Perencanaan Pisau Digester Pada PKS Dengan Kapasitas 15 Ton TBS/Jam Serta Perencanaan Pengecoran Dan Simulasinya

(1)

PERENCANAAN PISAU DIGESTER PADA PKS DENGAN

KAPASITAS 15 TON TBS/JAM SERTA PERENCANAAN

PENGECORAN DAN SIMULASINYA

SKRIPSI

Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

KRISTIAN SUCHIADI

N I M : 0 4 0 4 0 1 0 5 1

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai ekspresi kesadaran penulis terhadapa ni’matNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini. Tugas sarjana ini berjudul “

PERENCANAAN PISAU DIGESTER

PADA PKS 15 TON TBS/JAM SERTA PERENCANAAN

PENGECORAN DAN SIMULASINYA

”. Tugas ini merupakan salah satu

syarat yang harus dipenuhi setiap mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara guna menyelesaikan pendidikan untuk meraih gelar Sarjana Teknik.

Dalam menyelesaikan tugas sarjana ini, penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayah dan ibu saya. yang membesarkan serta mendidik penulis, dan dengan doa – doanya yang selalu menyertai penulis dalam setiap saat.

2. Bapak Prof.Dr.Ir.Armansyah Ginting,M.Eng, selaku dosen pembimbing tugas sarjana yang telah memberi arahan, bimbingan dan pelajaran berharga dari awal hingga selesainya tugas sarjana ini.

3. Bapak Dr.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus ST,MT selaku Ketua Jurusan dan sekretaris Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi Jurusan Teknik Mesin di Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membantu penulis dan memberikan bimbingan selama perkuliahan.


(3)

5. Saudara – saudaraku, dan kedua Adikku tercinta yang telah memberikan bantuan baik material maupun spritual, serta kesabarannya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepada teman-teman terbaikku, dan seluruh rekan – rekan stambuk ’04 yang tak mungkin tersebutkan satu persatu terima kasih atas bantuannya semoga kita tetap mempertahankan hubungan kita membentuk satu ikatan yang “Solidaritas Forever”.

7. Rekan – rekan angkatan 03 dan 06 yang tidak dapat disebutkan satu – persatu, atas kerja sama dan dukungannya selama ini untuk penulis dalam menyelesaikan tugas sarjana ini.

8. Semua pihak yang telah mendukung dalam menyelesaikan tugas sarjana ini.

Akhir kata semoga Tugas Sarjana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan penulis menyadari bahwasanya tugas sarjana ini jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan pengetahuan dan referensi dan penulis berharap saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan tugas sarjana ini.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, 2009

KRISTIAN SUCHIADI NIM : 040401051


(4)

KARTU BIMBINGAN

TUGAS SARJANA MAHASISWA

No. : 845 / TS / 2008 Sub. Program studi : Teknik Produksi

Biding Tugas : Pengecoran Logam

Judul Tugas : Perencanaan pisau digester pada PKS dengan kapasitas 15 TON TBS/JAM serta perencanaan pengecoran dan

simulasinya.

Diberikan Tgl. : 25-11-2008 Selesai Tgl : 04-03-2009

Dosen Pembimbing :Prof.Dr.Ir.Armansyah Gtng,M.Eng Nama Mhs :Kristian.S N.I.M : 040401051

NO. Tanggal KEGIATAN ASISTENSI

BIMBINGAN

Tanda Tangan DosenPembimbing. 1 25-11-08

Lakukan survey ke PKS untuk mendapatkan data-data pisau digester yang akan dirancang

2 16-12-08 Asistensi Bab I, dan pelajari autodesk3D Max

3 07-01-09 Perbaiki Latar belakang, lanjutkan Bab II dan Bab III dan pelajari Finete Element 4 14-01-09

Lanjutkan, perbaiki perhitungan dimensi pisau digester dengan menggunakan Finite Element

5 09-02-09 Perbaiki kembali, lanjutkan dengan simulasi penuangan

6 12-02-09

Perbaiki perhitungan Finite Element Method untuk simulasi dan lanjutkan dengan simulasi penuangan

7 04-03-09 Jilid, siap untuk diseminarkan

Diketahui

Ketua Departemen Teknik Mesin F.T.U.S.U

DR.ING.IR.IKHWANSYAH ISRANURI NIP. 132 018 668

CATATAN :

1. Kartu ini harus diperlihatkan kepada dosen pembimbing setiap Asistensi.

2. Kartu ini harus dijaga bersih dan rapi. 3. Kartu ini harus dikembalikan ke jurusan,


(5)

DEPERTEMEN TEKNIK MESIN AGENDA : 845 / TS / 2008

FAKULTAS TEKNIK USU DITERIMA : / / 2008

M E D A N PARAF :

TUGAS SARJANA

NAMA : KRISTIAN SUCHIADI NIM : 040401051

MATA PELAJARAN : TEKNIK PENGECORAN LOGAM

SPESIFIKASI : Lakukan survey untuk pemerhatian digester pada PKS. Desain pisau digester sebagaimana hasil survey dan

lakukan pemeriksaan detail dengan menggunakan Metode Finete Element.Lanjutkan dengan perencanaan pengecoran dan animasi penuangannya dengan

menggunakan perangkat lunak komersial.

DIBERIKAN TANGGAL : 25 /11 /2008 SELESAI TANGGAL : 04 /04 /2009

KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN MEDAN, Maret 2009 DOSEN PEMBIMBING,

DR.ING.IR.IKHWANSYAH ISRANURI Prof.Dr.Ir.Armansyah Ginting,M.ENG NIP. 132 018 668 NIP. 132 126 843


(6)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

LEMBAR SPESIFIKASI TUGAS ... iii

KARTU BIMBINGAN TUGAS AKHIR ... iv

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR GAMBAR...ix

DAFTAR TABEL...xi

DAFTAR SIMBOL...xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Tujuan Perencanaan...2

1.3 Manfaat...2

1.4 Sistematika Penulisan...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan...4

2.1.1 Besi Cor...5

2.1.2 Baja Cor...6

2.1.3 Baja Paduan………..6


(7)

2.2.1 Struktur coran baja...8

2.2.2 Sifat-sifat logam cair coran baja...8

2.2.2. 1 Perbedaan antara Logam Cair dan Air...8

2.2.2. 2 Kekentalan Logam Cair...9

2.3 Pola ...10

2.3.1 Inti dan telapak inti...11

2.3.2 Macam macam Pola...12

2.3.3 Penentuan tambahan penyusutan...15

2.3.4 Bahan-bahan untuk pola...15

2.3.5 Perencanaan pola...16

2.4 Rencanan Pengecoran...17

2.4.1 Istilah istilah dan Fungsi dari Sisitem Saluran...17

2.4.2 Bentuk dan Bagian Bagian Sistem Saluran...18

2.4.3 Penambah...21

2.5 Pasir Cetak...21

2.5.1 Syarat Syarat Pasir Cetak...22

2.5.2 Macam macam Pasir Cetak...23

2.6 Dapur induksi...24

2.6.1 Peleburan Baja Cor...26

BAB III PERENCANAAN PISAU DIGESTER 3.1 Tinjauan Umum Digester...29

3.2 Pisau Digester...30

3.2.1 Dimensi Pisau Digester...31


(8)

3.3.1 Bahan Tambahan...33

3.4 Simulasi elemen hingga permukaan pisau digester hasil perencanaan...35

3.4.1 Permukaan defleksi akibat beban pada pisau digester...33

3.4.2 Permukaan teganagan normal rata-rata akibat beban pada pisau digester...33

BAB IV PERENCANAAN CETAKAN 4.1 Pembuatan pola...37

4.2 Persiapan Cetakan...39

4.3 Sistem Saluran...40

4.3.1 Saluran Turun...41

4.3.2 Cawan Tuang...42

4.3.3 Saluran Pengalir...43

4.3.4 Saluran Masuk...44

4.3.5 Saluran Penambah...45

4.4 Pemberat...48

4.5 Waktu tuang...49

4.6 Pembuatan cetakan pasir...50

4.6.1 Persiapan pasir cetak...50

4.6.Pembuatan Cetakan...51

4.7 Peleburan Logam Coran...52

4.8 Unsur paduan dalam material...54 4.8.1 Pengaruh unsur paduan54


(9)

4.8.2 Komposisi logam……….55

4.8.3 Penambahan beberapa unsur paduan………56

4.9 Penuangan cairan logam………..57

4.10 Penyelesaian hasl cetakan……….58

BAB V ANIMASI PENUANGAN LOGAM BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan …...61

6.2 Saran ...64

DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR KETERANGAN HAL

Gambar 2.1 Perbadaan laju pembekuan permukaan inti pada cetakan pasir…...8

Gambar 2.2 Tambahan penyelesaian untuk coran baja cor……….12

Gambar 2.3 Macam – macam pola pejal……….………...13

Gambar 2.4 Pola pelat pasangan………13

Gambar 2.5 Pola pelat kup dan drag………...……….14

Gambar 2.6 Istilah – istilah sistem pengisian……….…….…………16

Gambar 2.7 Ukuran Cawan tuang………..……….17

Gambar2.8 Ukuran Pengalir ………..……...……….…….18

Gambar 2.9 Perpanjangan Pengalir……….……….………...19

Gambar 2.10 Sistem saluran masuk……….19

Gambar 2.11 Diagram laju penuangan……….20

Gambar 2.12 Hubuangan antara waktu tuang dan berat tuang untuk coran Baja cor………..21

Gambar 2.13 Penambah Samping dan Atas………22

Gambar 2.14 Hubuangan tebal coran dengan jarak pengisian…….………23


(11)

Gambar 2.16 Pengaruh kadar air terhadap pasir cetak yang diikat dengan

lempung…………..………26

Gambar 2.17 Tanur induksi jenis krus………... ……..…………31

Gambar 3.1 Poros……….……….……….…33

Gambar 3.2 Dimensi Poros………..………..39

Gambar4.1 Dimensi Pola………...………42

Gambar 4.2 Saluran turun………..45

Gambar 4.3 Ukuran cawan tuang……….46

Gambar 4.4 Penampang pengalir……….47

Gambar 4.5 Bentuk pemberat…….……….51


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Satu diantara peralatan yang digunakan untuk menebah TBS kelapa sawit sehingga terpisah antara buah dan janjangan adalah unit digester.unit digester terdiri dari beberapa bagian, dan dua hal yang terpenting adalah bagian poros dan bagian pisau penebah.pisau penebah atau biasanya disebut pisau digester merupakan bagian peralatan yang berfungsi untuk menyayat buah sebelum lebih lanjut.buah tersebut diproses pada unit digester bagi pemisahan daging buah dan inti.

Pisau digester terbuat dari bahan baja paduan melalui proses penuangan cor (Surdia&Chijiiwa,1986). Jumlah pisau digester yang melekat pada poros

digester ditentukan oleh kapasitas produksi kelapa sawit,untuk PKS dengan kapasitas 15 TBS/jam adalah lima (PKS Langkat,2009).

Pisau digester lazim mengalami aus apabila telah digunakan dalam jangka waktu tertentu.hasil survey di PKS Langkat (2009).Data menunjukkan bahwa

peremajaan pisau digester tiap tiga bulan sekali mengalami keausan yang terjadi akibat berubahnya giometri digester yang disebabkan adanya bagian pisau yang hilang (Rompal).namun keausan yang sangat bearti adalah akibat porositas ketika proses pengecoran pisau digester.hal tersebut terlihat dari bekas patahan pisau digester yang mengalami keausan.


