Perempuan Jawa Modern Uraian Teoritis

Universitas Sumatera Utara 2. Karena perempuan dipandang sebagai makhluk lemah sehingga perlu mendapat perlindungan dari laki-laki, nasib perempuan sebagai istri tergantung pula pada suami. 3. Perempuan diciptakan dari bagian tubuh laki-laki. Pandangan tersebut berasal dari kisah penciptaan perempuan yang pertama, yakni Hawa, yang diciptakan dari tulang rusuk laki-laki Adam. Terlepas dari kebenarannya, kisah tersebut telah menanamkan suatu sikap superioritas laki-laki terhadap perempuan. 4. Perempuan diciptakan untuk berbakti kepada laki-laki suami. Tugas perempuan adalah melayani kebutuhan laki-laki, khususnya kebutuhan seks. Oleh karena itu, perempuan ditempatkan sebagai objek seksual sehingga tidak heran kalau raja Jawa pada masa lalu memiliki banyak selir. Perempuan sendirilah yang mendukung budaya represi dengan merasa tidak aman jika tidak didampingi laki-laki, lewat rasa bangga yang dimiliki jika diperistri atau dimadu oleh pangeran ataupun raja. 5. Kedudukan perempuan semata-mata dipandang sebagai alat reproduksi. Artinya, perempuan hanya berfungsi sebagai objek bagi laki-laki untuk mengandung dan melahirkan anak keturunan. Ada semacam kebanggaan dalam budaya Jawa terhadap banyaknya anak keturunan yang dapat dimiliki. 6. Perempuan hanya mengurusi soal-soal domestik, urusan-urusan kerumahtanggaan atau urusan dapur. Oleh karena itu, perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi. Di depan umum seorang istri tidak boleh lebih menonjol dari suami. Perempuan selalu tersubordinasi dalam kekuasaan laki-laki sehingga ia harus menampilkan diri dengan serba hati-hati, sementara laki-laki dengan superioritas dan otoritas yang dimilikinya menampilkan diri sebagai pengawas. Jika pandangan- pandangan tersebut dianalisis lebih lanjut, sesungguhnya hal itu tidak bisa dilepaskan dari ajaran-ajaran agama besar yang berskala luas. Oleh karena itu, pandangan yang menempatkan perempuan dalam kedudukan yang lebih rendah daripada pria tidak saja terdapat pada masyarakat Jawa, khususnya bagi kalangan menengah dan atas, tetapi juga terdapat pada masyarakat di berbagai belahan dunia Sukri, 2001 : 94.

