar juga memberikan beberapa fasilitas, serana dan prasarana khusus untuk anak-anak yatim yang bermukim di pondok pesantren (lebih diutamakan) dan anak-anak yatim yang tidak mungkin dalam menunjang kebutuhan mereka, diantaranya:

1. Aula dan asrama.

2. Ruang belajar dan perpustakaan. 3. Tunjangan-tunjangan lainnya, seperti:

a. Pendidikan sekolah sampai perguruan tinggi gratis (mereka bebas memilih dan menentukannya dengan syarat selama masih berada di lingkungan kota Depok).

b. Mendapat ongkos dan uang saku setia hari.

c. Mendapatkan fasilitas belajar seperti buku, alat tulis dan sebagainya. d. Kebutuhan penginapan, baik tempat tinggal maupun makan (khusus

santri yang bermukim)38

38

Wawancara pribadi dengan Ustadzah Siti Khumairoh S.Ag., Guru Pengajian Umum Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Selasa, 20 Oktober 2009.


(56)

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISIS

A. Peranan Pembimbing Agama Bagi Kemandirian Anak Yatim di Pondok Pesantren Yatim Al-akhyar

Peranan pembimbing agama yang di terapkan di pondok pesantren yatim Al-Akhyar dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak-anak yatim tidak terlepas dari para pembimbing yang memiliki kompetensi di bidang agama dan bidang umum,tidak terlalu berbada dengan pondok-pondok yang lain,namun di pondok pesantren yatim ini seorang pembimbing harus benar-benar mengetahui akan keadaan emosional seorang anak yatim yang komplek dengan kehidupannya karena di tinggal oleh seorang sosok yang di dambakannya yatiu orang tua,dan juga kerap berada dalam kondisi ekonomi di bawah rata-rata.39

Setelah meneliti berbagai macam peran pembimbing,serta bimbingan

dan pendekatan yang digunakan di pondok pesantren yatim Al-Akhyar,peneliti mendapatkan hasil penelitian tentang peran seorang pembimbing dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak-anak yatim di antaranya :

1. Sebagai pengganti orang tua asuh.

Dalam peran ini adalah tugas yang bisa dibilang paling mulia di sisi Allah SWT. Sebab jika dikaji ulang tentang peran orang tua di rumah benar-banar sangat berat selain memberikan tanggung

39

Wawancara pribadi dengan Ust.Abdul Wahab SM., Pimpinan Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Senin, 19 Oktober 2009.


(57)

jawab secara lahir orang tua juga harus bertanggung jawab dalam memberikan nafkah batin terhadap anaknya dalam bentuk kasih sayang,begitulah peran seorang pembimbing di pon-pes yatim ini sangat berat dan beragam namun dibalik semuanya itu memang sangat mulia di sisi Allah SWT. Berdasarkan hasil dialog/tanya jawab terhadap pihak pesantren dalam hal ini memang seorang pembimbing harus memiliki sosok keibuan bagi wanita dan sosok kebapaan bagi prianya.dan tidak terlepas juga dari rasa kasih sayang dan santun yang mereka miliki,sebagaimana orang tua kandung terhadap anaknya terhadap anaknya,menurutnya juga seorang pembimbing haruslah memiliki “ Akhlaaqul kariimah “ artinya bahwa pembimbing harus juga memiliki akhlak yang mulia,sebagaiman tugas awal Nabi Muhammad di utus ke dunia ini semata-mata hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia,jika itu semua dimiliki oleh seorang pembbimbing Insya

Allah seorang anak yatim akan pula memiliki akhlak yang mulia dan menjadi anak yang diharapkan oleh orang tuanya yang tiada,yaitu menjadi anak yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi masyarakatnya kelak.40

40

Wawancara pribadi dengan Ust.Abdul Wahab SM., Pimpinan Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Senin, 19 Oktober 2009.


(58)

2. Sebagai pendidik.

Dalam hal ini mungkin menjadi tugas yang lebih sempit di banding dengan peran pembimbing yang pertama yaitu pengganti orang tua asuh yang tugasnya lebih luas,berdasarkan wawancara peneliti dengan guru pengajian umum beliau memamarkan bahwa tugas seorang pendidik tidak sama dengan seorang pengajar sebab seorang pendidik terlebih lagi pendidik di pon-pes dia bertugas selain mengajar dia juga memantau dan mengayomi pelajar atau santri terhadap seluruh kehidupannya di pesantren guna menjadikan manusia yang bermanfaat dan berguna bagi dirinya dan masyarakat sekitarnya.

