BAB 2 LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal penting berkenaan dengan perancangan
video game. Landasan teori yang diuraikan meliputi penjelasan mengenai sejarah kerajaan Majapahit, pengembangan video game dan animasi.
2.1 Kerajaan Majapahit
Majapahit adalah sebuah kerajaan kepulauan maritim yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia. Majapahit berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 Masehi. Majapahit
mencapai puncak kejayaannya, dengan wilayah dari Indonesia modern sampai Temasek Singapura dan Filipina. Menurut kitab kerajaan Nagarakertagama yang
ditulis pada tahun 1365, Majapahit mengusai 98 kerajaan jajahan. Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara Sukarno
Setiawan, 2014.
2.1.1 Awal Berdirinya Kerajaan Majapahit Keberadaan Majapahit tidak bisa dilepaskan dari kerajaan Singasari. Tidak hanya
karena urutan waktu, tapi juga karena penguasa kerajaan Majapahit adalah para penguasa dari kerajaan Singasari yang runtuh akibat serangan dari kerajaan Daha atau
Kediri Pinuluh, 2010. Kerajaan Singasari jatuh setelah Jayakatwang berhasil memancing tentara Singasari ke desa Mameling dan menyerang saat para tentara
sedang pergi ke desa Mameling Muljana, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan buku yang ditulis oleh Panji pada tahun 2015 yang berjudul Kitab Sejarah Terlengkap Majapahit bahwa setelah Singasari jatuh, Raden Wijaya beserta
dua belas prajuritnya terus-menerus dikejar oleh prajurit Kediri. Kemudian, Raden Wijaya mengungsi ke Madura untuk meminta perlindungan kepada Arya Wiraraja.
Sesampainya di Madura, ia dinasihati oleh Arya Wiraraja agar menghamba kepada Raja Jayakatwang di Kediri. Nasihat itu pun dilaksanakan oleh Raden Wijaya, hingga
akhirnya ia mendapatkan jabatan penting dalam tatanan pemerintahan Kediri. Saat Raden Wijaya mengetahui daerah Tarik yang terletak di tepi sungai
Brantas di dekat pelabuhan Canggu, ia mengusulkan kepada Raja Jayakatwang agar menjadikan daerah itu sebagai hutan perburuan bagi Raja Jayakatwang. Usul Raden
Wijaya itu diterima dengan baik oleh Raja Jayakatwang tanpa menaruh rasa curiga sedikit pun.
Beberapa hari Kemudian, setelah mendapatkan kabar bahwa daerah Tarik telah selesai dibuka oleh orang-orang Madura yang dikerahkan oleh Arya Wiraraja, Raden
Wijaya meminta izin kepada Raja Jayakatwang untuk melihat daerah Tarik. Raja Jayakatwang pun memberi izin dengan syarat ia tidak tinggal lama di daerah Tarik.
Karena jika terlalu lama, maka Daha, lingkungan tempat tinggal Raden Wijaya, akan terasa sepi.
Keesokan harinya, berangkatlah Raden Wijaya beserta para pengikutnya ke daerah Tarik. Sesampainya di sana, Raden Wijaya tinggal di sebuah padepokan yang
dinding dan pagarnya terbuat dari bambu. Ternyata padepokan tersebut memang sengaja dibuat khusus oleh Raden Wijaya agar ia bisa beristirahat dengan nyaman di
daerah Tarik. Di dalam padepokan tersebut, juga telah tersedia batu putih yang disebut wijil pindo sebagai tempat duduk bagi Raden Wijaya. Batu putih itulah yang pada
akhirnya dijadikan sebagai singgasana atau tempat duduk raja bagi Raden Wijaya ketika dinobatkan sebagai Raja Majapahit.
Semakin berjalannya waktu, daerah Tarik menjadi semakin ramai karena banyaknya orang Madura serta penduduk Daha dari Tumapel yang menetap disana.
Raden Wijaya pun memanfaatkan kesempatan ini untuk mengambil hati mereka dengan cara menaikkan pangkat orang-orang yang cerdas dan pintar bermain pedang
serta menganugerahi nama baru sesuai dengan watak dan rupanya.
Universitas Sumatera Utara
Orang-orang yang dinaikan pangkatnya dan dianugerahai nama baru oleh Raden Wijaya merasa senang. Mereka merasa sangat dihargai oleh pejabat tinggi
Kerajaan Kediri yang sebelumnya merupakan pemimpin panglima perang Singasari. Selama di daerah Tarik, Raden Wijaya juga rajin menyapa orang-orang yang menetap
disitu, sehingga ia terkesan ramah dan baik hati di hadapan semua orang. Dari sikap tersebut Raden Wijaya menadi semakin dihormati di daerah Tarik seperti seorang raja.
