Ketepatan Human Kallikrein 6 Sebagai Prediksi Keganasan Ovarium Di Bandingkan Dengan Ca 125

(1)

SEMINAR HASIL

KETEPATAN HUMAN KALLIKREIN 6 SEBAGAI

PREDIKSI KEGANASAN OVARIUM DI

BANDINGKAN DENGAN CA 125

OLEH

:

JOHNY MARPAUNG

PEMBIMBING:

Dr. M.FAUZIE SAHIL SpOG.K

Prof. DR. HERMAN HARIMAN.SpPK

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIK – RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN


(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1 1.2 Perumusan masalah 6

1.3 Hipotesis 6

1.4 Tujuan penelitian 6 1.4.1 Tujuan umum 6 1.4.2 Tujuan khusus 7 1.5 Manfaat penelitian 7 1.6 Kerangka kerja penelitian 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 2.1 Human Kallikrein 9

2.1.1 Perkembangan Human kallikrein 9

2.1.2 Struktur gen kallikrein 11 2.1.3 Fisiologi gen kallikrein 14 2.1.4 Peranan kallikrein terhadap Angiogenesis 18 2.1.5 Human kallikrein sebagai biomarker 23 2.1.6 Human kallikrein 6 24

2.2 Cancer antigen 125 (CA 125) 26 2.2.1 CA 125 sebagai biomarker 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 39 3.1 Rancangan Penelitian 39 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 39 3.3 Sampel Penelitian 39 3.4 Jumlah Sampel 40 3.5 Kriteria Sampel 40 3.5.1 Kriteria Penerimaan 40 3.5.2 Kriteria Penolakan 41 3.6 Bahan dan Cara Penelitian 41 3.7 Batasan Operasional 42

3.8 Pengolahan Data dan Analisa Statistik 43 3.9 Etika Penelitian 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 44 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 51


(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kanker ovarium masih merupakan suatu problem yang cukup serius pada

penyakit ginekologi onkologi, disebabkan karena masih banyak di jumpai

pada pasien tanpa adanya suatu gejala sampai terjadi metastase. Di

Amerika Serikat di jumpai 23.000 kasus baru dari kanker ovarium dan di

jumpai 14.000 kematian pada laporan tahun 2000. ini memberi kontribusi

yang tinggi pada keganasan ginekologi.1,7

Kanker ovarium merupakan kanker nomor 4 tersering pada perempuan

dan merupakan keganasan ginekologi nomor 2 tersering setelah kanker

endometrium. Pada tahun 1999, angka kejadian kanker ovarium mencapai

6000 kasus / tahun di Inggris. Sedangkan American Cancer Society

memperkirakan bahwa pada tahun 2003, lebih dari 25.000 perempuan

Amerika akan di diagnosis menderita kanker ovarium di mana 14.500

kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Hal ini menyebabkan

kanker ovarium di anggap sebagai penyebab kematian utama kanker

ginekologi.1

Rasio angka kesakitan dan penyakit yang meningkat berhubungan dengan


(4)

tanda dan stadium dini, dimana 70% dari penderita kanker ovarium

didiagnosa pada stadium lanjut. 4,6,7

Penyakit ini mempunyai angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 85% jika

didiagnosa pada stadium dini (stadium I atau II), tetapi akan menurun

sampai kurang dari 20% pada wanita bila diagnosa baru ditegakkan pada

stadium III atau IV. Jelasnya, perkembangan metode baru dalam

mendiagnosa kanker ovarium stadium dini akan memberikan kontribusi

dalam mempengaruhi prognosa. 5,6,7

CA 125 sebagai petanda tumor ovarium telah ditemukan kira-kira 20 tahun

yang lalu. Nilai CA 125 secara klinis dipakai sebagai pemantau penyakit,

dan digunakan sebagai penolong untuk deteksi dini terhadap kekambuhan

dan juga dipakai untuk menduga respon terhadap terapi. 2,7,8,9,10

Rantaian gen pada manusia memberikan harapan bahwa petanda tumor

yang baru mungkin dapat diteliti. Dengan menggunakan teori asal mula

gen pada manusia, dapat diidentifikasi kandidat petanda tumor untuk

dipakai sebagai diagnosa dan prognostik dari kanker ovarium. 7

Kallikrein adalah subgrup dari kelompok enzim serin protease. Pada

mulanya diketahui bahwa gen kallikrein terdiri dari 3 macam, kemudian

pada tiga tahun terakhir dapat diteliti lokasi dari gen tersebut dan


(5)

diekspresikan pada banyak jaringan, termasuk produksi hormon steroid

atau jaringan yang dipengaruhi hormon seperti prostat, payudara, ovarium

dan testis. 11,12,13

Jaringan kallikrein adalah sebuah subgrup dari protease serin yang

dikarakteristikkan oleh homolognya terhadap jaringan kallikrein

sebenarnya, yang di kodekan oleh gen KLK1. Secara khusus, mereka

membagi urutan tingkat tinggi serta kesamaan dalam struktural, dan paling

sedikit dalam tiga spesies: tikus ( hewan pengerat ) dan manusia dimana

gen-gennya terkelompok secara bersama pada satu lokus.12,13

Meskipun secara struktural dikonservasi, kemampuan gen-gen ini untuk

mengetahui atau memprediksi fungsi enzimatik adalah sifat yang spesifik

dan memiliki jarak satu sama lain. Gen-gen ini juga membagi rentang pola

ekspresi yang lebar, menunjukkan keterlibatannya dalam rentang proses

fisiologi yang berbeda.12,13

Beberapa hasil penelitian di Indonesia didapati angka kejadian kanker

ovarium sebesar 30,5% di Yogyakarta tahun 1976, di Jakarta 13,8% tahun

1990 dari seluruh kanker ginekologis. Sementara di Medan tahun

1970-1973 ditemukan sebesar 16,9%.4

Insiden kanker ovarium pada wanita dibawah usia 40 tahun adalah 1,4 per


(6)

tahun. Laporan lain menyebutkan bahwa kanker ovarium jarang pada

wanita dibawah usia 40 tahun. Pada usia 40-44 tahun didapati 15-16 per

100.000 meningkat mencapai puncak menjadi 57 per 100.000 pada usia

70-74 tahun. Median usia saat diagnosis adalah 63 dan sebanyak 48%

berusia 65 tahun atau lebih.4

Kanker epitel ovarium adalah sebagai penyebab yang letal pada

keganasan ginekologi. Petanda tumor yang adekuat adalah CA 125, yang

dapat dideteksi pada serum darah lebih dari 80% wanita penderita kanker

ovarium. Bagaimanapun CA125 hanya menunjukkan suatu respon

terhadap terapi atau progresifitas dari penyakit, bukan sebagai pertanda

diagnostik ataupun prognostik dari penyakit ini. 2,13,16

Kallikrein adalah kelompok serine protease dengan derajat substrat yang

tinggi dan ekspresi yang bermacam-macam pada jaringan berbeda dan

cairan tubuh. Terminologi “kallikrein” muncul pada literatur untuk pertama

kali pada tahun 1930. Enzim protease ini dijumpai dalam jumlah yang

banyak pada pankreas “

( pankreas disebut kallikreas dalam bahasa Yunani ).14,15,16

Saat ini kallikarein dibagi menjadi dua grup; kallikrein plasma dan kallikrein

jaringan, yang berbeda secara bermakna terhadap berat molekul,

spesifisitas substrat, karakteristik imunologi, struktur gen, dan tipe


(7)

Plasma kallikrein hanya diekspresikan pada hati dan dapat mempengaruhi

bekuan darah, fibrinolisis, pengaturan tekanan darah dan reaksi inflamasi.

Kallikrein pada jaringan adalah kelompok enzim yang mempunyai

persamaan substansi pada tingkat gen dan protein. Kallikrein jaringan ini

mempengaruhi proses post translasi dari polipeptida (seperti-kininogen)

dan pelepasan terhadap peptidapeptida aktif yang potensial (seperti

-kinin).14

Kallikrein jaringan disebut juga kininogenase. Kininogenase atau kininase

adalah suatu enzim bentuk kinin inaktif. Pankreas/renal atau K1, adalah

salah satu enzim kallikrein dari kallikrein tubuh manusia dan hewan, yang

mempunyai aktifitas kininogenase; melepaskan lysil-bradikinin dari

kininogen. 14

Human Kallikrein 1 (hK 1) juga mempunyai efek terhadap tekanan darah,

balans elektrolit dan reaksi inflamasi; kallikrein ini mungkin juga sebagai

intisari dari berbagai substrat seperti growth faktor, hormon dan cytokines.

14,15

Sistem kallikrein-kinin telah ditunjukkan pada aktivasi angiogenesis dari

percobaan terhadap tikus. Konsep kallikrein jaringan tidak hanya

menunjukkan enzim-enzim dan fungsi-fungsi yang telah dijelaskan diatas,


(8)

struktur protein yang berlokasi pada lokus gen yang sama seperti gen hK1.

15

Sebelumnya telah di temukan bahwa protein hK6 dapat di jumpai pada

banyak cairan biologis termasuk cairan serebrospinal, ASI, serum darah

pria – wanita , cairan semen, cairan amnion dan pada sitoplasma kanker

payudara.

Diamandis 2000, melakukan pemeriksaan secara immuno assay

melaporkan bahwa di jumpai peningkatan secara bermakna konsentrasi

hK6 pada kanker ovarium di bandingkan keganasan lainnya seperti kanker

payudara , kanker tiroid, kanker prostat dan kanker saluran cerna.37,38

Hingga saat ini belum ada metode skrining yang efektif untuk kanker

ovarium sehingga 70 % kasus ditemukan pada keadaan yang sudah lanjut

yakni setelah tumor menyebar jauh diluar ovarium2

Hal ini yang melatarbelakangi penelitian ini di lakukan .

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Belum adanya suatu biomarker terhadap kanker ovarium yang dapat

mendeteksi secara akurat kejadian keganasan ovarium dan sekaligus

dapat sebagai penentu prognostik dari penyakit ini.

Apakah hK6 lebih tepat dalam memprediksi keganasan tumor ovarium

dibanding CA 125


(9)

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan Human Kallikrein 6

untuk memprediksi keganasan ovarium dibandingkan dengan CA125

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui ketepatan hK6 dalam memprediksi keganasan

tumor ovarium

2. Menentukan kadar rata-rata Human Kallikrein 6 pada keganasan

ovarium.

