Perencanaan Dan Pembuatan Poros Digester Untuk Sebuah Pabrik Kelapa Sawit Dengan Kapasitas Olahan 12 Ton Tbs /Jam Dengan Pengecoran Logam

(1)

TUGAS SARJANA

TEKNIK PENGECORAN LOGAM

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN POROS DIGESTER

UNTUK SEBUAH PABRIK KELAPA SAWIT

KAPASITAS OLAHAN 12 TON TBS /JAM

DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

OLEH :

MARATUASYAH DALIMUNTHE

NIM : 030401038

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

MEDAN

2009

TUGAS SARJANA

TEKNIK PENGECORAN LOGAM

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN POROS DIGESTER

UNTUK SEBUAH PABRIK KELAPA SAWIT KAPASITAS

OLAHAN 12 TON TBS / JAM

DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

OLEH:

MARATUASYAH DALIMUNTHE

NIM : 03 0401 038

Telah diperiksa dan disetujui dari hasil seminar Tugas Sarjana Periode ke – 522 Tanggal 20 September 2008

Disetujui oleh :

DOSEN PEMBANDING I DOSEN PEMBANDING II

(Prof. Dr. Ir. Bustami Syam MSME)

NIP : 131 459 558 NIP : 131 081 668


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji dan syukur kehadirat Allah Swt atas berkat dan rahmat-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

Tugas Sarjana ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikannya di Departeman Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Adapun Tugas Sarjana yang dipilih adalah dalam bidang Teknik Pengecoran Logam dengan judul :“Perencanaan dan pembuatan poros digester untuk sebuah pabrik kelapa sawit dengan kapasitas olahan 12 Ton TBS /Jam dengan pengecoran logam.

Penyusunan tugas akhir ini berdasarkan hasil survey langsung dilapangan serta melakukan pembahasan dan studi literatur. Penulis menyadari kekurangan didalam tugas sarjana ini, untuk itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik untuk kesempurnaan tugas sarjana ini

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar besarnya kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Drs. S. Dalimunthe dan R. Hutagalung, atas segala dukungan baik moril dan maupun materil dan support yang tiada hentinya kepada penulis dalam penyelesaian tugas sarjana ini.

2. Abang M. Yasir Syah D, Amd, Kakak Linda Syah D, Spd, dan adik Rahmat Syah D atas segala dukungannya.


(5)

3. Ibu Ir. Raskita S. Meliala, sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbinganya kepada penulis dalam penulisan tugas sarjana ini.

4. Bapak Dr.Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, M Eng sebagai Ketua Departemant Teknik Mesin dan Bapak Ir. Tulus Burhanuddin, M.T sebagai Sekretaris Departemen Teknik Mesin serta seluruh staf pengajar .

5. Kak Isma, Kak Sonta, Bang Sawal, Bang Fauzi dan Bang Yono atas segala bantuannya kepada penulis dalam pengurusan administrasi .

6. Pimpinan dan seluruh karyawan PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Adolina Perbaungan yang telah membimbing selama survey.

7. Teman – teman Teknik Mesin USU terutama stambuk 2003, Nanda, fikar, robi, ghazali, wisnu, zaldi, bang sokep, rahman, soli, terimakasih atas segala bantuan, dukungan dan masukkanya pada penulis yang tiada terhingga dari awal hingga akhir. Semoga pertemanan dan persahabatan ini selalu untuk selamanya.

Semua kisah pasti ada akhir yang harus dilalui ,begitu juga akhir kisah ini yakin ku indah. Akhirnya , semoga Tugas Sarjana ini bermanfaat buat kita semua

Medan , Agustus 2008 Penulis

Maratuasyah Dalimunthe NIM : 030401038


(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

LEMBAR SPESIFIKASI TUGAS ... iii

KARTU BIMBINGAN TUGAS AKHIR ... iv

LEMBAR EVALUASI SEMINAR ... v

ABSENSI PEMBANDING BEBAS ... vi

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR SIMBOL ... xiiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Maksud dan Tujuan ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Metode Penulisan ... 2

1.5 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan – Bahan Pengecoran ... 5

2.1.1 Besi Cor ... 5


(11)

2.1.3 Coran Paduan Tembaga ... 7

2.1.4 Coran Paduan Ringan ... 7

2.1.5 Coran Paduan Lainnya ... 8

2.2 Sifat sifat Logam Cair ... 8

2.2.1 Perbedaan antara Logam Cair dan Air... 8

2.2.2 Kekentalan Logam Cair ... 8

2.2.3 Aliran Logam Cair ... 9

2.3 Pembekuan Logam ... 10

2.4 Pola ... 11

2.4.1 Telapak Inti ... 12

2.4.2 Macam macam Pola... 14

2.4.3 Bahan bahan Pola ... 16

2.4.3.1 Kayu ... 17

2.4.3.2 Resin Sintetis ... 17

2.4.3.3 Bahan untuk Pola Logam ... 18

2.4.4 Perencanaan Pola ... 18

2.5 Rencanan Pengecoran ... 19

2.5.1 Istilah istilah dan Fungsi dari Sisitem Saluran ... 19

2.5.2 Bentuk dan Bagian Bagian Sistem Saluran ... 20

2.5.3 Penambah ... 23

2.6 Pasir Cetak ... 24

2.6.1 Syarat Syarat Pasir Cetak ... 24

2.6.2 Macam macam Pasir Cetak ... 25

2.6.3 Susunan Pasir Cetak ... 26


(12)

2.6.4.1 Sifat Sifat Pasir Cetak Basah ... 27

2.6.4.2 Sifat Sifat Kering ... 29

2.6.4.3 Sifat Sifat Penguatan oleh Udara ... 29

2.6.4.4 Sifat Sifat Panas ... 29

2.7 Peleburan dan Penuangan Baja Cor ... 32

2.7.1 Peleburan Baja Cor ... 32

2.7.8 Penuangan Baja Cor ... 33

2.8 Pengujian dalam Pengecoran ... 35

2.8.1 Pengukuran Temperatur ... 35

2.8.2 Pengujian Terak ... 36

BAB III PERENCANAAN POROS DIGESTER 3.1 Tinjauan Umum Digester ... 38

3.1.1 Tabung Ketel Adukan ... 38

3.1.2 Pisau ketel adukan ... 39

3.1.3 Poros ketel adukan ... 39

3.1.4 Isolasi ketel adukan. ... 39

3.1.5 Gaya Penggerak. ... 40

3.1.6 Proses Pengadukan…. ... 40

3.2 Ukuran ketel adukan... 41

3.3 Penentuan daya motor ... 41

3.4 Poros ketel adukan ... 43


(13)

BAB IV PERENCANAAN CETAKAN

4.1 Pembuatan pola ... 48

4.1.1 Bahan Pola ... 48

4.1.2 Macam Pola ... 48

4.1.3 Penentuan Tambahan Penyusutan ... 49

4.1.4 Penentuan Penambahan Penyelesaian Mesin ... 49

4.1.5 Ukuran Pola ... 50

4.2 Sistem Saluran ... 51

4.2.1 Saluran Turun ... 52

4.2.2 Cawan Tuang ... 54

4.2.3 Pengalir ... 55

4.2.4 Saluran Masuk ... 56

4.3 Penambah... 57

4.3.1 Ukuran Penambah ... 58

4.4 Pembuatan Cetakan Pasir ... 61

4.4.1 Persiapan Pasir Cetak ... 61

4.4.2 Pembuatan Cetakan ... 61

4.5 Peleburan Logam ... 63

4.6 Penuangan Logam Cair ... 66

4.6.1 Kecepatan penuangan……. ... 66

4.6.2 Waktu penuangan. ... 67

4.6.3 Diagram fasa AISI 430 ... 68


(14)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 71 5.2 Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(15)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1 Telapak inti bertumpu dua mendatar ... 13

Gambar 2.2 Telapak inti beralas tegak ... 13

Gambar 2.3 Telapak inti tegak bertumpu dua ... 13

Gambar 2.4 Telapak inti untuk penghalang ... 14

Gambar 2.5 Pola tunggal ... 14

Gambar 2.6 Pola belah... 15

Gambar 2.7 Pola setengah ... 15

Gambar 2.8 Pola belahan banyak ... 15

Gambar 2.9 Pola pelat pasangan ... 16

Gambar 2.10 Pola pelat kup dan drag ... 16

Gambar 2.11 Istilah istilah sistim pengisian ... 20

Gambar 2.12 Ukuran cawan tuang ... 21

Gambar 2.13 Perpanjangan pengalir ... 23

Gambar 2.14 Sistem saluran masuk ... 23

Gambar 2.15 Penambah samping dan penambah atas ... 24

Gambar 2.16 Pengaruh kadar air dan kadar lempung terhadap Pasir cetak yang diikat dengan lempung ... 28

Gambar 2.17 Pengaruh kadar air dan bentonit pada pasir diikat bentonit ... 28

Gambar 2.18 Pemuaian panas bermacam macam pasir ... 30

Gambar 2.19 Kekuatan tekan panas dari pasir cetak... 31

Gambar 2.20 Deformasi panas dari pasir cetak ... 31

Gambar 2.21 Tanur listrik heroult ... 32


(16)

Gambar 2.23 Temperatur penuangan yang disarankan ... 34

Gambar 3.1 Digester ... 40

Gambar 3.2 Diagram benda bebas poros ketel adukan ... 43

Gambar 3.3 Diagram gaya lintang dan momen lentur………....44

Gambar 3.4 Poros digester ... 47

Gambar 4.1 Tambahan penyelesaian mesin untuk coran baja ... 50

Gambar 4.2 Poros Digester ... 51

Gambar 4.3 Ukuran cawan tuang ... 54

Gambar 4.4 Ukuran pengalir. ... 56

Gambar 4.5 Hubungan antara tebal coran (T) dan jarak isi Dari penambah (JP) ... 58

Gambar 4.6 Kurva pellini ... 69

Gambar 4.7 Hubungan antara waktu dan berat tuang untuk baja cor ... 67


(17)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1 Ukuran pengalir ... 22

Tabel 2.2 Temperatur tuang beberapa logam ... 25

Tabel 4.1 Tambahan penyusutan yang disarankan ... 50

Tabel 4.2 Ukuran dari saluran turun , pengalir dan saluran masuk ... 53

Tabel 5.1 Komposisi metal cair ... 65


(18)

DAFTAR SIMBOL

SIMBOL

KETERANGAN

SATUAN

Dtab Diameter tabung ketel adukan mm

ttab Tinggi tabung ketel adukan mm

Emek Energi mekanis Joule

Ekin Energi kinetik Joule

Epot Energi potensial Joule

m Masa benda kg

v Kecepatan benda m /det

g Percepatan gravitasi m /det2

h Ketinggian benda m

ω Kecepatan sudut rad /s

rttab Radius tabung ketel adukan mm

P Daya motor watt

W Usaha Joule

t Waktu pengadukan det

T Torsi yang terjadi kg. mm

Pd Daya rencana kW

nporos Putaran poros rpm

τa Tegangan geser izin Pa

σB Tegangan tarik bahan Pa

Sf1 Faktor keamanan akibat kelelahan puntir -


(19)

Kt Faktor koreksi untuk momen puntir -

Cb Faktor koreksi momen lentur -

ds Diameter poros mm

dst Diameter saluran turun mm

dP Diameter pengalir mm

dsm Diameter saluran masuk mm

n Jumlah saluran masuk buah

l Panjang coran mm

t tebal coran mm

JP Jarak pengisian mm

L Lebar coran pada kurva pellini mm

P Panjang coran pada kurva pellini mm

T Tebal coran pada kurva pellini mm

Vp Volume penambah cm3

Vc Volume coran cm3

DP Diameter penambah mm


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dalam perekonomian Indonesia minyak kelapa sawit mempunyai peranan sebagai primadona ekspor non migas. Adanya oreintasi pemerintah kearah agroindustri yang merupakan salah satu cabang industri yang punya prospek cerah dimasa mendatang. Hal ini didukung oleh adanya sumber daya manusia serta tersedianya peluang pasar yang cukup besar, baik didalam maupun diluar negeri.

