Semiologi Roland Barthes Uraian Teoritis

Universitas Sumatera Utara 9. Semiotik struktural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.

2.2.2. Semiologi Roland Barthes

Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Kancah penelitian semiotika tidak bisa begitu saja melepaskan nama Roland Barthes 1915-1980 ahli semiotika yang mengembangkan kajian yang sebelumnya punya warna kental strukturalisme kepada semiotika teks Sobur, 2004 : 63. Semiologi adalah ilmu tentang bentuk, sebab ia mempelajari penandaan secara terpisah dari kandungannya. Begitu batas-batasnya ditetapkan, semiologi bukanlah suatu perangkap metafisis : dia adalah ilmu di antara ilmu-ilmu yang lain, amat diperlukan namun bukan satu-satunya. Yang penting adalah melihat bahwa kesatuan suatu penjelasan tidak dapat didasarkan pada pengamputasian salah satu atau beberapa pendekatannya Barthes, 2011 : 156-157. Barthes melontaran konsep tentang konotasi dan denotasi sebagai kunci analisisnya. Barthes menggunakan versi yang jauh lebih sederhana saat membahas model ‘glossematic sign’ tanda-tanda glossematic. Mengabaikan dimensi dari bentuk dan substansi, Barthes mendefenisikan sebuah tanda sign sebagai sebuah sistem yang terdiri dari E sebuah ekspresi atau signifier dalam hubungannya R dengan content signified C : ERC. Sebuah sistem tanda primer primary sign system dapat menjadi sebuah elemen dari sebuah sistem tanda yang lebih lengkap dan memiliki makna yang berbeda ketimbang semula Wibowo, 2011 :16 Barthes menulis : “such sign system an element of a more comprehensive sign system. If the extension is one of content, the primary sign E 1 R 1 C 1 becomes teh expression of a secondary sign system : Universitas Sumatera Utara E 2 = E 1 R 1 C 1 R 2 C 2 Dengan begitu, primary sign adalah denotative sedangkan secondary sign adalah satu dari connotative semiotics. Konsep connotative inilah yang menjadi kunci penting dari model semiotika Roland Barthes. Fiske menyebut model ini sebagai Signifikasi dua tahap two order of signification. Lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier ekspresi dan signified content di dalam sebuah tanda terhadap realitas. Itu yang disebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda sign Wibowo, 2011 : 17. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi bekerja dalam tingkat subjektif sehingga kehadirannya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca makna konotatif sebagai fakta denotatif. Karena itu salah satu tujuan analisis semiotika adalah untuk menyediakan metode analisis dan kerangka berpikir dan mengatasi terjadinya salah baca misreading atau salah dalam mengartikan makna suatu tanda Wibowo, 2011 : 16-17. Dalam semiologi, makna denotasi dan konotasi memegang peranan yang sangat penting jika dibandingkan dengan peranannya dalam ilmu linguistik. Makna denotasi bersifat langsung, dan dapat disebut sebagai gambaran dari suatu petanda. Jika kita memperhatikan suatu objek, misalnya boneka barbie, maka makna denotasi yang terkandung adalah “Ini boneka yang panjangnya 11 12 dan mempunyai ukuran 5 14 – 3 – 4 14 . Boneka ini pertama kalli dibuat tahun 1959.” Sedangkan makna konotatifnya akan sedikit berbeda dan akan dihubungkan dengan kebudayaan yang tersirat di dalam pembungkusnya – tentang makna yang terkandung di dalamnya. Makna tersebut akan dihubungkan dengan kebudayaan Amerika, tentang gambaran yang akan dipancarkan serta akibat yang ditimbulkan dan lain-lain. Akhirnya, makna konotatif dari beberapa tanda akan menjadi semacam mitos atau petunjuk mitos yang menekankan makna-makna tersebut Universitas Sumatera Utara sehingga dalam banyak hal makna konotasi menjadi perwujudan mitos yang sangat berpengaruh Berger, 2010 : 65.

2.2.3. Denotatif dan Konotatif