3. Untuk melihat ketepatan Human Kallikrein 6 dibandingkan dengan

kadar CA125 untuk memprediksi keganasan tumor ovarium.

4. Untuk memprediksi keganasan pra bedah pada tumor ovarium.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Dengan hasil penelitian ini dapat dilihat apakah kadar Human

Kallikrein 6 lebih efektif dipergunakan untuk memprediksi

keganasan ovarium di bandingkan CA125.

2. Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk penelitian lanjutan

sehingga dapat dibuktikan bahwa kadar Human Kallikrein dapat


(10)

1.5. KERANGKA KERJA PENELITIAN

Tumor Ovarium

Kriteria inklusi/ eksklusi

puasa

Diambil darah 10 cc

operatif

Benigna Maligna

Histopatologi Stadium

CA 125 hK6

CA 125 hK6

Histopatologi


(11)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. HUMAN KALLIKREIN

2.1.1. PERKEMBANGAN HUMAN KALLIKREIN

Penemuan dari kelompok gen kallikrein dapat dibagi menjadi dua era. Era

pertama tahun 1930 – 1980, yang dikenal dengan penemuan gen kallikrein

klasik. Walaupun awalnya ditemukan pada urin manusia, human kallikrein

ternyata diidentifikasi dalam jumlah yang banyak pada pankreas (Yunani,

” Kallikreas”), dan penamaan kallikrein diambil dari nama kallikreas.

17,18,19,20,21

Pada akhir 1980-an ditemukan dua gen dengan struktur yang sama

terhadap KLK1 / hK1, yang seterusnya dikenal sebagai KLK2 dan

KLK3/PSA. Gen-gen ini berkelompok pada region kromosom yang sama

(19q13.4) dengan KLK1. Pada saat itu disimpulkanlah bahwa kelompok

human kallikrein mempunyai 3 anggota, postulat ini bertahan sampai 10

tahun. 17,18,19,20,21

Era kedua (1994 – 2001) menunjukkan perkembangan dari kelompok

kallikrein menjadi 15 gen dan lokus human kallikrein tersebut juga telah

dapat dideskripsikan. Masa pertengahan sampai akhir tahun 1990-an

penemuan terbaru yang mengkloning beberapa gen serine protease


(12)

1. Human Stratum Corneum Chymotryptic Enzyme (HSCCE)

/KLK7

2. Normal Ephitelial Cell – Specific Gene 1 (NES 1) /KLK10

3. Protease M / Zyne / Neurosin / KLK6

4. Neuropsin / TADG14 / KLK8

5. Tripsine - Like Serine Protease (TLSP / Hypostasin) / KLK11.

Gen-gen ini, oleh Diamandis dkk dikutip dari 18, dikenal sebagai gen

kallikrein jaringan yang juga terletak pada 19q3.4.

Juga ditemukan 7 gen kallikrein selain gen-gen diatas yang disebut 18 :

1. Prostase / KLK-L1/ARM1/PRSS17/KLK4

2. Human Stratum Corneum Tryptic Enzyme (HSCTE) /

KLK-L2/KLK5

3. KLKL3/KLK9

4. KLKL4/KLK13

5. KLKL5/KLK12

6. KLKL6/KLK14

7. Prostinogen / KLK15

Semua gen-gen tersebut semula disebut sebagi pseudokallikrein. Sesuai

azas nomenklatur / taksonomi gen kallikrein dan simbol protein dinamakan


(13)

Tabel 2.1. Nomenklatur dari Human Kallikrein Dikutip dari 17 Tanda gen baru Tanda gen lama Tanda protein baru Nama/tanda protein

KLK1 KLK 1 hK1 Pancreatic/renal kallikrein, hPRK KLK2 KLK 2 hK2 Human glandular kallikrein 1, hGK-1 KLK3 KLK 3 hK3 Prostase specific antigen, PSA KLK4 PRSS17,

KLK-L1, KLK 4

hK4 Protase, KLK-L1, EMSP1

KLK5 KLK-L2 hK5 KLK-L2 protein; HSCTE KLK6 PRSS 9 hK6 Zyme, Protease M, Neurosin

KLK7 PRSS 6 hK7 HSCCE

KLK8 PRSS 19 hK8 Neuropsin, ovasin, TADG-14 KLK9 KLK-L3 hK9 KLK-L3 protein

KLK10 PRSSL1, NES 1

hK10 NES1 protein

KLK11 PRSS 20 hK11 TLSP/Hippostatin KLK12 KLK-L5 hK12 KLK-L5 protein KLK13 KLK-L4 hK13 KLK-L4 protein KLK14 KLK-L6 hK14 KLK-L6 protein

KLK15 hK15

Dari 176 gen serine protease pada tubuh manusia, gen ini berkelompok

dan terletak berdekatan dalam jumlah yang besar. Kenyataannya,

kelompok gen kallikrein adalah kelompok gen protease terbesar

dibandingkan kelompok gen katalitik lainnya. 18

2.1.2. STRUKTUR GEN KALLIKREIN

Ukuran kelompok gen kallikrein jaringan berbeda diantara spesies.


(14)

rumah, gen-gen kallikrein berkelompok pada kromosom 7 dalam lokus

tunggal. Kelompok gen kallikrein pada tikus sedikitnya ada 24; 14

diantaranya terlihat diproduksi sebagai protein fungsional, sisanya sebagai

pseudogen. Pada tikus percobaan juga dijumpai kelompok yang besar gen

kallikrein yaitu 15-20 gen. Sedikitnya 10-11 gen sebagai protein fungsional,

dimana diekspresikan dengan pola yang berbeda pada tiap organ.

Kelompok gen kallikrein jaringan pada babi lebih kecil dibandingkan hewan

pengerat lainnya, hanya dijumpai 3 gen kallikrein. 17

Kelompok gen Human Kallikrein telah diketahui terdiri dari 3 gen, tetapi

pada penelitian terakhir terhadap gen kallikrein menunjukkan bahwa

dijumpai sedikitnya 15 anggota dari kelompok ini. Hal ini dipercaya bahwa

gen-gen dari kelompok ini adalah kelompok gen yang berkembang atau

duplikat kromosom dari gen induk, yang mempunyai aktifitas yang sama

atau aktifitas yang dapat diduga sebagai kebalikan dari struktur primer dan

tersier (semuanya tidak dapat diisolasi dari bentuk alamiah ataupun

diproduksi sebagai protein rekombinan).17,18

Gen kallikrein jaringan berkumpul pada kromosom 19, seperti kelompok

gen lainnya misalnya : gen granzyme berkelompok pada kromosom 14 dan

trypsinogen pada kromosom 7 dan 9. Semua gen kallikrein jaringan


(15)

Gambar 2.1. Skema rantaian 15 gen kallikrein Dikutip dari 22

Kallikrein adalah glikoprotein yang tahan panas dengan rantai polipeptida


(16)

Kallikrein adalah serine protease seperti elastase, trombin, plasmin dan

tyrosin; dengan karakteristik sisa serine dan kebalikan dari rantai asam

amino Gly – Asp – Ser – Gly pada tempat katalitiknya. Ada 29 kebalikan

atau variasi asam amino sekitar tempat katalitik yang dapat dijumpai pada

kallikrein jaringan. 17

2.1.3. FISIOLOGI GEN KALLIKREIN

Akhir-akhir ini beberapa peranan biologi telah ditunjukkan oleh gen

kallikrein klasik, yaitu KLK1,KLK2, dan KLK3. Aktifitas primer dari gen

KLK1 yaitu mempengaruhi pemecahan dari kininogen dengan berat

molekul rendah untuk melepaskan lysil-bradikinin (kallidin), yang dapat

berikatan pada reseptornya yaitu bradikinin, B1 dan B2 pada target

jaringan. 18,23,24

Hal ini sebagai perantara untuk berbagai proses seperti ; 18,25,26,27

• pengaturan tekanan darah,

• kontraksi otot polos,

• kemotaksis neutrofil dan induksi nyeri,

• mempengaruhi permeabilitas kapiler,

• pertumbuhan sel pembuluh darah,

• keseimbangan elektrolit dan

• tahapan reaksi inflamasi

Kallikrein ikut berperan dalam proses pembekuan darah. Saat ini teori


(17)

atau waterfall yang dikemukakan oleh Mac Farlane, Davie dan Ratnoff.

Menurut teori ini faktor pembekuan darah diubah menjadi bentuk aktif oleh

faktor sebelumnya dalam rangkaian reaksi enzimatik. Faktor pembekuan

darah beredar dalam darah sebagai prekursor yang akan diubah menjadi

enzim bila diaktifkan.28,29,30

Proses pembekuan darah dimulai melalui jalur intrinsik yang dicetuskan

oleh aktifasi berbagai elemen, serta jalur ekstrinsik yang dicetuskan oleh

tromboplastin jaringan. Kedua jalur ini kemudian akan bergabung menjadi

jalur bersama yang melibatkan faktor X, V dan platelet faktor III (PF III),

protrombin dan fibrinogen, seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut.

