Faktor Fisik-Kimia Perairan Analisis Isi Lambung Ikan Haspora (Osteochillus waandersii) Di Sungai Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan

adalah R 2 =0,879 atau hubungannya sangat kuat. Hal ini sesuai dengan yang dikemukan oleh Walpole 1995 bahwa jika nilai r mendekati 1 maka terdapat hubungan yang kuat antara kedua variable.ss Nikolsky 1963, menyatakan bahwa pola pertumbuhan organisme perairan bervariasi tergantung pada kondisi lingkungan dimana organisme tersebut berada dan ketersediaan makanan yang dimanfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan dipengaruhi oleh jumlah ikan, kisaran ukuran ikan, faktor lingkungan dan kondisi ikan. Suatu spesies ikan di alam memiliki hubungan yang erat dengan keberadaan makanannya, ikan tersebut dapat bertahan hidup jika terdapat jenis makanan yang disukainya. Ketersediaan makanan merupakan faktor yang menentukan jumlah dan dinamika populasi, pertumbuhan, reproduksi serta kondisi ikan yang ada di suatu perairan Lagler, 1972 dan Effendie, 1997.

4.6 Faktor Fisik-Kimia Perairan

Hasil pengukuran faktor fisik-kimia perairan Sungai Batang toru dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan Sungai Batang Toru No Parameter Fisik-Kimia Satuan Stasiun 1 2 3 1 Suhu C 27 28 28 2 Penetrasi cahaya Cm 30 30 30 3 pH - 6,9 7,3 7,4 4 DO mgl 7,5 7,5 6,6 5 BOD 5 mgl 0,4 0,9 1,2 Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa suhu pada stasiun 1 sebesar 27 o C sedangkan stasiun 2 dan 3 masing-masing sebesar 28 o C. Suhu yang terendah terdapat pada stasiun 1 hal ini disebabkan adanya vegetasi teresterial berupa pohon sehingga mengakibatkan suhu permukaan air lebih rendah. Pada stasiun 1 dan 2 masing- masing suhu yang diperoleh tidak berbeda hal ini disebabkan keadaan cuaca pada saat pengukuran relatif sama. Secara umum kisaran suhu tersebut masih mendukung untuk kehidupan organisme air sesuai pernyataan Alabaster dan Llyod 1980, bahwa toleransi suhu optimum untuk organisme perairan adalah 20 Universitas Sumatera Utara -28 C. Boyd 1990 dalam Sumijo 2011, juga menyatakan suhu yang baik untuk kehidupan ikan adalah antara 25 –32 C. Suhu suatu perairan dapat mempengaruhi kehidupan organisme yang di dalamnya termasuk ikan. Hal itu terjadi karena temperatur suatu perairan akan mempengaruhi kelarutan oksigen yang sangat diperlukan oleh organisme. Semakin tinggi suhu suatu perairan kelarutan oksigennya semakin menurun. Nilai penetrasi cahaya dari ketiga stasiun masing-masing sebesar 30 Cm. Rendahnya penetrasi cahaya pada ketiga stasiun disebabkan adanya bahan-bahan terlarut seperti buangan limbah dan juga akibat curah hujan yang menyebabkan warna air menjadi keruh sehingga menghambat cahaya yang datang. Banyaknya partikel terlarut dalam perairan akan menyebabkan kekeruhan yang tinggi Abdunnur, 2002. Kemampuan penetrasi cahaya matahari kedalam perairan sangat ditentukan oleh warna perairan, kandungan bahan organik maupun anorganik tersuspensi di perairan dan kepadatan plankton Wardoyo, 1981. Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang disebabkan oleh jasad renik atau plankton seperti yang dinyatakan Sastrawijaya 1991, padatan terlarut dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, lumpur, sisa tanaman dan hewan, dan limbah industri. Derajat keasaman atau kebasaan pH pada masing-masing stasiun 6,9 stasiun 1, 7,3 stasiun 2 dan 7,4 stasiun 3. pH terendah terdapat pada stasiun 1 dan yang tertinggi pada stasiun 3 perbedaan pH terjadi karena perbedaan kondisi lingkungan. Cole 1979 dalam Tarigan 2009, menyatakan bahwa adanya perbedaan nilai pH pada suatu perairan dikarenakan penambahan atau kehilangan CO 2 melalui proses fotosintesis yang akan menyebabkan perubahan pH didalam air. Secara keseluruhan nilai pH pada setiap stasiun masih tergolong normal atau layak bagi kehidupan organisme akuatik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kristanto 2002, menyatakan nilai pH air yang normal adalah sekitar netral yaitu 6-8. Air yang masih segar dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi. Semakin lama pH air akan menurun menuju kondisi asam. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya bahan-bahan organik yang membebaskan CO2 jika mengalami proses penguraian. Derajat keasaman pH dapat digunakan untuk Universitas Sumatera Utara menyatakan baik buruknya suatu kondisi perairan. Adapun pH perairan yang ideal bagi kehidupan ikan sebesar 6.5 – 9.0 Boyd, 1990. Kandungan oksigen terlarut dalam air merupakan salah satu komponen utama yang menentukan kualitas suatu perairan. Nilai kelarutan oksigen DO=Disolved Oxygen stasiun 1 dan stasiun 2 masing-masing sebesar 7,5 mgl dan pada stasiun 3 sebesar 6,6 mgl. Nilai oksigen terlarut DO yang terendah terdapat pada stasiun 3. Perbedaan nilai oksigen DO disebabkan oleh adanya buangan limbah berupa senyawa organik dari pemukiman dan pertambangan. Menurut Poppo et al., 2008 dalam Gultom 2010, penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut dalam air adalah adanya buangan bahan-bahan yang mudah membusuk. Selanjutnya menurut Wetzel dan likens 1979, tinggi rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam perairan juga dipengaruhi oleh faktor temperatur, tekanan dan berbagai konsentrasi ion yang terlarut dalam air pada perairan tersebut. Kandungan oksigen terlarut pada ketiga stasiun masih tergolong sangat layak dalam mendukung kehidupan organisme sebab menurut Sastrawijaya 1991, kehidupan organisme akuatik berjalan dengan baik apabila kandungan oksigen terlarut minimal 5mgl. Nilai BOD 5 pada staiun 1 sebesar 0,4 mgl, pada stasiun 2 sebesar 0,9 mgl dan stasiun 3 sebesar 1,2 mgl. Nilai BOD tertinggi pada stasiun 3 dan yang terendah pada stasiun 1. Tingginya nilai BOD 5 diduga selain berasal dari pembusukan tanaman dan hewan sebagian besar berasal dari buangan limbah sedangkan rendahnya nilai BOD 5 karena lebih sedikit bahan organik yang terdapat diperairan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Effendie 2003, bahwa buangan hasil limbah domestik dan industri dapat mempengaruhi nilai BOD. Nilai BOD pada ketiga stasiun masih tergolong tidak tercemar. Jeffries dan Mills 1996 dalam Effendi 2003, menyatakan perairan alami memiliki nilai BOD antara 0,5-7,0 mgl.

4.7 Analisis Korelasi Pearson