commit to user 32
Perbedaan kandungan kurkuminoid yang diperoleh mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya umur rimpang, tempat tumbuh, dan metode yang
digunakan Fatmawati, 2008. Biasanya kandungan kurkuminoid dianalisis dari bentuk ekstraknya oleoresin sedangkan dalam penelitian ini kadar
kurkuminoid dianalisis dalam bentuk simplisia yang digiling menjadi bubuk sehingga kadarnya lebih kecil karena masih mengandung banyak komponen
lainnya pati, protein, minyak atsiri, dan lain-lain. Perbedaan metode analisis dapat menghasilkan kadar yang berbeda pula.
C. Kadar Total Fenol Simplisia Temulawak Pada Berbagai Teknik
Pengeringan
Fenol C
6
H
5
OH atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tidak berwarna yang memiliki bau yang khas. Struktur fenol memiliki gugus
hidroksil OH
-
yang berikatan dengan cincin fenil. Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yaitu 8,3 gram100 ml Anonim
a
, 2004. Menurut
Yuswantina 2009 senyawa alami antioksidan tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid
turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol. Senyawa ini diklasifikasikan dalam 2 bagian yaitu fenol sederhana dan polifenol. Fenol dapat menghambat
okidasi lipid dengan menyumbangkan atom hidrogen kepada radikal bebas Widiyanti, 2009. Senyawa fenolik merupakan senyawa aktif yang menjadi
parameter kualitas simplisia temulawak. Pengeringan pada simplisia temulawak merupakan faktor penting dan harus diperhatikan karena
kandungan senyawa aktif temulawak rentan sekali mengalami kerusakan. Oleh karena itu, diperlukan teknik pengeringan yang tepat untuk mempertahankan
kandungan senyawa aktif fenolik dalam temulawak. Hasil analisis total fenol simplisia temulawak dinyatakan dalam persen berat kering db dry basis.
Total fenol simplisia temulawak dari berbagai teknik pengeringan dapat dilihat pada Tabel 4.3.
commit to user 33
Tabel 4.3 Hasil Analisis Kadar Total Fenol Simplisia Temulawak
Pengeringan Total Fenol db
Sinar Matahari kontrol 0,358
a
Solar Dryer 0,476
b
Cabinet dryer 35
o
C 0,450
ab
Cabinet dryer 40
o
C 0,516
b
Cabinet dryer 45
o
C 0,933
c
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat signifikansi
α 0,05
Dari hasil analisis statistik yang diperoleh, hanya kandungan total fenol simplisia temulawak dengan pengeringan cabinet dryer suhu 45
o
C yang berbeda nyata dengan total fenol simplisia temulawak yang diperoleh dengan
teknik pengeringan lainnya. Total fenol simplisia temulawak yang dihasilkan dari berbagai teknik pengeringan berturut-turut dari yang terkecil hingga
terbesar adalah dengan pengeringan sinar matahari tanpa kain penutup total fenolnya sebesar 0,358; dengan cabinet dryer suhu 35
o
C total fenolnya sebesar 0,450; dengan solar dryer ditutup kain putih total fenolnya sebesar
0,476; dengan cabinet dryer suhu 40
o
C total fenolnya sebesar 0,516; dan dengan cabinet dryer suhu 45
o
C total fenolnya sebesar 0,933. Dari hasil tersebut diperoleh total fenol terendah dihasilkan oleh
simplisia temulawak dengan pengeringan sinar matahari langsung tanpa kain penutup. Fenol mempunyai sifat asam, mudah dioksidasi, mudah menguap,
sensitif terhadap cahaya dan oksigen Sundari, 2009. Pengeringan matahari di udara terbuka menyebabkan temulawak terpapar langsung oleh cahaya, panas,
dan oksigen yang menyebabkan senyawa fenol rusak serta menguap sehingga kadarnya dalam simplisia rendah.