28,29,30


(18)

JALUR INTRINSIK JALUR EKSTRINSIK JALUR BERSAMA XII KONTAK HMWK XIIa XIa

XIa IX a PF3 VIII Ca **

Ca**

X a V PF3 Ca ** X FIBRINOGEN XIII TROMBIN PROTROMBIN VII TROMBOPLASTIN JARINGAN VII XIa FIBRIN MONOMER FIBRIN POLIMER SOLUBLE FIBRIN POLIMER INSOLUBLE XIIIa Ca**

Hight Molecular Weight Kininogen ( HMWK ) merupakan suatu ko-faktor


(19)

akan meningkatkan aktivasi faktor XII seterusnya. Disamping itu kallikein

akan mengaktifkan faktor VII menjadi faktor VIIa pada jalur ekstrinsik,

sehingga mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin pada sistem

fibrinolitik, serta mengubah kininogen menjadi kinin yang berperan dalam

reaksi inflamasi.25,26

Jadi aktivasi faktor XII disamping mencetuskan pembekuan darah baik

jalur intrinsik maupun jalur ekstrinsik, juga mencetuskan sistem fibrinolitik

dan kinin.28,29

Gambar 2.3. Hubungan antara sistem koagulasi, fibrinolitik dan kinin Dikutip

dari 28

FIBRINOLITIK

XIIa XII

KALIKREIN

KININOGEN PLASMINOGEN

PLASMIN KININ

VII

VIIa

PREKALLIKREIN

INTRINSIK EKSTRINSIK

Penemuan lain juga melaporkan peranan KLK1-kinin sistem dalam


(20)

• proses vasodilatasi

• anti agregat trombosit

• proliferasi sel dan

• mempengaruhi invasi sel trophoblast saat kehamilan

2.1.4. PERANAN KALLIKREIN TERHADAP ANGIOGENESIS

Sistem kallikrein–kinin telah lama dikenal sebagai modulator vasodilatasi,

extravasasi plasma dan inflamasi, sekarang dipertimbangkan potensinya

untuk menimbulkan proses angiogenesis. Kallikrein jaringan melepaskan

kinin dari kininogen melalui pemecahan enzimatik, dimana kinin ini akan

berikatan reseptor protein G pada sel endotel. Peningkatan kadar kinin

akan memacu peningkatan ekstravasasi plasma, vasodilatasi dan inflamasi

lokal. Kinin juga meningkatkan metabolisme melalui fosforilasi pada

reseptor insulin dan aktivasi IP3K pathway, sehingga menimbulkan

translokasi terhadap pengangkutan glukosa ke membran plasma. Proses

ini akan mengakibtakan terjadinya angiogenesis, menghambat apoptosis

dan remodelling jaringan. 40,41


(21)

2.1.4.1. ANGIOGENESIS

Angiogenesis adalah suatu proses pertumbuhan pembuluh darah yang

berasal dari sel perubahan struktur endotel pembuluh darah dengan

mengakibatkan perluasan aliran darah. Angiogenesis dapat berfungsi

sebagai proses yang fisiologis ataupun patologis. 40,42

Fungsi fisiologis terjadi pada pertumbuhan embrio dan pada siklus

reproduksi wanita . Angiogenesis juga dapat berlangsung pada keadaaan

yang patologi seperti pada pertumbuhan tumor. 40,42

Mekanisme angiogenesis dimulai dengan perubahan pada permukaan sel


(22)

memicu ekstravasasi plasma protein. Kemudian proses destabilisasi

membrana basalis oleh proteinase yang mengakibatkan endotelial sel

terpisah satu sama lain dan bermigrasi. Sekali teraktivasi maka proses ini

terus berjalan menimbulkan percabangan dan membentuk lubang

pembuluh darah. Proses ini disempurnakan dengan pembentukan

pericytes dan sel otot polos serta organisasi pembuluh darah yang baru

membentuk jaringan seperti tiga dimensi. 40,42

Gambar 2.5. Mekanisme Angiogenesis Dikutip dari 43

Hubungan antara tumor dengan mekanisme angiogenesis dapat terjadi

dalam beberapa tahapan berikut ; Mula-mula tumor melepaskan

angiogenic growth factor (suatu protein) yang berdifusi ke jaringan disekitar


(23)

sel endotel yang berdekatan. Sekali reseptor ini berikatan dengan growth

factor, maka sel endotel ini akan teraktivasi dan akan memberikan sinyal

ke inti sel. 43,44,45

Sel endotel ini akan mulai menghasilkan molekul baru termasuk beberapa

enzim. Enzim-enzim ini akan melarutkan dan membuat lubang yang

sangat kecil seperti sarung yang tertutup pada lamina basalis. Kemudian

sel endotel mulai berproliferasi dan bermigrasi kearah luar mendekati

massa tumor. 43

Peranan molekul tertentu seperti integrin (avb3, avb5) akan berikatan

secara erat sehingga membantu pertumbuhan pembuluh darah. Dengan

bantuan enzim matriks metalloproteinase maka jaringan didepan akan

dihancurkan untuk memfasilitasikan perjalanan pembuluh darah yang baru.

43,44,45

Kemudian tunas sel endotel tersusun membentuk lengkung pembuluh

darah dimana lengkung pembuluh darah ini berhubungan dengan

pembuluh darah utama yang mengalirkan darah. Akhirnya, pembuluh

darah baru terbentuk melalui penyempurnaan dengan pembentukan otot

polos dan pericytes, sehingga aliran darah dapat berlangsung. 44,45


(24)

Angiogenesis memegang peranan penting dalam pertumbuhan tumor

secara primer maupun untuk terjadinya metastase. Tumor dapat

mengabsorbsi kebutuhan makanan dan oksigen dengan mekanisme difusi

pada ukuran tumor 1-2 mm, dimana pada ukuran ini kebutuhan terhadap

sel tumor dapat dipenuhi. Proses ini meliputi pemilihan terhadap pembuluh

darah terdekat untuk dimulainya proses angiogenesis yang akan terus

berlangsung dan bahkan akan menginfiltrasi kedalam massa tumor. 43,44


(25)

2.1.5 HUMAN KALLIKREIN SEBAGAI BIOMARKER

Peranan dan pengaruh yang pasti dari kallikrein pada manusia belum

jelas. Serin protease mempunyai pengaruh pada perkembangan tumor,

seperti : invasi, proliferasi dan metastase dari tumor. 46

Goyal dkk, menyatakan bahwa serine protease bekerja sebagai tumor

supresor, seperti faktor anti angiogenik , apoptosis molekuler atau

penurunan pertumbuhan sel. 47

Diamandis dkk, melakukan pengukuran kadar hK6 dengan immunoassay

pada 146 wanita dengan kanker ovarium. Kadar serum hK6 berhubungan

dengan CA 125 dan meningkat konsentrasinya pada stadium lanjut,

derajat tinggi dan pasien-pasien dengan histopatologi jaringan ovarium tipe

serosum. 37

Penemuan lain juga menjelaskan bahwa ekspresi yang berlebihan dari

kallikrein, berhubungan dengan prognostik yang jelek pada pasien-pasien


(26)

Tabel 2.2. Human Kallikrein sebagai Petanda Kanker Ovarium ( m RNA

atau kadar protein Dikutip dari 18

2.1.6. HUMAN KALLIKREIN 6

Gen KLK 6 mengkodekan untuk hK6 telah dapat di kloning secara terpisah

oleh penelitian – penelitian terdahulu yang masing – masing di beri nama

zyme, protease dan neurosin. Baru baru ini di di bentuk nomenklatur yang

seragam untuk semua penemuan baru kallikrein.37,38

Gen KLK6 mengkodekan untuk trypsin – like serin protease dengan


(27)

pembawa sinyalpeptida dan 5 asam amino sebagai pembawa peptida aktif

jadi enzim yang matur hanya mengandung 223 asam amino.37

Beberapa penelitian tentang hubungan hK6 dengan kanker ovarium

menujukan bahwa diantara banyak jenis kanker, hanya kanker ovarium

yang menujukan peningkatan secara bermakna kadar hK6 pada

sirkulasi.48,49.

Diamandis meneliti secara immuno assay terhadap 97 wanita sehat , 141

pada wanita dengan tumor jinak dan 146 dengan tumor ganas ovarium

konsentrasi rata- rata 2,9 ug/L – 3,1 ug/L di jumpai pada wanita normal dan

tumor jinak ovarium sedangkan pada tumor ganas ovarium di jumpai

peningkatan dengan kadar rata – rata 6,8 ug/L . Kemudian konsentrasi

hK6 ini akan menurun setelah di lakukan pembedahan dengan nilai rata-

rata 3,9 ug/L.38

2.1.6.1. PEMERIKSAAN HK6 SECARA ELISA

Pengujian ini menggunakan sistem immunoassay 2 langkah dengan

format 96-well plate menggunakan hK6 rekombinan standard dan 2

antibody monoclonal tikus. Hal ini mengacu pada gambaran pemeriksaan


(28)

Lempeng Elisa ini telah diselubungi dengan antibodi monoklonal spesifik

terhadap hK6 protein. Ditambahkan Buffer II ke semua sediaan dan

dilanjutkan dengan hK6 standar atau sampel yang tidak diketahui. Protein

hK6 pada sediaan standar atau sampel diikat oleh ikatan antibodi

monoklonal. 39

Setelah material yang tidak terikat dibuang, biotin pendeteksi antibodi

monoklonal ditambahkan keseluruh lempeng Elisa. Pendeteksi antibodi

biotin ini berikatan dengan hK6 protein membentuk formasi sandwich.

Ikatan antibodi biotin ini dideteksi dengan penambahan senyawa

streptavidin-horseradish peroxidase (HRP) dan substrat

Tetramethylbenzidine (TMB).39

Reaksi ini dihentikan dengan pemberian asam sulfat yang merubah warna

larutan dari biru menjadi kuning yang diukur pada panjang gelombang 450

nm. Absorpsi cahaya tersebut sesuai dengan jumlah hK6 pada sampel. 39

2.2. CANCER ANTIGEN 125 (CA 125)

Cancer Antigen 125 (CA 125) adalah suatu determinan antigen yang

digambarkan oleh monoklonal antibodi dan mempunyai berat molekul yang

besar >200 kDa berbentuk glikoprotein seperti mucin. CA 125 dijumpai

lebih dari 80% pada karsinoma epitel ovarium non mucinus dan serous,


(29)

Cancer Antigen 125 adalah suatu keluarga dari hibridoma yang dijumpai

sebagai tumor marker. Kadarnya dapat diukur melalui monoklonal antibodi

OC 125. Determinan antigen CA 125 memiliki berat moleku 200-1000 kDa

berbentuk glikoprotein yang dijumpai didalam serum atau kultur sel.

Determinan antigen CA 125 mempunyai struktur protein yang

berhubungan dengan rantai sampingkarbohidrat. Monoklonal antibodi

OC125 berasal dari limfositikus yang telah diimunisasi dengan karsinoma

sel ovarium 433 dari suatu turunan adenokarsinoma ovarium. Dengan

menggunakan alat elecsys, pemeriksaan OC 125 digunakan untuk

mendeteksi adanya antibodi. Mab M 11 digunakan sebagai antibodi fase

padat ( capture antibodi ) yang telah dipakai sebagai generasi ke dua

pemeriksaan CA 125 sejak tahun 1992.3,36,50.