Melihat prospek yang menjanjikan diatas ditambah dengan luasnya areal kebun kelapa sawit di Indonesia maka banyak dibuka perkebunanan kelapa sawit yang juga diikuti dengan banyaknya berdiri industri pengolahan kelapa sawit.

Dengan banyak berdirinya industri tadi memaksa kepada setiap para insan yang berkecimpung dalam bidang teknologi (engineering) untuk dapat memanfaaatkan ilmunya dalam pengoperasian dan pembuatan alat – alat industri pengolahan tersebut.

Pertumbuhan industri manufaktur dan pengecoran logam saat ini telah meningkat dalam memenuhi permintaan pasar untuk peralatan dan perlengkapan pabrik kelapa sawit seiring dengan meningkatnya konversi hutan di pulau Sumatra dan Kalimantan menjadi perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Untuk menghasilkan produk yang dapat bersaing maka perlu diadakan telaah perencanaan proses pengecoran logam khususnya dalam pembuatan komponen pabrik kelapa sawit dalam hal ini membahas mengenai perencanaan dan proses pembuatan poros digester yang digunakan pada sebuah pabrik kelapa sawit dengan kapasitas


(21)

olahan 12 ton TBS / Jam. Proses pembuatan dari hasil perencanaan dilakukan dengan teknik pengecoran logam dengan menggunakan cetakan pasir yang relatif mudah dan ekonomis.

1.2 Maksud dan Tujuan Perencanaan

Maksud dari perencanaan ini adalah untuk mengenal lebih dekat dan memahami proses pengecoran logam yang berlaku di industri dengan pembekalan materi yang diperoleh mahasiswa dari bangku kuliah.

Tujuan dari perencanaan ini adalah mahasiswa dapat merencanakan dan memilih bahan cetakan , merencanakan dimensi pola dan merencanakan sistim saluran dan penambah yang sesuai serta dapat menambah wawasan tentang teknik pengecoran logam.

1.3 Batasan Masalah

Pada tugas sarjana ini perencanaan proses pengecoran dengan cetakan pasir dibatasi pada perencanaan pola, perencanaan sistim saluran, perencanaan peleburan material, penuangan coran logam dan pembongkaran coran logam.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan tugas sarjana ini adalah :

1. Survey Lapangan

Disini dilakukan peninjauan pada industri pengecoran logam untuk memperoleh data yang berhubungan dengan proses pengecoran logam dalam


(22)

hal ini industri yang di survey yaitu PT. Baja Pertiwi Industry juga diadakan peninjauan pada pabrik kelapa sawit untuk mendapatkan data data mengenai poros digester yang akan di rencanakan dalam hal ini pada PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Adolina Perbaungan.

2. Studi Literatur

Berupa studi kepustakaan dan kajian dari buku – buku dan tulisan tulisan yang berhubungan dengan hal yang dibahas.

3. Diskusi

Berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing dan tukar pikiran dengan mahasiswa mengenai rancangan yang dilakukan.

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan tugas sarjana ini adalah sebagai berikut : 1. BAB I : Pendahuluan, berisikan latar belakang , maksud dan tujuan

perencanaan , batasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan.

2. BAB II : Tinjauan Pustaka, berisikan tentang teori- teori yang mendasari perencanaan pengecoran logam

3. BAB III : Perencanaan Poros Digester, berisikan gambaran umum digester, dimensi poros, material poros digester.

4. BAB IV : Perencanaan Cetakan, berisikan tentang perencanaan cetakan mulai dari pembuatan pola cetakan hingga penyelesaian akhir. 5. BAB V : Kesimpulan dan Saran , berisikan secara garis besar hasil


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam bahan baku dicairkan dengan cara memanaskannya hingga mencapai titik lebur , kemudian cairan logam ini dituang kedalam rongga cetakan yang telah disediakan sebelumnya . Logam cair dibekukan dengan cara membiarkannya dalam rongga cetakan selama beberapa lama. Setelah logam cair membeku seluruhnya maka cetakan dapat dibongkar.

2.1 Bahan – Bahan Pengecoran 2.1.1 Besi Cor

Besi cor adalah paduan besi yang mengandung karbon, silisium, mangan, pospor dan belerang. Besi cor dikelompokkan menjadi besi cor kelabu, besi cor kelas tinggi , besi cor kelabu paduan , besi cor bergrafit bulat, besi cor mampu tempa dan besi cor cil. Struktur mikro dari besi cor terdiri dari ferit atau perlit dan serpih karbon bebas. Kekuatan tarik dari besi cor kira – kira 10 – 30 kgf /mm2 ,titik cairnya kira –

kira 12000 C.

Besi cor kelabu mempunyai sifat mampu cor sangat baik serta murah, sehingga besi cor jenis ini paling banyak dipergunakan untuk benda – benda coran. Besi cor kelas tinggi mengandung lebih sedikit karbon dan silicon, ukuran grafit bebasnya agak kecil disbanding besi cor kelabu.kekuatan tariknya kira – kira 30 – 50 kgf /mm2.


(24)

Besi cor kelabu paduan mengandung unsur – unsur paduan dan grafit , mempunyai struktur yang lebih stabil sehingga sifat- sifatnya lebih baik. Unsur –unsur yang ditambahkan adalah : Krom, Nikel, Molibdenum, Vanadium, Titan dan sebagainya yang menyebabkan sifat tahan panas , tahan aus , tahan korosi dan mampu mesin sangat baik.

Besi cor mampu tempa dibuat dari besi cor putih yang dilunakkan pada sebuah tanur dalam waktu yang lama. Menurut struktur mikronya besi cor mampu tempa terdiri atas : besi cor mampu tempa perapian hitam , besi cor mampu tempa perapian putih , dan besi cor mampu tempa perlit. Besi cor mampu tempa mempunyai keuletan dan perpanjangan yang lebih baik disbanding dengan besi cor kelabu.

Besi cor grafit bulat dibuat dengan jalan mencampurkan magnesitun, Kalsium atau Serium ke dalarn cairan logam sehingga grafit bulat akan mengendap. Besi cor cil dalah besi cor yang mempunyai permukaan terdiri dari besi cor putih dan bagian dalamnya terdiri dari struktur dengan endapan grafit.

2.1.2 Baja Cor

Baja cor digolongkan dalam: baja karbon, dan baja paduan. Coran baja karbon adalah paduan besi, karbon, digolongkan menjadi figa macam yakni: baja karbon rendah (C < 0.2 %), baja katbon menengah (C 0.2 - 0.5 %), baja karbon tinggi (C 0.5 - 2 %). Kadar karbon yang rendah menyebabkan kekLiatan rendah, perpanjangan (elongation) yang tinggi dan harga bentur serta sifat mampu las yang baik. Titik cair baja cor sekitar 1500 0 C, marnpu cornya lebih burak dibandingkari

dengan besi cor akan tetapi baja cor dapat dipergunakan baik sekali sebagai bahan untuk bagian – bagian mesin sebab kekuatannya yang tinggi dan harganya yang rendah.


(25)

Baja cor paduan. adalah baja cor yang ditambah unsur-unsur paduan seperti: Mangan, Krom, Molibdeninn, atau Nikel. Unsur paduan ini dibutuhkan untuk memberikan sifat-sifat yang khusus pada baja tersebut seperti: sifat tahan aus, tahan asam, dan tahan korosi.

2.1.3 Coran Paduan Tembaga

Macam-macam coran tembaga. adalah: perunggu, kuningan, kuningan kekuatan tinggi, dan perunggu aluminium. Perunggu adalah paduan antara tembaga dan timah. Perunggu yang biasa dipakai adalah mengandung kurang dari 15 % timah. Titik cairnya kira-kira 1000 'C, sifat ketahanan korosi dan ketahanan aus sangat baik. Perunggu digolongkan menjadi: perunggu pospor yaitu perungu yang ditambah pospor, perunggu timbal yaitu perunggu yang ditambahkan timbal untuk memperbaiki sifat-sifatnya.

Kuningan adalah paduan antara tembaga dan seng, dan kuningan kekuatan tinggi adalah paduan yang terdiri dari: Tembaga, Aluminium, Besi, Mangan, Nikel. Unsur-unsur tersebut ditambahkan untuk memperbaiki sifat-sifatnya.

2.1.4 Coran Paduan Ringan

Coran paduan ringan adalah coran paduan aluminium, coran paduan magnesium dan sebagainya. Aluminium murni mempunyai sifat mampu cor yang sangat jelek, oleh karena itu digunakan paduan aluminium dengan penambahan tembaga, silisium, mangan, dan nikel. Coran paduan aluminium adalah ringan dan merupakan penghantar panas yang sangat baik.


(26)

Paduan seng yang mengandung sedikit aluminium dipergunakan untuk pengecoran cetakan. Logam monel adalah paduan nikel yang mengandung tembaga serta mengandung molibdenum, krom, dan silikon. Paduan timbal adalah paduan antara timbal, tembaga, dan timah.

2.2. Sifat – sifat Logam Cair

2.2. 1. Perbedaan antara Logam Cair dan Air

Logarn cair adalah cairan logam yang seperti air. Perbedaan antara logam cair dengan air adalah:

1. Berat jenis iogam cair lebih besar dari pada air (Air = 1.0; Besi cor = 6.8 - 7.0; paduan Alluminium = 2.2 -2.3; paduan Timah = 6.6 - 6.8 dalam kg/dm3 )

2. Kecairan logam sangat tergantung pada temperatur (Air cair pada 00C,

sedangkan logam pada temperatur yang sangat tinggi).

3. Air mengakibatkan permukaan wadah yang bersentuhan dengannya basah sedangkan logarn cair tidak.

2.2.2 Kekentalan Logam Cair

Aliran logam cair sangat tergantung pada kekentalan logam cair dan kekasaran permukaan saluran. Kekentalan tergantung pada temperatur. Makin tinggi temperatur makin rendah kekentalannya., dernikian juga bila temperatur turun maka kekentalan akan meningkat.

Kalau logam didinginkan sehingga terbentuk inti-inti kristal, maka kekentalannya akan bertambah dengan cepat, tergantung pada jumlah inti-intinya. Makin banyak jumlah inti-inti dari logam itu maka perubahan kekentalannya akan makin cepat. Kekentalan yang makin tinggi menyebabkan cairan logam sukar


(27)

inengalir dan bahkan kehilangan mampu alir. Kekentalan juga tergantung pada jenis logam.

2.2.3 Aliran Logam Cair

Bila suatu cairan di dalam bejana mengalir keluar melalui suatu lubang di dinding bejana tersebut dengan tinggi permukaan cairan diukur dari pusat lubang adalah h , maka kecepatan aliran yang keluar adalah:

dimana: c = koefisien kecepatan g = percepatan grafitasi

Bila lubang diganti dengan pipa maka akan timbul gesekan antara cairan logam dengan dinding dari pipa yang mengakibatkan kecepatan aliran berkurang menurut persamaan berikut:

Jika aliran yang keluar dari pipa menumbuk suatu dinding yang tegak lurus

dengan sumbu pipa dengan kecepatan v , laju aliran Q, dan berat jenis γ, maka gaya

tumbuk yang terjadi adalah

2.3. Pembekuan Logam.

Pembekuan logam coran pada rongga cetakan dimulai dari bagian cairan logam yang bersentuhan langsung dengan dinding cetakan yaitu ketika panas dari logam cair diserap oleh cetakan sehingga bagian yang bersentuhan dengan cetakan menjadi dingin hingga titik beku, dimana pada saat ini inti kristal mulai terbentuk. Coran bagian dalam dingin lebih lambat dibanding bagian luar, sehingga, kristal-kristai tumbuh dari inti asal mengarah kebagian dalam.

h g 2 c v = h g 2 c v '= '

g v Q FP = γ


(28)

Apabila permukaan beku diperhatikan , setelah logam yang belum beku dituang keluar dari cetakan maka akan terlihat permukaan yang halus atau kasar. Permukaaan yang halus bila range daerah beku (perbedaan temperatur mulai dan berakhirnyamya pembekuan) sempit. Permukaaan yang kasar terjadi bila rentang daerah pembekuan besar. Disamping itu cetakan logam menghasilkan permukaan yang lebih halus di bandingkan dengan cetakan pasir.