(13)

Memandang paparan diatas maka diperlikan suatu study untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan perbaikan kualitas coran dalam memproduksi pisau digester dan untuk itulah penelitian ini dibuat.kajian akan ditumpukkan pada suatu upaya rancang ulang penuangan untuk memproduksi pisau digester dengan perencanaan sistem saluran penambah untuk pengecoran.

1.2 Tujuan Perencanaan

Tujuan umum penelitian untuk memproduksi pisau digester ini adalah: ” PERENCANAAN PISAU DIGESTER PADA PKS DENGAN KAPASITAS 15 TON TBS/JAM SERTA PERENCANAAN PENGECORAN DAN SIMULASINYA ”. manakala tujuan khusus adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan dimensi pola 2. Pemilihan jenis cetakan 3. Pemilihan bahan baku cor

4. Perencanaan sistem saluran serta penambah untuk pengecoran

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dalam tugas akhir ini adalah :

1. Dapat mengetahui karakteristik pengecoran logam yang dipelajari dari kemampuan penuangan cairan logam cair sampai proses pengecoran. 2. Dapat mengetahui perhitungan dari luas saluran masuk, pengalir, dan


(14)

1.4 Sistematika Penulisan

Tugas sarjana ini disajikan dalam beberapa bab dengan tujuan untuk mempermudah pemaparan masalah dan alur pembahasan analisa hasil perencanaan yang mudah dipahami :

1. BAB I : Merupakan uraian singkat mengenai latar belakang, tujuai yang mendasari perencanaan pengecoran logam

2. BAB II : Perencanaan Pisau Digester, berisikan gambaran umum digester , jenis pisau digester, dimensi pisau, material pisau digester serta bahan tambahan.

3. BAB III : Memperkenalkan perencanaan gambaran umum pisau digester, serta metode dan analisa menentukan jenis pisau digester, dimensi dan material pisau digester serta bahan tambahan.

4. BAB IV : Menguraikan hasil perencanaan pisau digester yang dilakukan dengan perencanaan cetakan dan pembuatan pola hingga penyelesaian terakhir.

5. BAB V : Mewacanakan hasil pengujian serta menggunakannya dengan animasi.

Akhirnya sebagai kesimpulan dan saran dari semua uraian yang ada dalam tugas sarjana ini dan diintisarikan dalam BAB VI.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Brondolan-brondolan yang telah terpipil dari stasiun pemipilan diangkat ke bagian pengadukan atau pencacahan adalah digester.alat yang digunakan untuk pengadukan berupa sebuah tangki vertikal yang dilengkapi dengan lengan-lengan penacah dibagian dalamnya.lengan-lengan pencacah ini diputar oleh motor listrik yang dipasang di bagian atas dari alat pencacah (digester). Brondolan yang telah banyak mengalami pencacahan dan keluar melalui bagian bawah digester sudah berupa “bubur”. Hasil cacahan tersebut lansung masuk ke alat pengempaan yang berada persis dibawah digester.

Pisau Digester yang digunakan terbuat dari bahan baja cor, yaitu baja paduan.Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi, karbon dan unsur lainnya. Karbon merupakan salah satu unsur terpenting karena dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Kandungan karbon didalam baja sekitar 0,2-0,7% (Surdia&Chiijiiwa,1986),sedangkan unsur lain dibatasi persentasenya. Unsur paduan yang bercampur didalam lapisan baja untuk membuat baja bereaksi terhadap pengerjaan panas atau menghasilkan sifat-sifat khusus. Baja merupakan logam yang paling banyak digunakan keteknikan seperti pembentukan pelat, lembaran, pipa, batang, profil dan sebagainya. Banyak material yang dapat dihasilkan dengan proses pengecoran logam, terutama untuk produk-produk industri manufaktur, salah satunya pembuatan pisau digester.


(16)

Unsur karbon adalah unsur campuran yang sangat penting dalam pembentukan baja, jumlah persentase dan bentuknya membawa pengaruh yang amat besar terhadap sifatnya. Tujuan penambahan unsur campuran lain kedalam baja adalah untuk mengubah pengaruh unsur karbon. Apabila dibandingkan dengan kandungan karbonnya maka dibutuhkan sejumlah besar unsur campuran lain untuk menghasilkan sifat yang dikehendaki pada baja. Unsur-unsur campuran itu yaitu fosfor (P), sulfur (S), silikon (Si), mangan (Mn), molibden, nikel (N), dan Chrom (Cr).

2.1.1 Besi Cor

Besi cor adalah paduan besi yang mengandung karbon, silisium, mangan, pospor dan belerang. Besi cor dikelompokkan menjadi besi cor kelabu, besi cor kelas tinggi, besi cor kelabu paduan, besi cor bergrafit bulat, besi cor mampu tempa dan besi cor cil. Struktur mikro dari besi cor terdiri dari ferit atau perlit dan serpih karbon bebas. Kekuatan tarik dari besi cor kira – kira 10 – 30 kgf /mm2 ,titik cairnya kira –kira 12000 C.

Besi cor kelabu mempunyai sifat mampu cor sangat baik serta murah, sehingga besi cor jenis ini paling banyak dipergunakan untuk benda – benda coran. Besi cor kelas tinggi mengandung lebih sedikit karbon dan silicon, ukuran grafit bebasnya agak kecil dibanding besi cor kelabu. Kekuatan tariknya kira – kira 30 – 50 kgf /mm2 (Surdia&Chiijiiwa,1986). Besi cor mampu tempa dibuat dari besi cor putih yang dilunakkan pada sebuah tanur dalam waktu yang lama. Menurut struktur mikronya besi cor mampu tempa terdiri atas : besi cor mampu tempa perapian hitam, besi cor mampu tempa perapian putih, dan besi cor mampu


(17)

tempa perlit. Besi cor mampu tempa mempunyai keuletan dan perpanjangan yang lebih baik dibanding dengan besi cor kelabu.

2.1.2 Baja Cor

Baja cor digunakan ke dalam baja karbon dan baja paduan. Coran baja karbon adalah paduan besi karbon dan digolongkan menjadi tiga macam, yaitu baja karbon rendah (C < 0,2%), baja karbon menengah (0,2–0,5% C) dan baja karbon tinggi (C > 0,5%). Kadar karbon yang rendah menyebabkan kekuatan yang rendah, perpanjangan yang tinggi dan mampu las yang baik. Baja cor mempunyai struktur yang buruk dan sifat yang getas apabila tidak diadakan perlakuan panas. Dengan pelunakan atau penormalan maka baja cor menjadi ulet dan strukturnya menjadi halus. Titik cairnya kira-kira 1500o C, mampu cornya lebih buruk dibandingkan dengan besi cor, tetapi baja cor dapat dipergunakan baik sekali sebagai bahan untuk bagian-bagian mesin, sebab kekuatannya yang tinggi dan harganya yang rendah, Contoh baja cor adalah baja cor tahan karat dan baja cor tahan panas.

2.1.3 Baja Paduan

Baja paduan didefinisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, kromium, molibden, vanadium mangan, dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki (keras, kuat dan liat), tetapi unsur karbon tidak dianggap sebagai salah satu unsur campuran. Sifat baja sewaktu digunakan tergantung pada besarnya reaksi terhadap perlakuan panas dan pengaruh yang akan diuraikan, yaitu syarat-syarat


(18)

yang berhubungan langsung dengan kondisi pemakaiannya. Adapun pengaruh unsur-unsur campuran terhadap sifat-sifat baja adalah sebagai berikut :

1. Baja karbon mempunyai kekuatan yang terbatas dan tegangan pada baja yang berpenampang besar harus dikurangi. Apabila beratnya perlu untuk dipertimbangkan maka perlu dipergunakan baja dengan kekuatan yang tinggi. Kekuatan baja dapat dinaikkan dengan menambahkan unsur campuran seperti nikel dan mangan dalam jumlah yang kecil ke dalam besi dan menguatkannya. 2. Kekenyalan baja dapat diperoleh dengan menambah sedikit nikel yang menyebabkan butiran-butirannya menjadi halus.

3. Ketahanan pemakaian baja dapat diperoleh dengan menambah unsur penstabil karbid, misalnya kromium dan nikel sehingga terjadi penguraian karbid. Cara lain untuk menghasilkan ketahanan pakai adalah dengan menambahkan nikel atau mangan agar transformasi temperatur rendah, dan akan menyebabkan pembentukan austenit dengan jalan pendinginan. Baja paduan ini dilakukan pengerjaan panas untuk kekerasan dan ketahanan pakainya.

4. Kekerasan dan kekuatan baja karbon akan mulai turun bila temperatur mencapai 2500 C. Ketahanan panas dapat diperoleh dengan menaikkan temperatur transformasi dengan cara menambahkan krom dan wolfram atau dengan merendahkan temperatur transformasi dengan menambahkan nikel yang menghasilkan suatu struktur austenit setelah dilakukan pendinginan. Pertumbuhan butiran berhubungan dengan pemanasan pada temperatur tinggi tetapi dapat diimbangi dengan penambahan unsur nikel.


(19)

2.2. Struktur dan Sifat-sifat Baja Cor 2.2.1 Struktur coran baja

Baja karbon adalah paduan dari sistem besi-karbon. Kadar karbonnya lebih rendah daripada kadar karbon pada besi cor dan biasanya kurang dari 1,0% C. Sebagai unsur-unsur tambahan selain karbon, baja cor mengandung 0,20-0,70% Si, 0,5-1,00% Mn, fosfor < 0,06% dan belerang < 0,06% .

Struktur mikro dari baja karbon yang mempunyai kadar karbon kurang dari 0,8% terdiri dari ferit dan perlit. Kadar karbon yang lebih tinggi menambah jumlah perlit. Dalam hal ini apabila kadar karbon diatas 0,8% baja ini terdiri dari perlit dan sementit yang terpisah. Kadar karbon yang lebih tinggi menambah jumlah sementit.

2.2.2. Sifat–sifat logam cair coran baja

2.2.2. 1. Perbedaan antara Logam Cair dan Air

Logam cair adalah cairan logam yang seperti air. Perbedaan antara logam cair dengan air adalah:

1. Berat jenis logam cair lebih besar dari pada air {Air = 0,9982 g/cm3 (20 ºC) ; Besi cor = 6,9 g/cm3 (1300 ºC) ; paduan Alluminium = 2,35 g/cm3 (760 ºC); paduan Timah = 6.6-6.8 g/cm3.

2. Kecairan logam sangat tergantung pada temperatur (air cair pada 0 ºC, sedangkan logam pada temperatur yang sangat tinggi).

3. Air mengakibatkan permukaan wadah yang bersentuhan dengannya basah sedangkan logam cair tidak.


(20)

2.2.2.2 Kekentalan Logam Cair

Aliran logam cair sangat tergantung pada kekentalan logam cair dan kekasaran permukaan saluran. Kekentalan tergantung pada temperatur. Makin tinggi temperatur makin rendah kekentalannya, demikian juga bila temperatur turun maka kekentalan akan meningkat.

Kalau logam didinginkan sehingga terbentuk inti-inti kristal, maka kekentalannya akan bertambah dengan cepat, tergantung pada jumlah inti-intinya. Makin banyak jumlah inti-inti dari logam itu maka perubahan kekentalannya akan makin cepat. Kekentalan yang makin tinggi menyebabkan cairan logam sulit mengalir dan bahkan kehilangan mampu alir. Kekentalan juga tergantung pada jenis logam.

2.2.2.3 Aliran Logam Cair

Bila suatu cairan di dalam bejana mengalir keluar melalui suatu lubang di dinding bejana tersebut dengan tinggi permukaan cairan diukur dari pusat lubang adalah h, maka kecepatan aliran yang keluar adalah:

...(2.1) h

g 2 c v =

dimana: v = kecepatan aliran logam (cm/dt) c = koefisien kecepatan (cm/dt) g = percepatan grafitasi (cm/dt²)

h = tinggi permukaan cairan diatas titik tengah lubang (cm)

Bila lubang diganti dengan pipa maka akan timbul gesekan antara cairan logam dengan dinding dari pipa yang mengakibatkan kecepatan aliran berkurang menurut persamaan berikut:


(21)

Jika aliran yang keluar dari pipa menumbuk suatu dinding yang tegak lurus dengan sumbu pipa dengan kecepatan v, laju aliran Q, dan berat jenis , maka gaya tumbuk yang terjadi adalah

g v Q

P=γ. . ...(2.2) dimana: P = gaya yang bekerja pada dinding (g.cm)

γ = berat jenis logam (g/cm³) Q = laju aliran logam (cm³/dt) v = kecepatan aliran logam (cm/dt) g = percepatan grafitasi (cm/dt²)

2.3 Pola

Langkah pertama dalam pembuatan produk pisau digester dengan proses pengecoran adalah pembuatan pola (pattern). Pola ini nantinya tidak akan menimbulkan benda kerja yang sama dengan ukuran pisau digester, melainkan akan menyimpang baik ukuran maupun bentuknya. Hal ini disebabkan antara lain pola harus memberikan kompensasi untuk pengkerutan, memberikan kelebihan untuk proses penyelesaian (allowence for machining) dan memudahkan pelaksanaan pengecoran dengan pembuatan gating system dan lain-lain, serta memberikan sudut kemiringan (draft) untuk memudahkan menarik model dari drag maupun kup.

Pola umumnya dibuat dari kayu, karena dengan kayu memudahkan pembuatan pola dan ongkos pembuatan murah. Pola dari kayu mempunyai sifat

h g 2 v '= c'


(22)

mudah aus dan cepat rusak, karena seringnya kena air diakibatkan kelembaban pasir. Meskipun demikian bila jumlah produksi kecil maka ongkos pembuatannya lebih kompetentif.

Penetapan kup, drag dan permukaaan pisah adalah hal yang paling penting untuk mendapatkan coran yang baik. Dalam hal ini dibutuhkan pengalaman yang luas dan pada umumnya harus memenuhi ketentuan ketentuan dibawah ini antara lain:

1. Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan

2. Sistem saluran harus dibuat sempurna untuk mendapatkan aliran logarn cair yang optimum.

3. Permukaan pisah lebih baik hanya satu bidang, karen permukaaan pisah yang terlalu banyak akan menghabiskan terlalu banyak waktu dalam proses .

2.3.1 Inti danTelapak Inti

Fungsi inti adalah untuk mencegah pengisian logam cair pada bagian suatu produk yang diinginkan berongga, dan juga mempermudah pola keluar dari cetakan.

Inti terdiri dari : 1. Inti pasir basah 2. Inti pasir kering

Inti pasir basah terbuat dari pasir cetakan, sedang inti pasir kering dibuat dari CO2 dan pasir dengan perekat air kaca


(23)

a. Menempatkan inti, membawa dan menentukan letak dari inti. Pada dasarnya dibuat dengan menyisipkan bagian dari inti .

b. Menyalurkan udara dan gas- gas dari cetakan yang keluar melalui inti c. Memegang inti , mencegah bergesernya inti dan menahan inti terhadap

gaya apung dari logam cair.

2.3.2 Macam–macam Pola

Pola mempunyai berbagai macam bentuk. Pada pemilihan macam pola, harus diperhatikan produktivitas, kwalitas coran dan harga pola

1. Pola pejal yaitu pola yang biasa dipakai, dimana bentuknya hampir serupa dengan bentuk coran. Pola pejal ini terdiri dari:

a. Pola tunggal. Bentuknya serupa dengan corannya, disamping itu kecuali tambahan penyusutan, tambahan penyelesaian mesin dan kemiringan pola kadang kadang dibuat menjadi satu dengan telapak ini.

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986) Gambar 2.1 Pola Tunggal

b. Pola belahan. Pola ini dibelah ditengah untuk memudahkan pembuatan cetakan. Permukaan pisahnya kalu mungkin dibuat satu bidang


(24)

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986) Gambar 2.2 Pola Belah

c. Pola setengah. Pola ini dibuat untuk membuat cetakan dimana kup dan dragnya simetri terhadap permukaan pisah.

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986) Gambar 2.3 Pola setengah

d. Pola belahan banyak. Pola dibagi menjadi tiga atau lebih untuk memudahkan penarikan dari cetakan dan penyederhanaan pemasangan inti.

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986) Gambar 2.4 Pola belahan banyak


(25)

2. Pola pelat pasang. Merupakan pelat dimana pada kedua belahnya diternpelkan pola demikian juga saluran turun pengalir, saluran masuk, dan penambah, biasanya dibuat dari logam dan plastik.

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986) Gambar 2.5 Pola pelat pasangan

3. Pola pelat kup dan drag. Pola diletakkan pada dua pelat demikian juga saluran turun, pengalir, saluran masuk, dan penambah. Pelat tersebut adalah pelat kup dan drag. Kedua pelat dijamin oleh pena agar bagian atas dan bawah dari coran menjadi cocok.

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986) Gambar 2.6Pola pelat kup dan drag\


(26)

2.3.3 Penentuan tambahan penyusutan

Kalau coran menyusut pada waktu pembekuan dan pendinginan, maka pembuat pola perlu mempergunakan ‘mistar susut’ yang telah diperpanjang sebelumnya sebanyak tambahan penyusutan pada ukuran pola.

Tabel 2.1 Tambahan penyusutan yang disarankan

Tambahan penyusutan Bahan

8/1000 Besi cor, baja cor tipis

9/1000 Besi cor, baja cor tipis yang banyak menyusut 10/1000 Sama dengan atas & aluminium

12/1000 Paduan aluminium, Brons, baja cor (tebal 5 – 7 mm)

14/1000 Kuningan kekuatan tinggi, baja cor 16/1000 Baja cor (tebal lebih dari 10 mm) 20/1000 Coran baja yang besar

25/1000 Coran baja besar dan tebal (Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986) 2.3.4 Bahan-bahan untuk pola

Bahan-bahan yang dipakai untuk pola ialah kayu, resin atau logam. 1. Kayu

Kayu yang dipakai untuk pola ialah kayu saru, kayu aras, kayu pinus, kayu jelutung, kayu mahoni, kayu jati dan lain-lain. Pemilihan kayu menurut macam dan ukuran pola, jumlah produksi dan lamanya dipakai.

2. Resin Sintesis

Dari berbagai macam resin sintesis, hanya resin epoksid-lah yang banyak dipakai. Bahan ini mempunyai sifat-sifat penyusutan yang kecil pada waktu


(27)

mengeras, tahan aus yang tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik dengan menambah pengencer, zat pemlastis atau zat penggemuk menurut penggunaanya.

Resin polistirena (polistirena berbusa) dipakai sebagai bahan untuk pola yang dibuang setelah dipakai dalam cara pembuatan yang lengkap. Pola dibuat dengan menambahkan zat pembuat busa pada polistirena untuk membuat berbutir, dan membuat busa. Berat jenisnya yang sangat kecil yaitu 0,02-0,04 dan resin ini mudah dikerjakan, tetapi tidak dapat menahan penggunaan yang berulang-ulang sebagai pola.

2.3.5 Perencanaan pola

Dalam perencanaan pola untuk pengecoran harus mempertimbangkan banyak faktor. Faktor-faktor tersebut diuraikan dibawah ini :

1. Pengkerutan

Semua logam yang mendingin maka akan mengecil (mengerut). Setiap bahan logam derajat pengkerutan ini tidak sama.

2. Sudut miring (draft)

Pada waktu model ditarik dari cetakan maka ada kecenderungan terjadinya rontokan tepi rongga yang sebelumnya kontak dengan model. Kecenderungan ini dapat dihilangkan atau dikurangi dengan mengadakan sudut miring pada sisi model yang pararel dengan arah penarikan.

3. Kelebihan untuk pemesinan (allowence for machining)

Dalam gambar teknik selalu harus dicantumkan tanda-tanda pada semua permukaan yang dikerjakan lanjut (machined) terlebih-lebih pada produk yang proses pengerjaan mulanya adalah pengecoran. Dari gambar ini pembuat model


(28)

akan mengetahui wujud akhir (dari gambar teknik) dari produk model yang akan dibuatnya, hingga dapat menambahkan berapa besar tambahan (kelebihan) yang harus diberikan untuk proses lanjut.

4. Distorsi

Kompensasi (kelebihan) untuk distorsi hanya diberikan pada benda-benda tuangan yang akan mengalami gangguan gerak dalam melakukan pengkerutan waktu mendingin.

5. Goyangan

Pada waktu menarik model sangat sering dilakukan dengan mengadakan sedikit goyang ke kanan dan ke kiri, meskipun hal ini tidak disengaja. Hal ini cukup memberikan pembesaran pada rongga cetakan yang kecil serta permukaan hasil cetak tidak dikerjakan lanjut, maka hal ini perlu diperhitungkan yaitu dengan memperkecil sedikit ukuran dari model.

2. 4 Rencana Pengecoran

Pada pembuatan cetakan harus diperhatikan sistem saluran yang mengalirkan cairan logam kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh ukuran tebalnya irisan dan macam logam yang dicairkan. Kualitas coran tergantung pada sitem saluran, keadaan penuangan.

2.4.1 Istilah–istilah dan fungsi dari Sistem Saluran

Sistem saluran adalah jalan masuk cairan logam yang dituangkan kedalam rongga cetakan. Cawan tuang merupakan penerima cairan logam langsung dari ladel. Saluran turun adalah saluran yang pertama membawa cairan logam dari


(29)

cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke bagian–bagian yang cocok pada cetakan. Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir ke dalam rongga cetakan.

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986) Gambar 2.7 Istilah-istilah sistem pengisian

2.4.2 Bentuk dan bagian-bagian Sistem Saluran 1. Saluran Turun.

Saluran turun dibuat lurus dan tegak dan irisan berupa lingkaran. Kadang-kadang irisannya dari atas sampai bawah, atau mengecil dari atas ke bawah. Yang kedua dipakai apabila diperlukan penahan kotoran sebanyak mungkin. Saluran turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan menggunakan suatu batang atau dengan memasang bumbung tahan panas.

2. Cawan tuang

Cawan tuang berbentuk corong dengan saluran turun dibawahnya. Konstruksinya harus tidak dapat dilalui oleh kotoran yang terbawa dalam logam


(30)

cair. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal. Cawan tuang dilengkapi dengan inti pemisah, dimana logam cair dituangkan disebelah kiri saluran turun. Dengan demikian inti pemisah akan menahan terak atau kotoran, sedangkan logam bersih akan lewat di bawahnya kemudian masuk ke saluran turun.

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986) Gambar 2.8 Ukuran cawan tuang 3. Pengalir

Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran, sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukan pisah dan juga pengalir mempunyai luas permukaan terkecil untuk satu luasan tertentu, sehingga lebih efektif untuk pendinginan yang lambat.

Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran yang terapung terutama pada permulaan penuangan, sehingga harus dipertimbangkan untuk membuang kotoran tersebut. Ada beberapa cara untuk membuang kotoran tersebut yaitu sebagai berikut :


(31)

b. Membuat kolam putaran pada tengah saluran pengalir (dibawah saluran turun)

c. Membuat saluran turun bantu. d. Membuat

Tabel 2.2 Ukuran Pengalir penyaring.

(Sumber: Surdi,Chijiiwa,1986)

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986) 4. Saluran masuk

Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil daripada irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga cetakan. Bentuk irisan yang membesar kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan.


(32)

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986) Gambar 2.9 Sistem saluran masuk 2.4.3 Penambah

Penambah adalah memberi logam cair untuk mengimbangi penyusutan dalam pembekuan coran, sehingga penambah harus membeku lebih lambat dari pada coran, Penambah diolongkan menjadi dua macam yaitu ; penambah samping dan penambah atas. Penambah samping merupakan penambah yang dipasang disamping coran, dan langsung dihubungkan dengan saluran turun dan pengalir, sangat efektif dipakai untuk coran ukuran kecil dan menengah

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986)

Gambar 2.10 Penambah samping dan penambah atas

2.5. Pengecoran dengan Cetakan Pasir

Proses pengecoran yang paling dikenal dipakai adalah proses pengecoran dengan menggunakan pasir sebagai bahan cetakan. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain; pembuatan cetakan yang relatif mudah, biaya pembuatan yang rendah, dan dapat mengecor benda yang berukuran besar.

Cetakan pasir dapat dibagi menjadi beberapa jenis antara lain cetakan pasir basah, cetakan pasir kering, cetakan sapuan dan cetakan CO2. Cetakan basah yaitu


(33)

cetakan yang dibuat dari pasir yang mengandung kadar air. Karena itu cetakan ini mempunyai resiko cacat yang besar diakibatkan terperangkapnya uap air di dalam rongga cetakan. Cetakan pasir kering yaitu cetakan pasir yang tidak mengandung kadar air. Cetakan ini biasa digunakan pada pengecoran baja tetapi dapat juga digunakan untuk pengecoran paduan lain.

2.5.1 Syarat bagi pasir cetak

Pasir cetak mempunyai sifat-sifat yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga paduan dalam pembuatan cetakan dengan kekuatan yang cocok. Cetakan yang dihasilkan harus kuat sehingga tidak rusak karena dipindah-pindah dan dapat menahan logam cair waktu dituang kedalamnya. Karena itu kekuatannya pada temperatur kamar dan kekuatan panasnya sangat diperlukan.

b. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang. Temperatur penuangan yang biasa untuk bermacam-macam coran dinyatakan dalam Tabel 2.3. Butir pasir dan pengikat harus mempunyai derajat tahan api tertentu terhadap temperatur tinggi, kalau logam cair dengan temperatur tinggi ini dituang kedalam cetakan.

c. Komposisi yang cocok. Butir pasir bersentuhan dengan logam yang dituang mengalami peristiwa kimia dan fisika karena logam cair mempunyai temperatur yang tinggi.

d. Mampu dipakai lagi. f. Pasir harus murah


(34)

Tabel 2.3 Temperatur penuangan untuk berbagai coran

Macam Coran Temperatur Penuangan (0C)

Paduan ringan 650 – 750

Brons 1100 – 1250

Kuningan 950 – 1100

Besi cor 1250 – 1450

Baja cor 1630 – 1650

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986)

2.5.2 Macam-macam pasir cetak

Pasir cetak yang paling lazim dipakai adalah pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai dan pasir silika yang disediakan alam. Beberapa dari pasir tersebut dipakai begitu saja dan yang lain dipakai setelah dipecah menjadi butir-butir dengan ukuran yang cocok. Kalau pasir mempunyai kadar lempung yang cocok dan bersifat adhesi mereka dipakai begitu saja, sedangkan kalau sifat adhesinya kurang, maka perlu ditambah lempung kepadanya. Kadang-kadang berbagai pengikat dibutuhkan juga disamping lempung. Umumnya pasir yang mempunyai kadar lempung dibawah 10 sampai 20% mempunyai adhesi yang lemah dan baru dapat dipakai setelah ditambahkan persentase lempung secukupnya.

Pasir silika (SiO2) merupakan pasir yang terbaik karena dapat menahan

temperatur tinggi tanpa terurai atau leleh. Pasir silika biasanya murah, mempunyai umur panjang, bentuk dan ukuran bermacam-macam sehingga dapat disesuaikan


(35)

dengan kebutuhannya. Tetapi kerugiannya adalah mempunyai koefisien muai yang tinggi dan cenderung untuk ikut bersatu (menempel) dengan logam. Disamping itu pasir ini banyak mengandung debu dan oleh karenanya membahayakan kesehatan kerja.

Ukuran pasir (grain size) menetukan pula dimana sebaiknya dipakai. Untuk ukuran benda kerja yang kecil dan bentuknya liku-liku maka pasir ukuran kecil harus dipergunakan supaya bentuk detail dari benda kerja dapat sempurna diperoleh. Sedangkan makin besar benda yang harus dicor, maka makin besar pula ukuran pasir yang harus dipakai, karena makin besar ukuran pasir makin memudahkan gas-gas terbentuk keluar, disamping ketelitian dan permukaan yang dicapaipun tidak terlalu tinggi.

2.6 Dapur Induksi

Dapur induksi mempunyai prinsip transformator yaitu arus bolak-balik dapat ditransformatorkan atau dapat mengubah tenaga arus bolak-balik dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah dengan arus yang tinggi.

Dapur induksi mempergunakan tiga kumparan dengan mempergunakan arus berputar. Inti tidak dipergunakan pada dapur ini dan sebagai ganti inti dipergunakan cairan baja. Dapur ini mempergunakan arus liar yang kuat yang dialirkan kedalam cairan baja untuk dirubah menjadi panas, sehingga panas yang dihasilkan dapat digunakan untuk melebur logam/baja. Kesukaran yang timbul dalam mempergunakan dapur adalah merubah frekuensi tinggi menjadi frekuensi terbatas atau rendah. Lilitan primer terbuat dari tembaga yang dibuat berlubang untuk aliran air pendingin.


(36)

Dinding dapur ini terbuat dari campuran asbes dengan semen dan untuk dapur yang besar (muatan lebih dari 1 ton) terbuat dari kayu berlapis asbes atau bahan non magnet yang tidak panas/cair karena arus listrik. Dapur ini diperlengkapi dengan mekanik pengungkit agar mudah mengeluarkan isi dapur setelah selesai proses pembuatan baja.

Cara kerjanya dapur sebagai berikut. Pertama sekali dilakukan pengisian dapur dengan bongkahan baja setelah terlebih dahulu dipilih dan diketahui campuran unsur-unsurnya karena pada waktu proses berlangsung sangat sukar untuk mengadakan analisa kimianya disebabkan proses didalam dapur waktunya sangat pendek + 20 menit. Setelah bahan-bahan dimasukkan arus listrik frekuensi tinggi mengalir ke lilitan primer sehingga didapat arus liar yang kuat dan seterusnya dialirkan ke muatan/bahan yang akan menimbulkan panas karena tahanan di dalam dapur. Panas yang timbul di dalam dapur digunakan untuk melebur logam dan setelah terjadi pencairan di dalam dapur, pemanasan tetap dilakukan sampai pada temperatur yang dimestikan untuk pengeluaran baja yang diproses yang gunanya untuk dioksidasi cairan baja. Sewaktu pencairan baja terjadi maka terak cair dan bahan-bahan non metal berada disebelah atas (timbul ke bagian atas cairan) dan terak cair dan non metal cair yang timbul keatas dikeluarkan dari dalam dapur. Di dalam dapur ini terak cair tidak dapat diyakini (tidak sempurna) menutupi cairan sehingga kemungkinan dapat timbul oksidasi pada cairan. Untuk mencegah terjadinya oksidasi pada cairan baja didalam dapur, maka pada permukaan cairan dimasukkan gas reduksi. Setelah proses didalam dapur selesai, maka baja cair dikeluarkan dari dalam dapur yang ditampung oleh ladel untuk dibawa ke tempat penyelesaian selanjutnya.


(37)

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986) Gambar 2.11 Tanur induksi jenis krus

Dalam peleburan baja disamping pengaturan komposisi kimia dan temperatur, perlu juga mengatur absorbsi gas, jumlah dan macam inklusi bukan logam. Untuk menghilangkan gas ditambahkan biji besi atau tepung kerak besi selama proses reduksi.

2.6.1 Penuangan baja cor

Cairan baja yang dikeluarkan dari tanur diterima dalam ladel dan dituangkan kedalam cetakan. Ladel mempunyai irisan berupa lingkaran dimana diameternya hamper sama dengan tingginya. Untuk coran besar dipergunakan ladel jenis penyumbat seperti pada gambar, sedangkan untuk coran kecil dipergunakan jenis ladel yang dapat dimiringkan.


(38)

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986) Gambar 2.12 Ladel jenis penyumbat

Ladel dilapisi oleh bata samot atau bata tahan api agalmatolit yang mempunyai pori pori kecil ,penyusutan kecil dan homogen. Nozel atas dan penyumbat, kecuali dibuat dari samot atau bahan agalmatolit kadang kadang dibuat juga dari bata karbon.Panjang nozel dibuat cukup panjang agar membentuk tumpahan yang halus tampa cipratan.

Dalam proses penuangan diperlukan pengaturan temperatur penuangan, kecepatan penuangan dan cara cara penuangan. Temperatur penuangan berubah menurut kadar karbon dalam cairan baja seperti ditunjukkan pada gatafik berikut :


(39)

Gambar 2.13 Temperatur penuangan yang disarankan

Kecepatan penuangan umumnya diambil sedemikian sehingga terjadi penuangan yang tenang agar mencegah cacat coran seperti retak–retak dan sebagainya, Kecepatan penuangan yang rendah menyebabkan; kecairan yang buruk, kandungan gas, oksidasi karena udara, dan ketelitian permukaan yang buruk.Oleh karena itu kecepatan penuangan yang cocok harus ditentukan mengingat macam cairan, ukuran coran dan cetakan.

Cara penuangan secara kasar digolongkan menjadi dua yaitu penuangan atas dan penuangan bawah. Penuangan bawah memberikan kecepatan naik yang kecil dari cairan baja dengan aliran yang tenang. Penuangan atas menyebabkan keepatan tuang yang tinggi dan menghasilkan permukaan kasar karena cipratan.

Daripada itu dalam hal penuangan atas, laju penuangan harus rendah pada permulaan dan kemudian dinaikkan secara perlahan-lahan. Dalam penempatan nozel harus diusahakan agar tidak boleh menyentuh cetakan. Perlu juga mencegah cipratan dan memasang nozel tegak lurus agar mencegah miringnya cairan yang jatuh.


(40)

BAB III

PERENCANAAN PISAU DIGESTER

3.1 Tinjau Umum Digester

Digester merupakan alat untuk melumatkan berondolan-berondolan sawit sehingga daging buah terpisah dari bijinya. Sebelum proses pengempaan, maka berondolan sawit dilumatkan dengan cara menyayat daging buah dan diaduk dalam ketel adukan. Untuk memudahkan proses pelumatan pada ketel adukan (digester) maka diberi tambahan uap panas sekitar 90 – 115 0C dengan cara injeksi uap 3 kg/cm2.

Ketel adukan terdiri dari tabung silinder yang berdiri tegak dan didalamnya terpasang pisau – pisau pengaduk seperti pada gambar 3.1 dan digerakkan oleh motor listrik (lihat gambar).