Studi untuk aplikasi serum CA 125 pada jenis kanker yang lain misal non

hodgkin lympoma, kanker paru dan non malignan misal penyakit sirosis

hati telah dilakukan dan dijumpai adanya peningkatan kadar CA 125 pada

serum pasien-pasien diatas.50.

Tidak begitu penting kadar absolute dari CA 125, tetapi yang lebih penting

adalah gambaran pada pemeriksaan ulangan . Singkat , seorang pasien

yang mempunyai kadar CA 125 duaratusan U/mL tidak selalu mempunyai

suatu tumor yang besar atau prognosis yang lebih buruk daripada pasien

kanker dengan kadar CA 125 seratusan U/mL. Tetapi jika pasien dengan

kadar CA 125 yang lebih tinggi terlihat menurun selama pengobatan ,


(30)

yang pada permulaan kadar CA 125 nya lebih rendah kemudian meningkat

selama pengobatan .3

Sepuluh hingga 20 % pasien kanker ovarium( bahkan hingga 50 % pada

kanker stadium dini ) mempunyai kadar CA 125 yang normal ketika

diagnosa ditegakkan .Setelah pasien menyelesaikan pengobatan kanker

ovarium, pemeriksaan CA 125 sering digunakan untuk melihat rekurensi

dari tumor . Pemeriksaan di lakukan dengan interval 3 bulan sejak

pertama selesai pengobatan dan lebih jarang setelah itu 3.

Karena CA 125 dihasilkan oleh banyak tipe tumor maka CA125 juga di

gunakan untuk memonitor tumor lainnya seperti tumor mammae . Namun

tumor marker lainnya ( seperti CA 15-3 ) juga di pakai untuk kanker

mammae . Apalagi kemudian para dokter juga memakai pemeriksaan lain

seperti mammografi untuk memonitor kanker mammae . CA125 sangat

bermanfaat dalam pengobatan kanker ovarium dimana tidak adanya

pilihan lain bagi para dokter untuk memonitor respon kanker ovarium

terhadap pengobatan kemotherapi.3,36,50.

2.2.1 CA 125 Sebagai Biomarker

Hampir sebagian besar wanita penderita kanker ovarium jenis epitel,

sebagaimana halnya penderita kanker lainnya , memiliki tingkat protein


(31)

Sementara itu hampir seluruh individu sehat memiliki kadar CA125 yang

rendah , yaitu di bawah 35 U/ml serum, penderita penderita kanker dapat

memiliki kadar CA 125 10.000 – 20.000 m U/ml pada saat mereka

didiagnosa. Kadar CA125 menjadi kunci penentu terhadap efektivitas

terapi tumor.2,3

Pengukuran kadar CA 125 pada setiap sampel pasien dapat berbeda –

beda tergantung dari prosedur yang dipakai . Menentukan kadar CA 125

pada sampel darah pasien dengan prosedur yang berbeda – beda dapat

menimbulkan interpretasi klinis yang salah 50.

Diawali dengan penelitian pertama yang di publikasikan pada tahun 1981

mengenai hubungan CA125 dengan kanker ovarium ,penelitian ini

membawa harapan bagi terwujudnya suatu uji saring apalagi bila di kaitkan

dengan kanker ovarium yang jarang menunjukan symtom dan jarang

terdiagnosa hingga stadium lanjut. Meskipun demikian ,usaha ini telah

menunjukan hasil yang cukup baik.2,3,36

Suatu hal yang menarik adalah ketika CA 125 di produksi oleh sel epitel

kanker ovarium, pada saat yang sama juga di hasilkan sel-sel yang

normal . Pada beberapa individu secara alami, kadar CA 125 dapat di

temukan dalam kadar yang tinggi . Pada beberapa kasus , reaksi inflamasi

ataupun iritasi pada jaringan di dalam kavum abdomen ,ataupun beberapa

keadaan termasuk fibroid uterus dapat menyebabkan kadar CA 125


(32)

dan sirosis hepatik, serta penyakit radang panggul juga dapat

mempengaruhi kadar CA 125 . Di lain pihak ,10-20 % dari pasien kanker

ovarium memiliki kadar CA 125 dalam kadar yang normal ketika kanker

mereka terdiagnosa . Suatu studi mengungkapkan bahwa di antara pasien-

pasien penderita kanker ovarium stadium I , lebih dari separuh memiliki

kadar CA 125 yang abnormal.2,3,36

Meskipun banyak rintangan untuk membuat suatu test skrining , para

dokter mempercayai CA 125 sebagai cara untuk mengukur keberhasilan

pengobatan kanker. Penurunan 50 – 70 % kadar CA 125 setelah

kemoterapi awal menunjukkan setidaknya suatu repon parsial tumor yang

dapat di percaya.3

Beberapa ahli menyatakan bahwa satu jenis test saja bukanlah merupakan

pemeriksaan yang defenitif dan kadar CA125 harus di ikutii dalam waktu

ke waktu . Penderita kanker ovarium dapat memeriksa kadar CA125 nya

satu kali dalam sebulan selama pengobatan untuk mengetahui

kecenderungan progresifitas penyakitnya. Pada awal terapi kadar CA 125

dari penderita kanker ovarium umumnya akan meningkat. Peningkatan

yang sementara dapat mengindikasikan bahwa sel sel kanker melepaskan

CA125 pada sel sel yang mati tersebut. Akan tetapi kadar CA125 yang

menetap pada level yang tinggi meskipun telah melewati terapi


(33)

Di lain pihak, apabila kadar CA125 kembali normal atau bahkan di bawah

nilai normal tidak menjamin bahwa kanker telah hilang Suatu penelitian

yang memeriksa penderita kanker ovarium dengan kadar CA 125 yang

normal termasuk hasil CT Scan yang normal dan terapinya dilanjutkan.

Pada saat para peneliti melakukan ” Laparatomi ulang ” untuk memeriksa

secara langsung tanda tanda adanya kanker, mereka menemukan bahwa

sepertiga dari pasien – pasien tersebut masih memperlihatkan adanya

tanda tanda kanker, sementara sepertiga sisanya memperlihatkan adanya

perkembangan penyakit secara mikroskopis.2,3,36

Pengukuran kadar CA 125 pada setiap sampel pasien dapat berbeda-beda

tergantung dari prosedur yang dipakai. Hasil laboratorium harus ada oleh

karena selalu berisikan suatu kesimpulan dari CA 125 yang diperiksa

menurut metode yang dipakai. Menentukan kadar CA 125 pada sampel

darah pasien dengan prosedur yang berbeda-beda tidak dapat langsung

dihubungkan satu dengan yang laindan dapat menimbulkan interpretasi

klinis yang salah. Jika ada suatu perubahan pada prosedur pemeriksaan

CA 125 yang digunakan sebagai monitor terapi. Kemudian kadar CA 125

berisikan perubahan yang berlebihan dari nilai normal, maka pengukuran

yang baru tersebut harus dibuktikan dengan pengukuran yang paralel

dengan metode kedua-duanya.3,50.

Penentuan pemeriksaan imun secara kuantitatif invitro dari CA 125 adalah


(34)

ini berhubungan dengan suatu berat molekul yang berat glikoprotein

didalam serum dan plasma seorang wanita yang menderita kanker epitelial

primer ovarium invasif yang mengecualikan potensial kanker ganas yang

rendah.50.

Cancer Antigen 125 dijumpai dengan persentase yang tinggi pada tumor

epitelium ovarium non mucinus dan dapat dideteksi didalam serum. Kanker

ini tdak dijumpai di permukaan epitel ovarium yang normal. CA 125 juga

dapat dijumpai pada cairan amnion dan dan didalam epitel coelomic yaitu

jaringan kedua yang didapati pada fetus.Di dalam jaringan orang dewasa

yang normal CA 125 dapat di jumpai pada lapisan epitel oviduct,

endometrium dan endoserviks .3,50.

Peningkatan kadar CA 125 kadang – kadang dijumpai pada jenis tumor

jinak ginekologi seperti kista ovarium , metaplasia ovarium , endometriosis

, uterus miomatous atau servisitis . Peningkatan yang tidak bermakna dari

CA 125 ini dapat juga dijumpai pada pankreatitis akut atau kronis ,

penyakit gastrointestinal benigna , insufisiensi renal , penyakit autoimmun

dan lain- lain. Peningkatan kadar yang ekstrim dapat terjadi pada beberapa

jenis asites yang disebabkan oleh keganasan dan penyakit – penyakit

benigna . Walaupun kadar CA 125 sangat tinggi dijumpai pada

pasien-pasien karsinoma ovarium , peningkatan kadar yang sudah bermagna ini

juga harus diobservasi / konfirmasi dengan keganasan lain seperti

endometrium, kanker mammae , keganasan gastrointestinal dan jenis


(35)

tidak spesifik, saat ini petanda ini masih dianggap sebagai petanda tumor

yang terpenting untuk monitoring terapi dan monitoring kemajuan dari

pasien-pasien yang menderita karsinoma ovarium. Penegakan diagnosa

utama karsinoma ovarium adalah berdasarkan stadium yang ditentukan

oleh Federation International Of Gynecology and Obstetrics (FIGO) . 36,50.