2.2.7. Perempuan Jawa Modern

Hingga sekarang, pembicaraan antara tradisi dan modernitas tetap merupakan hal yang paling diperselisihkan di dunia. Tradisi dan modernitas dianggap sebagai dua hal yang tidak saling cocok dan tidak pernah bisa didamaikan. Tradisi adalah lawan dari modernitas, dan sebaliknya modernitas dianggap sebagai hal yang akan Universitas Sumatera Utara menghancurkan tradisi. Masyarakat menggunakan sistem pemikiran mereka sendiri untuk mempertimbangkan dan merumuskan tradisi dan modernitas ketika mereka berada dalam keseharian sedemikian rupa sehingga mereka tidak merusak keseimbangan psikologis yang tercipta dari defenisi teorik kedua kata tersebut Permanadeli, 2015 : 146. Dalam disertasinya, Risa Pemnanadeli 2015 menyebutkan, bagi orang Jawa, orang modern adalah orang yang kaya, yaitu orang yang memiliki rumah mewah, mobil keluaran terbaru, perabotan modern, pakaian yang mengikuti mode dan sebagainya. Hal yang dianggap modern oleh masyarakat Jawa merujuk pada benda-benda yang mengikuti salinan utuh apa yang ada di belahan bumi Barat. Rumah dengan arsitektur, bukan hanya gaya tapi juga keseluruhannya meniru, rumah-rumah Barat. Kendaraan yang dianggap paling modern adalah mobil keluaran terbaru dari pabrikan Barat. Media massa jelas menjadi jendela yang jor- joran mengenalkan kehidupan Barat. Tidak terkecuali dalam hal berpakaian, hiburan yang menayangkan pesohor dari berbagai belahan dunia, yang didominasi dunia Barat, dengan gaya hidup dan cara berpakaian yang akhirnya dijadikan pedoman bahkan standar modern masyarakat Jawa. Gambaran di atas adalah pola yang terbentuk pada masyarakat umum modern Jawa saat ini. Terlepas dari itu, kedudukan perempuan juga mulai mendapatkan tempat yang penting dan dipandang. Hal ini dipengaruhi fakta modernitas juga terkait dengan gagasan keterbukaan pikiran. Representasi model ideal perempuan sangat menarik untuk dikaji, sebab ditemukan bahwa konstruksi representasi itu memiliki karakter dinamis untuk menerima elemen baru, seperti media, tanpa meninggalkan akar yang menjadi struktur khas pemikiran tentang Jawa. Media dan terutama televisi adalah alat paling ampuh untuk menghembuskan citra baru perempuan ideal. Penyanyi, bintang film dan bintang televisi pun kemudian merepresentasikan model ideal perempuan bagi khalayak. Selalu ditemukan struktur dasar representasi itu, yaitu ibu atau perempuan sebagai kekuatan hidup bukan hanya bagi laki-laki, akan tetapi sumber seluruh kehidupan dunia Jawa. Dalam arti tertentu terdapat sebuah proses mitologisasi dalam representasi Universitas Sumatera Utara tersebut dengan meletakkan ibu dalam mitologi kebaikan dan daya hidup Permanadeli, 2015 : 244. Geertz menyebutkan, yang dikutip dari Permanadeli 2015, dalam bahasa sehari-hari ada ungkapan mbok-mboken artinya ‘terlekat pada ibunya’. Ungkapan itu menunjukkan bagaimana idealisasi tentang ibu itu terbentuk. Dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak lebih dekat dengan ibunya daripada ayahnya. Kelekatan kepada ibu itu merupakan akibat dari penataan organisasi keluarga. Penataan itu secara ketat menentukan dan mendefenisikan peran ayah dan peran ibu, sesuai dengan konteks sosial yang ada. Mbok-mboken berasal dari kata mbok yang artinya ‘ibu’ dalam bahasa Jawa sekarang. Ungkapan mbok-mboken selalu digunakan untuk menjelaskan sebuah sikap yang menjelaskan sebuah hubungan erat dengan ibu. Mbok-mboken merupakan sebuah representasi sebuah konstruksi sosial tentang tempat perempuan dalam sebuah masyarakat yang demikian pentingnya sehingga setiap orang merasa selalu terikat pada tokoh ibu, dan meletakkan ibu sebagai figur utama dalam struktur mentalnya Permanadeli, 2015 : 231-232. Peran perempuan dalam rumah tangga, sebagai ibu, menjadikannya lebih banyak berinteraksi dengan anak-anak lewat tugasnya mengasuh, dibandingkan dengan laki-laki ayah. Intensitas tersebut dibarengi dengan keterikatan yang semakin kuat secara batin, menjadikan anak-anaknya cenderung mengidolakan sosok perempuan yang memiliki sifat keibuan. Pemujaan ibu dalam struktur mental Jawa telah terbentuk sejak berabad-abad sedangkan pendidikan adalah konstruksi mental baru bagi masyarakat Jawa. Dua elemen itu melahirkan beberapa representasi baru model ideal perempuan: seorang perempuan yang keibuan berpendidikan tinggi dan bahkan artis Permanadeli, 2105 : 244. Dengan kata lain, model ideal perempuan modern Jawa adalah perempuan terdidik yang juga berprestasi di ranah publik namun tidak lepas dari sifat keibuan yang lemah lembut. Jika di satu sisi peran ganda seorang perempuan dianggap sebuah ketidakadilan, di sisi lain peran ganda yang dijalani perempuan dan sukses di keduanya dijadikan sebuah standar baru untuk perempuan modern Jawa. Universitas Sumatera Utara

2.2.8. Novel