(41)

Gambar 3.1 Digester

3.2 Pisau Digester

Pisau digester dicantollkan pada sebuah poros yang berfungsi untuk melumatkan , mencincang dan mendorong massa keluar dari ketel adukan (digester). Berdasarkan atas fungsinya tadi maka pisau pada digester digolongkan pada dua jenis pisau yaitu pisau pengaduk dan pisau pelempar masa keluar dari ketel adukan.

Pisau pengaduk yang terlihat pada gambar 3.1 diikatkan pada poros dan berfungsi sebagai pengaduk dan pelumat terhadap berondolan berondolan sawit. Pelumatan dilakukan dengan cara buah masak dari konveyor dimasukkan kedalam ketel adukan. Pengadukan berjalan selama 30 menit. Berikut merupakan gambar dari pisau pengaduk.

(Sumber: PKS Langkat,2009) Gambar 3.2 Pisau Pengaduk Digester


(42)

Pisau pelempar berfungsi untuk mendorong massa hasil pelumatan keluar dari ketel adukan selain dari itu juga berfungsi sebagai pengaduk. Pisau ini terdiri dari satu tingkat yang diikat pada poros dan terletak didasar dari ketel adukan. Berikut merupakan gambar dari pisau pelempar.

(Sumber: PKS Langkat,2009) Gambar 3.3 Pisau Pelempar Digester 3.2.1 Dimensi Pisau Digester

Dimensi pisau yang didapat merupakan panjang keseluruhan pisau. Dimensi lain sepereti tebal pisau , kelengkungan direncanakan sedemikian rupa mengikut pada panjang keseluruhan pisau.

Panjang pisau digester ditentukan atas selisih dari radius tabung terhadap air clearance (selisih jarak antara pisau dan dinding tabung). Air clearance atau selisih antara ujung pisau dengan dinding ketel adukan ditentukan berdasarkan diameter dari buah sawit. Setiap buah sawit berdiameter 1,5 - 3 cm (Iyung Paham, Paduan Lengkap Kelapa Sawit , Penerbit Penebar Swadaya). Diambil air


(43)

clearance 2 cm, sehingga panjang pisau digester secara keseluruhan didapat yaitu selisih radius tabung ketel adukan dengan air clereance 60 cm – 2 cm = 58 cm = 580 mm

Keseluruhan dimensi dari pisau digester yang akan dibuat dengan pengecoran logam cetakan pasir diperlihatkan pada lampiran.

3.3 Material Pisau Digester

Berdasarkan kondisi kerja dari pisau digester pada keadaan lingkungan yang bersifat korosif dan membutuhkan kekuatan yang tinggi diperlukan suatu material yang memenuhi kondisi kerja tersebut.

Baja paduan merupakan bahan yang banyak mengandung paduan besi dan karbon dan beberapa unsur paduan lainya. Unsur paduan disini berguna untuk memberikan sifat- sifat khusus yang diperlukan. Baja paduan dibagi dalam dua golongan yaitu baja paduan rendah dan baja paduan tinggi atau baja khusus. Baja paduan tinggi mengandung unsur paduan diatas 10 % sedangkan baja paduan rendah mengandung unsur paduan dibawah 10 %.

Baja paduan termaksud golongan daripada baja cor. Baja paduan merupakan bahan yang sesuai untuk kondisi kerja dari pisau digester. Baja paduan yang digunakan disini merupakan baja paduan tinggi. Yang termaksud dalam baja paduan tinggi antara lain baja tahan karat (Stainless steel), baja tahan panas, baja perkakas dan baja listrik


(44)

Baja tahan karat (stainless steel) merupakan bahan yang sesuai digunakan untuk pisau digester ini. Baja tahan karat (stainless steel) terbagi atas baja tahan karat feritis, martensitis, dan austenitis.

Baja tahan karat ferit mempunyai struktur feritis, baik pada temperatur rendah maupun temperatur tinggi, sehingga tidak terjadi perubahan fasa pada saat pemanasan dan pendinginan , serta tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas.

Baja tahan karat feritis mengandung unsur karbon yang rendah (sekitar 0,04 % C) dan sebagian besar dilarutkan didalam besi. Sementara itu , unsure paduan lain yaitu kromium sekitar 13% - 20% dan tambahan kromium tergantung pada tingkat ketahanan karat yang diperlukan. Baja ini seringkali disebut besi tahan karat dan cocok untuk dipres, ditarik, dan dipuntir.

3.3.1 Bahan Tambahan

Selain ketahanan terhadap korosi sifat lain yang diperlukan sebuah pisau digester yaitu seperti kekerasan, kekuatan, dan ketahanan pakai. Untuk itu diperlukan bahan – bahan tambahan dalam jumlah sedemikian rupa. Bahan tambahan ini ditambahkan pada saat peleburan logam cair dengan komposisi sedemikian rupa sehingga didapat sifat sifat yang dikehendaki.

Bahan bahan tambahan yang dibutuhkan pada padauan baja tahan karat antara lain Mangan (Mn), Silikon (Si) , Phospor (P), Chromium (Cr), Sulfur (S), Molibden (Mo) , Vanadium (V) dan Nikel (Ni),


(45)

1. Mangan (Mn)

Semua baja mengandung mangan karena sangat diperlukan dalam proses pembuatan baja. Mangan (Mn) merupakan unsur paduan yang digunakan untuk menambah kekerasan, kekuatan dan keuletan. Kadar mangan lebih kurang 0,6 % masih belum bisa sebagai paduan dan tidak mempengaruhi sifat baja.

Baja dengan 12 % Mn adalah austenit , karena itu suhu kritisnya dibawah suhu kamar , akibatnya baja tidak dapat diperkeras. Disamping itu austenit mempunyai daya tahan yang sangat tinggi yang hanya dapat dikerjakan mesin dengan pahat carbide atau grinding.

2. Silikon (Si)

Silikon (Si) merupakan unsur paduan untuk menambah kekuatan , elastisitas, tahan terhadap asam pada suhu tinggi dan memperbaiki tahanan listrik. Unsur paduan ini ada pada setiap baja dengan jumlah kandungan lebih dari 0,4 % yang mempunyai pengaruh menaikkan tegangan tarik dan menurunkan kecepatan pendinginan kritis.

3. Chromium

Chrom (Cr) merupakan unsur paduan yang digunakan untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi, menambah kekuatan tarik dan keplastisan, dan menambah mampu keras serta tahan pada suhu tinggi.

4. Nikel (Ni)

Nikel mempunyai pengaruh yang sama seperti mangan , yaitu menurunkan suhu kritis dan kecepatan pendinginan kritis , memperbaiki kekuatan tarik , tahan korosi, sifat tahan panas dan sifat magnetisnya. Nikel tahan korosi berkat lapisan kuat oksida nikel.


(46)

5. Molibden (Mo), Vanadium (V)

Unsur – unsur tersebut membentuk karbid yang sanagt keras dan memberikan baja kekerasan tinggi , kemampuan potong dan daya tahan panas yang cukup tinggi pada baja yang sangat diperlukan untuk pahat potong dengan kecepatan tinggi

6. Sulfur (S) dan Phosfor (P)

Unsur – unsur ini oebih sebagai kotoran yang terbawa biji besi daripada sebagai paduan. Kandungan belerang dan phospor harus dibuat sedikit mungkin , ini

dikarenakan mempengaruhi kualitas baja . Dalam jumlah yang banyak belerang dapat menjadikan baja rapuh dalam keadaan panas , sedangkan phospor dapat menjadikan baja rapuh dalam keadaan dingin.

Pembagaian komposisi dari masing – masing unsur padauan tersebut dapat ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 3.3 Komposisi Bahan bahan paduan Pisau Digester Komposisi Bahan (%)

Man gan (Mn)

Silikon (Si)

Phospor (P)

Sulfur (S)

Nikel (Ni)

Molib den (Mo)

Vanad ium

(V)

Chro m (Cr)

Minimum 1 0,3 0 0 0 0 0 14


(47)

3.4 Simulasi Elemen Hingga Permukaan Pisau Digester Hasil Perencanaan 3.4.1 Permukaan Defleksi Akibat Beban Pada Pisau Digester

Setelah pisau digester beroperasi pada unit digester, pisau tersebut banyak mengalami perubahan struktur giometrinya yang disebabkan oleh beban pada unit digester tersebut.Perubahan permukaan defleksi pisau digester dapat dilihat pada gambar 3.4

3.4.2 Permukaan Tegangan Normal Rata-Rata Akibat Beban Pada Pisau Digester

Permukaan pisau digester sering mengalami keausan bila digunakan dalam jangka waktu tertentu.Dari hasil simulasi dengan menggunakan perangkat lunak komersial menunjukkan di sisi ujung pisau digester yang ditandai dengan warna merah mengalami tegangan normal rata-ratyang diperlihatkan pada gambar 3.5


(48)

Gambar 3.4 Hasil Simulasi Elemen Hingga Dengan Perangkat Komersial


(49)

BAB IV

PERENCANAAN CETAKAN

4.1 Pembuatan Pola

Pola yang dipilih pada pembuatan pisau digester direncanakan dibuat dari bahan kayu dengan jenis pola pejal.Pisau digester yang telah dicetak harus difinishing terlebih dahulu sebelum digunakan.Maka untuk pembuatan pola perlu dipertimbangkan beberapa hal.

Langkah-langkah yang diperlukan untuk merancang pola adalah : 1. Menenentukan permukaan pisah untuk kup dan drag.

2. Menentukan letak pola, agar pola mudah dilepas dari rongga cetak. 3. Menentukan tambahan dimensi untuk mengatasi penyusutan.

4. Menentukan tambahan dimensi untuk mengatasi proses permesinan bila diperlukan.

Dimensi dari pola yang akan digunakan dihitung sebagai berikut : Untuk menentukan tebal dan panjang pola digunankan rumus;

dp = dg + Tp x dg + Tk + Td ...( 4.1)

Keterangan :

dp = ukuran coran ( mm )

dg = ukuran pisau digester ( mm )

Tp = tambahan penyusutan yang disarankan, bahan pisau digester adalah baja cor dan memiliki tebal lebih dari 10 mm sehingga besar Tp = 16/1000


(50)

Tk = tambahan untuk pengerjaan mesin yang kasar ( mm )

Td = tambahan untuk drag dan permukaan disamping ( mm)

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986)

Gambar 4.1 Tambahan penyelesaian mesin untuk coran baja.

Berikut merupakan perhitungan ukuran pola dari pisau pengaduk dan pisau pelempar dengan nilai penyusutan dan tambahan permesinan .

