107
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah : 1
Sebagai negara yang mempunyai posisi geografis yang sangat strategis membuat Indonesia harus menerima konsekuensi sebagai wilayah yang terbuka dengan dunia luar
khususnya yang berbatasan dengan negara terdekat. Salah satu konsekuensinya adalah adanya dampak konflik, peperangan, atau kekalutan sosial ekonomi yang dialami suatu
negara lain baik yang berbatasan maupun yang tidak berbatasan. Dampak tersebut berupa masuknya ribuan pencari suaka atau yang biasa disebut asylum seeker yang ingin
mendapatkan status pengungsi. Mereka masuk melalui beberapa perbatasan di wilayah Indonesia, dan Indonesia dijadikan sebagai negara transit sebelum mereka di tempatkan
di tujuan akhirnya. Keberadaan jumlah pengungsi yang cenderung meningkat inilah yang membuat usaha penanganan pengungsi terus diperhatikan oleh pemerintah Indonesia. Di
sisi lain, Indonesia tidak memiliki undang-undang khusus atau peraturan hukum nasional mengenai pengungsi maupun pencari suaka. Namun demikian, hak untuk mencari suaka
dijamin di dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, Pasal 28G ayat 2. Undang-undang HAM No.39 Tahun 1999 Pasal 28 juga menjamin bahwa setiap
orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain. Menurut Undang-undang No.37 Tahun 1999 tentang hubungan luar negeri, menyatakan
bahwa pengungsi dan pencari suaka secara khusus diatur oleh Keppres Keputusan
Universitas Sumatera Utara
108
Presiden, namun sejauh ini belum ada Keppres yang dikeluarkan. Satu-satunya aturan hukum yang digunakan oleh pemerintah Indonesia, khususnya pejabat imigrasi untuk
mengatur soal pencari suaka dan pengungsi adalah, surat ederan IMI-1489.UM.08.05 yang dikeluarkan oleh Dirjen Imigrasi pada tahun 2010.
2 Setiap negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi orang-orang yang berada
diwilayahnya, baik warga negaranya maupun orang asing yang sedang berada di wilayah kedaulatannya. Bentuk perlindungan tersebut salah satunya adalah perlindungan hukum
dimana negara tersebut berkewajiban untuk memenuhi hak-hak hukum yang melekat pada subyek hukum individu tersebut. Secara umum, tiap negara memang tidak akan
mengizinkan orang asing tanpa dokumen-dokumen yang lengkap masuk ke wilayah negaranya. Namun, pengungsi adalah sebuah pengecualian yang mendapat perlindungan
hukum internasional untuk tidak terikat pada aturan ini. Namun, Pasal 33 ayat 2 Konvensi 1951 mengatur bahwa penerapan prinsip non refoulement tidak berlaku bila
pengungsi tersebut keberadaannya mengancam keamanan nasional atau mengganggu ketertiban umum di negara tempat ia mencari perlindungan. Menurut Pasal 33 ayat 2
Konvensi 1951, larangan memaksa pengungsi kembali ke negara dimana ia mungkin mengalami persekusi tidak diterapkan kepada pengungsi yang mengancam keamanan
negara, atau ia telah mendapatkan putusan akhir dari hakim atas kejahatan serius yang ia telah perbuat, serta membahayakan masyarakat negara setempat. Namun, ketentuan ini
hanya berlaku untuk pengecualian yang sangat mendesak. Hal tersebut bermakna, apabila pengecualian tersebut akan diterapkan, maka harus dibuktikan bahwa terdapat hubungan
langsung antara keberadaan pengungsi di suatu negara dengan keamanan nasional negara itu yang terancam.
Universitas Sumatera Utara
109
3 Sampai saat ini pemerintah Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 maupun
Protokol 1967 tentang Status Pengungsi. Hal ini tentu harus dipertimbangkan mengingat posisi Indonesia yang strategis yang menghubungkan dua benua dan dua samudera.
Walaupun Indonesia bukan tujuan akhir para pengungsi, tetapi wilayah Indonesia yang cukup luas ini dapat dijadikan tempat persinggahan bagi para pengungsi. Indonesia
memiliki wilayah laut yang luas dan garis pantai yang panjang, namun tidak didukung oleh aturan hukum yang tegas. Sehingga dengan mudah dimanfaatkan bagi para
pengungsi dan pencari suaka untuk memasuki wilayah Indonesia. Posisi Indonesia sangat lemah dalam mengatasi masalah para pencari suaka dan pengungsi dari negara lain
karena tidak memiliki peraturan nasional yang secara khusus membahas masalah tersebut. Di Indonesia belum ada aturan yang secara spesifik mengatur tentang perilaku
pengungsi dan pencari suaka. Namun, bukan berarti bahwa pengungsi dan pencari suaka tersebut bebas melakukan tindakan apapun.
B. Saran