Pembekuan dari suatu coran perlahan-lahan dari kulit ke tengah. Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk pembekuan dari kulit ketengah sebanding dengan perbandingan antara volume coran dengan luas permukaan dimana panas mulai dikeluarkan.

Pada coran yang mempunyai inti, panas dari coran akan diserap oleh inti sehingga menyebabkan pembekuan terjadi lebih cepat pada dinding inti dibanding di tengah coran. Cepat lambatnya pembekuan pada kulit inti tergantung pada ukuran inti. Coran tidak hanya terdiri dari logam murni, tetapi coran dapat berupa paduan antara dua logam atau lebih. Diagram pendinginan logam paduan ini menunjukkan ketergantuingan perubahan fase terhadap perubahan temperatur dan komposisi (perbandingan antara mikrostruktur penyusun). Diagram ini disebut diagram kesetimbangan. Paduan antara dua unsur disebut dengan paduan biner, Paduan antara tiga unsur disebut paduan ternier.

Besi cor atau baja cor merupakan paduan antara besi dan karbon, walaupun sesungguhnya masih ada unsur-unsur lain, tetapi unsur-unsur tersebut tidak memberikan pengaruh besar terhadap sifat-sifat utamanya, sehingga paduan ini dianggap paduan biner.


(29)

Pola adalah bentuk dari benda coran yang akan digunakan dalam pembuatan rongga cetakan. Pola yang digunakan dalam pembuatan cetakan terdiri dari pola logam dan pola kayu. Pola logam digunakan untuk menjaga ketelitian ukuran coran, terutama pada produksi massal, dan bisa tahan lama serta produktifitasnya lebih tinggi. Pola kayu dibuat dari kayu, murah, cepat, pembuatan dan pengolahannya lebih mudah dibanding cetakan logam. oleh karena itu pola kayu Iebih cocok digunakan dalam cetakan pasir.

Hal yang pertama yang harus dilakukan dalam pembuatan pola adalah mengubah gambar benda menjadi gambar pengecoran dengan penambahan ukuran akibat pertimbangan tambahan penyusutan , tambahan penyelesaian dengan mesin. Kemudian gambar pengecoran dibuat menjadi bentuk dan ukuran pola.

Penetapan kup, drag dan permukaaan pisah adalah hal yang paling penting untuk mendapatkan coran yang baik. Dalam hal ini dibutuhkan pengalaman yang luas dan pada umumnya harus memenuhi ketentuan ketentuan dibawah ini antara lain:

1. Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan

2. Sistem saluran harus dibuat sempurna untuk mendapatkan aliran logarn cair yang optimum.

3. Permukaan pisah lebih baik hanya satu bidang, karen permukaaan pisah yang terIalu banyak akan menghabiskan terlalu banyak waktu dalam proses .

2.4.1 Telapak Inti

Inti biasanya mempunyai telapak inti untuk maksud – maksud sebagai berikut: 1. Maksud dari telapak inti.

a. Menempatkan inti, membawa dan menentukan letak dari inti. Pada dasarnya dibuat dengan menyisipkan bagian dari inti .


(30)

b. Menyalurkan udara dan gas- gas dari cetakan yang keluar melalui inti

c. Memegang inti , mencegah bergesernya inti dan menahan inti terhadap gaya apung dari logam cair.

2. Macam dari telapak inti.

Berdasarkan bentuknya telapak inti dapat digolongkan menjadi :

a. Telapak inti mendatar berinti dua., Dalam hal ini inti dipasang mendatar dan ditumpu pada kedua ujungnya.

Gambar 2.1 Telapak inti bertumpu dua mendatar

b. Telapak inti dasar tegak, Inti ditahan tegak oleh telapak inti pada alasnya yang cukup menstabilkan inti.


(31)

c. Telapak inti tegak bertumpu dua, Telapak inti dipasang pada drag dan juga kup untuk mencegah jatuhnya inti.

Gambar 2.3 Telapak inti tegak bertumpu dua

d. Telapak inti untuk penghalang (sebahagian). Pola ini tidak dapat ditarik kearah tegak lurus pada permukaan pisah karena ada tonjolan yang jauh dari permukaan pisah.

Gambar 2.4 Telapak inti untuk penghalang (sebagian)

2.4.2 Macam – macam Pola

Pola mempunyai berbagai macam bentuk. Pada pemilihan macam pola , harus diperhatikan produktivitas, kwalitas coran dan harga pola

1. Pola pejal yaitu pola yang biasa dipakai, dimana bentuknya hampir serupa dengan bentuk coran. Pola pejal ini terdiri dari:


(32)

a. Pola tunggal. Bentuknya serupa dengan corannya, disamping itu kecuali tambahan penyusutan, tambahan penyelesaian mesin dan kemiringan pola kadang kadang dibuat menjadi satu dengan telapak ini.

Gambar 2.5 Pola Tunggal

b. Pola belahan. Pola ini dibelah ditengah untuk memudahkan pembuatan cetakan. Permukaan pisahnya kalu mungkin dibuat satu bidang

Gambar 2.6 Pola Belah

c. Pola setengah. Pola ini dibuat untuk membuat cetakan dimana kup dan dragnya simetri terhadap permukaan pisah.


(33)

d. Pola belahan banyak. Pola dibagi menjadi tiga atau lebih untuk memudahkan penarikan dari cetakan dan penyederhanaan pemasangan inti.

Gambar 2.8 Pola belahan banyak

2. Pola pelat pasang. Merupakan pelat dimana pada kedua belahnya diternpelkan pola demikian juga saluran turun pengalir, saluran masuk, dan penambah, biasanya dibuat dari logam dan plastik.

Gambar 2.9 Pola pelat pasangan

3. Pola pelat kup dan drag. Pola diletakkan pada dua pelat demikian juga saluran turun, pengalir, saluran masuk, dan penambah. Pelat tersebut adalah pelat kup dan drag. Kedua pelat dijamin oleh pena agar bagian atas dan bawah dari coran menjadi cocok.


(34)

Gambar 2.10 Pola pelat kup dan drag

2.4.3 Bahan – bahan Pola

Bahan- bahan yang dipakai untuk pola antara lain:

2.4.3.1. Kayu.

Kayu yang umum dipakai untuk pembuatan pola adalah kayu Saru, Jati, Aras, pinus, mahoni. Pemilihan kayu tergantung pada macam dan ukuran pola, jumlah produksi, dan lamanya dipakai. Kayu dengan kadar air lebili dari 14 % tidak dapat dipakai karena akan terjadi pelentingan yang, disebabkan perubahan kadar air dari kayu. Kadang kadang suhu udara luar harus diperhitungkan dan ini tergantung pada daerah dimana pola itu dipakai.

2.4.3.2. Resin sinteis.

Dari berbagai macam resin sintetis, hanya resin Epoksid yang banyak dipakai. Bahan ini mempunyai sifat – sifat penyusutan yang kecil pada waktu mengeras, tahan aus yang tinggi , memberikan pengaruh yang lebih baik dengan menambah pengencer , zat pemlastis atau zat penggemuk menurut penggunaannya.

Resin polistirena (polistirena berbusa) dipakai sebagai bahan untuk pola yang dibuang setelah dipakai dalam cara pembuatan yang lengkap. Pola dibuat dengan menambahkan zat pembuat busa pada polistirena untuk membuat berbutir, bentuk dan membuat busa . Berat jenisnya yang sangat kecil yaitu 0.02 -0.04 dan resin ini mudah


(35)

dikerjakan , tetapi tidak dapat menahan pengunnaan yang berulang – ulang sebagai pola.

Resin Epoksid dipakai untuk coran yang kecil – kecil dari satu masa produksi. Terutama sangat memudahkan bahwa rangkapnya dapat diperoleh dari pola kayu atau pola plaster.

2.4.3.3. Bahan untuk pola logam

Bahan yang dipakai untuk pola logam adalah besi cor. Umumnya digunakan besi cor kelabu, karena sangat tahan aus, tahan panas dan tidak mahal. Kadang- kadang besi cor liat dipakai agar lebih kuat. Paduan tembaga juga sering dipakai untuk pola cetakan kulit agar dapat memanaskan cetakan yang tebal secara merata.

2.4.4 Perencanaan Pola

Dalam perencanaan pola untuk pengecoran harus mempertimbangkan banyak factor. Faktor factor tersebut yaitu :

1. Pengkerutan

Semua logam yang mendingin maka akan mengecil (mengkerut). Setiap bahan logam derajat pengkerutan ini tidak sama.

2. Sudut miring (draft)

Pada waktu model ditarik dari cetakan maka ada kecenderungan terjadinya rontokan tepi rongga yang sebelumnya kontak dengan model. Kecenderungan ini dapat dihilangkan atau dikurangi dengan mengadakan sudut miring pada sisi model yang pararel dengan arah penarikan.


(36)

Pada gambar teknik dicantumkan tanda – tanda pada semua permukaan yang dikerjakan lanjut (machined) terlebih – lebih pada produk yang proses pengerjaan mulanya adalah pengecoran. Dari gambar ini pembuat model akan mengetahui wujud akhir (dari gambar teknik) dari produk model yang akan dibuat, hingga dapat menambahkan berapa besar tambahan / kelebihan yang harus

diberikan untuk proses lanjut. 4. Distorsi

Kompensasi / kelebihan untuk distorsi hanya diberikan pada benda – benda tuangan yang akan mengalami gangguan gerak dalam melakukan pengkerutan waktu mendingin.

5. Goyangan

Pada waktu menarik model sangat sering dilakukan dengan mengadakan sedikit goyangan kekanan dan kekiri, meskipun hal ini tidak disengaja. Hal ini cukup untuk memberikan pembesaran pada rongga cetakan yang kecil serta permukaan hasil cetakan tidak dikerjakan lanjut, maka hal ini perlu diperhitungkan yaitu dengan memperkecil sedikit ukuran dari model.

2.5 Rencana Pengecoran

Pada pembuatan cetakan harus diperhatikan sistem saluran yang mengalirkan cairan logam kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh ukuran tebalnya irisan dan macam logam yang dicairkan . Kualitas coran tergantung pada sitem saluran, keadaan penuangan.


(37)

Sistem saluran adalah jalan masuk cairan logam yang dituangkan kedalam rongga cetakan. Cawan tuang merupakan penerima cairan logam langsung dari ladel. Saluran turun adalah saluran yang pertama membawa cairan logam dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke bagian – bagian yang cocok pada cetakan. Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir ke dalam rongga cetakan.

Gambar 2.11 Istilah istilah sistem pengisian

2.5.2 Bentuk dan bagian – bagian Sitem Saluran

1. Saluran Turun.

Saluran turun dibuat lurus dan tegak dan irisan berupa lingkaran . Kadang – kadang irisannya dari atas sampai bawah, atau mengecil dari atas ke bawah. Yang kedua dipakai apabila diperlukan penahan kotoran sebanyak mungkin. Saluran turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan menggunakan suatu batang atau dengan memasang bumbung tahan panas.


(38)

2. Cawan tuang

Cawan tuang berbentuk corong dengan saluran turun dibawahnya. Konstruksinya harus tidak dapat dilalui oleh kotoran yang terbawa dalam logam cair. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal.

Cawan tuang dilengkapi dengan inti pemisah, dimana logam cair dituangkan disebelah kiri saluran turun. Dengan demikian inti pemisah akan menahan terak atau kotoran , sedangkan logam bersih akan lewat di bawahnya kemudian masuk ke saluran turun. Terkadang satu sumbat ditempatkan pada jalan masuk dari saluran turun agar aliran dari logam cair pada saluran masuk cawan tuang selalu terisi. Dengan demikian kotoran dan terak akan terapung pada permukaan dan terhalang untuk masuk kedalam saluran turun.