Pendidik juga memiliki tugas dan peran dalam keberhasilan dan kemampuan seorang anak yatim dalam suatu yayasan.dan perannya yang paling utama adalah pertama mengajari anak yatim menjadi seorang anak yang berakhlak dan berkepribadin yang

kaafah ( sempurna ),yang kedua : menjadikan anak-anak yatim agar dia menjadi manusia yang mandiri,yang ketiga : menjadikan anak-anak yatim yang kreatif,aktif dan inovatif.41

3. Sebagai motivator..

Yaitu pemberi motivasi dan semangat dalam belajar dan berjuang dalam menghadapi hidup,dalam peran ini seorang pembimbing anak-anak yatim harus benar-benar memiliki keilmuan terlebih dalam mengetahui psikologis anak,dalam

41

Wawancara pribadi dengan Ustadzah Siti Khumairoh S.Ag., Guru Pengajian Umum Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Selasa, 20 Oktober 2009.


(59)

wawancara kami dengan pengajar Al-qur’an beliau mengatakan bahwasanya seorang motivator terlebih dahulu harus mengetahui akan pengertian dari motivasi itu sendiri,yaitu kekuetan penggerak yang membangkitkan aktifitas pada makhluk hidup,dan menimbulkan tingkah laku serta mengarahkannya menuju tujuan tertentu,jadi seorang motivator adalah pemberi semangat dan penggerak terhadap santri agar mereka bisa mendapatkan tujuan hidup mereka dan dapat mnggapai apa yang mereka cita-citakan,namun dibalik itu semua memang peran pribadi santri juga tidak terlepas dari semua itu santri juga harus memiliki motivasi yang kuat dalam dirinya agar keduanya bisa saling melengkapi guna tercipta cita-cita yang mereka harapkan.42

B. Peranan Pembimbing Agama Dalam Mewujudkan Kemandirian Menurut Keinginan Masyarakat

Selain mewawancarai para pembimbing di pon-pes Al-Akhyar peneliti juga berdialog dengan para santri dan masyarakat sekitarnya yang tinggal dekat dengan area pondok pesantren Al-Akhyar,beberapa santri mengatakan mereka menginginkan sosok seorang pembimbing yang benar-benar bisa menggantikan posisi orang tuanya walaupun tidak akan seratus persen mereka merasakannya seperti kasih sayang orang tuanya yang telah meninggalkan mereka,mereka ingin dikasihi,disayangi dan diajarkan ilmu-ilmu agama maupun umum yang bermanfaat bagi dirinya untuk bekal

42

Wawancara pribadi dengan Ust.Ali Abdurrahman S.Ag., Guru Al-Qur’an ( guru mengaji ) Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Rabu, 21 Oktober 2009.


(60)

mereka nantinya setelah tidak lagi tinggal di pondok pesantren Al-Akhyar ini.43 Mereka juga mengharapkan pembimbing bisa menjdi pendidik mereka yang masih jauh dari pengetahuan agama,serta memberikan mereka keterampilan atau skill individu yang nantinya bisa menghasilkan materi bagi dirinya setelah keluar dari pon-pes ini.44

Masyarakat disekitar pondok pesantren juga menjadi target penelitian,mereka juga mengharapkan seorang pembimbing agama agar para santri menjadi mandiri sangatlah penting,mungkin dalam hal ini pembimbing harus berparan menjadi pendidik dan pengajar dalam pendidikan formalnya dan dalam kehidupan kesehariannya,dimana mereka harus memperhatikan anak-anak yatim dalam bersekolah,masyarakat tidak ingin seorang anak yatim putus sekolah karena faktor ekonomi yang mereka landa,disini memang bukan hanya pembimbing dan pihak pondok-pesantren yang berperan tapi dukungan masyarakat secara materi juga dituntut terhadap mereka,agar tercipta hubungan yang baik antara pihak pondok

pesantren dengan masyarakat yang ada,juga bisa menjadikan anak yatim seorang yang berpendidikan seperti anak-anak yang lain pada umumnya.45

43

Wawancara pribadi dengan Isnaini Rochwati., Santri Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Kamis, 22 Oktober 2009.

44

Wawancara pribadi dengan Fatimah., Santri Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Kamis, 22 Oktober 2009.

45

Wawancara pribadi dengan Ayub Ghofar, Masyarakat Sekitar Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Jum’at, 23 Oktober 2009.


(1)

HASIL WAWANCARA

Hari?tanggal : kamis, 22 oktober 2009 Waktu : Aula Pon-Pes Al-Akhyar Tempat : 16.30 – 17.45 WIB Yang di wawancarai : Fatimah ( santri )

Umur : 16 th.

Berita acara : Tugas dan program pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak-anak yatim di Pon-Pes yatim Al-akhyar

Interviewer : (?) Interviewee : (+)

(?) Fatimah kan santri ya di pon-pes ini… menurut kamu,kamu pengen para pembimbing yang bagaimana biar kamu bisa menjadi anak yang mandiri,maksunya peranan pembimbing apa sich biar kamu dan para santri yang ada disini jadi mandiri ?