Pada simplisia temulawak yang dikeringkan dengan teknik solar dryer ditutup kain putih memiliki total fenol yang sedikit lebih tinggi dari pada
pengeringan alami karena kain putih dapat memantulkan semua spektrum cahaya termasuk sinar UV yang dapat menyebabkan oksidasi senyawa fenol
Yadie, 2009 dalam Nugraha, 2010. Selain itu, pengeringan tanpa kain penutup menyebabkan penguapan yang terlalu cepat sehingga penggunaan
kain penutup disini lebih dapat melindungi minyak atsiri yang juga merupakan senyawa fenolik dari penguapan yang terlalu cepat.
commit to user 34
Menurut Yissaluthana 2010 pengeringan bahan makanan dengan solar dryer
lebih efektif karena pemanasan yang terjadi berasal dari dua arah, yaitu dari sinar matahari secara langsung radiasi dan aliran udara panas dari bawah
konveksi. Pemanasan yang berasal dari dua arah inilah yang mempercepat proses pengeringan, sehingga didapat total fenol simplisia temulawak yang
dikeringkan dengan solar dryer ditutup kain putih lebih besar dibanding total fenol simplisia temulawak yang dikeringkan dengan cabinet dryer suhu 35
o
C karena waktu pengeringannya lebih singkat. Berdasarkan Susilowati 2010
kadar total fenol menurun seiring lamanya waktu pemanasan meskipun dengan suhu yang lebih rendah. Hal ini sejalan dengan pengaruh metode
pemanasan terhadap kadar kurkuminoid. Senyawa fenol mengalami degradasi karena panas sehingga semakin lama pemanasan maka senyawa fenol semakin
rusak. Pada pengeringan dengan teknik cabinet dryer suhu 45
o
C memiliki total fenol tertinggi dibanding dengan teknik pengeringan yang lain. Dengan
menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan
akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca Kiswanto, 2005. Suhu pada cabinet dryer lebih stabil dibandingkan dengan pengeringan sinar
matahari maupun dengan solar dryer. Selain itu, pengeringan dengan cabinet dryer
menghindarkan bahan dari paparan sinar UV matahari yang merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan senyawa aktif. Pengeringan dengan
teknik solar dryer meskipun termasuk pengering buatan akan tetapi masih membutuhkan sinar matahari sebagai sumber panasnya sehingga suhu pada
solar dryer juga tergantung pada kondisi cuaca,
Simplisia temulawak yang dikeringkan dengan cabinet dryer suhu 45
o
C memiliki total fenol lebih besar dibandingkan dengan simplisia temulawak
dengan cabinet dryer suhu 35 dan 40
o
C. Suhu pengeringan sangat berpengaruh terhadap kualitas, terutama pada perubahan kadar fitokimia atau
senyawa aktif Hernani dan Rahmawati, 2009. Menurut Su et al, 2004, pada tahap awal proses pengeringan senyawa fenol cenderung mengalami
commit to user 35
penurunan sangat cepat yang disebabkan karena selama pengeringan senyawa fenol mengalami oksidasi oleh enzim polifenol oksidase menjadi kuinon.
Sedangkan Susanti 2008 semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan juga menyebabkan semakin tingginya inaktivasi enzim polifenol oksidase
sehingga aktivitas enzim akan semakin rendah, kerusakan fenol semakin kecil. Akan tetapi stabilitas fenol juga akan terganggu oleh semakin meningkatnya
suhu pengeringan sehingga jumlah total fenol terdeteksi akan mencapai puncak maksimum kemudian konstan dan cenderung menurun.
Perbandingan total fenol simplisia temulawak pada berbagai teknik pengeringan dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Keterangan : SM
= pengeringan sinar matahari tanpa kain penutup kontrol SD
= solar dryer dengan kain penutup putih CD 35
C = cabinet dryer T 35
o
C CD 40
C = cabinet dryer T 40
o
C CD 45
C = cabinet dryer T 45
o
C
Gambar 4.2 Total Fenol Simplisia Temulawak pada Berbagai Teknik Pengeringan
Dari gambar di atas diperoleh kadar total fenol simplisia temulawak berkisar antara 0,358-0,933. Hasil total fenol temulawak yang diperoleh
mendekati total fenol yang dihasilkan oleh penelitian Oktaviana 2010 yaitu
0.000 0.100
0.200 0.300
0.400 0.500
0.600 0.700
0.800 0.900
1.000
SM SD
CD 35 C CD 40 C CD 45 C 0.358
0.476 0.450
0.516 0.933
T o
tal F
e n
o l
Teknik Pengeringan
commit to user 36
antara 0,685-2,511 dimana dalam penelitian tersebut simplisia temulawak diekstrak dengan pelarut air dengan perbandingan 1:10. Perbedaan metode
analisis dapat menghasilkan kadar yang berbeda pula.
D. Aktivitas Antioksidan Simplisia Temulawak Pada Berbagai Teknik