2.3. TUMOR OVARIUM

Dari beberapa hasil penelitian di Indonesia didapati angka kejadian kanker

ovarium sebesar 30,5% di Yogyakarta tahun 1976, di Jakarta 13,8% tahun

1990 dari seluruh kanker ginekologi. Sementara di Medan tahun

1970-1973 ditemukan sebesar 16,9%.4

Insiden kanker ovarium pada wanita dibawah usia 40 tahun adalah 1,4 per

100.000 wanita, meningkat menjadi 45 per 100.000 wanita diatas usia 60

tahun. Laporan lain menyebutkan bahwa kanker ovarium jarang pada

wanita dibawah usia 40 tahun. Pada usia 40-44 tahun didapati 15-16 per

100.000 meningkat mencapai puncak menjadi 57 per 100.000 pada usia

70-74 tahun. Median usia saat diagnosis adalah 63 dan sebanyak 48%

berusia 65 tahun atau lebih.4

Sementara hamil pertama pada usia muda, menopause yang cepat dan

juga pemakaian kontrasepsi menurunkan resiko kanker ovarium. Hal ini

sesuai dengan konsep “ Incessant Ovulation “ sebagai faktor terjadinya


(36)

Diagnosa sering terlambat sehingga prognosa menjadi jelek. Angka

ketahanan hidup 5 tahun pada usia dibawah 45 tahun adalah 70%,

dibandingkan hanya 20% pada usia 70 tahun atau lebih.4

Pada kanker ovarium stadium lanjut jenis epitel, angka ketahanan hidup 5

tahun pada usia dibawah 45 adalah 45% dibandingkan hanya 13% pada

usia 65-75 tahun.4

2.3.1. INSIDEN

Satu dari 70 wanita Amerika mendapatkan kanker ovarium saat hidupnya,

tepatnya 40% dari seluruh wanita. Insiden yang didapati oleh Survey

Epidemiology End Result selama tahun 1995 adalah 14,4 per 100.000

wanita.

Institut Kanker Nasional Survey Epidemiology End Results (SEER)

menemukan lebih kurang 25.400 kasus baru karsinoma epitel ovarium

yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1988 dan ditemukan 14.500

kasus yang menyebabkan kematian. 5,6

Di Indonesia sampai saat ini data mengenai insiden dan angka mortalitas

kanker ovarium masih belum jelas. Data dari bagian Patologi Anatomi

Fakultas Kedikteran Hasanudin tahun 1993 – 1995 menujukan insiden

kanker ovarium adalah 8,61 % . Sedangkan data dari Badan Litbang


(37)

pada tahun 1996 sebanyak 3,52 per 100.000 populasi dan merupakan

kanker tersering nomor 3 pada perempuan setelah kanker payudara dan

leher rahim. 1

Pada tahun 1988 kanker ovarium merupakan kanker no.5 paling sering

pada kanker yang menyebabkan kematian pada wanita dibawah kanker

paru, usus besar, payudara dan pankreas. Sayangnya penyakit ini tidak

dideteksi sebelum mencapai stadium lanjut. Angka ketahanan hidup lima

tahun untuk penyakit ini tepatnya 50% dan angka kematian mencapai 7,6

per 100.000 wanita. 5,6,7

Insiden terjadinya kanker epitel ovarium dipengaruhi oleh negara, ras dan

usia. Angka tertinggi ditemukan pada Negara industri, kecuali Jepang. Dan

angka terendah dapat terlihat pada negara non industri didunia. Penelitian

yang dilakukan pada beberapa belahan dunia menunjukkan insiden yang

berbeda dari kanker ovarium. 7

Peningkatan yang terjadi didapat sebagai hasil dari perpindahan stadium,

dengan staging yang lebih baik , kemampuan yang baik untuk melakukan

operasi cytoreduktif dan dikenalnya multi agen sitotoksik termasuk

platinum dan paclitaxel. 7

Bagaimanapun 60% dari pasien didiagnosa dengan stadium lanjut dari


(38)

interval akan memanjang dengan regimen sitotoksik yang menetap.

Stadium lanjut dari penyakit ini saat didiagnosa berhubungan dengan

mutasi seluler yang mengarah pada resisten terhadap obat yang biasa

digunakan. Toksisitas dosis obat non myelo supresive terbatas, terjadi

pada beberapa agen seperti cisplatin yang dapat digunakan untuk

karsinoma ovarium yang terbatas secara klinik memberikan perhatian yang

berarti dengan peningkatan dosis yang intensif. 7

Peningkatan lebih jauh pada angka ketahanan hidup dapat timbul sebagai

metode skrining yang dikembangkan untuk populasi yang disangka

memiliki resiko yang tinggi untuk terjadinya kanker ovarium sehinga

penyakit ini dapat ditemukan pada awal stadium dan masih bisa diobati. 7

2.1.2 STADIUM

Stadium penyakit ini ditentukan oleh luasnya tumor pada saat

pembedahan dan dihubungkan dengan pemeriksaan histopatologi.

Klasifikasi stadium untuk kanker ovarium berdasarkan sistem yang

ditetapkan oleh FIGO 2000.

2.1.3. HISTOPATOLOGI

Tumor ovarium dapat berbentuk padat ataupun kistik. Dijelaskan bahwa


(39)

disebut sebagai tumor borderline, dimana tumor ini dapat berpeluang

menjadi tumor ganas. 14

Tumor ovarium primer dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan atas asal

mula sel tumor tersebut berkembang. Seperti diuraikan tabel dibawah ini.

Tabel 2.2. Klasifikasi tumor ganas ovarium Dikutip dari 15

Tumor Frekwensi

Epitel Papillary serous cystadenocarinoma Mucinous cystadenocarcinoma Endometrioid carcinoma

Clear cell carcinoma Malignant Brenner tumor Undifferentiated carcinoma 38 11 13 5 < 0,5 15 Sex cord-stromal

Granulosa cell tumor Sertoli-Leydig tumor Mixed tumor

2 < 1 < 0,5 Germ cell Immature teratoma

Embryonal carcinoma Endodermal sinus tumor Choriocarcinoma Mixed Dysgerminoma < 0,5 < 0,5 < 1 < 0,5 < 1 2

Stromal Sarcomas < 0,5

Miscellanous Metastatic carcinoma Lymphoma

10 < 0,5

Sebanyak 75% dari kanker epitel ovarium adalah bentuk / tipe serosum.

Sebagian kecil adalah musinosum (20%), endometrioid (2%), clear cell,

Brenner dan undifferentiated carcinoma masing-masing sebanyak 1%.

Masing-masing tumor mempunyai bentuk histologi dengan meniru


(40)

serosum atau papillari mirip dengan dinding sel tuba fallopi, tumor

musinosum mirip dengan kelenjar endoserviks, dan lain-lain.15

Tabel 2.3 Tumor epitel ovarium Dikutip dari 16

Tipe Histologi Tipe Selluler

I. Serous ( Benign, Borderline, Malignant ) Endosalpingeal

II. Musinosum ( Benign, Borderline, Malignant ) Endocervical

III. Endometrioid ( Benign, Borderline, Malignant ) Endometrial

IV.Clear cell ‘’ Mesonephroid ‘’ ( Benign,

Borderline, Malignant )

Mullerian

V. Brenner ( Benign, Borderline, Malignant ) Transitional

VI. Mixed Epithelial ( Benign, Borderline,

Malignant )

Mixed

VII. Undifferentiated Anaplastic


(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan bentuk studi

potong lintang ( cross sectional ) dalam rangka mengamati hubungan

antara faktor prediktor yang diduga berpengaruh terhadap keganasan

ovarium yang disesuaikan dengan pemeriksaan histopatologi dan

stadium paska operasi.

3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU/ RSUP

H. Adam Malik dan RSUD dr Pirngadi Medan serta Laboratorium

National University of Singapore. Waktu penelitian dilakukan mulai

bulan Oktober 2006 sampai Maret 2007 atau sampai jumlah sampel

tercapai.

3.3. SAMPEL PENELITIAN

Seluruh penderita tumor ovarium yang memenuhi kriteria penerimaan

yang datang ke polikilinik ginekologi / onkologi dan direncanakan untuk

laparotomi elektif, dimasukkan ke dalam penelitian ini dan memenuhi


(42)

3.4. JUMLAH SAMPEL

Besar sampel penelitian dihitung secara statistik berdasarkan proporsi

kejadian tumor ovarium, yaitu sebesar 16,9%, dengan memakai rumus :

n = Z 2 .P.Q

d 2

n = Besar sampel

Z = nilai baku normal yang besarnya tergantung pada nilai g yang ditentukan. Untuk g = 0,05 s Zg = Z( 0,5 – g/2 ) = Z0,4750 = 1,96

P = Proporsi tumor ovarium = 16,9% = 0,169

Q = 1 – P = 0,831

d = tingkat presisi/ ketepatan = 0,1

Maka diperoleh :

n = (1,96)2 . (0,169) . (0,831) = 53,95 (0,1)2

Dengan pembulatan maka diperoleh besar sampel 54 kasus

3.5. KRITERIA SAMPEL 3.5.1. Kriteria Penerimaan

1. Penderita tumor ovarium yang berobat jalan, dirawat dan akan

menjalani pembedahan di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD

dr Pirngadi Medan serta dilanjutkan dengan pemeriksaan


(43)

2. Bersedia mengikuti penelitian

3.5.2. Kriteria Penolakan

Ada riwayat penyakit hipertensi, ginjal, Diabetes Melitus, penyakit

kardiovaskuler dan thyroid

3.6. BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Bahan untuk penelitian adalah darah pasien dari penderita tumor

ovarium yang direncanakan operasi laparotomi elektif dan memenuhi

kriteria penerimaan, yang datang ke RSUP H. Adam Malik, serta

memberikan persetujuan tertulis.

Alat yang digunakan :

a. Tensimeter

b. Stetoskop

c. Tabung reaksi 10 cc

d. Spuit 10 cc

e. Anti koagulan 0,21 M HEPES (Sigma) dalam larutan 3,8% tri-sodium

citrate

Cara kerja :

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik secara keseluruhan


(44)

Diambil darah pasien yang telah dipuasakan sebanyak 20 cc dari vena

mediana cubiti dan dimasukkan kedalam tabung yang telah diisi

antikoagulan sebanyak 15 cc dan 5 cc ke dalam tabung yang kosong

Kemudian tabung tersebut disentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm

selama 15 menit.

Plasma darah diambil dengan pipet titrasi 0,5 cc dan dimasukkan

kedalam 22 tabung plastik untuk penyimpanan (ukuran 2 cc), masing

masing 16 tabung untuk darah yang mengandung antikoagulan dan 6

tabung untuk yang tidak mengandung antikoagulan. Tabung plastik ini

disimpan dan dibekukan dalam lemari es dengan suhu -700 C s/d -400

C di RS.Gleneagles Medan. Kemudian dikirim ke Laboratorium National

University of Singapore untuk diproses.

c. Setelah pasien dilakukan operasi laparotomi, data diambil dari hasil

histopatologi dan staging secara operatif.

Uji statistik yang dilakukan adalah uji X2 dan uji korelasi, serta analisis

varian.

