2.4.1. Staphylococcus sp.
ORDO : Eubacteriales FAMILI : Micrococcaceae
GENUS : Staphylococcus Untuk spesies, bakteri ini memiliki sedikitnya 30 spesies, tetapi yang akan
dibahas hanya Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Staphylococcus sp. merupakan gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun
dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur, berdiameter 1 µm, bersifat nonmotil dan tidak membentuk spora. Dibawah pengaruh obat seperti penisilin,
bakteri ini mengalami lisis. Staphylococcus sp. hidup bebas di lingkungan dan membentuk kumpulan yang teratur terdiri atas empat atau delapan kokus Brooks,
Butel, dan Morse, 2005. Staphylococcus sp. tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologi
dibawah suasana aerobik atau mikroaerofilik. Tumbuh dengan cepat pada temperatur 37°C namun pembentukan pigmen yang terbaik adalah pada
temperatur kamar 20°C-35°C. Staphylococcus sp. memfermentasi karbohidrat, menghasilkan asam laktat dan tidak menghasilkan gas. Bakteri ini tahan terhadap
kondisi kering, panas temperatur 50°C selama 30 menit, dan natrium klorida 9, tetapi dapat dihambat oleh bahan kimia tertentu seperti heksaklorofen 3
Brooks, Butel, dan Morse, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Perbedaan sifat dari Spesies Staphylococcus sp. Staphylococcus
aureus Staphylococcus
epidermidis Warna koloni
Kuning-putih Putih
Hemolisis agar darah +
± Pertumbuhan anaerob
+ +
Koagulase + -
Peragian glukosa +
+ Peragian manitol
+ -
Endonuklease termo-resisten +
- Protein A
+ -
Novobiosin S S
Asam teikhoat -
Ribitol-N-asetilglukosamin + -
- Gliserol-glukosa -
+ -
Gliserol-N-asetilglukosamin - -
Sumber: Syahrurachman et al., 1994 Asam teikhoat merupakan polimer gliserol atau ribitol fosfat, diikat ke
peptidoglikandan dapat menjadi antigenik. Antobodi asam anti teikhoat ini yang dapat dideteksi melalui difusi gel yang dapat ditemui pada pasien endokarditis
aktif yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Antibodi terhadap asam teikhoat ini dapat dideteksi pada infeksi yang sudah lama Brooks, Butel, dan
Morse, 2005. Protein A merupakan komponen dinding sel pada kebanyakan
Staphylococcus aureus dan telah menjadi reagen yang penting dalam imunologi dan teknologi laboratorium diagnostik. Sebagai contoh, protein A yang dilekati
oleh molekul IgG terhadap antigen bakteri spesifik akan mengaglutinasi bakteri yang mempunyai antigen tersebut Brooks, Butel, dan Morse, 2005.
Menurut Brooks, Butel, dan Morse 2005 Staphylococcus sp yang patogen biasanya sering menghemolisis darah, mengkoagulasi plasma dan
Universitas Sumatera Utara
mengahasilkan berbagai toksin dan enzim ekstraseluler. Toksin dan enzim tersebut adalah sebagai berikut:
Katalase berfungsi mengubah hydrogen peroksida menjadi air dan
oksigen. Tes katalase juga dapat dilakukan untuk membedakan Staphylococcus sp. positif dari Streptococcus sp. negatif.
Koagulase dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Koagulase merupakan
protein yang menyerupai enzim yang mampu menggumpalkan plasma yang ditambah dengan oksalat atau sitrat dengan adanya suatu faktor yang
ada pada serum. Produksi koagulase dapat sinonim dengan invasi potensial patogenik.
Enzim lain yang dihasilkan oleh Staphylococcus sp. yaitu hyaluronidase
atau faktor penyebaran, stafilokinase yang bekerja sebagai fibrinolisis tetapi lebih lambat daripada streptokinase, lalu yang lainnya proteinase,
lipase, dan beta-laktamase.
Eksotoksin meliputi alfatoksin hemolisin dan beta toksin. Alfatoksin hemolisin merupakan protein heterogen, toksin ini dapat melisiskan
eritrosit dan merusak platelet serta mempunyai aksi yang sangat kuat terhadap otot polos vaskular. Toksin ini juga dimungkinkan sama dengan
faktor letal dan faktor dermonekrotik dari eksoktoksin. Selanjutnya beta toksin dapat menurunkan kadar sfingomyelin dan toksik pada beberapa
jenis sel, termasuk sel darah merah manusia.
Lekosidin merupakan toksin Staphylococcus aureus yang dapat membunuh sel darah putih binatang.
Toksin eksofaliatif juga merupakan toksin Staphylococcus aureus.
Toksin sindroma syok toksik toxic shock syndrome toxin secara
struktural sama dengan enterotoksin B dan C. Toksin ini menyebabkan demam syok, yang dapat mengenai banyak sistem, termasuk ruam kulit
deskuamatif. Pada Staphylococcus aureus yang diisolasi ditemukan sekitar 20 gen Toxic Shock Syndrome Toxin-1 TSST-1.
Enterotoksin merupakan penyebab penting pada keracunan makanan,
enteroksin dihasilkan pada Staphylococcus aureus yang tumbuh pada
Universitas Sumatera Utara
makanan yang mengandung protein dan karbohidrat. Ingesti 25 mg enterotoksin B dapat menyebabkan muntah dan diare. Muntah disebabkan
oleh pengaruh emetik enterotoksin yang dapat merangsang pusat muntah di sistem saraf pusat setelah terjadi aksi toksin pada reseptor saraf di usus
halus. Hal ini juga sama seperti yang disampaikan oleh Dzen, Roekistiningsih, Santoso, dan Winarsih 2003 dalam bukunya, yaitu
Staphylococcus sp. dapat menyebabkan keracunan makanan akibat menelan makanan yang telah terkontaminasi dengan enterotoksin bakteri
ini. Enterotoksin ini adalah protein dengan berat molekul 35.000 Da dan tahan terhadap pemanasanpendidihan selama 30 menit.
Keracunan makanan oleh Staphylococcus sp. ini ditandai dengan periode inkubasi yang pendek 1-8 jam dengan mual yang hebat, muntah, diare, tetapi
tidak demam, dan cepat sembuh Brooks, Butel, dan Morse, 2005.
Gambar 2.2. Struktur antigen Staphylococcus sp. Sumber: Brooks, Butel, dan Morse, 2005
Cara penularan infeksi Staphylococcus sp. menurut Dzen, Roekistiningsih, Santoso, dan Winarsih 2003 tergantung pada bentuk klinis, misalnya:
Universitas Sumatera Utara
Kontak langsung dengan peradangan pada kulit dan kuku seseorang.
Penularan bisa terjadi apabila kulit yang meradang tersebut tidak intak, misalnya lesi.
Penularan melalui udara airborne.
a. Staphylococcus epidermidis