Gambar 2.12 Ukuran cawan tuang

3. Pengalir

Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran, sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukan pisah dan juga pengalir


(39)

mempunyai luas permukaan terkecil untuk satu luasan tertentu, sehingga lebih efektif untuk pendinginan yang lambat.

Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran yang terapung terutama pada permulaan penuangan, sehingga harus dipertimbangkan untuk membuang kotoran tersebut. Ada beberapa cara untuk membuang kotoran tersebut yaitu sebagai berikut :

a. Perpanjangan pemisah dibuat pada ujung saluran pengalir

b. Membuat kolam putaran pada tengah saluran pengalir (dibawah saluran turun) c. Membuat saluran turun bantu.

d. Membuat penyaring.

Potongan pengalir (A x A) mm


(40)

Tabel 2.1 Ukuran Pengalir

Gambar 2.13 Perpanjangan pengalir

4. Saluran masuk

20 x 20 < 600

30 x 30 < 1000

40 x 40 < 2000


(41)

Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil daripada irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga cetakan. Bentuk irisan yang membesar kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan.

Gambar 2.14 Sistem saluran masuk

2.5.3 Penambah

Penambah adalah memberi logam cair untuk mengimbangi penyusutan dalam pembekuan coran, sehingga penambah harus membeku lebih lambat dari pada coran, Kalu penambah terlalu besar maka persentase terpakai akan dikurangi , dan kalau penambah terlalu kecil akan terjadi rongga penyusutan. Karena itu penambah harus mempunyai ukuran yang cocok.

Penambah diolongkan menjadi dua macam yaitu ; penambah samping dan penambah atas. Penambah samping merupakan penambah yang dipasang disamping coran, dan langsung dihubungkan dengan saluran turun dan pengalir, sangat efektif dipakai untuk coran ukuran kecil dan menengah. Penambah atas merupakan penambah yang dipasang diatas coran , biasanya berbentuk silinder dan mempunyai ukuran besar.


(42)

Gambar 2.15 Penambah samping dan penambah atas

2.6 Pasir Cetak

2.6.1 Syarat- syarat pasir cetak

Pasir cetak yang baik harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :

1. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan dengan kekuatan yang cocok , sehingga cetakan yang dihasilkan tidak rusak karena digeser, tahan menahan logam cair yang dituang kedalamnya.

2. Permeabilitas yang cocok. Udara yang ada dalam cetakan waktu penuangan harus dikeluarkan melalui rongga – rongga diantara butir – butir pasir.

3. Distribusi besar butiran pasir yang sesuai 4. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang.

5. Komposisi yang cocok. Dalam pasir cetak diharapkan tidak terkandung bahan – bahan lain yang mungkin menghasilkan gas atau larut dalam logam.

6. Mampu dipakai kembali

Temperatur penuangan beberapa macam logam dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 2.2 Temperatur tuang beberapa logam


(43)

Paduan ringan 650 – 750

Brons 1100 – 1250

Kuningan 950 – 1100

Besi Cor 1250 – 1450

Baja Cor 1500 - 1550

2.6.2 Macam- Macam Pasir Cetak

Pasir cetak yang lajim dipakai adalah pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai dan pasir silica alam. Bila pasir mempunyai kadar lempung yang cocok dan bersifat adesif maka pasir itu dapat langsung digunakan begitu saja. Bila kadar lempungnya kurang dan sifat adesifnya kurang maka perlu ditambahkan bahan pengikat seperti lempung.

Pasir gunung umumnya digali dari lapisan tua, mengandung lempung dan kebanyakan dapat dipakai setelah dicampur air. Pasir dengan kadar lempung 10 – 20 % dapat dipakai begitu saja. Pasir dengan kadar lempung kurang dari 10 % mempunyai sifat adesif yang lemah, harus ditambah lempung supaya bisa dipakai.

Pasir pantai diambil dari pantai dan pasir kali mengandung kotoran seperti ikatan organic yang banyak . Pasir silica alam dan pasir silica buatan dari kwarsit yang dipecah mengandung sedikit kotoran (<5 %). Semua jenis pasir yang disebut diatas mempunyai bagian utama SiO2. Pasir pantai, pasir kali, pasir silica alam dan

pasir silica buatan tidak melekat dengan sendirinya , sehingga dibutuhkan bahan pengikat.


(44)

1. Bentuk butir dari pasir cetak digolongkan menjadi butir pasir bundar, butir pasir sebagian bersudut, butir pasir bersudut, butir pasir kristal. Dari antara jenis butiran pasir diatas yang paling banyak adalah jenis butir pasir bulat, karena memerlukan jumlah pengikat yang lebih sedikit. Bentuk butir pasir kristal adalah yang terburuk.

2. Tanah lempung adalah terdiri dari kaolinit, ilit dan mon morilonit, juga kwarsa jika ditambah air akan menjadi lengket, dan jika diberikan lebih banyak air akan menjadi seperti pasta. Ukuran butir dari tanah lempung 0,005 – 0,02 mm. kadang- kadang dibutuhkan bentonit juga yaitu merupakan sejenis dari tanah lempung dengan besar butiran yang sangat halus 0,01 – 10 μm dan fasa penyusunnya adalah monmorilonit (Al2O3, 4SiO2, H2O)

3. Pengikat lain

Inti sering dibuat dari pasir yang dibubuhi minyak nabati pengering 1,5 – 3 % dan dipanggang pada temperatur 200 – 250 0C, sehingga disebut inti pasir

minyak. Inti ini tidak menyerap air dan mudah dibongkar . Sebagai tambahan pada tanah lempung kadang – kadang dibubuhkan dekstrin yang dibuat dari kanji sebagai bahan pembantu. Dekstrin bersifat lekat meskipun kadar airnya rendah. Selain dari itu , resin, air kaca, atau semen digunakan sebagai pengikat khusus.

2.6.4 Sifat – sifat Pasir Cetak

2.6.4.1 Sifat – sifat Pasir Cetak Basah

Pasir catak yang diikat dengan tanah lempung atau bentonit menunjukkan berbagai sifat sesuai dengan kadar air , oleh karena itu kadar air adalah faktor yang sangat penting untuk pasir cetak , sehingga pengaturan kadar air adalah faktor yang


(45)

sangat penting untuk pasir cetak , sehingga pengaturan kadar air adalah hal yang sangat penting dalam pengaturan pasir cetak. Hubungan antara kadar air dengan berbagai sifat yang terjadi dengan pengikat tanah lempung ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

Titik maksimum dari kekuatan dan permeabilitas adalah keadaan dimana butir – butir pasir dikelilingi oleh campuran tanah lempung dan air dengan ketebalan tertentu. Dengan kelebihan kadar air kekuatan dan permebilitas akan menurun karena ruangan antara butir – butir ditempati oleh lempung yang berlebihan air.Air yang tidak cukup akan menurunkan kekuatan karena kurang lekatnya lempung.

Gambar 2.16 Pengaruh kadar air dan kadar lempung terhadap pasir cetak yang diikat dengan lempung

Hubungan antara kadar air ,kekuatan dan permeabilitas dari pasir cetak yang diikat dengan bentonit dapat dilihat pada gambar berikut.


(46)

Gambar 2.17 Pengaruh kadar air dan bentonit pada pasir diikat bentonit

Kalau kadar air bertambah kekuatan dan permeabilitas naik sampai titik maksimum dan akan menurun kalau kadar air bertambah terus. Untuk pasir dengan pengikat bentonit , kadar air yang menyebabkan kekuatan basah maksimum dan yang menyebabkan permeabilitas maksimum sangat berdekatan.

2.6.4.2 Sifat – sifat Kering

Pasir dengan pengikat lempung dan bentonit yang dikeringkan mempunyai kekuatan dan permeabilitas yang meningkat dibandingkan dengan kekuatan basah, karena air bebas dan air yang di absorbsi pada permukaan tanah lempung dihilangkan. Faktor yang memberikan pengaruh sangat besar pada sifat – sifat kering adalah kadar air sebelum pengeringan.

2.6.4.3 Sifat – sifat Penguatan Oleh Udara

Sifat yang berubah selama antara pembuatan cetakan dan penuangan disebut penguatan oleh udara, yang disebabkan oleh pergerakan air dalam cetakan dan penguapan air dari permukaan cetakan, yang meninggikan kekerasan permukaan cetakan. Derajat kenaikan kekerasan tergantung pada sifat campuran pasir, derajat pamadatan dan keadaan sekeliling cetakan (temperatur udara luar, kelembaban).


(47)

Cetakan mengalami temperatur tinggi dan tekanan tinggi dari logam cair pada waktu penuangan . Sehingga pemuaian panas, kekuatan panas, perubahan bentuk panas perlu diketahui.

a. Pemuaian Panas

Pemuaian panas berubah sesuai dengan jenis pasir cetak, seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2.18 Pemuaian panas bermacam – macam pasir

Pasir pantai dan pasir gunung mempunyai pemuaian panas yang lebih kecil dibanding dengan pasir silica , sedangkan pasir olivin dan pasir sirkon yang mempunyai pemuaian pemanas sangat kecil. Pemuaian panas bertambah sebanding dengan kadar air dari pasir dan menurun kalau kadar yang dapat terbakar bertambah.

b. Keukatan panas

Kekuatan panas berubah – ubah sesuai dengan pasir cetak yang dipengaruhi oleh adanya kadar tanah lempung , distribusi besar butir dan berat jenis. Berikut grafik dari kekuatan tekan panas dari pasir cetak.


(48)

Pasir dengan besar butir tidak seragam dapat dipadatkan sehingga mempunyai berat jenis yang tinggi , mempunyai permukaan sentuh yang luas dengan butir – butir tetangganya dan mempunyai kekuatan panas yang tinggi.

Gambar 2.19 Kekuatan tekan panas dari pasir cetak

c. Perubahan bentuk panas

Perubahan bentuk dapar disebut kemampuan absorpsi pemuaian panas pada penuangan logam cair kedalam cetakan. Perubahan bentuk akan bertambah apabila besar butir mengecil dan kadar tanah lempung, tambahan khusus dan kadar airnya bertambah,


(49)

Gambar 2.20 Deformasi panas dari pasir cetak

2.7 Peleburan dan Penuangan baja cor 2.7.1 Peleburan baja cor

Peleburan baja cor banyak menggunakan tanur listrik dibandingka dengan tanur perapian terbuka (open hearth furnace), ini dikarenakan biaya peleburan yang murah. Peleburan dengan busur api listrik dibagi menjadi dua macam proses yaitu pertama proses asam dan kedua proses basa. Cara pertama dipakai untuk peleburan skrap baja yang berkualitas tinggi sedangkan yang kedua dipakai untuk meleburkan baja dengan kualitas biasa.

Tanur listrik yang paling banyak dipakai adalah tanur listrik Heroult seperti diperlihatkan pada gambar . Tanur ini mempergunakan arus bolak balik tiga fasa. Energi panas diberikan oleh loncatan busur listrik antara elektroda karbon dan cairan baja. Terak menutupi cairan dan mencegah absorpsi gas dari udara luar selama pemurnian berjalan.


(50)

Gambar 2.21 Tanur listrik Heroult

Dalam peleburan baja disamping pengaturan komposisi kimia dan temperatur , perlu juga mengatur absorbsi gas, jumlah dan macam inklusi bukan logam. Untuk menghilangkan gas ditambahkan biji besi atau tepung kerak besi selama proses reduksi.

2.7.2 Penuangan baja cor

Cairan baja yang dikeluarkan dari tanur diterima dalam ladel dan dituangkan kedalam cetakan. Ladel mempunyai irisan berupa lingkaran dimana diameternya hamper sama dengan tingginya. Untuk coran besar dipergunakan ladel jenis penyumbat seperti pada gambar, sedangkan untuk coran kecil dipergunakan jenis ladel yang dapat dimiringkan.

Gambar 2.22 Ladel jenis penyumbat

Ladel dilapisi oleh bata samot atau bata tahan apiagalmatolit yang mempunyai pori pori kecil ,penyusutan kecil dan homogen. Nozel atas dan penyumbat, kecuali dibuat dari samot atau bahan agalmatolit kadang kadang dibuat juga dari bata karbon. Panjang nozel dibuat cukup panjang agar membentuk tumpahan yang halus tanpa


(51)

cipratan. Ladel harus sama sekali kering yang dikeringkan lebih dahulu oleh burner minyak residu sebelum dipakai.