3.7. BATASAN OPERASIONAL

1. Stadium Kanker Ovarium

Stadium penyakit ini ditentukan oleh luasnya tumor pada saat

pembedahan dan dihubungkan dengan pemeriksaan histopatologi.

Klasifikasi stadium untuk kanker ovarium berdasarkan sistem yang

ditetapkan oleh FIGO 2000,


(45)

Pemeriksaan jaringan / massa tumor secara mikroskopik setelah

dilakukan fiksasi dan pengecatan.

3. Human kallikrein 6 (Zyme / Protease M / Neurosin)

Pengukuran hK6 dilakukan dengan tehnik ELISA

4. Cancer Antigen 125 (CA 125)

3.8. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA STATISTIK

Data yang telah dikumpulkan, dianalisa dengan menggunakan program

SPSS (Statistical Package for Social Sciences) dengan uji statistik

chi-square (X2),uji T Independen, Mann Whitney test, Kruskal Wallis test dan

bermakna secara statistik jika nilai p < 0,05.

3.9. ETIKA PENELITIAN

Semua peserta diberikan penjelasan mengenai tujuan dan cara yang

dijalankan pada penelitian ini, penelitian dilakukan setelah terdapat

persetujuan sukarela dari masing-masing peserta dengan

menandatangani surat pernayataan persetujuan (informed consent).

Setiap peserta berhak mengetahui hasil pemeriksaan yang dilakukan

terhadapnya. Karena alasan tertentu, peserta boleh menarik diri dari


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data penelitian dikumpulkan setelah ada hasil operasi terhadap sampel

penelitian . Dengan seleksi terlebih dahulu terhadap calon sampel maka

pada penelitian ini di peroleh dari 54 sampel . Sampel terbagi menjadi dua

kelompok yaitu 21 kasus tumor ovarium ganas dan 33 kasus tumor

ovarium jinak . Kemudian data yang ada ditabulasikan kedalam table dan

di hitung secara statistic dengan nilai kemaknaan p< 0,05.

Tabel 4.1 Sebaran kelompok tumor ganas dan jinak berdasarkan usia Ganas Jinak Jumlah

Usia

(tahun) n % N % n %

p

<20 0 0 6 18,2 6 11,1

21-30 6 28,6 2 6,1 8 14,8

31-40 4 19 7 21,1 11 20,4

41-50 7 33,3 11 33,3 18 33,3

51-60 3 14,3 5 15,2 8 14,8

≥ 60 1 4,8 2 6,1 3 5,6

Total 21 100 33 100 54 100

0,141

Uji Chi square

Dari tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa usia terbanyak yang


(47)

pasien (33,3 %) dan tidak tidak dijumpai keganasan pada usia < 20 tahun

(0%) dan tidak dijumpaii hubungan bermakna antara usia dengan

terjadinya keganasan.Beberapa kepustakaan menyatakan bahwa insiden

ovarium sering muncul pada usia rata-rata 30 – 50 tahun dan pada usia

lanjut insiden akan terus meningkat walaupun secara lambat.

Tabel 4.2 Sebaran kelompok tumor ganas dan jinak berdasarkan paritas

Ganas Jinak Jumlah

Partias

n % n % n % p

0 5 23,8 9 27,3 14 25,9

1-3 8 38,1 11 33,3 19 35,2

>3 8 38,1 13 39,4 21 38,9

Total 21 100 33 100 54 100

0,929

Uji Chi Square

Dari tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa paritas terbanyak mengalami

keganasan dijumpai pada paritas 1-3 dan >3 dengan jumlah

masing-masing 8 pasien (38,1%) dan secara statistik tidak dijumpai perbedaan


(48)

Tabel 4.3 Sebaran kelompok tumor ganas dan jinak berdasarkan nilai hemoglobin dan trombosit

Ganas Jinak

Uraian n Mean SD n Mean SD P

Hb 21 11,78 1,35 33 11,79 1,23 0,975

Trombosit 21 335,67 109,83 33 303,06 73,45 0,239

Uji T Test

Dari tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa kadar hemoglobin antara

pasien dengan keganasan dan jinak hanya memiliki selisih kadar

hemoglobin 0,01 gr/dl berbeda dengan kadar trombosit yang dijumpai

adanya peningkatan pada pasien dengan keganasan dengan rata-rata

335,67 gr/dl. Walaupun dalam perhitungan secara statistik tidak bermakna.

Tabel 4.4 Hubungan antara histopatologi dengan kadar human Kallikrein

hK6

Histopatologi N Mean SD p

Ganas 21 11,73 18,26

Jinak 33 4,58 4,52

0,042

Uji Mann Whitney-U

Dari tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa kadar rata – rata hK6 pada


(49)

besar jika dibandingkan dengan pasien tumor jinak, dengan rata-rata

11,73 dan secara statistik di jumpai hubungan yang bermakna.

Tabel 4.5. Hubungan antara stadium kanker ovarium dengan kadar human

Kallikrein

hK6

Stadium N Mean SD p

I 10 544 3,14

II 2 26 18,1

III 5 22,74 34,24

IV 1 10,4 -

In adequat Staging 3 5,3 3,89

0,309

Uji Kruskal-Wallis Test

Dari tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa tidak dijumpai hubungan

bermakna antara kadar hK6 dengan stadium kanker ovarium secara

statistik. Stadium I adalah stadium terbanyak yang dijumpai pada

penelitian ini dengan rata-rata kadar human kallikrein paling tinggi yaitu

544 mg/L. Pada penilitian ini dijumpai in adequat staging berjumlah 3


(50)

Tabel 4.6. Hubungan antara stadium kanker ovarium dengan kadar CA 125

CA 125

Stadium N Mean SD p

I 10 260,07 276,67 II 2 2901 3254 III 5 424,7 285,52 IV 1 120 - In adequat Staging 3 151,61 228,6

0,140

Uji Kruskal-Wallis Test

Dari tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa secara statistik tidak dijumpai

perbedaan bermakna antara kadar rata-rata CA 125 dengan stadium

kanker ovarium. Pada penelitian dijumpai variasi kadar CA 125 yang

berbeda-beda pada setiap stadium dengan nilai rata-rata kada CA 125

tertinggi (424,7) dijumpai pada stadium III dan dijumpai in adequat staging

berjumlah 3 pasien dengan nilai rata-rata 151,61.

Tabel 4.7. Hubungan antara histopatologi dengan kadar CA 125 CA 125

Histopatologi n Mean SD p

Ganas 21 528,62 1103

Jinak 33 135,50 187,53

0,009


(51)

Dari tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa secara statistik dijumpai

hubungan bermakna antara histopatologi tumor ganas ovarium dengan CA

125 yaitu 528,62 U/mL,sedangkan pada tumor jinak kadar rata-rata CA

125 adalah 135,50 U/mL. Angka ini tidak sesuai dengan standart pada

kepustakaan yang menyatakan bahwa nilai batas CA 125 sebesar 35

U/mL

4.8. Uji sensitifitas dan spesifisitas antara histopatologi dan hK6

Ganas Jinak Jumlah

Kadar hK6 N % N % N %

P

hK > 3,1 g/L 15 71,4 22 66,7 37 68,5

hK < 3,1 g/L 6 28,6 11 33,3 17 31,5 0,713

Total 21 100 33 100 54 100

Uji Chi Square

Sensitifitas : 71,4 %

Spesifisitas : 33,3 %

Nilai Prediktif Positif : 15/37 x 100% = 40,54%

Nilai Prediktif Negatif : 11/17x 100% = 64,70%

Dari tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa populasi keganasan terbanyak

mengalami keganasan dijumpai pada hK > 3,1 g/L, berjumlah 15 pasien

(71,4 %) dan secara statistik tidak dijumpai hubungan bermakna.Kemudian

dari tabel ini juga dapat di lihat sensitifitas,spesifisitas, nilai prediktif positif,

nilai prediktif negatif dari hK6 masing masing adalah 71,4 % , 33,3 %,


(52)

Tabel 4.9. Uji sensitifitas dan spesifisitas antara histopatologi dan CA 125

Ganas Jinak Jumlah

CA 125 N % n % n %

P

>35 18 85,7 26 78,8 44 81,5

<35 3 14,3 7 21,2 10 18,5

Total 21 100 33 100 54 100

0,521

Uji Chi Square

Sensitifitas : 85,7%

Spesifisitas : 21,2

Nilai Prediktif Positif : 18/44 x 100% = 40.90 %

Nilai Prediktif Negatif : 7/10 x 100 % = 70 %

Dari tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa keganasan terbanyak dijumpai

pada CA 125 > 35, berjumlah 18 pasien (85,7 %) namun secara statistik

tidak dijumpai hubungan bermakna. Kemudian dari tabel ini juga dapat di

lihat sensitifitas,spesifisitas, nilai prediktif positif, nilai prediktif negatif dari

hK6 masing masing adalah Kemudian dari tabel ini juga dapat di lihat

sensitifitas,spesifisitas, nilai prediktif positif, nilai prediktif negatif dari CA


(53)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

1. Insiden kanker ovarium banyak di jumpai pada usia reproduksi dan

insiden akan terus meningkat sampai usia paska menopause

walaupun secara lambat.

2. Pada penelitian ini dijumpai peningkatan secara bermakna Humman

Kallikrein 6 (hK6) pada tumor ganas ovarium di bandingkan dengan

tumor jinak dan secara uji diagnostic di dapati sensifitas yang tinggi

namun spesifisitasnya rendah.

3. Pada penelitian ini juga di jumpai peningkatan secara bermakna CA

125 pada tumor ganas ovarium dibandingkan dengan tumor jinak

dan secara uji diagnostic di dapati sensitifitas yang lebih besar dan

spesifisitas yang lebih rendah di bandingkan hK6.

5.2 Saran

1. Pada penelitian ini memang di jumpai peningkatan secara

bermakna Human Kallikrein 6 ( hK6 ) namun hK6 belum dapat di

pakai sebagai prediksi keganasan pra bedah

2. Perlu dilakukan penelitian untuk mencari test skrining ( tumor

marker ) lainnya untuk memprediksi keganasan pra bedah tumor


(54)

DAFTAR PUSTAKA

1. Seputra HR, dkk. Ekspresi protein P53 pada kanker ovarium. Dalam Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Vol 31, No 1, Januari 2007.26-31.

