Pembahasan Gambaran Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat dalam Melaksanakan Tindakan Keperawatan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan

b. Pelaksanaan cuci tangan perawat berdasarkan data Kuesioner Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat No Kriteria Hasil Frekuensi Persentase 1. Baik 45 58,4 2. Tidak Baik 32 41,6 Dari hasil perhitungan kuesioner ditemukan perawat yang melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan sebanyak 58,4 , dan perawat yang tidak melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan sebanyak 41,6 . c. Pelaksanaan cuci tangan perawat berdasarkan pengamatan observasi Tabel 5.3 Distribusi Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat Hasil Pengamatan Observasi No Kriteria Hasil Frekuensi Persentase 1. Baik 19 24,7 2. Tidak baik 58 75,3 Dari hasil pengamatan oleh peneliti ditemukan perawat yang melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan sebanyak 24,7 , dan perawat yang tidak melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan sebanyak 75,3 .

5.2. Pembahasan

Cuci tangan dapat diartikan sebagai tindakan perawat untuk menggosok tangan dengan sabun secara bersama ke seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan Universitas Sumatera Utara ringkas sesuai dengan prosedur pelaksanaan yang benar dan dibilas dibawah air mengalir dengan menggunakan sabun anti mikroba, dan bertujuan untuk membebaskan tangan dari kuman serta mencegah kontaminasi silang, memindahkan angka maksimum kulit dari kemungkinan adanya infeksi pathogen Kusyadi, 2010. Berdasarkan pelaksanaan cuci tangan perawat di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan didapatkan hasil 75,3 tidak melaksanakan tindakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan, berbeda dengan penelitian yang dilakukan Hasibuan 2014, didapatkan hasil 78 perawat melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan, dan Purnama 2009, didapatkan hasil 78,8 perawat melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Pelaksanaan cuci tangan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan jika dikaitkan dengan data demografi perawat di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan, seluruh perawat berpendidikan D3 Keperawatan 77,9 , dengan lama kerja berada pada rentang 1-8 tahun 61 dan 9-16 tahun 28,6 . Menurut Handoko 2001, pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan kemampuan kerja seseorang. Oleh karena pendidikan adalah langkah awal untuk melihat kemampuan seseorang. Menurut Hasibuan 2007, pendidikan merupakan indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan pekerjaan. Dengan latar belakang pula seseorang dianggap akan mampu menduduki suatu jabatan. Selain itu pendidikan juga merupakan suatu pembinaan dalam proses berkembangnya kemampuan dasar yang ada padanya. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan cerminan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan berdasarkan kemampuan dasar yang ada padanya. Pelaksanaan cuci tangan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan jika dikaitkan dengan umur perawat di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan mayoritas 54,5 berada pada kategori umur 20-29 tahun yang berarti usia tersebut masih dapat menerima suatu bentuk aturan-aturan dari Rumah Sakit. Menurut Robbin 2002 faktor usia pada pelaksanaan kinerja sangat erat kaitannya, alasannya adalah adanya keyakinan yang meluas bahwa pelaksanaan kinerja menurun akibat bertambahnya usia. Pekerja yang berusia tua dianggap kurang luwes dan menolak teknologi baru, di lain pihak ada kualitas positif pada pekerja yang berusia tua, meliputi pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat, dan komitmen terhadap mutu. Namun hasil ini tidak sesuai dengan Melcher 1995, bahwa usia 30-40 tahun umumnya memiliki nilai motivasi, ambisi dan kerja keras untuk mencapai kesuksesan atau prestasi. berdasarkan dengan hasil penelitian ini perawat dengan kategori umur 31-38 tahun dan lama bekerja 9-16 tahun melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan sebanyak 19 responden dengan persentase 24,7 . Berdasarkan pada item kuesioner dan observasi pelaksanaan cuci tangan perawat didapatkan perbedaan yang tidak signifikan dimana pada item kuesioner 58,4 perawat melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan dan 41,6 perawat tidak melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan sedangkan pada saat peneliti melakukan Universitas Sumatera Utara pengamatan ditemukan 24,7 perawat melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan dan 75,3 perawat tidak melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Berdasarkan hasil-hasil tersebut dapat diuraikan bahwa perawat beranggapan telah melaksanaan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan pernyataan kuesioner, lain halnya dengan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti bahwa sebagian besar perawat tidak melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nursanty 2010 didapatkan hasil bahwa perawat melaksanakan tindakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan sebanyak 35 responden dan perawat yang tidak melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan sebanyak 7 responden. Hal ini menunjukkan masih kurangnya kesadaran petugas kesehatan melakukan cuci tangan sebelum memulai aktivitasnya ataupun saat perpindahan dari satu pasien ke pasien yang lain, dengan melakukan cuci tangan pasien dapat terlindung dari pathogen yang dibawa oleh petugas kesehatan Katowa, Ngoma, Maimbolwa, 2007 dalam Suryoputri, 2011. Pentingnya cuci tangan tidak dapat dilalaikan karena agen-agen infeksi dengan mudah dan cepat ditularkan melalui tangan dan segala sesuatu yang disentuh tangan. Mencuci tangan merupakan cara sederhana, dan paling konsisten untuk mencegah penyebaran agen-agen infeksi dari satu orang ke orang lain. Perawat sebagai petugas kesehatan yang selalu berada 24 jam di sekitar pasien harusnya dapat mengaplikasikan prosedur cuci tangan yang benar agar dapat mengeliminasi Universitas Sumatera Utara mikroba yang ada pada tangan secara efektif dan mengurangi kontaminasi silang dari perawat ke pasien demi mencegah terjadinya infeksi nosokomial Schaffer, dkk, 2000. Cuci tangan menggunakan air dan sabun dilakukan bila tangan terlihat kotor. Penggunaan alcohol handrub untuk mencuci tangan dapat digunakan bila tangan tidak terlihat kotor WHO, 2009. Menggosok tangan dengan alkohol akan cukup jika tangan tidak tercemar, namun tangan harus dibilas seksama sebelum dan setelah menggunakan sarung tangan Nicholls Wilson, 2001. Mengingat aktivitas perawat yang sering kontak langsung dengan pasien, mengakibatkan tangan terlihat kotor sehingga mengharuskan perawat mencuci tangan menggunakan sabun dan air. Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Musadad, et.al.1993 ditulis dalam CDK Cermin Dunia Kedokteran yaitu perilaku cuci tangan oleh tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat menunjukkan bahwa sebagian besar petugas tersebut tidak melaksanakan cuci tangan. Hal ini terlihat pada waktu petugas akan memeriksa pasien, baik saat pertama kali atau pergantian dari pasien satu ke pasien lainnya. Mereka pada umumnya mencuci tangan setelah selesai melakukan pemeriksaan pasien keseluruhannya. Perawat yang tidak melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan dapat memicu terjadinya Infeksi nosokomial yang dikenal dengan Healthcare Associated Infections HAIs yang dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien. Salah satu tahap kewaspadaan standar yang efektif dalam pencegahan dan pengendalian infeksi adalah hand Universitas Sumatera Utara hygiene kebersihan tangan karena kegagalan dalam menjaga kebersihan tangan adalah penyebab utama infeksi nosokomial dan mengakibatkan penyebaran mikroorganisme multi resisten di fasilitas pelayanan kesehatan Menkes dalam Depkes RI, 2009. Universitas Sumatera Utara 46 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan