Perencanaan Dan Pembuatan Bantalan Poros Lori Dengan Kapasitas Lori 2,5 Ton Tbs Dengan Proses Pengecoran Logam

(1)

PERENCANAAN DAN PEMBUATAN BANTALAN

POROS LORI DENGAN KAPASITAS LORI 2,5 TON

TBS DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

HIMAWAN ABDI SENJAYA NIM. 050401048

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERENCANAAN DAN PEMBUATAN BANTALAN

POROS LORI DENGAN KAPASITAS LORI 2,5 TON

TBS DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

HIMAWAN ABDI SENJAYA NIM. 050401048

Diketahui / Disyahkan : Disetujui oleh :

DepartemenTeknik Mesin Dosen Pembimbing, Fakultas Teknik USU

Ketua,


(3)

PERENCANAAN DAN PEMBUATAN BANTALAN

POROS LORI DENGAN KAPASITAS LORI 2,5 TON

TBS DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

HIMAWAN ABDI SENJAYA 050401048

Telah Disetujui dari Hasil Seminar Skripsi Periode ke-554, pada tanggal 21 November 2009

Pembanding I, Pembanding II,

Ir. Alfian Hamsi, M.Sc.

NIP. 195609101987011001 NIP. 194910121981031002 Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc.


(4)

PERENCANAAN DAN PEMBUATAN BANTALAN

POROS LORI DENGAN KAPASITAS LORI 2,5 TON

TBS DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

HIMAWAN ABDI SENJAYA NIM. 050401048

Telah Disetujui Oleh :

Pembimbing/Penguji

NIP. 194508171971062001 Ir. Raskita S. Meliala

Penguji I, Penguji II,

Ir. Alfian Hamsi, M.Sc.

NIP. 195609101987011001 NIP. 194910121981031002 Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc.

Diketahui Oleh :

Depertemen Teknik Mesin Ketua,


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat dan perlindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

Adapun Tugas Sarjana yang dipilih berhubungan dengan bidang Teknik Pengecoran Logam dengan judul: PERENCANAAN DAN PEMBUATAN

BANTALAN POROS LORI DENGAN KAPASITAS LORI 2,5 TON TBS DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM.

Tugas Sarjana ini merupakan salah satu syarat yang harus dikerjakan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan studi S1 di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Tugas Sarjana ini dikerjakan berdasarkan hasil survey langsung di PT. Baja Pertiwi Industri Pengecoran Logam Medan serta melakukan pembahasan dan studi literatur.

Dalam menyelesaikan tugas sarjana ini, penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua saya, Muliadi dan Erni Natalia yang telah memberikan kasih sayang, dukungan materi serta non materi yang tak terhingga buat penulis baik dalam menyelesaikan perkuliahan maupun tugas sarjana ini. 2. Ibu Ir. Raskita S. Meliala selaku Dosen Pembimbing, Bapak Ir. Alfian

Hamsi, M.Sc. dan Bapak Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc. selaku Dosen Pembanding serta Penguji, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan hingga tugas sarjana ini selesai. 3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Tulus Burhanuddin

Sitorus, ST, MT. selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi di Departemen Teknik Mesin USU dan Magister Teknik Mesin USU.

5. Bapak Eddy Susanto selaku Direktur PT. Baja Pertiwi Industri Medan, Bapak Willian Rajali selaku Manager PT. Baja Pertiwi Industri Medan dan


(6)

Bapak Ir. Sudirman selaku Kepala Bagian Quality Control, yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis selama survey.

6. Kedua kakak saya, Reny Senjaya dan Yuni Senjaya yang telah banyak memberikan bantuan baik material maupun spiritual selama proses perkuliahan dalam penyelesaian tugas sarjana ini.

7. Teman-teman, rekan-rekan senior maupun junior dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis dari awal perkuliahan hingga tugas sarjana ini selesai.

Penulis menyadari bahwa dalam tugas sarjana ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan dari para pembaca demi kesempurnaan tugas sarjana ini. Akhir kata semoga Tugas Sarjana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Sekian dan terima kasih.