1. Pisau Pengaduk

o Panjang gagang : 130 + (16 /1000 x 130) + 2 + 5 = 139,08 mm o Lebar gagang : 126 + (16 /1000 x 126) + 2 + 5 = 135,01 mm o Tebal : 25 + (16 /1000 x 25) + 2 + 5 = 32,4 mm o Radius (r1) : 350 + (16 /1000 x 350) + 2 + 5 = 362,6 mm


(51)

2 Pisau Pelempar

o Panjang pisau : 580 + (16/1000 x 580) + 3+ 7 = 599,28 mm o Lebar pisau : 90 + (16/1000 x 90) + 2 + 5 = 98,4 mm o Diameter 1 : 170 + (16/1000 x 170) + 2 + 5 = 179,7 mm o Diameter 2 : 220 + (16/1000 x 220) + 2 + 5 = 244,6 mm o Panjang siku : 85 + (16/1000 x 85) + 2 + 5 = 93,3 mm o Tebal sisi : 60 + (16/1000 x 60) + 2 + 5 = 67,9 mm o Lebar sisi 1 : 70 + (16/1000 x 70) + 2 + 5 = 78,12 mm o Lebar sisi 2 : 70 + (16/1000 x 70) + 2 + 5 = 78,12 mm

4.2 Persiapan cetakan

Setelah ukuran pola ditentukan, kemudian dibuat perencanaan cetakan. Cetakan yang direncanakan adalah cetakan kup dan drag. Ukuran –ukuran cetakan disesuaikan dengan ukuran dan bentuk cawan tuang, saluran turun, pengalir dan ketebalan pasir. Langakah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan cetakan adalah :

1. Pengolahan pasir cetak

Sebelum pasir digunakan, pertama kali dilakukan pengayakan terhadap pasir yang akan digunakan untuk mendapatkan pasir yang bersih dan butiran yang tidak seragam. Pasir yang akan digunakan dimasukkan kedalam mesin pengaduk (mixer) dan dilakukan pengadukan beberapa saat.Kemudian dilakukan penambahan water glass sebagai bahan pengikat, dimana komposisi yang diizinkan 3 – 6 % dari pasir yang akan digunakan.


(52)

2. Pembuatan cetakan kup dan drag

Pembuatan cetakan dilakukan dengan menggunakan rangka cetak yang terbuat dari kayu dan berbentuk bujur sangkar. Rangka cetakan ini terdiri dari kup dan drag. Pembuatan cetakan ini dilakukan dengan urutan sebagai berikut :

a. Pertama-tama pola diletakkan pada rangka drag

b. Pola ditaburi dengan powder (tambahan pemisah), dalam hal ini menggunkan tepung kanji, yang bertujuan untuk mempermudah pengangkatan pola.

c. Rangka drag yang telah berisi pola ditaburi dengan pasir cetak dan dikeraskan dengan menggunakan gas CO2 dengan tekanan 1,0 – 1,5

kg/cm2.

d. Kemudian pola diangkat dan diletakkan pada rangka kup. Didalam kup ini diletakkan saluran turun, penambah dan cawan tuang. Pengerasan cetakan kup ini dilakukan seperti pengerasan pada drag. Kemudian diangkat.

e. Kemudian cetakan kup dan drag disatukan.

4.3. Sistem saluran

Sistem saluran adalah jalan masuk bagi cairan logam yang dituangkan kedalam rongga cetakan.logam cair yang dituang kedalam cetakan harus direncanakan melalui jarak yang sesingkat mungkin. Sistem saluran adalah saluran untuk menyalurkan logam cair dari saluran tuang masuk kerongga cetakan.sistem saluran diperlihatkan pada gambar dibawah ini:


(53)

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986) Gambar 4.2 Sistem saluran

4.3.1. Saluran turun

Sebelum membuat saluran tuang perlu terlebih dahulu diketahui berat coran yang akan dikerjakan, karena ukuran sistem saluran ini disesuaikan dengan berat coran.Dengan tabel berikut dapat ditentukan diameter saluran turun.

Tabel 4.1 Ukuran dari saluran turun , pengalir dan saluran masuk Ukuran pengalir Ukuran saluran masuk Berat Coran

(kg)

Diameter saluran turun (mm)

Pengalir tunggal

Pengalir berganda

Saluran masuk tunggal

Saluran masuk berganda

Saluran masuk tiga

Saluran masuk empat 50 - 100 30 20 x 20 15 x 15 90 x 6 45 x 6 30 x 6 25 x 6 100 - 200 35 30 x 30 22 x 22 100 x 7 50 x 7 35 x 7 25 x 7 200 - 400 40 35 x 35 25 x 25 - 60 x 8 40 x 8 30 x 8 400 - 800 50 40 x 40 30 x 30 - 75 x 10 50 x 10 40 x 10 800 1000 60 50 x 50 35 x 35 - 90 x 12 60 x 12 45 x 12


(54)

Berdasarkan berat coran dan disesuaikan dengan tabel maka diperoleh:

¬ Berat coran dari pisau digester yaitu 50 kg

¬ Diameter saluran turun adalah 30 mm

¬ Tinggi saluran turun adalah 5 . d = 5 x 30 = 150 mm

¬ Ast = Luas Saluran Turun = ヾ / 4 d2 = ヾ / 4 (30)2

= 706,5 mm2 4.3.2. Cawan Tuang

Sebelum cairan logam mengalir masuk ke saluran turun, logam cair ini terlebih dahulu masuk ke cawan tuang. Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun dibawahnya. Ukuran cawan tuang tergantung pada diameter saluran turun dan dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

6d

0,5d

d

d 1,5d

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986) Gambar 4.3. Ukuran Cawan tuang


(55)

1. Panjang = 6d+0,5d+2d+1,5d; dimana d = diameter saluran turun = (6 x 30) + (0,5 x 30) + (2 x 30) + (1,5 x 30) = 300 mm 2. .Lebar cawan tuang 4 x d = 4 x 30 = 120 mm

3. Kedalaman cawan tuang

a. Yang terdangkal = 4.5 x d = 135 mm b. Yang terdalam = 5 x d = 150 mm

4.3.3. Saluran Pengalir

Saluran pengalir menghubungkan saluran turun dengan saluran masuk. Ukuran saluran pengalir disesuaikan dengan ukuran saluran turun dengan perbandingan :

Luas saluran turun : luas pengalir 1 : 1.5 – 2 dipilih 1 : 2. Dengan demikian luas pengalir adalah :

Ap =

5 , 1

30 4 14 , 3 5 , 1

2

x Ast =

= 471 mm2

Bentuk pengalir yang direncanakan adalah berbentuk trapesium dengan perbandingan ukuran seperti gambar dibawh ini :

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986) Gambar 4.4. Penampang Pengalir


(56)

Dari gambar dapat dihitung ukuran penampang pengalir yaitu : Ap = {(A – 3) + (A + 3)} . ½ . A

Ap = A2

A = (Ap)1/2

A = (471)1/2 A = 21,7mm

4.3.4. Saluran Masuk

Saluran masuk adalah saluran dimana logam cair dari saluran turun dimasukkan kedalam rongga cetakan. Ukuran saluran masuk ditentukan berdasarkan ukuran saluran turun. Perbandingan ukuran antara saluran masuk dan saluran turun untuk baja cor adalah sebagai berikut :

Luas saluran turun : luas saluran masuk adalah 1: 2 – 4, dipilih 1: 4. Luas saluran turun adalah Ast=

4 π x d

st2 =

4 14 , 3

x 302 = 706,5 mm2. maka luas saluran masuk

adalah Asmtotal =

3 1

Ast =

3 5 , 706

= 235,5 mm2.

Dalam hal ini diameter saluran masuk ditentukan sebagai berikut: Luas saluran masuk = ヾ / 4 d2

235,5 mm2 = ヾ / 4 d2

mm 32 , 17 4 / 235,5

dsm = =

π

jumlah saluran masuk yang direncanakan adalah tiga (3) buah. Maka luas masing – masing saluran masuk adalah Asm =

3 5 , 235


(57)

direncanakan berbentuk bujur sangkar. Maka ukuran sisi dari saluran masuk adalah Ssm = 78,5=8,8 mm.

4.3.5. Saluran Penambah

Untuk mengimbangi besarnya penyusutan yang terjadi selama pembekuan logam cair dalam rongga cetakan maka harus ada penambahan logam cair kedalam rongga cetakan yang membeku lebih lambat dari coran. Banyaknya penambah tergantung pada tebal dan panjang coran.

Penambah diletakkan pada bagian yang memiliki tebal yang paling besar. Tebal coran yang direncanakan adalah 25 mm,dengan menyesuaikan dengan grafik maka diperoleh jarak pengisian (JP) = 137,5 mm. Sehingga banyak pernambah ditentukan menurut rumus sebagai berikut:

(mm) (JP) penambah pengisian

jarak x

2

(mm) disediakan harus

penambah dimana

bagian panjang

Jumlah penambah

Banyaknya =

Pada cetakan pisau digester dengan ketebalan pola pisau direncanakan 25 mm maka dapat ditentukan jarak pengisian untuk penambah tersebut. Jarak pengisian ditentukan berdasarkan grafik dibawah ini.


(58)

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986)

Gambar 4.4 Hubungan antara tebal coran (T) dan jarak isi dari penambah (JP). Dengan menarik garis perpotongan sumbu tebal coran 25 mm dengan garis kelengkungan daerah yang dapat diisi terhadap sumbu jarak pengisian (JP) (mm) didapat jarak pengisian (JP) yaitu 137,5 mm. Sehingga banyaknya penambah :

5 , 0 5 137, x 2

5 137, penambah

Banyaknya = =

Maka diambil jumlah penambah sebanyak satu buah.

Sebelum menghitung perbandingan volume penambah dengan volume coran, maka harus terlebih dahulu dihitung faktor bentuk yaitu :

\

T L P+

……( 4.2 )

Dimana : P = Panjang coran L = Lebar coran


(59)

Untuk cetakan pisau digester panjang pisau (P) yaitu: 580 mm, lebar coran 107,6 mm, sedangkan tebal pisau yaitu 32,4 m, sehingga faktor bentuk dari Pisau Digester yaitu:

T

L P+

= 21,2

4 , 32

6 , 107 580

= +

Maka sesuai dengan kurva Pellini : =0,25 coran

Volume

Penambah Volume

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986) Gambar 4.5. Kurva Pellini

Volume penambah=0,25 .Volume coran ,dimana volume coran yakni 6849,31 cm3 = 0,25 . 6849,31 cm3

= 1712,32 cm3 …..(1)

Penambah yang digunakan berbentuk silinder, dimana volume silinder ditentukan dari rumusan V = ヾ/4 D2 H , dimana D merupakan diameter penambah dan H merupakan tinggi penambah.


(60)

Dengan menganggap diameter saluran adalah d maka tinggi saluran penambah adalah h = 1,5±0,2 d . dipilih 1,6 d.

