Dampak Infeksi Nosokomial Gejala Klinis Infeksi Nosokomial Cara Penularan Infeksi Nosokomial

c. Tahap ketiga Mikroba patogen berkembang biak melakukan multiplikasi disertai dengan tindakan destruktif terhadap jaringan, walaupun ada mengakibatkan perubahan morfologis, dan gangguan fisiologis jaringan. Darmadi, 2008.

2.2.4. Dampak Infeksi Nosokomial

Menurut Septiari 2012 infeksi nosokomial dapat memberikan dampak sebagai berikut: a. menyebabkan cacat fungsional, serta stress emosional, dan dapat menyebabkan cacat yang permanen serta kematian, b. dampak tertinggi pada Negara berkembang dengan prevalensi HIV AIDS yang tinggi, c. meningkatkan biaya kesehatan diberbagai Negara yang tidak mampu, dengan meningkatkan lama perawatan di Rumah Sakit, pengobatan dengan obat-obat mahal, dan penggunaan pelayanan lainnya, d. morbiditas dan mortalitas semakin tinggi, e. adanya tuntutan secara hukum, f. penurunan citra Rumah Sakit Septiari, 2012. Menurut Nurhadi 2012 dampak infeksi nosokomial adalah : a. bertambahnya stress emosional yang menurunkan kemampuan dan kualitas hidup, b. lamanya rawat inap di Rumah Sakit sehingga bertambahnya biaya perawatan, c. meningkatnya penggunaan obat-obatan, Universitas Sumatera Utara d. kebutuhan akan isolasi pasien, e. penggunaan pemeriksaan laboratorium tambahan serta studi diagnosis lainnya, dan f. meningkatnya jumlah kematian dirumah sakit.

2.2.5. Gejala Klinis Infeksi Nosokomial

Gejala klinis infeksi nosokomial dapat terjadi secara lokal dan sistemik Potter Perry, 2005. Gejala klinis lokal akan memberikan gambaran klinis sesuai dengan organ yang diserang misalnya bila organ paru yang diserang akan menimbulkan gejala seperti batuk, sesak nafas, nyeri dada, gelisah dan sebagainya. Bila organ pencernaan yang terkena maka akan menimbulkan gejala klinis seperti mual, muntah, kembung, kejang perut, dan sebagainya Darmadi, 2008. Gejala klinis sistemik menimbulkan gejala symptom yang lebih banyak dari pada gejala infeksi lokal. Biasanya menyebabkan demam, merasa lemas, malaise, nafsu makan menurun, mual, pusing, pembesaran kelenjar limfe dan sebagainya Potter Perry, 2005.

2.2.6. Cara Penularan Infeksi Nosokomial

a. Penularan secara kontak Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung, dan droplet. Kontak langsung terjadi apabila sumber infeksi berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya Person to person pada penularan infeksi virus hepatitis A secara fecal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan perantara biasanya benda mati. Universitas Sumatera Utara Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh infeksi, misalnya kontaminassi peralatan medis oleh mikroorganisme. b. Penularan Melalui Common Vehicle Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman, dan dapat menyebabkan penyakit lebih dari satu penjamu. Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah produk darah, cairan intravena, obat-obatan, dan sebagainya. c. Penularan melalui udara, dan inhalasi Penularan ini terjadi apabila mikroorganisme berukuran yang sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh, dan melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas staphylococcus, dan tuberculosis. d. Penularan dengan perantara vektor Penularan ini dapat terjadi secara eksternal dan internal. Disebut penularan eksternal apabila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang menempel pada tubuh vector, misalnya shigella, dan salmonela oleh lalat. Penularan secara internal apabila mikroorganisme masuk kedalam tubuh vector, dan dapat terjadi perubahan secara biologis, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologis, misalnya yersenia pestis pada ginjal flea Septiari, 2012.

2.2.7. Pengendalian Infeksi Nosokomial