(+) Saya rasa peran pembimbing dalam mewudkan kemandirian santri,pembingmbing harus berperan sebagai orang tua,karena oaring tua saya kan udah ga ada..,trus dia juga harus ngajarin saya tentang bagaimana menjadi seorang muslimah yang baik,dan mendidik kami agar kami memiliki keterampilan agar kami bisa menyambung hidup setelah keluar dari sini,alhamduliillah mereka telah berperan seperti itu

(?) kemudian fatimah klo untuk menunjang itu semua bimbingan yang di ajarkan di pondok ini apa aja ?

(+) klo bimibingan di pondok ini banyak juga yahh,pertama mungkin yang didahulukan sekolah formalnya,kemudian juga ada kegiatan pesantrennya seperi : pengajian kitab kuning,pengajian Al-qur’an,belajar ceramah,kadang juga ziarah wisata ke makam-makam para Ulama di Indonesia..


(2)

(?) Fatimah kalo pendekatan guru ke santri gimana?ketika dia baru masuk ke pondok ini ?

(+) owh.. klo itu sich,,, pertama mereka pengenalan trus biasa ditanya-tanyain tentang kehidupan kita dirumah,trus setelah itu yahh berjalan dengan sendirinya. (?) Siapa aja Fatimah yang memberikan bimbingan dan pendekatan tersebut ?/ (+) yah.. yang pasti guru-gurunya y… pimpinan pondok juga biasanya ikut turun langsung ke jamaah santri,biar lebih familyar gituh… hhee

(?) bisa aja ni fatimah,trus bimbingannya efektif ga ?

(+) Alhamdulillah yahh.. setelah kurang lebih 4 th. Disini saya banyak mengetahui tentang agama,khususnya dalam mengaji al-qur’an,kitab kuning,juga berbagai keterampilan seperti memasak,menjahit,dan masih banyak lagi yang lainnya yahh..


(3)

PEDOMAN WAWANCARA

Yang diwawancarai :Pihak pondok pesantern yatim Al-akhyar.

Berita acara :Peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak yatim di pon-pes yatim Al-akhyar dan pendekatan yang digunakan .

Intervewer : (?) Intervewee : (?)

Tugas dan program pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak-anak yatim dipon-pes ini

(?) Apa peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian anak-anak yatim dipon-pes ini ?

(?) Bimbingan apa yang digunakan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian?

(?) Kapan dan dimana bimbingan tersebut dilakukan ? (?) Siapa yang melakukan bimbingan tersebut ? (?) Mengapa bimbingan tersebut dilakukan ?

(?) Pendekatan apa saja yang digunakan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian anak yatim di pon-pes ini ?

(?) Kenapa pendekatan tersebut digunakan ?

(?) Kapan dan dimana pendekatan tersebut dilakukan ? (?) Siapakah yang menggunakan pendekatan tersebut ?

(?) Apakah efektif bimbingan dan pendekatan tersebut dalam mejudkan kemandirian anak-anak yatim dipon-pes ini ?


(4)

PEDOMAN WAWANCARA

Yang diwawancarai :Masyarakat

Berita acara :Peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak yatim

Intervewer : (?) Intervewee : (?)

Harapan masyarakat terhadap peran pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak yatim

(?) Apa peran pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian anak-anak yatim ?

(?) Bimbingan apakah yang seharusnya dillakukan pembibing agama terhadap anak yaitm ?

(?) Kapan dan dimana bimbingan agama yang pantas dilaksanakan ? (?) Mengapa bimbingan tersebut digunakan ?

(?) Siapakah yang pantas menjadi pembimbing agama ?

(?) Pendekatan apa saja yang digunakan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak yatim?

(?) Kenapa pendekatan tersebut digunakan ?


(5)

(?)Apakah efektif bimbingan dan pendekatan tersebut dalam mejudkan kemandirian anak-anak yatim ?

(?)Bagaimana harapan anda terhadap peran pembimbing agama dalm mewujudkan kemandirian terhadap anak yatim di pondok pesanren.?


(6)

SURAT KETERANGAN

Nomor : 18/YIA/VIIII/2009

Yang bertanda tangan dibawah ini Pimpinan Yayasan Islam Al-Akhyar Kelurahan Beji,Kecamatan Beji,Kota Depok Menerangkan Bahwa :

Nama : Sofhal Jamil

Tempat/Tanggal lahir : Bogor, 04 Desmber 1986

NIM : 104052001998

Alamat : Jl. Akses UI,Rt 02/09 No. 26 .Kel. Tugu,Kec. Cimanggis,Kota Depok

Jur/Fak :Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Benar-benar telah melaksanakan kegiatan penelitian di yayasan ini untuk bahan penelitian skripsi yang berjudul “PERANAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN BAGI ANAK-ANAK YATIM “

dengan sebaik-baiknya terhitung sejak Agustus s/d Oktober 2009.

Demikian surat ini kami buat,semoga dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya .

Beji, 15 Oktober 2009 Pimpinan Yayasan Islam Al-Akyar