Selama tinggal di daerah Tarik, Raden Wijaya rajin menelusuri daerah itu. Bersama beberapa pengawalnya, ia berkeliling mulai dari sungai besar yang mengalir
dari sebelah barat dan bertemu dengan Kali Mas yang mengalir dari sebelah selatan. Raden Wijaya juga sempat beristirahat di bawah pohon yang banyak tumbuh di daerah
Tarik, salah satu pengawalnya memetik buah pohon tersebut dan memakannya. Karena rasanya pahit, maka ia memuntahkannya, dan menjadi mabuk. Dari sinilah,
kemudian Raden Wijaya memberi nama daerah Tarik menjadi Majapahit. Maja artinya buah maja, pahit artinya rasa pahit. Selesai berkeliling, RadenWijaya kembali
ke padepokannya. Setelah kembali ke daerah Tarik yang telah berubah namanya menjadi
Majapahit, Raden Wijaya mendapatkan pesan dari Arya Wiraraja yang disampaikan oleh Ranggalawe. Pesan tersebut berisi Raden Wijaya harus menangguhkan hasratnya
sambil menunggu tentara Tartar sebelum ingin menyerang ke kerajaan Kediri. Mendengar pesan dari Arya Wiraraja, Raden Wijaya akhirnya menangguhkan
hasratnya untuk menyerang kerajaan Kediri namun di sela-sela waktunya, ia selalu berembug dengan orang-orang kepercayaannya untuk memperbincangkan segala
persiapan perang mulai dari panglima, prajurit, senjata, kuda, dan mata-mata yang ditugaskan untuk menyelidiki kekuatan musuh. Ranggalawe lantas mengajukan usul
agar kuda-kuda terbaik ayahnya yang berasal dari Bima digunakan untuk kendaraan para panglima. Usul tersebut pun disetujui oleh Raden Wijaya.
2.1.2 Penyerangan ke Kerajaan Kediri Usaha penyerangan ke kerajaan Kediri tidak hanya diikuti oleh Raden Wijaya beserta
pada prajurit Majapahit, tetapi juga diikuti oleh Arya Wiraraja beserta prajurit Madura dan tentara Tartar. Jauh-jauh hari sebelumnya, Arya Wiraraja tidak yakin bahwa usaha
Universitas Sumatera Utara
Raden Wijaya untuk menyerang Kadiri bisa berhasil disebabkan oleh jumlah prajurit kerajaan Kediri yang begitu besar, oleh karena itu untuk menambah kekuatan, ia
mengirimkan pesan kepada Kaisar Tartar yang saat itu bernama Kubilai Khan agar membantu mengalahkan kekuatan prajurit kerajaan Kediri dengan hadiah dua orang
putri dari Tumapel. Kaisar Kubilai Khan menyetujui pesan Arya Wiraraja karena menyimpan
dendam terhadap Kertanagara yang telah berani merusak muka utusannya, Meng Chi. Ia tidak tahu bahwa Kertanagara sebenarnya tela meninggal dunia karena serangan
Jayakatwang, dan menganggap Raja Kediri adalah Kertanagara. Ia pun bersepakat untuk mengirimkan sekitar 20.000 tentara Tartar untuk mengalahkan kerajaan Kediri
dan menghukum mati Raja Kertanagara. Tentara Tartar sebanyak 20.000 orang tiba di pulau Jawa pada tahun 1214 saka
atau 1292 Masehi di bawah kepemimpinan Shihpi, Kau Hsing, dan Ike Meje Ji-ku mosu, lengkap dengan kapal perang, peralatan perang, serta bekal makanan untuk
jangka waktu selama menyerang kerajaan Kediri. Kedatangan tentara Tartar tersebut disambut hangat oleh Raden Wijaya beserta para petinggi Majapahit yang saat itu
bersikap tunduk kepada panglima Tartar atas nasihat Arya Wiraraja. Raden Wijaya lantas memberi kabar bahwa Kertanagara telah digantikan oleh Jayakatwang di
kerajaan Kediri. Kemarahan Kaisar Kubilai Khan atas Kertanagara yang telah merusak muka utusannya, Meng Chi, bisa dibalaskan kepada Jayakatwang, karena ia
sekarang menduduki tahta sebagai raja di kerajaan Kediri. Setelah mendengar berita itu, tentara Tartar kemudian ingin melampiaskan kemarahannya kepada Jayakatwang
dengan menghancurkan prajurit kerajaan Kediri. Persiapan perang tersebut ternyata terdengar sampai ke telinga para petinggi
kerajaan Kediri hingga akhirnya menjadi perdebatan di dalam istana. Hanya saja Segara Winotan yang sebelumnya berkunjung ke daerah Tarik dan menemui Raden
Wijaya tidak mendengar berita tersebut. Ia hanya menerima laporan dari Raden Wijaya bahwa segala persiapan berburu yang telah dilakukan Raden Wijaya sudah
siap, dan hanya menunggu kedatangan Raja Jayakatwang ke daerah Tarik. Segara Winotan tidak mengetahui berita tentang persiapan perang karena Segara Winotan
hanya diterima Raden Wijaya di Wirasabam dan tidak diberi kesempatan untuk melihat langsung ke daerah Tarik.