Dalam proses penuangan diperlukan pengaturan temperatur penuangan , kecepatan penuangan dan cara cara penuangan . Temperatur penuangan berubah menurut kadar karbon dalam cairan baja seperti ditunjukkan pada gatafik berikut.

Gambar 2.23 Temperatur penuangan yang disarankan

Kecepatan penuangan umumnya diambil sedemikian sehingga terjadi penuangan yang tenang agar mencegah cacat coran seperti retak – retak dan sebagainya, Kecepatan penuangan yang rendah menyebabkan ; kecairan yang buruk , kandungan gas, oksidasi karena udara , dan ketelitian permukaan yang buruk. Oleh karena itu kecepatan penuangan yang cocok harus ditentukan mengingat macam cairan , ukuran coran dan cetakan.

Cara penuangan secara kasar digolongkan menjadi dua yaitu penuangan atas dan penuangan bawah. Penuangan bawah memberikan kecepatan naik yang kecil dari cairan baja dengan aliran yang tenang . Penuangan atas menyebabkan keepatan tuang yang tinggi dan menghasilkan permukaan kasar karena cipratan.


(52)

Daripada itu dalam hal penuangan atas , laju penuangan harus rendah pada permulaan dan kemudian dinaikkan secara perlahan – lahan . Dalam penempatan nozel harus diusahakan agar tidak boleh menyentuh cetakan. Perlu juga mencegah cipratan dan memasang nozel tegak lurus agar mencegah miringnya cairan yang jatuh.

2.8 Pengujian dalam pengecoran 2.8.1 Pengukuran temperatur

(1) Pirometer benam

Pengukuran temperatur secara langsung dari cairan ,dilakukan dengan jalan membenamkan termokopel platina – platina radium yang dilindungi oleh kwarsa atau pipa aluminium yang telah dikristalkan kembali. Sekarang dikembangkan pirometer benam yang dapat habis yang dilindungi oleh pipa kertas.

(2) Pengujian batang

Pengujian batang merupakan cara praktis yang dipergunakan untuk mengukur temperatur dari tanur induksi frekuensi tinggi dengan menggunakan kawat baja lunak dengan diameter 4 sampai 6 mm dan sebuah jam pengukur. Ujung kawat baja tersebut dicelupkan kedalam cairan dan waktu yang dibutuhkan untuk mencairkannya diukur, kemudian lama waktu itu dikonversikan kepada temperatur.

(3) Pengujian Cetakan pasir atau pengujian sendok

Baja cair diciduk dimasukkan kedalam cetakan pasir atau dalam sendok contoh yang berukuran tertentu, kemudian waktu yang dibutuhkan untuk membentuk lapisan tipis oksida diukur dengan jam pengukur dan dikonversikan kepada temperatur.


(53)

(4) Lain – lain

Pirometer optic dan pirometer radiasi dipegunakan untuk pengukuran temperatur.

2.8.2 Pengujian terak

(1) Pengujian dengan perbandingan warna

Dengan jalan membandingkan warna terak dengan warna standar terak yang komposisinya telah diketahui , maka dapat diperkirakan kebasaan , kadar oksida besi dan kadar oksida mangan.

(2) Pengujian dengan perbandingan rupa

Baja cair diciduk dengan sendok dan dituangkan dalam cetakan baja berdiameter 115 mm dan dalamnya 20 mm. Setelah membeku , warna , pola , struktur , gelembung pada permukaan dan permukaan patahan diteliti untuk memperkirakan kebasaan dari kemampuan oksidasinya.

(3) Pengujian penghilang oksida

Setelah pengadukan cairan baja dengan terak didalam ladel , baja dituangkan dengan tenang kedalam cetakan logam atau cetakan pasir. Pada saat yang sama percikan bunga apinya diteliti untuk memperkirakan temperatur cairan . Permukan patahan, permukaan coran yang membeku diperiksa .

(4) Pengujian kerapuhan merah

Pengujian ini dipakai sebagai pengujian yang praktis untuk menentukan kadar pospor dan kadar oksidasi besi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pospor


(54)

menyebabkan baja menjadi getas dan oksida besi meyebabkan retakan batas butir . Batang uji yang dibor dan ditempa dilanjutkan dengan penempaan sampai dibawah 2 mm dan retakan diamati, yang kemudian dibandingkan dengan batang uji standar.


(55)

BAB III

PERENCANAAN POROS DIGESTER

3.1 Tinjauan Umum Mesin Pengaduk (Digester)

Digester merupakan alat untuk melumatkan berondolan-berondolan sawit sehingga daging buah terpisah dari bijinya. Digester atau ketel adukan terdiri dari tabung selinder yang berdiri tegak yang didalamnya dipasang pisau-pisau digester sebanyak lima tingkat dan satu pisau pelempar terkait pada poros serta digerakkan oleh elektro motor.

3.1.1 Tabung Ketel Adukan

Ketel adukan di desain mempu bertahan terhadap tekana uap 3.5 kg/cm2 (atau 50 psi). Dinding tabungan dibuat dan di rol dari pelat besi tebal 12 mm. Dinding Ketel Adukan model Jaket uap dibuat dari pelat besi lumer tebal 10 mm, konstruksi antara dinding jaket uap dengan dinding tabungan terdapat spasi ruangan uap 25 mm (konstruksi dinding ini tidak tersedia untuk Ketel Adukan yang model injeksi uap langsung). Dinding pelat-ausan atau disebut pelat liner dibuat dari pelat besi baja lumer tahan aus yang tebalnya 10mm. Mulut pengantar buah ke mesin kempa ulir terdapat dibagian dinding yang paling bawah melalui pintu corong mekanis yang dapat dibuka dan ditutup dengan konstruksi batang baja-berigi dan roda gigi-pinion. Corong dibuat dari pelat besi lumer tebal 6 mm. Tebal pelat dasar penutup tabungan Ketel Adukan adalah 20 mm. Tebal pelat-ausan yang didalam dasar Ketel Adukan yang perforasi adalah 18 mm terdiri dari 2 bagian agar mudah dibongkar pasang. Tebal besi pelat, atau bahan baku dari besi baja putih yang tahan zat asam khususnya untuk Corongan.


(56)

3.1.2 Pisau Ketel Adukan

Pisau tanduk dan V blok dibuat dari bahan besi baja manggan tuangan yang tahan zat asam. Pisau adukan diganjal dengan V blok di ikatkan ke Poros utama dengan menggunakan baut mur. Sedangkan pisau tanduk atau disebut pisau lempar dipasangkan pada dasar mesin pengaduk.

3.1.3 Poros Ketel Adukan

Poros Ketel Adukan terdiri dari dua bagian, satu pendek dengan ukuran garis tengah 88 mm dan satu lagi panjang sebagai poros utama Ketel Adukan. Yang pendek fungsinya untuk menyatukan poros Reduktor dengan poros utama melalui sambungan flensa kopeling. Poros berdiri tegak pada pusat dasar mesin adukan ditahan bantalan yang terpasang dibawah pelat penutup tabungan Ketel Adukan. Poros utama ini dibuat dari poros baja yang bentuknya segi empat atau dengan poros bulat yang garis tengahnya lebih besar dari pada poros segi empat.

3.1.4 Isolasi Ketel Adukan

Ketel Adukan yang telah lulus melalui uji coba tekanan hidrostatik, dicat dengan mutu cat yang tahan panas dan keliling tabungan dilapis dengan wol kaca kemudian dibalut dengan pelat tipis dari besi baja putih atau pelat aluminium. Untuk menghindarkan kerusakan insolasi dalam perjalanan angkutan, maka pekerjaan insolasi lapisan ini umumnya dipasangkan di pabrik.


(57)

Poros utama digerakkan oleh sebuah elektro motor melalui Reduktor yang posisinya duduk diatas Ketel Adukan. Cara kopel antara elektro motor dan Reduktor ini dapat digunakan sistim langsung atau sistim puli tali kipas.

3.1.6 Proses Pengadukan

Sebelum proses pengempaan, berondolan sawit dilumatkan dengan cara menyayat-nyayat daging buah dan diaduk dalam ketel adukan (digester). Buah dapat hancur akibat adukan pisau-pisau strring arm bergesekan dengan dinding digester, yang mana proses nya dibantu oleh uap (stream) yang berasal dari Back Preassure Vessel (BPV) dengan suhu 115 °C dengan cara injeksi uap bertekanan 3 kg/ cm2.

Pengadukan berlangsung selama 30 menit, kemudian pintu pengeluaran dibuka. Minyak yang mulai keluar dari bottom bearing ditampung ditalang minyak untuk selanjutnya dikirim oleh expeller arm ke bagian chute untuk selanjutnya diperas minyaknya di screw press.

Gambar 3.1 Digester


(58)

Kapasitas ketel pengaduk berdasarkan volume tabung ketel pengaduk. Kapasitas ketel pengaduk dipasaran umumnya seperti pada table berikut : Table 3.1 Kapasitas Olahan dengan kapasitas ketel Adukan.

Model Adukan Isi Litre Garis Tengah (mm) Tinggi (mm) PK Elektro Motor Jumlah Pisau Adukan Jumlah Pisau Tanduk Poros Utama (mm seg)

LD 1500 1500 900 2500 15 10 2 90

LD 2800 2800 1200 2600 25 10 2 114

LD 3200 3200 1200 2800 30 10 2 114

LD 3500 3500 1200 3200 30 10 2 114

LD 4000 4000 1400 2600 40 10 2 127

LD 4500 4500 1400 2800 40 - 50 10 2 127

Sumber : PT. Sempurna Laju Jaya

3.3 Penetuan Daya Motor

Motor digunakan untuk memutar poros digester yang terikat dengan pisau-pisau adukan dengan menggunakan mur. Penetuan daya motor berdasarkan energi mekanis persatuan waktu, dimana energi mekanis adalah jumlah energi kinetik dan energi potensial, secara metematis ditulis sebagai berikut :

Emek = Ekin + E pot = 1 m. v2 2 + m . g. h

Dimana : Emek = energi mekanik (joule)

Ekin = energi kinetik (joule)

E pot = energi potensial (joule)

m = massa benda (kg)

v = kecepatan benda (m/det)


(59)

h = ketinggian (m)

Kecepatan sudut, ω (rad/s) untuk putaran poros diperoleh sebesar 25 rpm (lampiran 1). Sehingga putaran poros adalah 2π. 25 /60 = 150 rad/s. Kecepatan linear benda diperoleh dari rumusan : V = ω . r , dimana r = radius tabung ketel yakni sebesar 660 mm atau 0,66 m sehingga V= 150 x 0,66 = 99 m/det.

Massa benda ditentukan berdasarkan massa berondolan yang dimasukkan kedalam ketel berdasarkan massa balance flow sheet dari suatu pengolahan kelapa sawit (lampiran 2). Dimana pipilan buah sawit (fruitlets) mempunyai berat 66 % dari berat keseluruhan tandan buah segar (TBS). Dalam hal ini 66 % dari 12 ton yakni 0,66 x 12000 kg = 7920 kg. Ketinggian dihitung berdasarkan bentuk dari ketel berupa tabung dengan luas alas berupa lingkaran sehingga h adalah hasil bagi dari pada

volume tabung persatuan luas. Ketinggian h =

2 ) 2000 / 1320 .( 14 , 3 2 , 3

= 2,34 m.

Maka :

Emek = [ 12 . 7920 kg. (99 m/det)2] + [ 7920 kg. (9,8 m/det2). 2,34 m]

= 38993581,44 kg 2

2

det

m

= 38993581,44 joule.

Aktu pengadukan dilakukan selama 30 menit atau 1800 detik sehingga daya motor P yang dibutuhkan ketel yakni :

P = W/t

= 38993581,44 / 1800

= 21663,1 Watt = 21,663 KW

Berdasarkan daya motor yang ada dipasaran maka diambil daya (P) = 22,4 KW, dimana I KW = 1,34102 HP, sehingga 22,4 x 1,34102 = 30,0388 HP (30HP), dengan 4 poles.