Volume penambah Vp = ヾ/4 D2 H = ヾ/4 D2 1,6 D

= 0.4 ヾ D3 ...(2) Persamaan (1) = Persamaan (2)

1712,32 = 0.4 ヾ D3

110,8 mm cm 08 , 11

4 . 0

32 , 1712 DP 3

= = =

π

Maka Tinggi penambah = H = 1,6 DP

= 1,6 (110,8 ) = 177,28 mm

4.4 Pemberat

Diletakkan diatas cetakan (kup) untuk menghindari terangkatnya kup akibat tekanan yang timbul dari cairan logam. Berat dari pemberat dapat dihitung dengan persamaan :

W pbrt = k x A x x h

Dimana : k = Faktor keamanan dari pemberat (1,5 – 2 ); dipilih 2 A = Luas irisan dari rongga

= (126 x 580)mm2


(61)

= Berat jenis logam = 0,0075537 N/cm3 h = Tinggi saluran turun = 150 mm = 15 cm Maka berat pemberat adalah :

W pbrt = 2 x 730,8 x 0,0075537 x 15

= 165,60 kgf

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986) Gambar 4.6. Bentuk Pemberat

4.5 Waktu Tuang

waktu tuang ditentukan dengan persamaan:

γ

× × =

a v

W

T ...(4.3)

Dimana :

w = Berat coran tuang (kg) T = Waktu penuangan (s)

γ = Berat jenis coran (N/m3)

γ = p.g = 7,8.103kg/cm3 x 9,8 m/s2 = 765,8 n/m3 a = Luas irisan saluran turun (m2)

v = Kecepatan rata-rata tuang dari logam (m/s) Besarnya V ditentukan dengan persamaan:


(62)

V =Cg×h ...(4.4) Dimana:

V = Kecepatan rata-rata logam (m/s) C = Koefisien aliran (0,5 – 0,6) diambil 0,5 g = Percepatan gravitasi (9,81m/s2) h = Tinggi saluran turun = 150 mm

Maka 15 , 0 81 , 9 2 5 ,

0 x x

V =

= 1,029 m/s Waktu tuang (T) =

8 , 765 510 , 706 029 , 1 50 6 x x

= 9,06 s

4.6 Pembuatan Cetakan Pasir

Adapun pembuatan dari pasir cetak adalah sebagai berikut: 4.6.1 Persiapan Pasir Cetak

Pasir yang digunakan untuk cetakan pisau digester dipadatkan dengan memakai air kaca (water glass). Air kaca (water glass) 3 sampai 6 % ditambahkan pada pasir silika yang mempunyai kadar lempung sesedikit mungkin dan dicampur dengan mempergunakan pengaduk pasir. Butir butir pasir lebih baik agak bundar. Air kaca yang dipakai dengan perbandingan molekul SiO2 dan Na2O


(63)

Pencampuran pasir silika dan air kaca dilakukan selama kurang dari 5 menit dan campuran diisolasi dari udara luar dalam suatu benjana. Selain itu juga dicampurkan bubuk tir atau bubuk kayu kedalam campuran pasir silika dan air kaca tadi. Ini dilakukan untuk memperbaiki sifat mampu ambruk yang buruk dari cetakan yang dibuat dengan air kaca sehingga pembongkaran cetakan nantinya tidak sukar. Selain itu juga mencegah penetrasi logam cair kedalam ruang antara butir butir pasir sehingga terbentuk kulit coran yang bersih. Penambahan bubuk tir sebanyak 0,5 sampai 2 % dan bubuk kayu sebanyak 0,5 sampai 1,5 %.

4.6.2 Pembuatan Cetakan

Pembuatan cetakan pasir Pisau Digester dilakukan dengan cara CO2.

Maksudnya dilakukan dengan peniupan gas CO2 kedalam cetakan . Pasir silika

yang telah dicampur dengan air kaca (water glass) telah siap untuk dibuat menjadi cetakan. Setelah cetakan siap maka gas CO2 ditiupkan kedalam cetakan pada

tekanan 1,0 sampai 1,5 kgf/cm2, maka cetakan akan mengeras. Berikut merupakan reaksi pengerasan pada cara CO2 ;

Na2O . SiO2 . xH2O + CO2 s Na2CO3 . xH2O + SiO2

Pada Pembuatan pisau digester ini dibuat dengan menggunakan cetakan kup dan drag. Di dalam cetakan kup terdapat pola banda kerja dan semua saluran logam cair, baik itu cawan tuang, saluran turun, pengalir, saluran masuk dan penambah.

Adapun ukuran-ukuran dari rangka cetak adalah sebagai berikut.

- Tinggi rangka cetakan kup = tinggi cawan tuang yang terdalam+ tinggi saluran turun + luas saluran pengalir = 150 + 150 + 471 = 771 mm


(64)

- Lebar rangka cetakan kup = panjang cawan tuang + 2 x diameter saluran masuk = 200 + 2 x 17,32= 334,64 mm

- Panjang rangka cetakan kup = panjang pola + tebal pasir = 580 + 400 = 980mm.

4.7. Peleburan Logam Coran

Pada proses peleburan logam coran digunakan tanur induksi. Kebanyakan tanur induksi yang biasa dipakai adalah mempergunakan frekuensi 50 sampai 60 Hz, tetapi sekarang beberapa tanur mempergunakan frekuensi tiga kali lipat (150 sampai 180 Hz).

Tanur induksi dibagi menjadi dua jenis sesuai dengan konstruksi dasarnya yaitu pertama adalah tanur jenis tanur krus atau jenis tak berinti dan yang kedua adalah tanur jnis saluran. Berikut ini merupakan sifat – sifat dari berbagai tanur pelebur induksi.

Tabel 4.2 Sifat – sifat dari berbagai tanur pelebur induksi Sifat – sifat tanur Kapasitas

peleburan Titik cair Laju peleburan Gaya penga duk

Sifat – sifat operasi Harga peralatan Tanur induksi

frekuensi tinggi tak berinti

Kecil Tinggi Cepat Lemah Cocok untuk cepat, Temp.tinggipelebura n dari bahan dingin

Mahal

Tanur induksi frekuensi rendah tak berinti jenis krus

Sedang Besar

Rendah Lambat Kuat Cocok untuk produksi masa operasi putus-putus atau kontiniu. Murah Tanur induksi frekuensi rendah tak berinti jenis

Sedang Besar

Rendah Lambat Kuat Operasi kontiniu efisiensi panas baik ekonomis.

Murah


(65)

Pada peleburan logam coran pada pembuatan pisau digester ini digunakan tanur induksi. Berdasarkan sifat – sifat tanur induksi diatas maka tanur induksi yang digunakan yaitu tanur induksi jenis krus. Keuntungan dari jenis krus adalah konstruksinya sederhana, bata tahan api bersifat asam yang murah, pembuatan yang mudah,tetapi efisiensi tanur ini lebih rendah dari efisiensi tanur jenis saluran.Kalau pencairan dimulai,tanur ini memerlukan ingot yang besar (block mula) atau cairan besi.bagian atas dari tanur ini terbuka lebar sehingga pengisian mudah dilakukan dan tanur ini cocok untuk mencairkan logam dari mulai temperature kamar.

Berikut merupakan gambar dari tanur induksi jenis krus.

(Sumber: Surdia&Chijiiwa,1986) Gambar 4.7 Tanur induksi jenis krus

Proses peleburan logam coran dilakukan dengan meleburkan skrap baja. Peleburan dilakukan pada tanur induksi.. Peleburan dilakukan mencapai suhu lebih kurang 1550 – 1600 0C. Setelah mencapai suhu tersebut dilakukan pengecekan terhadap logam cair dengan mengambil sampelnya. Pengecekan ini


(66)

dilakukan untuk melihat apakah komposisi logam cair tersebut sesuai dengan yang direncanakan. Apabila sudah sesuai maka logam cair telah dapat dituang.

4.8. Unsur Paduan Dalam Material 4.8.1. Pengaruh Unsur Paduan 1. Karbon (C)

Unsur karbon dalam paduan dapat meningkatkan kekerasan, kekuatan dari material karena akan membentuk karbida besi (Fe3C). Karbon juga dapat

menurunkan keliatan dan meningkatkan sifat kehantaran (konduktivitas), mampu tempa, dan mampu las.

2. Silikon (Si)

Kadar silikon dalam baja turut menentukan banyaknya karbon yang terlarut (terikat ) dalam besi dan berapa banyak yang berbentuk grafit (kabon bebas) setelah mencapai kesetimbangan. Pengaruh silikon terhadap sifat mekanik adalah kenaikan silikon akan menaikkan kekuatan tarik, meningkatkan kekerasan, mengurangi elongasi, dan menurunkan kekutan impak.

3. Sulfur (S)

Sulfur merupakan unsur yang tidak dikehendaki dalam baja paduan, tetapi unsur ini sangat sulit untuk dihilangkan, oleh karena itu selama proses peleburan selalau diusahakan untuk mengikat sukfur tersebut. Sulfur menurunksn sifat mekanis baja terutama keliatan, mampu las, dan tahan karat. Sulfur juga menimbulkan perubahan struktur kristal sehingga titk cair dari baja meningkat, juga menyebabkan baja menjadi getas.


(1)

72 - 61. 623 89. 654 73 - 61. 732 89. 654 74 - 61. 841 89. 654

* * * * * POST1 NODAL DEGREE OF FREEDOM LI STI NG * * * * *

LOAD STEP= 1 SUBSTEP= 1

TI ME= 1. 0000 LOAD CASE= 0

THE FOLLOWI NG DEGREE OF FREEDOM RESULTS ARE I N GLOBAL COORDI NATES NODE UX UY 75 - 61. 951 89. 654 76 - 62. 060 89. 654 77 - 7. 3768 37. 608 78 - 57. 016 86. 145 79 - 53. 501 82. 636 80 - 49. 983 79. 129 81 - 46. 463 75. 624 82 - 42. 942 72. 122 83 - 39. 420 68. 622 84 - 35. 895 65. 126 85 - 32. 369 61. 633 86 - 28. 840 58. 147 87 - 25. 308 54. 667 88 - 21. 772 51. 196 89 - 18. 227 47. 737 90 - 14. 666 44. 306 91 - 11. 052 40. 920 92 . 00000 . 00000

93 - 6. 8101 32. 622 94 - 6. 3034 27. 961 95 - 5. 7903 23. 650 96 - 5. 2764 19. 700 97 - 4. 7622 16. 111 98 - 4. 2480 12. 882 99 - 3. 7337 10. 015 100 - 3. 2193 7. 5089 101 - 2. 7047 5. 3657 102 - 2. 1920 3. 5803 103 - 1. 6767 2. 1713 104 - 1. 1266 1. 1103 105 - . 62610 . 35072

106 . 00000 . 00000

107 . 00000 . 00000

108 . 98257E- 02 - . 86555E- 02 109 . 00000 . 00000

110 - . 41494E- 01 - . 14369E- 02 111 - . 41517E- 01 - . 15256E- 01 * * * * * POST1 NODAL DEGREE OF FREEDOM LI STI NG * * * * * LOAD STEP= 1 SUBSTEP= 1

TI ME= 1. 0000 LOAD CASE= 0

THE FOLLOWI NG DEGREE OF FREEDOM RESULTS ARE I N GLOBAL COORDI NATES NODE UX UY 112 - . 26907E- 01 - . 20131E- 01 113 . 00000 . 00000

114 . 00000 . 00000

115 . 00000 . 00000

116 . 39453E- 01 - . 51179E- 02 117 . 00000 . 00000

118 . 00000 . 00000

119 . 00000 . 00000

120 . 00000 . 00000

121 . 11505 . 28789E- 01 122 7. 7046 37. 644 123 . 42828 . 85056E- 01 124 . 85142 . 43008 125 1. 3612 1. 1382 126 1. 8879 2. 1818 127 2. 4292 3. 5849


(2)

128 2. 9627 5. 3679 129 3. 4900 7. 5144 130 4. 0170 10. 020 131 4. 5439 12. 888 132 5. 0709 16. 116 133 5. 5975 19. 705 134 6. 1242 23. 655 135 6. 6513 27. 966 136 7. 1738 32. 642 137 9. 6843 40. 974 138 11. 559 44. 338 139 13. 404 47. 763 140 15. 225 51. 211 141 17. 031 54. 676 142 18. 828 58. 153 143 20. 618 61. 638 144 22. 401 65. 128 145 24. 181 68. 623 146 25. 958 72. 122 147 27. 731 75. 622 148 29. 503 79. 125