2. Nuranna, Laila. Tumor marker dalam bidang Ginekologi. Dalam Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Ed I, 2006:211-7.

3. Holtz, Andrew. Special Report : Tumor Marker CA 125. Sapient Health Network, 1997.

4. Siregar M. Insidensi Keganasan Gynekologi Oncology 1998-2000. Tesis Bagian Obstetri dan Ginekologi FK. USU RSHAM.

5. Hoskin, W, J. Basic Science of Gynaecologic Oncology. Lippincott Williams and Wilkins. 2000. 9 -12.

6. Schilder J, M et al. Hereditary Ovarian Cancer : Clinical Syndroma and Management. In Ovarian Cancer. 2nd edition. Rubin S, C. Lippincott Williams and Wilkins. 20001. 181-200.

7. Look, k, y. Epidemiology, Etiology, and Screening of Ovarian Cancer. In Ovarian Cancer. 2nd edition. Rubin S, C. Lippincott Williams and Wilkins, 2001, 167-177.

8. Whysner, J et al. Perineal Application of Talc and Constarch Powders: Evaluation of Ovarian Cancer Risk. In AJOG Reviews. 2000. 720-724.

9. Walker, G, R, et al. Family History of Cancer, Oral Contrceptiveuse and Ovarian Cancer Risk. Sylverter Comprehensive Cancer Center and The Department of Epidemiology and Public Health University of Miami School of Medicine. July 2001. 8-14.

10. PhD, Godard, B, et al. Risk Factors For Familial and Sporadic Ovarian Cencer Among French Canadians : A Case control study. Epidemiology Research Unit Montreal General Hospital Mc Gill University.1998. 403-410.


(55)

11. Kramer J, L et al. Epidemiologi of Ovarian. Fallopian Tube, and Primary Peritoneal Cancer, In Gynecologic Cancer. Thomas Gillian. Elservier Churchill Livingstone, 2004. 327-340.

12. Boyd J. Molecular Genetics of Hereditary Ovarian Cancer. In Ovarian Cancer. 2nd edition. Rubin S, C. Lippincott Williams and Wilkins. 2001. 3-21.

13. Cuetkovic D, et al. Molecular Biology and Molekular Genetics of Ovarian, Fallopian Tube, and Primary Peritoneal Cancer. Gynecologic Cancer. Thomas Gillian. Elservier Churchill Livingstone. 2004. 385-398.

14. Campbell S, Monga A. Malignant Disease of The Ovary. In Gynaecology by Ten Teachers. 7th Ed. New Delhi. 2000 : 155-66 15. Novak ER, Wood Ruff D. Prymary Carcinoma of The Ovary. In

Novak’s Gynecology and Obstetric Pathology. 5th Ed. WB Saunders. 1958 : 347-63

16. Berek JS, Fu Yao S, Hacker NF. Ovarian Cancer. In Novak’s Gynecology. 12th Ed. William and Wilkind. Pannsylvania. 1996: 1155-1230

17. Human Prostate-Specific Antigen and Glandular Kallikrein : Production and Characterization of The Recombinant Protein, and Association with Prostate Cancer. Oulu University Library. 2002 : 1-12

18. Borgono C.A, Michael I.P, Diamandis E.P. Human Tissue Kallikreins : Physiologic Roles and Application in Cancer. In Mol Cancer Res. 2004: 257-80

19. Diamandis E.P, Yousef G.M, Clements J. New Nomenclature for the Human Kallikrein Gene Family. In Clinical Chemistry .Vol 11.2000 : 1855-58

20. New Tools : Human Tissue Kallikein Products. 2004: 1-2. Available from http: www. RD system.

21. Harvey T.J, Hooper J.D, Myers S.A, et all. Tissue-specific Expressions Patterns an Fine Mapping of the Human Kallikrein


(56)

(KLK) Locus on Proximal 19q13.4. In The Jurnal of Biological Chemistry. Vol 275. No 48. 2000 : 37397-406

22. Yousef G.M, Diamandis E.P. The New Human Tissue Kallikrein Gene Family : Structure, Function and Association to Disease. In Endocrines Riview. Vol 22 (2). 2001 : 184-204

23. Wolf W.C, Evans D.M, Chao Lee, et all. A specific Tissue Kallikrein Inhibitor Supressor Cancer Cell Invasiveness. In American Journal of Pathology. 2001 : 1-13

24. Stenman U.K. New Ultrasensitive Assays Facilitate Studies on the Role of Human Glandular Kallikrein (hK 2) as a Marker for Prostatic Disease. In Clinical Chemistry. Vol 45.No 6. 1999 : 753-4

25. Chao Julie, Miao R.Q, Chen Vincent, et all. Novel Roles of Kallistatin, a Specific Tissue Kallikrein Inhibitor, in Vascular Remodeling. In Biol Chem. Vol 382. 2001 : 15-21

26. Ohman K.P. The Kallikrein-Kinin System in Primary Hypertension Dynamics of Circulating Components of the Kallikrein-Kinin System in Relation of the Rein-angiotensin-aldosteron system. In Linkoping University Medical Dissertation. No 529 : 1-2

27. Carretero O.A. Vascular remodeling and the Kallikrein-Kinin system. In J.Clin.Invest. Vol 115. 2005 :1-7

28. Oesman F, Setiabudy R. Fisiologi Hemostasis dan Fibrinolosis. Hemostasis dan Trombosis. Ed.Setiabudy R. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1988 : 1-16

29. Escobar C.E, Harmening D.M, Joiner Maier D.M, et all. Hemostasis and Introduction to Thrombosis. In Clinical Hematology and Fundamentalis of Hemostasis. Ed 4. 2001 : 441-70

30. Hoffbrand A.V, Pettit J.E, Moss P.A.H. Trombosit, pembekuan darah dan hemostasis. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. 2001: 221-233 31. Hecquet C, Tan Fulong, Marcio B.M, et all. Human Bradykinin B2

Receptor is Activated by Kallikrein and other Serine Proteases. In Molecular Pharmacology. Vol 58.(4). 2000 : 1-18


(57)

32. Petraki C.D, Karavana V.N, Lou L.Y, et all. Human Kallikrein 10 Expression in Normal Tissue by Immunohistochemistry. In The Journal of Hystochemistry and Cytochemistry. Vol.50 (9). 2002 : 1247-61

33. Ivo L.Y, Katsaros D, Scorilas A, et all. The Serum Concentration of Human Kallikrein 10 Represent a Novel Biomarker for Ovarian Cancer Diagnosis and Prognosis. In Cancer Research. Vol 63. 2003 : 807-11

34. Ivo L.Y, Katsaros D, Scorilas A, et all. Prognostic Value of Human 2003 Kallikrein 10 Expression in Epithelial Ovarian Cancer. In Clinical Cancer Research. Vol 7. 2001 : 2372-9

35. Borgono C.A, Grass L, Soosaipillai A, et all. Human Kallikrein 14: A new Potential Biomarker for Ovarian and Breast Cancer. In Cancer Research Vol 63. 2003 : 9032-41

36.Menon, Usha, Ian J. Jacob. Tumor Marker and Screeing. In Practical Gynecologic Oncology. Ed IV. Lippincott Williams & Wilkins. 2005.43-66

37.Diamonds, E.P. et al. Human Kallikrein 6 (zyme/Protease M/Neurosin) : A New Serum Biomarker of Ovarian Carcinoma. Clinical Biochemistry. Vol 33, No. 7, 2000 : 579-83

38.Diamandis EP. et al. Human Kallikrein 6 (hK6) : A New Potential serum Biomarker for Diagnosis and Prognosis of ovarian carcinoma. In Journal of clinical oncology. Vol 21. No 6. 2003 : 1035-43

39.Human Kallekrein 6 Research Elisa (hk6). Available at :

http://www.ibex.ca/vz-kalorvield.htm.

40. Emanueli C et al. Angiogenesis Therapy with Human Tissue Kallikrein for The Treatment of Ischemic Disease. Cardiovascular Research. 2004.

41. Schmaier AH. The Kallikrein-Kinin and The Renin Angiotensin Systems Have A Multi Layered Interaction. Am J Phsial Intgr Comp Physiol 285. 2003 : 1-13.


(58)

42. Sonoda H et al. Mutiple Processing Forms and Their Biological Activities of A Novel Angiogenesis Inhibitor Vasohibin. Biochemical and Biophysical Research Communication 342. 2006 64: 0 – 646. 43. Pandya NM et al. Angiogenesis – A New Target For Future

Therapy. Vascular Pharmacology. Department of Pharmacology. India. 2006.1-10

44. J de Castro, Gilberto et al. Angiogenesis and Cancer : A Cross-Talk between Basic Science and Clinical Trials (the “do ut des” paradigm), Elsevier. 2006 : 1-11.

45. Mettouchi A et al. Distinct Rates of 1 Integrins During

Angiogenesis. In European Journal of Cell Biology 85. 2006 : 243-7 46. Rye P.D. Stigbrand T. The Bioinformatic Catalyst in The Kallikrein

Family. In Tumor Biology. 2004 : 327-8

47. Human Prostate-Specific Antigen and Glandular Kallikrein ; Production and Characterization of The Recombinant Protein, and Association with Prostate Cancer. Oulu University Library. 2002 : 1-12

48. Magklara,A,et al. Characterization of the enzymatic activity of human kallikrein 6 : autoactivation, substrate specifity, and biophysical Research

Communication 307.2003 : 948 – 55.

49. Pampalakis,6,et al. Cloning and Characterization of novel isoforms of the human kallikrein 6 gene Biochemical and Biophysical Research Communication 320, Elsevier, 2004 : 54 – 61.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

1. Insiden kanker ovarium banyak di jumpai pada usia reproduksi dan insiden akan terus meningkat sampai usia paska menopause walaupun secara lambat.

2. Pada penelitian ini dijumpai peningkatan secara bermakna Humman Kallikrein 6 (hK6) pada tumor ganas ovarium di bandingkan dengan tumor jinak dan secara uji diagnostic di dapati sensifitas yang tinggi namun spesifisitasnya rendah.