Universitas Sumatera Utara
Perdebatan di dalam istana tersebut berlangsung sangat sengit, karena pada ujungnya Segara Winotan dituduh tidak melaporkan kejadian yang sebenarnya.
Hingga akhirnya, terjadilah keributan yang puncaknya berupa penghunusan keris oleh Kebo Rubuh ke leher Segara Winotan. Keributan tersebut kemudian berhasil
dihentikan oleh Raja Jayakatwang. Saat itu juga datang seorang akuwu dari Tuban yang mengatakan bahwa tentara Tartar datang dalam jumlah yang sangat besar di
pelabuhan Tuban. Mereka memasuki kota, menakut-nakuti para penduduk desa dan membunuh prajurit kerajaan Kediri yang menghalangi.
Raja Jayakatwang langsung memerintahkan semua prajurit kerajaan Kediri agar siap berperang menghadapi kedatangan tentara Tartar. Dalam menghadapi
penyerbuan tersebut, prajurit kerajaan Kediri dibagi dalam tiga pertahanan. Pertahanan utara dipimpin oleh Mahisa Antaka, Bowong dan Raja Jayakatwang. Pertahanan
selatan dipimpin oleh Kebo Mundarang dan Senapati Pangkelet. Pertahanan timur dipimpin oleh Segara Winotan dan Senapati Rangga Janur.
Dalam Kidung Panji Wijayakrama pupuh VII, diberitakan bahwa peperangan saat itu berlangsung sangat sengit dan berujung pada kekalahan prajurit kerajaan
Kediri. Di pertahanan utara, Raja Jayakatwang berhasil ditangkap secara hidup-hidup oleh Tentara Tartar tanpa perlawanan yang berarti dari prajurit kerajaan Kediri. Ia pun
ditawan, dan akan diserahkan kepada Arya Wiraraja untuk kemudian dimintakan hadiah berupa dua putri dari Tumapel. Di pertahanan selatan, Kebo Mundarang
berhasil dibunuh oleh Lembu Sora setelah tertangkap di Lurah Trini Panti. Sebelum dibunuh, Kebo Mundarang sempat berjanji akan meyerahkan anak perempuannya
kepada Lembu Sora asalkan ia tidak dibunuh, namun Lembu Sora tidak menerima janji tersebut dan tetap memilih untuk membunuh Kebo Mundarang. Sementara di
pertahanan timur, Segara Winotan berhasil dibunuh oleh Ranggalawe. Setelah peperangan tersebut Raja Jayakatwang ditawan oleh tentara Tartar diatas kapal, dan
selanjutnya dipenjara di benteng pertahanan Ujung Galuh di muara sungai Berantas. Di dalam penjara itulah, ia menulis Wukir Polaman, dan disebutkan juga bahwa ia
meninggal di sana.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Kekalahan Tentara Tartar Setelah kerajaan Kediri jatuh, Raden Wijaya membawa tiga putri Kertanagara yang
masih ditawan di istana Kediri, kemudian dibawa ke Majapahit. Tiga putri Kertanegara tersebut adalah Gayatri, Mahadewi, dan Jayendradewi. Sesampainya di
Majapahit, Raden Wijaya segera berunding dengan para petinggi Majapahit terkait sikap yang akan diambil untuk menghadapi tentara Tartar yang ingin menagih hadiah
yang telah dijanjikan oleh Arya Wiraraja. Di tengah-tengah perundingan tersebut, Arya Wiraraja menanyakan kepada
petinggi Majapahit, apakah di antara mereka ada yang mempunyai sebuah usulan. Kensora dengan berai angkat bicara bahwa tidak baik bagi Majapahit melanggar janji,
apalagi janji kepada Kaisar dari kerajaan lain yang telah membantu Majapahit menjatuhkan kerajaan Kediri. Menanggapi usulan tersebut Ranggalawe kemudian
berkata kepada Raden Wijaya bahwa mereka siap berperang melawan tentara Tartar, dan siap mati sebagai pahlawan. Ucapan Ranggalawe tersebut membakar semangat
para petinggi Majapahit yang hadir pada saat itu, dan akhirnya mereka bersumpah akan melaksanakan perintah dan bersedia mati untuk Raden Wijaya.