* * * * * POST1 NODAL DEGREE OF FREEDOM LI STI NG * * * * *

LOAD STEP= 1 SUBSTEP= 1 TI ME= 1. 0000 LOAD CASE= 0

THE FOLLOWI NG DEGREE OF FREEDOM RESULTS ARE I N GLOBAL COORDI NATES

NODE UX UY 149 31. 273 82. 630 150 33. 041 86. 136 151 - 60. 909 90. 328 152 226. 73 346. 03 153 226. 51 351. 66 154 35. 052 91. 310 155 - . 25391E- 01 - . 25093E- 01 156 5. 5426 78. 720 157 222. 05 365. 70 158 - 18. 647 193. 24 159 . 76473 41. 621 160 239. 50 341. 23 161 62. 870 311. 22 162 47. 570 293. 17 163 - 6. 4047 157. 42 164 66. 194 278. 05 165 24. 285 249. 12 166 28. 196 274. 76 167 53. 050 263. 14 168 37. 750 253. 32 169 82. 837 329. 16 170 2. 6313 242. 79 171 - 8. 3124 218. 95 172 21. 308 231. 48 173 3. 3779 182. 76 174 12. 886 207. 67 175 82. 455 294. 65 176 123. 38 328. 59 177 132. 50 363. 64 178 99. 034 277. 70 179 81. 724 260. 97 180 65. 311 243. 92 181 45. 458 226. 23 182 35. 182 197. 49 183 25. 713 172. 63 184 118. 37 293. 73 185 158. 58 347. 28

* * * * * POST1 NODAL DEGREE OF FREEDOM LI STI NG * * * * *

LOAD STEP= 1 SUBSTEP= 1 TI ME= 1. 0000 LOAD CASE= 0


(3)

NODE UX UY 186 166. 06 323. 26 187 193. 56 328. 85 188 - 15. 180 130. 22 189 155. 37 380. 48 190 - 35. 983 137. 21 191 175. 23 370. 66 192 4. 3843 125. 30 193 - 3. 7001 104. 81 194 197. 75 368. 16 195 195. 73 350. 26 196 - 22. 172 102. 76 197 214. 83 332. 15 198 214. 48 345. 76 199 9. 1688 100. 87 200 17. 107 92. 267 201 228. 23 337. 49 202 214. 25 361. 21 203 210. 00 370. 32 204 20. 210 116. 84 205 3. 1789 89. 585 206 - 42. 083 90. 198 207 - 5. 9746 91. 178 208 - 6. 7209 81. 828 209 . 48114E- 01 81. 190 210 189. 24 386. 74 211 210. 15 379. 52 212 217. 86 372. 40 213 220. 61 354. 55 214 232. 14 354. 32 215 230. 75 328. 82 216 17. 177 83. 296 217 23. 497 87. 878 218 9. 6763 85. 159 219 12. 936 80. 080 220 - 1. 7597 74. 649 221 - 16. 547 88. 725 222 1. 9569 19. 597

* * * * * POST1 NODAL DEGREE OF FREEDOM LI STI NG * * * * *

LOAD STEP= 1 SUBSTEP= 1 TI ME= 1. 0000 LOAD CASE= 0

THE FOLLOWI NG DEGREE OF FREEDOM RESULTS ARE I N GLOBAL COORDI NATES

NODE UX UY 223 1. 7828 16. 014 224 1. 6075 12. 786 225 1. 4307 9. 9177 226 1. 2528 7. 4089 227 1. 0774 5. 2551 228 . 90998 3. 4489 229 . 75573 1. 9780 230 . 59293 . 83006 231 - . 42485 1. 9273 232 - . 62591 3. 4355 233 - . 80823 5. 2464 234 - . 98308 7. 4046 235 - 1. 1547 9. 9158 236 - 1. 3255 12. 785 237 - 1. 8535 23. 532 238 - 2. 0762 27. 802 239 2. 1141 23. 534 240 - 13. 876 79. 905 241 - 24. 138 81. 124 242 - 6. 9521 75. 124 243 - 2. 3984 32. 348 244 - 12. 783 67. 075 245 2. 2514 32. 358 246 - 16. 301 70. 597 247 - 20. 256 75. 105 248 - 11. 959 73. 993


(4)

249 - 7. 3172 70. 096 250 - 20. 193 66. 238 251 - 24. 164 70. 609 252 - 27. 964 74. 993 253 - 31. 662 78. 231 254 - 31. 702 86. 143 255 - 18. 164 54. 139 256 - 24. 542 62. 165 257 - 28. 234 66. 105 258 - 31. 862 70. 011 259 - 35. 350 73. 820

* * * * * POST1 NODAL DEGREE OF FREEDOM LI STI NG * * * * *

LOAD STEP= 1 SUBSTEP= 1 TI ME= 1. 0000 LOAD CASE= 0

THE FOLLOWI NG DEGREE OF FREEDOM RESULTS ARE I N GLOBAL COORDI NATES

NODE UX UY 260 - 38. 461 78. 478 261 - 43. 934 81. 963 262 - 51. 996 84. 600 263 - 15. 591 50. 865 264 - 14. 416 56. 318 265 - 13. 627 53. 148 266 - 8. 6074 46. 690 267 - 10. 328 56. 254 268 - 8. 5179 65. 662 269 - 10. 898 52. 257 270 - 9. 6441 60. 952 271 - 3. 0511 69. 305 272 - 7. 2837 51. 203 273 - 6. 3778 55. 498 274 - 2. 4560 54. 598 275 - 5. 4536 59. 953 276 - 3. 9069 46. 066 277 - 4. 0761 41. 470 278 - 4. 3243 64. 543 279 - 1. 4613 58. 881 280 - 2. 9205 37. 043 281 - 3. 2700 50. 385 282 . 48656 . 22608 283 - . 14538 . 10018E- 01 284 - . 24263 63. 305 285 3. 0134 73. 025 286 1. 2234 67. 961 287 . 30617 45. 774 288 9. 6165 75. 541 289 7. 1297 70. 807 290 5. 2009 66. 230 291 3. 6214 61. 863 292 2. 3142 57. 681 293 1. 2781 53. 640 294 3. 7590 45. 775 295 17. 467 78. 998 296 15. 352 76. 343

* * * * * POST1 NODAL DEGREE OF FREEDOM LI STI NG * * * * *

LOAD STEP= 1 SUBSTEP= 1 TI ME= 1. 0000 LOAD CASE= 0

THE FOLLOWI NG DEGREE OF FREEDOM RESULTS ARE I N GLOBAL COORDI NATES

NODE UX UY 297 10. 746 68. 459 298 8. 8588 64. 307 299 7. 2256 60. 246 300 5. 8282 56. 328 301 4. 6926 52. 586 302 3. 9174 49. 066 303 21. 301 81. 862 304 19. 936 77. 368


(5)

305 18. 113 73. 726 306 14. 117 66. 161 307 12. 286 62. 299 308 10. 608 58. 492 309 9. 0890 54. 802 310 7. 7513 51. 317 311 6. 6511 48. 222 312 5. 9226 45. 973 313 26. 131 104. 16 314 26. 912 83. 259 315 24. 621 78. 910 316 22. 901 74. 899 317 21. 104 71. 199 318 19. 237 67. 555 319 17. 385 63. 898 320 15. 583 60. 242 321 13. 844 56. 623 322 12. 181 53. 079 323 10. 585 49. 675 324 9. 0302 46. 542 325 7. 3519 43. 943 326 4. 8782 42. 319 327 - 44. 848 106. 82 328 . 19433 . 11357E- 01 329 . 16998E- 01 - . 18522E- 01 330 - . 61388E- 01 - . 10482E- 01 331 30. 021 87. 112 332 - 49. 208 88. 895 333 32. 459 88. 701

* * * * * POST1 NODAL DEGREE OF FREEDOM LI STI NG * * * * *

LOAD STEP= 1 SUBSTEP= 1 TI ME= 1. 0000 LOAD CASE= 0

THE FOLLOWI NG DEGREE OF FREEDOM RESULTS ARE I N GLOBAL COORDI NATES

NODE UX UY 334 . 17488 . 73992E- 02 335 . 64583E- 01 - . 31181E- 01 336 . 20110E- 01 - . 31252E- 01 337 - . 78723E- 02 - . 18306E- 01 338 - . 43822E- 01 - . 18481E- 01 339 - . 57725E- 01 - . 17071E- 01 340 - . 99359E- 01 . 13284E- 01 341 29. 433 93. 825 342 - 59. 029 99. 712 343 - 53. 783 87. 674 344 - 52. 575 94. 873 345 34. 838 98. 277 346 34. 125 90. 000 347 - 59. 338 92. 716 348 - 56. 912 91. 056 349 - 60. 263 90. 662 350 - 60. 669 93. 425 351 - 60. 478 90. 734 352 - 60. 414 91. 868 353 - 61. 069 91. 078 354 - 61. 469 90. 197 355 - 61. 449 91. 324 356 - 61. 442 95. 152 357 36. 269 94. 560 358 36. 078 90. 757 359 34. 516 93. 647 360 35. 645 91. 720 361 35. 457 90. 025 362 34. 296 90. 628 363 34. 918 90. 115 364 34. 708 90. 010 365 34. 583 89. 884 366 34. 923 89. 926 367 35. 195 90. 273 368 35. 557 89. 870 369 35. 616 89. 941


(6)

370 35. 807 90. 607

* * * * * POST1 NODAL DEGREE OF FREEDOM LI STI NG * * * * *

LOAD STEP= 1 SUBSTEP= 1 TI ME= 1. 0000 LOAD CASE= 0

THE FOLLOWI NG DEGREE OF FREEDOM RESULTS ARE I N GLOBAL COORDI NATES

NODE UX UY 371 36. 140 90. 120 372 36. 204 89. 958 373 16. 352 149. 30 374 242. 48 332. 28 375 235. 64 348. 25 376 227. 20 359. 53 377 215. 57 377. 89 378 201. 41 382. 05 379 105. 87 346. 57 380 - 61. 805 92. 403 381 - 61. 700 90. 489 382 - 61. 662 90. 143 383 - 61. 555 90. 286 384 - 61. 348 90. 563 385 - 60. 954 90. 683 386 - 60. 696 90. 648 387 - 60. 521 90. 363 388 - 48. 780 83. 647 389 - . 97920E- 01 . 52204 390 - . 46210E- 01 - . 17368E- 01 391 - . 23899E- 01 - . 15967E- 01 392 . 98962E- 03 - . 24989E- 01 393 . 26418E- 01 - . 18900E- 01 394 . 95189E- 01 - . 20638E- 01 395 . 89047E- 01 - . 85188E- 02 396 . 25563 . 14453E- 01 397 1. 9237 37. 095 398 35. 654 90. 314 399 36. 221 90. 107 400 36. 228 91. 653 401 35. 478 93. 307 402 32. 677 91. 702 403 - 55. 970 98. 170 404 16. 096 70. 004 405 . 55968 49. 707 406 2. 2331 27. 804 407 - 1. 6691 19. 597

* * * * * POST1 NODAL DEGREE OF FREEDOM LI STI NG * * * * *

LOAD STEP= 1 SUBSTEP= 1 TI ME= 1. 0000 LOAD CASE= 0

THE FOLLOWI NG DEGREE OF FREEDOM RESULTS ARE I N GLOBAL COORDI NATES

NODE UX UY 408 - 1. 4965 16. 012 409 12. 952 72. 586 410 - 15. 580 61. 750 411 - 20. 894 58. 179 412 - 12. 371 48. 435 413 - 10. 686 70. 387 414 176. 90 394. 31 415 - 27. 905 166. 16 416 140. 16 309. 02 417 42. 937 277. 02 418 101. 76 311. 53 419 13. 767 262. 38 MAXI MUM ABSOLUTE VALUES

NODE 17 32 VALUE 269. 69 412. 10