(60)

3.4 Poros Ketel Adukan

Poros ketel adukan ditentukan sepanjang 2,5 meter yang terikat oleh dua buah bantalan diberi beban dengan 5 (lima) stirring arm dengan berat masing- masing 54 kg dan satu buah expeller arm seberat 72 kg.

Posisi ketel adukan pada keadaan sebenarnya berada pada posisi ditengah tabung ketel dan dalam keadaan berdiri secara vertikal, yang mana pada ditahan oleh bantalan. Untuk menentukan momen-momen yang berkerja pada poros maka

digambarkan poros dalam keadaan horizontal dan sebagaimana hasilnya akan dengan poros vertikal ( Dinamika permesinan, hal 374).

Gambar 3.3 Diagram benda bebas poros ketel adukan

Menentukan reaksi-reaksi dari persamaan kesetimbangan untuk keseluruhan balok dengan mengambil momen-momen terhadap penyangga di titik B = 0, maka :

∑F = 0, RA + RB = 54kg+54kg+54kg+54kg+54kg+72kg = 342 kg

∑MB = 0,

Maka :

-RA .2,34 + (54. 0,39) + (54.0,78) + (54.1,17) + (54.1,56) + (54.1,95)= 0

RA = 135 kg

Karena RA = 135 kg diperoleh RB = 207 kg.

Kemudian dapat diperoleh momen lentur maksimum dari diagram momen lentur sebesar :


(61)

M = RA x r = 94,77 kg maka r = 0,702 m

Momen lentur maksimum berada pada jarak 0,702 m dari titik A sebesar 94,77 kg. Momen lentur diperoleh dari diagram momen lentur pada gambar 3.4 berikut :

RA RB V X M X 94,77 kg

Gambar 3.4 Diagram gaya lintang dan momen lentur

Poros ketel adukan dihubungkan dengan kopling diteruskan terhadap roda gigi (gear box) untuk kemudian dikopel langsung ke elektro motor.

Poros ketel adukan mendapatkan momen punter dan juga beban lendutan. Daya motor yang ditransmisikan yaitu 22,4 KW (30 HP) dan putaran motor sebesar 25 rpm. Untuk menetukan torsi yang terjadi menurut rumusan sebagai berikut :

T = 9,74 x 105

n Pd

………(lit. 3,hal 7)

Dimana : T = torsi yang terjadi (kg.mm) Pd = Daya rencana (KW)

n = putaran poros (rpm) sehingga torsi yang terjadi adalah :

T = 9,74 x 105 25 4 , 22

= 872704 kg.mm

Karena 1 kg = 9.81 N dan 1 mm = 1/1000 m maka : T = 8561,23 N.m


(62)

dp = 3 1 1 , 5       T C Kt b

a

τ ...(lit. 3,hal 8)

dimana : τa = tegangan geser izin (Pa)

Kt = faktor koreksi untuk momen puntir (1,0 – 3,0 ), diambil 1,5

karena terjadi sedikit tumbukan.

Cb = faktor koreksi momen lentur ( 1,2 – 2,3 ) diambil 2,0 karena

mengalami beban lentur.

Sebelum menentukan diameter poros, tegangan geser izin perlu diketahui,

berdasarkan jenis bahan yang akan digunakan untuk membuat poros. Dimana bahan poros ketel adukan dipilih yakni Stainless steel AISI 430 dengan kekuatan tarik bahan pada kondisi kerja 10000F sebesar 75000 psi (5,168 x 108 Pa) dan mempunyai batas

mulur 45.000 psi (3,101 x 108). Adapun komposisi dari AISI 430 adalah sebagai

berikut : 0,12%C; 0,04%P; 0,03%S; 1,0% Mn; 1,0%Si; dan 16,0-18,0%Cr. Tegangan geser izin mengikuti rumusan :

a

τ =

      2 1 x sf sf

B

σ

………..(lit.3,hal 8)

dimana : σB = tegangan tarik ijin bahan (Pa)

1

sf = merupakan faktor keamanan akibat kelelahan puntir, untuk paduan S-C yaitu 6

2

sf = merupakan faktor keamanan akibat konsenterasi tegangan yang cukup besar (1,3-3,0) pada perencanaan dipilih 2,0

sehingga :

a

τ =

(

6 2

)

10 168 , 5 8 x x


(63)

maka diameter poros yaitu :

dp1 =

3 1

71,5.2.8561,23

10 307 , 4 1 , 5       x

dp1 = 0,1452 m = 145 mm

didapat ukuran poros yaitu 145 mm

karena poros mengalami tumbukan sedikit dan tidak mengalami momen lentur harga Cb diambil 1.

dp2 =

3 1

71,5.1.8561,23

10 307 , 4 1 , 5       x

dp2= 0,118 m = 118 mm

3.5 Pemeriksaan Kekuatan Poros

Ukuran diameter yang dirancang, harus diuji kekuatan nya. Pemeriksaan dilakukan dengan memeriksa tegangan geser yang terjadi akibat tegangan puntir yang dialami oleh poros. Jika tegangan geser lebih besar dari tegangan geser ijin bahan tersebut maka perancangan dianggap gagal dan harus menetukan kembali bahan yang akan digunakan.

Untuk menetukan besar tegangan geser yang timbul pada poros menurut rumusan sebagai berikut :

p τ = 3 . . 16 d Mp π

dimana : τp = tegangan geser akibat momen puntir ( kg/ mm2) Mp = momen puntir yang ditransmisikan (kg.mm)


(64)

Nilai momen puntir (Mp) = 872704 kg.mm, dan diameter poros dp = 145 mm

sehingga :

3

145 872704 16

x x

p π

τ = = 1,459 kg/mm2

dimana : 1 kg/mm2 = 107 Pa maka τp = 1,459 x 107 Pa.

Menurut hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas, tegangan geser yang terjadi lebih kecil dari pada tegangan geser ijin bahan yang digunakan τpa (1,459 x 107 Pa < 4,307 x 107 Pa) dari hasil ini dapat disimpilkan poros ini aman untuk

digunakan.


(65)

BAB IV

PERENCANAAN CETAKAN

4.1 Pembuatan Pola 4.1.1 Bahan Pola

Pola adalah perlu dalam pembuatan coran dimana pola dipergunakan untuk pembuatan cetakan benda coran. Pola yang digunakan pada pembuatan poros digester dipilih pola kayu.

Pola kayu relative lebih murah biayanya, cepat dibuatnya, dan mudah diolah dibandingkan dengan pola logam sehingga umum digunakan untuk cetakan pasir. Adapun kayu yang digunakan sebagai bahan pola adalah kayu jeluntung , yang mudah diperoleh dan murah dipasaran serta mudah dibentuk. Untuk menutupi pori-pori pola kayu biasa nya digunakan cat dempul.

4.1.2 Macam Pola

Pola yang dipilih pada pembuatan poros digester ini yaitu pola pejal. Pola pejal adalah pola yang biasa dipakai yang bentuknya hampir serupa dengan bentuk coran. Sedangkan pola pejal yang digunakan adalah pola setengah. Pola ini dibuat untuk membuat cetakan dimana kup dan dragnya simetri terhadap permukaan pisah. Kup dan drag dicetak hanya dengan pola setengah.

4.1.3 Penentuan Tambahan Penyusutan

Karena coran menyusut pada saat pembekuan dan pendinginan maka perlu dipersiapkan penambahan untuk penyusutan. Besarnya penyusutan sering tidak


(66)

isotropis, sesuai dengan bahan coran, bentuk, tempat, tebal atau ukuran coran, dan kekuatan inti. Tabel berikut memberikan harga – harga angka penambahan penyusutan.

Tabel 4.1 Tambahan penyusutan yang disarankan

Tambahan penyusutan Bahan

8/ 1000 Besi cor, baja cor tipis

9/ 1000 Besi cor, baja cor tipis yang banyak menyusut

10/ 1000 Sama dengan atas & aluminium

12/ 1000 Paduan aluminium, Brons, baja cor (tebal 5-7 mm)

14/ 1000 Kuningan kekuatan tinggi, baja cor

16/ 1000 Baja cor (tebal lebih dari 10 mm)

20/ 1000 Coran baja yang besar

25/ 1000 Coran baja besar dan tebal

(Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof. Dr. Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, Hal 52)

Tambahan penyusutan pada perancangan pola poros digester ini berdasarkan pada tabel 4.1 diatas dengan bahan baja cor tahan karat yang tebal lebih dari 10 mm yaitu 16/1000.

4.1.4 Penentuan Penambahan Penyelesaian Mesin

Tempat dimana diperlukan penyelesaian mesin setelah pengecoran. Harus dibuat dengan kelebihan tebal seperlunya. Kelebihan tebal (penambahan) ini berbeda


(67)

menurut bahan, ukuran arah kup dan drag dan keadaan pekerjaan mekanik seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 4.1 Tambahan penyelesaian mesin untuk coran baja

Dengan mempertimbangkan ukuran coran maksimal pada poros digester yakni 280 mm maka tambahan untuk permukaan kup 7 mm, tambahan untuk drag dan permukaan samping 5 mm, dan tambahan untuk pengerjaan mesin kasar 2 mm.

4.1.5 Ukuran Pola

Setelah penentuan tambahan tersebut maka hal yang harus dilakukan pada pembuatan pola adalah menentukan ukuran pola melalui perhitungan dengan memperhitungkan ukuran gambar perancangan dengan nilai penyusutan dan tambahan permesinan .

Berikut merupakan perhitungan ukuran pola dari poros digester dengan nilai penyusutan dan tambahan permesinan :


(68)

o Panjang Poros (P1) : 280 + (16/1000 x 280) + 2 + 5 = 291,48 mm o Panjang Poros (P2) : 110 + (16/1000 x 110) + 2 + 5 = 118,76 mm o Panjang Poros (P3) : 40 + (16/1000 x 40) + 2 + 5 = 47,64 mm o Panjang Poros (P4) : 30 + (16/1000 x 30) + 2 + 5 = 37,48 mm o Panjang Poros (P5) : 100 + (16/1000 x 100) + 2 + 5 = 108,6 mm o Diameter (d1) : 145 + (16/1000 x 145) + 2 + 5 = 154,32 mm o Diameter (d2) : 118 + (16/1000 x 118) + 2 + 5 = 126,89 mm o Diameter (d3) : 200 + (16/1000 x 200) + 2 + 5 = 210,20 mm o Diameter (d4) : 80 + (16/1000 x 80 ) + 2 + 5 = 88,28 mm o Diameter (d5) : 80 + (16/1000 x 80) + 2 + 5 = 88,28 mm

Gambar 4.2 Poros Digester

4.2 Sistem Saluran

Sisitem saluran adalah jalan masuk bagi cairan logam yang dituangkan kedalam rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama , mulai dari cawan tuang dimana logam cair dituangka n dari ladel sampai saluran masuk kedalam rongga cetakan.

4.2.1 Saluran Turun

Saluran turun dibuat lurus dan tegak dengan irisan berupa lingkaran. Kadang-kadang irisan tersebut mempunyai bentuk yang sama dari atas ke bawah, atau

sebaliknya. Penentuan diameter saluran turun didasarkan pada berat coran dari benda yang dibuat. Dengan tabel berikut dapat ditentukan diameter saluran turun.