3. Pada penelitian ini juga di jumpai peningkatan secara bermakna CA 125 pada tumor ganas ovarium dibandingkan dengan tumor jinak dan secara uji diagnostic di dapati sensitifitas yang lebih besar dan spesifisitas yang lebih rendah di bandingkan hK6.

5.2 Saran

1. Pada penelitian ini memang di jumpai peningkatan secara

bermakna Human Kallikrein 6 ( hK6 ) namun hK6 belum dapat di pakai sebagai prediksi keganasan pra bedah

2. Perlu dilakukan penelitian untuk mencari test skrining ( tumor marker ) lainnya untuk memprediksi keganasan pra bedah tumor ovarium


(2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Seputra HR, dkk. Ekspresi protein P53 pada kanker ovarium. Dalam Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Vol 31, No 1, Januari 2007.26-31.

2. Nuranna, Laila. Tumor marker dalam bidang Ginekologi. Dalam Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Ed I, 2006:211-7.

3. Holtz, Andrew. Special Report : Tumor Marker CA 125. Sapient Health Network, 1997.

4. Siregar M. Insidensi Keganasan Gynekologi Oncology 1998-2000. Tesis Bagian Obstetri dan Ginekologi FK. USU RSHAM.

5. Hoskin, W, J. Basic Science of Gynaecologic Oncology. Lippincott Williams and Wilkins. 2000. 9 -12.

6. Schilder J, M et al. Hereditary Ovarian Cancer : Clinical Syndroma and Management. In Ovarian Cancer. 2nd edition. Rubin S, C. Lippincott Williams and Wilkins. 20001. 181-200.

7. Look, k, y. Epidemiology, Etiology, and Screening of Ovarian Cancer. In Ovarian Cancer. 2nd edition. Rubin S, C. Lippincott Williams and Wilkins, 2001, 167-177.

8. Whysner, J et al. Perineal Application of Talc and Constarch Powders: Evaluation of Ovarian Cancer Risk. In AJOG Reviews. 2000. 720-724.

9. Walker, G, R, et al. Family History of Cancer, Oral Contrceptiveuse and Ovarian Cancer Risk. Sylverter Comprehensive Cancer Center and The Department of Epidemiology and Public Health University of Miami School of Medicine. July 2001. 8-14.

10. PhD, Godard, B, et al. Risk Factors For Familial and Sporadic Ovarian Cencer Among French Canadians : A Case control study. Epidemiology Research Unit Montreal General Hospital Mc Gill University.1998. 403-410.


(3)

11. Kramer J, L et al. Epidemiologi of Ovarian. Fallopian Tube, and Primary Peritoneal Cancer, In Gynecologic Cancer. Thomas Gillian. Elservier Churchill Livingstone, 2004. 327-340.

12. Boyd J. Molecular Genetics of Hereditary Ovarian Cancer. In Ovarian Cancer. 2nd edition. Rubin S, C. Lippincott Williams and Wilkins. 2001. 3-21.

13. Cuetkovic D, et al. Molecular Biology and Molekular Genetics of Ovarian, Fallopian Tube, and Primary Peritoneal Cancer. Gynecologic Cancer. Thomas Gillian. Elservier Churchill Livingstone. 2004. 385-398.

14. Campbell S, Monga A. Malignant Disease of The Ovary. In Gynaecology by Ten Teachers. 7th Ed. New Delhi. 2000 : 155-66 15. Novak ER, Wood Ruff D. Prymary Carcinoma of The Ovary. In

Novak’s Gynecology and Obstetric Pathology. 5th Ed. WB Saunders. 1958 : 347-63

16. Berek JS, Fu Yao S, Hacker NF. Ovarian Cancer. In Novak’s

Gynecology. 12th Ed. William and Wilkind. Pannsylvania. 1996: 1155-1230

17. Human Prostate-Specific Antigen and Glandular Kallikrein :

Production and Characterization of The Recombinant Protein, and Association with Prostate Cancer. Oulu University Library. 2002 : 1-12

18. Borgono C.A, Michael I.P, Diamandis E.P. Human Tissue Kallikreins : Physiologic Roles and Application in Cancer. In Mol Cancer Res. 2004: 257-80

19. Diamandis E.P, Yousef G.M, Clements J. New Nomenclature for the Human Kallikrein Gene Family. In Clinical Chemistry .Vol 11.2000 : 1855-58

20. New Tools : Human Tissue Kallikein Products. 2004: 1-2. Available from http: www. RD system.


(4)

(KLK) Locus on Proximal 19q13.4. In The Jurnal of Biological Chemistry. Vol 275. No 48. 2000 : 37397-406

22. Yousef G.M, Diamandis E.P. The New Human Tissue Kallikrein Gene Family : Structure, Function and Association to Disease. In Endocrines Riview. Vol 22 (2). 2001 : 184-204

23. Wolf W.C, Evans D.M, Chao Lee, et all. A specific Tissue Kallikrein Inhibitor Supressor Cancer Cell Invasiveness. In American Journal of Pathology. 2001 : 1-13

24. Stenman U.K. New Ultrasensitive Assays Facilitate Studies on the Role of Human Glandular Kallikrein (hK 2) as a Marker for Prostatic Disease. In Clinical Chemistry. Vol 45.No 6. 1999 : 753-4

25. Chao Julie, Miao R.Q, Chen Vincent, et all. Novel Roles of

Kallistatin, a Specific Tissue Kallikrein Inhibitor, in Vascular Remodeling. In Biol Chem. Vol 382. 2001 : 15-21

26. Ohman K.P. The Kallikrein-Kinin System in Primary Hypertension Dynamics of Circulating Components of the Kallikrein-Kinin System in Relation of the Rein-angiotensin-aldosteron system. In Linkoping University Medical Dissertation. No 529 : 1-2

27. Carretero O.A. Vascular remodeling and the Kallikrein-Kinin system. In J.Clin.Invest. Vol 115. 2005 :1-7

28. Oesman F, Setiabudy R. Fisiologi Hemostasis dan Fibrinolosis. Hemostasis dan Trombosis. Ed.Setiabudy R. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1988 : 1-16

29. Escobar C.E, Harmening D.M, Joiner Maier D.M, et all. Hemostasis and Introduction to Thrombosis. In Clinical Hematology and Fundamentalis of Hemostasis. Ed 4. 2001 : 441-70

30. Hoffbrand A.V, Pettit J.E, Moss P.A.H. Trombosit, pembekuan darah dan hemostasis. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. 2001: 221-233 31. Hecquet C, Tan Fulong, Marcio B.M, et all. Human Bradykinin B2

Receptor is Activated by Kallikrein and other Serine Proteases. In Molecular Pharmacology. Vol 58.(4). 2000 : 1-18


(5)

32. Petraki C.D, Karavana V.N, Lou L.Y, et all. Human Kallikrein 10 Expression in Normal Tissue by Immunohistochemistry. In The Journal of Hystochemistry and Cytochemistry. Vol.50 (9). 2002 : 1247-61

33. Ivo L.Y, Katsaros D, Scorilas A, et all. The Serum Concentration of Human Kallikrein 10 Represent a Novel Biomarker for Ovarian Cancer Diagnosis and Prognosis. In Cancer Research. Vol 63. 2003 : 807-11

34. Ivo L.Y, Katsaros D, Scorilas A, et all. Prognostic Value of Human 2003 Kallikrein 10 Expression in Epithelial Ovarian Cancer. In Clinical Cancer Research. Vol 7. 2001 : 2372-9

35. Borgono C.A, Grass L, Soosaipillai A, et all. Human Kallikrein 14: A new Potential Biomarker for Ovarian and Breast Cancer. In Cancer Research Vol 63. 2003 : 9032-41

36.Menon, Usha, Ian J. Jacob. Tumor Marker and Screeing. In Practical Gynecologic Oncology. Ed IV. Lippincott Williams & Wilkins. 2005.43-66

37.Diamonds, E.P. et al. Human Kallikrein 6 (zyme/Protease M/Neurosin) : A New Serum Biomarker of Ovarian Carcinoma. Clinical Biochemistry. Vol 33, No. 7, 2000 : 579-83

38.Diamandis EP. et al. Human Kallikrein 6 (hK6) : A New Potential serum Biomarker for Diagnosis and Prognosis of ovarian carcinoma. In Journal of clinical oncology. Vol 21. No 6. 2003 : 1035-43

39.Human Kallekrein 6 Research Elisa (hk6). Available at :

http://www.ibex.ca/vz-kalorvield.htm.

40. Emanueli C et al. Angiogenesis Therapy with Human Tissue Kallikrein for The Treatment of Ischemic Disease. Cardiovascular Research. 2004.

41. Schmaier AH. The Kallikrein-Kinin and The Renin Angiotensin Systems Have A Multi Layered Interaction. Am J Phsial Intgr Comp Physiol 285. 2003 : 1-13.


(6)

42. Sonoda H et al. Mutiple Processing Forms and Their Biological Activities of A Novel Angiogenesis Inhibitor Vasohibin. Biochemical and Biophysical Research Communication 342. 2006 64: 0 – 646. 43. Pandya NM et al. Angiogenesis – A New Target For Future

Therapy. Vascular Pharmacology. Department of Pharmacology. India. 2006.1-10

44. J de Castro, Gilberto et al. Angiogenesis and Cancer : A Cross-Talk between Basic Science and Clinical Trials (the “do ut des” paradigm), Elsevier. 2006 : 1-11.

45. Mettouchi A et al. Distinct Rates of 1 Integrins During

Angiogenesis. In European Journal of Cell Biology 85. 2006 : 243-7 46. Rye P.D. Stigbrand T. The Bioinformatic Catalyst in The Kallikrein

Family. In Tumor Biology. 2004 : 327-8

47. Human Prostate-Specific Antigen and Glandular Kallikrein ; Production and Characterization of The Recombinant Protein, and Association with Prostate Cancer. Oulu University Library. 2002 : 1-12

48. Magklara,A,et al. Characterization of the enzymatic activity of human kallikrein 6 : autoactivation, substrate specifity, and biophysical Research

Communication 307.2003 : 948 – 55.

49. Pampalakis,6,et al. Cloning and Characterization of novel isoforms of the human kallikrein 6 gene Biochemical and Biophysical Research Communication 320, Elsevier, 2004 : 54 – 61.