Beberapa hari kemudian, tentara Tartar sebanyak 200 orang yang bersenjata lengkap datang ke Majapahit untuk menyerahkan surat dari Kaisar Kubilai Khan yang
isinya akan menagih janji. Surat tersebut dibacakan oleh salah seorang tentara Tartar di depan Raden Wijaya dan para petinggi majapahit. Setelah surat selesai dibacakan,
Ken Sora berbicara bahwa Majapahit tidak akan mengingkari janjinya, namun tentara Tartar yang menjemput hadiah harus datang dalam keadaan tidak bersenjata karena
sang putri sangat ketakutan jika melihat senjata. Oleh karena itu, jika ada yang membawa senjata, sebaiknya disimpan dalam kereta tersendiri yang tertutup rapat.
Sebanyak 200 tentara Tartar tersebut kemudian kembali pulang dan menyampaikan pesan Ken Sora kepada Kaisar Kubilai Khan. Mendengar pesan
tersebut Kaisar Kubilai Khan menyuruh menterinya untuk mengirimkan 300 orang tentara Tartar yang tidak bersenjata ke Majapahit. Ia juga menyuruh menterinya untuk
mempersiapkan upacara penerimaan dua putri Tumapel yang akan datang ke negerinya.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa hari kemudian. 300 orang tentara Tartar tersebut sampai di Majapahit. Sesampainya disana, para pengawal pria dijamu di balai perjamuan yang
ada di dalam kompleks istana Majapahit, sementara para pengawal wanitanya dibawa Arya Wiraraja masuk ke dalam istana tersendiri, yang diperuntukkan para selir wanita.
Ditengah-tengah perjamuan ketika para tentara kekenyangan dan mabuk, tanpa sadar mereka diserang oleh prajurit Majapahit dari segala arah, karena berada di kompleks
istana, maka banyak di antara mereka yang tidak bisa melarikan diri hingga akhirnya mati terbunuh. Ada juga sebagian lain yang masih hidup, lalu ditawan dan
dimasukkan penjara. Sementara itu, sebagian tentara Tartar yang menunggu di pesisir pantai dan
atas kapal juga diserang oleh prajurit Majapahit, karena tidak membawa senjata mereka tidak dapat melawan dan akhirnya lari ke kota. Banyak di antara mereka yang
mati terbunuh, dan hanya sedikit yang bisa melarikan diri meninggalkan pesisir pantai menggunakan kapal. Untuk para pengawal wanita yang masih tertahan di istana selir
wanita, maka sebagian dari mereka ada yang dijadikan sebagai selir para petinggi Majapahit.
Penyerangan prajurit Majapahit ternyata tidak berhenti sampai disitu. Setelah berhasil menyerang 300 orang tentara Tartar yang diutus untuk menjemput hadiah dua
putri Tumapel seperti yang dijanjikan, di saat yang sama mereka juga menyerang tentara Tartar yang saat itu masih bermukim di Candu. Penyerangan tersebut juga
melalui proses penjamuan, penyerangan juga dilakukan dalam jumlah prajurit yang besar agar semua tentara Tartar dapat terbunuh. Peristiwa yang sama juga terjadi di
Kediri, saat tentara Tartar berpesta dan merayakan kemenangannya. Beberapa saat setelah tentara Tartar berhasil dikalahkan, Raden Wijaya
dinobatkan sebagai raja pertama Kerajaan Majapahit, dengan gelar Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardana. Dalam kitab Pararaton, dituliskan bahwa penobatan
tersebut berlangsung pada tahun 1216 Saka atau 1294 Masehi.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Video Game