(69)

Tabel 4.2 Ukuran dari saluran turun , pengalir dan saluran masuk Berat Coran (kg) Diameter saluran turun (mm)

Ukuran pengalir Ukuran saluran masuk Pengalir tunggal Pengalir berganda Saluran masuk tunggal Saluran masuk berganda Saluran masuk tiga Saluran masuk empat 50 - 100 30 20 x 20 15 x 15 90 x 6 45 x 6 30 x 6 25 x 6

100 – 200

35 30 x 30 22 x 22 100 x 7 50 x 7 35 x 7 25 x 7

200 – 400

40 35 x 35 25 x 25 - 60 x 8 40 x 8 30 x 8

400 – 800

50 40 x 40 30 x 30 - 75 x 10 50 x 10 40 x 10

800 – 1000

60 50 x 50 35 x 35 - 90 x 12 60 x 12 45 x 12

1600 -3200

75 60 x 60 45 x 45 - - 70 x 15 60 x 15

(Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof. Dr. Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, Hal 52)

Massa jenis dari baja coran adalah 7800 3

m kg

, sehingga massa dari poros

adalah sebagai berikut :

Volume poros = .d .t

4 2 π = 4 π

.(0,145)2. 2,5 = 0,0413 mm3

Massa poros = ρ. V


(70)

maka dari table 4.2 diperoleh diameter saluran turun 40 mm. Tinggi saluran turun adalah 5 x diameter saluran turun yaitu 200 mm. Sedangkan luas saluran turun adalah sebagai berikut :

Ast =

4

π

. d2 =

4

π

. 402 = 1256 mm2

Pada coran baja penentuan luas saluran masuk dan saluran turun berdasarkan pada perbandingan, luas saluran turun : luas pengalir : luas saluran masuk = 1 : (1,5 – 2) : (2 – 4). Pada perencanaan sistem saluran ini diambil perbandingan untuk ketiganya yaitu sebesar 1 : 2 : 3 , sehingga didapat :

o Luas pengalir = 2 . luas saluran turun

= 2 . 1256 = 2512 mm2

o Luas saluran masuk = 3. . luas saluran turun

= 3. 1256 = 3768 mm2

Dari perhitungan sistim saluran diatas didapat bahwa luas saluran masuk dibuat tiga kali lebih besar dari saluran turun. Dalam hal ini luas saluran turun dibuat lebih besar dari pada luas nozel dari ladel untuk mencegah meluapnya logam cair, dan luas pengalir dibuat lebih besar dari pada luas saluran turun dan luas saluran masuk dibuat lebih besar dari luas saluran pengalir, untuk menjamin mudahnya aliran loam cair masuk kedalam cetakan.

4.2.2 Cawan Tuang

Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun dibawahnya. Cawan tuang harus mempunyai konstruksi yang tidak dapat melalukan kotoran yang terbawa dalam logam cair dari ladel. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal .


(71)

Sebaliknya kalau terlalu dalam, penuangan menjadi sukar dan logam cair yang tersisa dalam cawan akan terlalu banyak sehingga tidak ekonomis. Ukuran cawan tuang yang biasa dipergunakan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.3 Ukuran cawan tuang

Panjang = 6d + 0,5d + d + d + 1,5d , dimana d adalah saluran turun = 6 . 40 + 0,5 . 40 + 40 + 40 + 1,5 . 40

= 400 mm Lebar = 4 . d

= 4 . 40 = 160 mm

Dalam : - Yang terdalam = 5 . d = 5 . 40 = 200 mm - Yang terdangkal = 4,5 d = 4,5 . 40 = 180 mm


(72)

4.2.3 Pengalir

Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukaan pisah, dan pengalir mempunyai luas permukaan yang terkecil untuk satu luas irisan tertentu, sehingga lebih efektif untuk pendinginan lambat.

Pengalir lebih baik sebesar mungkin untuk melambatkan pendinginan logam cair akan tetapi jika terlalu besar akan tidak ekonomis. Pada perencanaan ini bentuk pengalir dibuat berbentuk trapesium , sehingga sisi-sisi pengalir dapat ditentukan sebagai berikut :

Luas pengalir = {(A-3)+(A+3)}.

2 1

. A

2512 mm2 = 2A.

2 1

A

2512 mm2 = A2

A = 50,12 mm ( diambil 51 mm )


(73)

Gambar 4.4 Ukuran pengalir

4.2.4 Saluran Masuk

Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil daripada irisan pengalir , agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga cetakan. Bentuk irisan saluran masuk biasanya berbentuk bujursangkar , trapesium, segitiga atau setengah lingkaran, yang membesar kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan.

Dalam hal ini bentuk saluran masuk dibuat berbentuk trapesium. Sisi saluran masuk ditentukan sebagai berikut :

Luas pengalir = {(A-3)+(A+3)}.

2 1

. A

3768 mm2 = 2A.

2 1

A

3768 mm2 = A2

A = 61,38 mm ( diambil 62 mm )

didapat sisi saluran masuk sebesar 62 mm. Banyak saluran masuk ditentukan dengan rumusan dibawah ini

dimana : l = panjang coran t = tebal coran

maka banyak saluran masuk yaitu : t . 8 l n ≥ 3 an direncanak 14 2, n 145 . 8 2500 n ⇒ ≥ ≥


(74)

4.3 Penambah

Penambah harus dipasang diatas saluran masuk, sehingga dalam hal ini jenis penambah yang digunakan pada coran baja yakni penambah atas. Penambah dipasang pada tempat yang tertinggi dari coran dan diatas bagian yang paling tebal dari coran , dan selanjutnya pada pembongkaran harus mudah dipisah. Bentuk yang biasa dipakai yakni bentuk silinder.

Banyaknya penambah ditentukan menurut rumus berikut :

dimana pecahan dibulatkan menjadi satuan.

Pada cetakan poros digester dengan ketebalan pola poros direncanakan 154,32 mm maka dapat ditentukan jarak pengisian untuk penambah tersebut. Jarak pengisian ditentukan berdasarkan grafik dibawah ini.

(mm) (JP) penambah pengisian

jarak x

2

(mm) disediakan harus

penambah dimana

bagian panjang

Jumlah penambah


(75)

Gambar 4.5 Hubungan antara tebal coran (T) dan jarak isi dari penambah (JP). Dengan menarik garis perpotongan sumbu tebal coran 154,32 mm dengan garis kelengkungan daerah yang dapat diisi terhadap sumbu jarak pengisian (JP) (mm) didapat jarak pengisian (JP) yaitu 375 mm. Sehingga banyaknya penambah :

Maka diambil 1 buah tiap bagian, sehingga total nya sebanyak 6 x 1 buah = 6 buah.

4.3.1 Ukuran Penambah

Bentuk penambah yang digunakan pada coran baja ini berbentuk silinder. Karena tempat, bentuk dan banyaknya penambah telah ditentukan maka ukuran tiap bagian harus ditentukan. Maka Volume penambah /Volume coran ditentukan dari gambar dibawah ini.

Gambar 4.6 Kurva Pellini 38 , 0 375 x 2

291,48 1

bagian penambah


(76)

dimana (P+ L) /T disebut faktor bentuk , P = panjang coran, L = lebar coran dan T merupakan tebal bagian dimana penambah harus dipasang.

Untuk cetakan poros digester panjangnya (P) yaitu 291,48 mm , lebar dan tebalnya adalah 154,32 mm. Sehingga faktor bentuk dari poros yaitu :

Poros digester :

Dari kurva pellini didapat volume penambah / volume coran ditentukan

dengan melakukan interpolasi pada 0,9 <Vp/Vc < 1,0 dan 2 <

L L

P+

< 4 maka

diperoleh Vp/Vc = 0,95. Maka :

Volume penambah = 0,95 Volume Coran

= 0,95

{

d .p

}

4 2

π

= 0,95

(

) (

)

      48 , 291 32 , 154 4 2 π

= 5176621,982 mm3 = 5176,62 cm3 …….(1)

Penambah yang digunakan berbentuk silinder, dimana volume silinder

ditentukan dari rumusan V = π/4 D2

H , dimana D merupakan diameter penambah dan H merupakan tinggi penambah.

Tinggi penambah (H) yang berbentuk silinder ukurannya mengikuti ketentuan berikut ini ; Tinggi penambah H = (1,5 ± 0,2) x D. Diambil tinggi penambah H = 1,6 D.

Maka :

Volume peanambah = π/4 D2 H

= π/4 D2

1,6 D

= 0.4 π D3

…………(2) 3 88 , 2 32 , 154 ) 32 , 154 48 , 291 ( T L) P ( dibulatkan → = + = +


(77)

Persamaan (1) = Persamaan (2) 5176,62 = 0.4 π D3

Tinggi penambah = H = 1,6 DP

= 1,6 (160,3) = 256,48 mm

4.4 Pembuatan Cetakan Pasir 4.4.1 Persiapan Pasir cetak

Pasir yang digunakan untuk cetakan poros digester dipadatkan dengan memakai air kaca (water glass). Air kaca (water glass) 3 sampai 6 % ditambahkan pada pasir silika yang mempunyai kadar lempung sesedikit mungkin dan dicampur dengan mempergunakan pengaduk pasir. Butir butir pasir lebih baik agak bundar. Air kaca yang dipakai dengan perbandingan molekul SiO2 dan Na2O lebih dari 2,5 dan air

bebas dibawah 50 % dengan viscositas rendah.

Pencampuran pasir silika dan air kaca dilakukan selama kurang dari 5 menit dan campuran diisolasi dari udara luar dalam suatu benjana. Selain itu juga dicampurkan bubuk tir atau bubuk kayu kedalam campuran pasir silika dan air kaca tadi. Ini dilakukan untuk memperbaiki sifat mampu ambruk yang buruk dari cetakan yang dibuat dengan air kaca sehingga pembongkaran cetakan nantinya tidak sukar.

mm 3 , 160 cm 03 , 16 4 . 0 62 , 5176 D 3 P = = = π


(78)

Selain itu juga mencegah penetrasi logam cair kedalam ruang antara butir butir pasir sehingga terbentuk kulit coran yang bersih. Penambahan bubuk tir dan bubuk kayu sebanyak 0,5 sampai 1 %.

4.4.2 Pembuatan Cetakan

Setelah pembuatan pola selesai, maka selanjutnya adalah membuat cetakan pasir. Cetakan dibuat dengan dengan memadatkan pasir yang telah dicampur bahan perekat (water galass) dimana proses pengerasan pasir dibantu dengan tambahan gas CO2. Pasir cetak yang digunakan adalah pasir silica (SiO2 lebih dari 95% ). Pasir

silica dipilih karena mempunyai sedikit kotoran, hanya memerlukan bahan pengikat yang sedikit untuk mendapatkan kekuatan permeabilitas yang lebih baik.

Papan cetakan diletakan pada tempat yang rata. Pola dan rangka cetakan untuk drag diletakkan diatas papan cetakan. Rangka cetakan harus cukup besar. Sebelum pasir cetak dimasukkan, posisi pasir cetak ditentukan lebih dahulu. Pasir cetak dimasukkan dan diratakan sehingga menutupi seluruh pola, proses pemadatan dilakukan dengan memberikan sedikit tekanan secara perlahan-lahan agar supaya posisi dari pola tidak berubah. Pasir cetakan yang bertumpukan pada melewati tepi atas rangka cetak digaruk atau dikikis sampai permukaan pasir rata terhadap permukaan dinding cetakan. Cara yang sama dilakukan terhadap kup. Tetapi posisi saluran turun dan penambah ditentukan sedemikian rupa. Setelah pola diangkat dari kup dan drag,pada rongga cetakan dibubuhi bubuk grafit. Batang saluran turun dan pola untuk penambah dipasangkan. Pengalir dan saluran masuk dipasang sebelumnya yang bersentuhan langsung dengan pola utama. Untuk melepaskan uap air yang terdapat didalam pasir cetakan digunakan gas CO2 yang disalurkan kedalam pasir


(79)

Na2O.SiO2, xH2O + CO2 Na2CO3. xH2O + SiO2

Setelah itu kup dipasang diatas drag, posisi rongga cetakan harus dipertemukan secara teliti jangan sampai terjadi selisih diantara keduanya. Agar cetakan menjadi keras dan tidak mudah hancur maka dilakukan pembakaran dengan api selama 20 menit, setelah itu dilakukan pendinginan selama satu ahari sebelum dilakukan penuangan logam cair.

