2.4.2. Micrococcus sp.
FAMILI : Micrococcaceae GENUS : Micrococcus
Micrococcus sp. tidak sebanyak Staphylococcus sp. dan Diphtheroid sp.. Bagaimanapun frekuensi Micrococcus sp. ada pada kulit normal. Micococcus
luteus adalah spesies predominan, biasanya jumlahnya 20 sampai 80 persen dari isolasi Micrococcus sp. kulit Baron S, 1996. Adapun menurut Holt et al. 1994;
Buchanan dan Gibbons 1974 dalam Thoyib, Setyaningsih, dan Suranto 2007, bentuk dari Micrococcus sp. adalah bulat, ukurannya 0,5-2,0 µm, koloninya
berwarna kuning atau merah. Bakteri ini merupakan bakteri aerob, katalase positif, ada juga negatif, dan suhu untuk pertumbuhannya 25-37°C.
Menurut Holt et al. 1994; Buchanan dan Gibbons 1974 dalam Thoyib, Setyaningsih, dan Suranto 2007, Micrococcus luteus adalah bakteri gram positif,
ukurannya 2-3 mm, nonmotil, tidak membentuk asam dari glukosa, xilosa, dan laktosa. Bakteri ini dapat menghidrolisis gelatin, uji oksidase positif, tumbuh pada
suhu 37°C, koloninya berbentuk bundar, tepian berombak, dan warna kuning.
2.4.3. Diphtheroid sp. Coryneform
Bakteri ini adalah bakteri gram-positif dan berbentuk batang Kosuge, Teare, dan MacDowell, 2010. Menurut Brooks, Butel, dan Morse 2005 bakteri
ini tumbuh secara aerob pada media laboratorium biasa dan bisa tumbuh lebih mudah pada medium serum Loeffler. Selain itu bakteri ini nonmotil dan tidak
berkapsul Zakikhany dan Efstratiou, 2012. Untuk ukurannya menurut Syahrurachman et al. 1994 1,5- 5um x 0,5-1 um dan biasanya salah satu
ujungnya menggembung sehingga berbentuk gada, tidak berspora, dan tidak tahan asam. Dalam preparat sering tampak membentuk susunan huruf-huruf V, L, Y,
tulisan cina atau anyaman pagar palisade. Granula metakhromatik Babes-Ernst dapat dilihat dengan pewarnaan Neisser atau biru metilen Loeffler. Namun
pemeriksaan granula metakhromatik ini tidak spesifik. Menurut Yandepitte, Yerhaegen, Engbaek, Rohne, Piot, dan Heuck 2005
pada agar darah telurit yang selektif menghasilkan koloni berwarna keabu-abuan
Universitas Sumatera Utara
sampai hitam. Selain itu menurut Brooks, Butel, dan Morse 2005 pada media agar darah, koloni bakteri ini kecil, granuler, dan berwarna abu-abu dengan tepi
yang tidak teratur serta ditemukan adanya zona hemolisis yang sempit. Bakteri ini menghasilkan eksotoksin sehingga menyebabkan difteria pada
manusia. Sejumlah kecil toksin yang diabsorbsi dari infeksi kulit dapat memicu timbulnya antibodi antitoksin dan bakteri ini tidak harus bersifat toksigenik untuk
menimbulkan infeksi lokal Brooks, Butel, dan Morse 2005.
2.4.4. Streptococcus sp.