4.5. Peleburan Logam

Dalam proses pengecoran di perusahaan pengecoran digunakan tanur induksi jenis krus. Dapur induksi ini mempunyai diameter dalam sebesar 90 cm dan tinggi 2 m, sehingga dapur ini mempunyai volume yang dapat mencapai logam cair sebanyak 1,2717 m3 dengan kapasitas mencapai 2,2 ton. Temperatur dapur dapat mencapai

16000 C. Dasar dapur ditutup oleh batu tahan api kemudian batu magnesia. Bata

tersebut dilapisi tumbukan campuran butir magnesia 70 – 75 % dan tepung magnesia 25 – 30 % ditambah dengan tir yang tidak mengandung air. Dinding dapur terbuat dari bata tahan api non konduktor umumnya dipakai bata silica. Dapur ini diperlengkapi dengan mekanik pengungkit agar mudah mengeluarkan isi dapur setelah selesai proses pembuatan baja.

Menurut konstruksi dasarnya, tanur induksi yang melalui kumparan menyebabkan timbulnya medan elektromagnetik yang berubah ke segala arah di dalam kusibel. Akibat adanya logam yang akan dilebur dalam krusibel, maka medan elektromagnetik akan ditahan oleh logam tersebut sehingga timbul arus induksi yang mengakibatkan panas untuk mencairkan logam tersebut. Ruang tempat mencairkan logam tersebut disebut kruss. Lilitan kedua didinginkan air mengelilingi kruss dan


(80)

diluar lilitan diletakkan juk yang terdiri dari pelat berlapis banyak, yang berfungsi untuk memusatkan fluks magnet dan menahan lilitan

Proses peleburan dimulai dengan menggunakan sekrap baja. Sekrap baja pertama sekali dimasukkan ke dalam tanur. Kalau pencairan sudah dimulai, tanur ini memerlukan ingot yang besar (blok mula) atau cairan besi. Setelah potongan balok baja tersebut mencair seluruhnya, maka sekrap baja dimasukkan sedikit demi sedikit sampai penuh dan dibiarkan agar temperatur dapat mencapai suhu 15500 C. Apabila

sudah sesuai dan telah mencapai temperatur yang diharapkan (1500-16000C) maka

logam cair telah dapat dituang.

Adapun komposisi cairan di dapur adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5.1. Komposisi metal cair

Bahan Balok Baja dan baja sekrap (%) Mangan (Mn) Silikon (Si) Phospor (P) Sulfur (S) Karbon (C) Besi ( Fe) Komposisi 0,55 0,35 0,040 0,03 0,11 98,92

Dalam perancangan ini, bahan poros digester yang dirancang menggunakan baja tahan karat AISI 430 atau SUS 430

Untuk itu komposisi bahan baja karbon AISI 430 dapat dilihat pada tabel 4.5.2

Tabel 4.5.2. Komposisi bahan AISI 430

Komposisi AISI 430 (%) Mangan (Mn) Silikon (Si) Phospor (P) Sulfur (S) Karbon (C) Krom (Cr) Besi (Fe)


(81)

Komposisi 1,0 1,0 0,040 0,03 0,12 16-18 81,81- 79,81

Dari tabel di atas dapat diketahui berapa komposisi yang dibutuhkan untuk bahan tambahan pembuatan poros digester. Di sini kapasitas peleburan adalah 2200 kg untuk mencor poros digester. Untuk memenuhi bahan tambahan yang kita inginkan adalah AISI 430 perlu ditambah unsur-unsurnya.

Adapun peningkatan komposisi yang kita harapkan adalah mangan, silikon, karbon dan krom.

a. Mangan

 Kadar Mangan Yang diinginkan : 1,0 %

 Kadar Mangan dalam tanur : 0,55 %

= − = 2200 100 55 , 0 0 , 1 x

Mn 9,9 kg

Kadar Mn yang terdapat pada Fe-Mn sekitar 49 %

Fe-Mn yang ditambahkan sebanyak = 100 49

9 , 9

x = 20,2 kg

b. Carbon

 Kadar Karbon yang diinginkan : 0,12 %

 Kadar karbon dalam tanur : 0,11 % M arang = 2200

100 11 , 0 12 , 0 x

= 0,22 kg

Carbon yang ditambahnkan sebanyak 0,22 kg


(82)

 Kadar silikon yang diinginkan : 1,0 %

 Kadar silikon yang ditanur : 0,35 %

Si = 2200

100 35 , 0 0 , 1 x

= 14,3 kg

Kadar Si yang terdapat pada Fe-Si sekitar 35 %

FeSi yang dibutuhkan sebanyak = 100 35

3 , 14

x = 40,8 kg

d. Krom

Krom ditambahkan ke dalam tanur sebanyak :

Cr = 16 % = 2200 100

16

x =352 kg

Jd kebutuhan Cr sebesar 352 kg.

4.6. Penuangan Logam Cair

Logam cair yang telah mencapai temperatur lebur dan komposisi yang sesuai maka logam cair tersebut telah dapat dituang kedalam cetakan. Ladel digunakan untuk membawa logam cair tersebut untuk dituangkan pada cetakan. Sebelum dituang kedalam ladel , cairan logam diberi bahan pengikat terak (slag coegulan) untuk mengikat terak yang terkandung didalam cairan logam tersebut , sehingga tidak ikut masuk kedalam cawan tuang, Bahan ini akan mengikat (menggumpalkan) kotoran – kotoran yang terdapat didalam cairan logam.

Logam cair dari ladel di tuang kedalam cawan tuang pada temperatur 1550 0C

dengan waktu tuang tertentu.


(83)

Untuk mendapatkan hasil pengecoran yang baik perlu diperhatikan waktu penuangan dan kecepatan penuangan. Kecepatan penuangan juga dapat diatur sedemikian rupa untuk mencegah perubahan suhu yang drastis karena akan mengakibatkan cacat coran seperti retak-retak dan keropos.

Untuk menghitung kecepatan penungan dapat digunakan rumus sebagai berikut :

V = C 2gh

Dimana : C = koefisien aliran, untuk saluran rumit 0,5 – 0,6 dan untuk saluran sederhana 0,9 – 1,0 diambil sebesar 0,95

G = percepatan gravitasi , 981 cm/s2

H = tinggi saluran turun (200 mm)

Maka dengan menggunakan rumus diatas kecepatan penuangan adalah V = 0,95 2.981.20

V = 188,2 cm/det

4.7 Waktu penuangan

Logam cair dari ladel di tuang ke dalam cawan tuang dengan waktu tertentu. Waktu tuang dari coran poros digester ditentukan dari grafik.


(84)

Gambar 4.7 Hubungan antara waktu dan berat tuang untuk baja cor (t ; tebal coran) Poros digester yang direncanakan memiliki ketebalan 154,32 mm dengan berat cairan dari ladel 322,14 kg, maka dari garafik didapat waktu tuang dari garafik diatas adalah 30 detik


(85)

Gambar 4.8. Diagram fasa AISI 430 Sumber : Metallurgy of Stainless Steels

Secara teori, stanlisteel ferit mempunyai struktur yang sederhana. Pada temperatur ruang, meterial terdiri dari Cr- Fe, mempunyai struktur kristal bbc ( body Centered cubic). Pada paduan nya terdiri dari sebaran karbon yang sedikit. Umumnya karbon tersingkir dipandang dari segala sisi atau lebih halus. Material ferit ini sangat baik dalam pengecoran. Gambar diatas merupakan gambar diagram fasa yang di publikasi kan American Society for Metal.

Diagram fasa memeliki kadar krom rendah yang mana wilayahnya terdiri dari beberapa titik sebagai berikut :

a. Krom merupakan salah satu elemen yang disebut pembuat ferrit yang mana

mempunyai fasa alpha ( α ) yang panjang dan sempit yang menekan fasa gamma (γ) . Hasil ini juga disebut putaran gamma panjang dalam kisaran

temperatur 850 sampai dengan 14000 C

b. Sebagaimana ditunjukkan pada gambar, perubahan Cr- Fe dari alpha menjadi gamma terjadi pada suhu 9100 C. Penambahan Cr, perubahan temperatur


(86)

terjadi pada 8500 C pada 8 % krom dan kemudian terjadi peningkatan pada

kadar 12 – 13 % Krom terjadi pada suhu 1000 0 C.

c. Kurva temperatur maximum dan minimum ditranspormasikan tertutup pada lingkaran gamma. Pada 12 – 13 % Cr, ditransformasikan kepada gamma lebih panjang dan sebuah paduan yang akan menyisahkan ferrit pada temperatur ruang.

d. Diantara siklus gamma (γ) dan daerah fasa alpha (α) terdapat wilayah transisi tipis dimana mempunyai kedua fase alpha dan gamma yang mana bergantung pada kecepatan yang terjadi pada temperatus ruang.

4.7 Penyelesaian Hasil Cetakan

Setelah proses penuangan dilakukan maka cetakan dibiarkan selama 12 jam untuk membiarkan logam cair membeku. Setalah itu cetakan dibongkar, pasir disingkirkan dari coran, kup dan drag juga kemudian hasil coran didinginkan didalam ruang terbuka.

Setelah pembongkaran maka selanjutnya adalah pekerjaan proses

permesinan pada hasil coran. Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan ukuran yang actual sesuai dengan gambar teknik.

Pekerjaan yang dilakukan pada proses permesinan terdiri pada dua pekerjaan yaitu penggerindaan dan pembubutan. Penggerindaan dilakukan tanpa membedakan bagian dalam atau bagian luar coran, bagian-bagian yang tak terpakai dan terbakar dibuang dengan menggunakan gerinda. Ada beberapa grinda yang dipakai grinda tangan, grinda ayun, grinda bangku dan mesin grinda otomatis. Grinda-grinda tersebut dipakai dipakai tergantung pada bentuk dari coran. Bagian-bagian dari coran yang digrinda sesuai dengan gambar teknik yang ada. Bagian-bagian yang dibuat adalah


(87)

bagian tambahan penyusutan, tambahan kup dan drag serta tambahan untuk penyelesaian mesin. Pembubutan yang dilakukan pada coran yaitu berupa pembubutan bagian dari coran utuk mendapatkan diameter yang sesuai dengan poros yang di ingin kan. Biasanya dilakukan untuk proses penyelesaian coran.


(88)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan perhitungan dari bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari hasil perhitungan terhadap kapasitas olahan PKS yakni 12 Ton TBS/jam maka didapat ukuran poros digester yang akan dibuat dengan cetakan pasir yakni dalam tabung 2340 mm dan panjang total 2500 mm

2. Material yang digunakan pada poros digester direncanakan pada material stainless steel (baja tahan karat) dengan Ferro (Fe) ± 80 % dan penambahan bahan paduan pada proses peleburan yakni Mangan (Mn), Silikon (Si), Phospor (P) ,Chromium (Cr), Sulfur (S) , dan Karbon (C). Dengan komposisi sebagai berikut:

- Mangan : 1,0 % - Karbon : 0.12 % - Silikon : 1,0 % - Krom : 16 – 18 % - Phospor : 0,040 %

- Sulfur : 0,03 %

3. Pola yang digunakan yakni pola kayu dengan bahan pola yakni kayu jeluntung. Jenis pola yang digunakan yakni pola pejal dengan jenis pola setengah. Tambahan penyusutan diambil berdasarkan bahan yang digunakan yakni baja cor sebesar 16/ 1000 dengan tambahan permesinan dan tambahan untuk drag dan permukaan samping.


(1)

LAMPIRAN 4. Faktor Konversi Satuan

Sumber : David Halliday, 1994, Fisika, Jilid 1, terjemahan Pantur Silaban, Penerbit PT. Erlangga, Jakarta,1986


(2)

Sumber : David Halliday, 1994, Fisika, Jilid 1, terjemahan Pantur Silaban, Penerbit PT. Erlangga, Jakarta,1986


(3)

Sumber : David Halliday, 1994, Fisika, Jilid 1, terjemahan Pantur Silaban, Penerbit PT. Erlangga, Jakarta,1986


(4)

LAMPIRAN 7. Karekteristik Bahan – bahan Api

Sumber : R. L. Agarwal , T. R Banga, Tahil Manghnani, 1987, Foundry Engineering, Fouth edition, Khanna Publishers, New Dehli


(5)

(6)