Medan, November 2009 Penulis,

NIM. 050401048 Himawan Abdi Senjaya


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR SIMBOL

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Perencanaan 1.3 Metode Penulisan 1.4 Batasan Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bantalan

2.1.1 Klasisfikasi Bantalan

2.1.2 Perbandingan Antara Bantalan Luncur dan Bantalan Gelinding

2.1.3 Klasifikasi Bantalan Luncur 2.2 Poros dengan Beban Lentur Murni 2.3 Bahan-bahan Pengecoran

2.3.1 Besi cor 2.3.2 Baja cor

2.3.3 Coran paduan tembaga 2.3.4 Coran paduan ringan 2.3.5 Coran paduan lainnya 2.4 Penggunaan Coran

2.5 Pembekuan Coran

2.6 Diagram Keseimbangan Paduan 2.7 Bentuk dan Ukuran Coran Bantalan

2.7.1 Bentuk Standar dan Ukuran Coran 2.7.2 Ketelitian Ukuran dari Coran 2.8 Macam Pola

i iii vi vii ix 1 1 2 2 3 4 4 4 5 6 7 12 12 14 15 16 16 17 19 20 22 23 24 25


(8)

2.9 Bahan-bahan untuk Pola 2.10 Pembuatan Pola

2.10.1 Gambar pengecoran

2.10.2 Menetapkan kup, drag dan permukaan pisah 2.10.3 Penentuan tambahan penyusutan

2.10.4 Penentuan Tambahan Penyelesaian Mesin 2.11 Sistem Saluran

2.12 Penambah

2.13 Cetakan Pasir dan Pasir Cetak 2.13.1 Macam-macam Pasir Cetak 2.13.2 Syarat bagi pasir cetak 2.13.3 Susunan Pasir Cetak

2.13.4 Sifat-sifat Pasir Cetak

2.13.5 Pembuatan Cetakan dengan cara CO2

2.14 Peleburan 2.15 Penuangan

2.16 Pengerjaan Akhir dan Pemeriksaan Coran

BAB III PENETAPAN SPESIFIKASI BANTALAN POROS LORI

3.1 Analisa Gaya Geser & Momen pada Bantalan Poros Lori 3.2 Perhitungan Diameter Bantalan

BAB IV PERENCANAAN PEMBUATAN BANTALAN LORI

4.1 Perencanaan Pola

4.2 Perencanaan Sistem Saluran 4.3 Penambah

4.4 Pemberat

4.5 Pemilihan Bahan Pasir untuk Cetakan 4.6 Proses Pembuatan Cetakan

4.7 Peleburan Logam Coran 4.8 Penuangan

4.8.1 Kecepatan Penuangan 4.8.2 Waktu Penuangan 4.8.3 Temperatur Penuangan

28 30 30 31 32 32 33 37 42 42 43 44 46 47 48 49 50 53 53 55 60 60 62 65 67 67 68 70 72 72 72 73


(9)

4.9 Pengerjaan Akhir

4.9.1 Menyingkirkan Pasir dari Rangka Cetak 4.9.2 Alat-alat penyingkir pasir dan pembersih

permukaan coran

4.9.3 Penyingkiran saluran turun dan penambah 4.10 Pemeriksaan Coran

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

74 74

74 77 78 81 81 84 85 87


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinis dingin untuk poros

Tabel 2.2 Faktor tambahan tegangan pada gandar Tabel 2.3 Kecepatan kerja terhadap pembebanan

Tabel 2.4 Sifat-sifat yang diminta dan bahan yang cocok untuk coran Tabel 2.5 Ketebalan dinding mininum dari pengecoran pasir

Tabel 2.6 Toleransi tebal dinding yang biasa dari pengecoran pasir Tabel 2.7 Tambahan penyusutan yang disarankan

Tabel 2.8 Diameter saluran turun dan berat tuang Tabel 2.9 Ukuran dari pengalir dan saluran masuk Tabel 2.10 Perbandingan efektif dari penambah Tabel 2.11 Penentuan diameter penambah Tabel 4.1 Komposisi cairan logam dalam tanur Tabel 4.2 Komposisi bantalan poros lori

7 9 11 17 23 24 32 35 36 39 39 71 71


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 (a) Bantalan radial polos (b) Bantalan radial berkerah (c) Bantalan aksial berkerah (d) Bantalan aksial Gambar 2.2 (e) Bantalan radial ujung (f) Bantalan radial tengah Gambar 2.3 Gandar

Gambar 2.4 Waktu pembekuan dari berbagai macam penampang Gambar 2.5 Diagram Keseimbangan dari Paduan Biner

Gambar 2.6 Pola Pejal

Gambar 2.7 Pola Pelat Pasangan Gambar 2.8 Pola Kup dan Drag Gambar 2.9 Pola Cetakan Sapuan

Gambar 2.10 Pola Penggeret dengan Penuntun

Gambar 2.11 Pola Penggeret Berputar dengan Rangka Cetak Gambar 2.12 Pola Kerangka

Gambar 2.13 Tambahan penyelesaian mesin untuk coran baja Gambar 2.14 Sistem Saluran

Gambar 2.15 Hubungan antara berat coran dan waktu tuang untuk baja cor

Gambar 2.16 Hubungan antara tebal coran dan jarak isi dari penambah Gambar 2.17 Kurva Pellini

Gambar 2.18 Bentuk butir-butir dari pasir cetak Gambar 2.19 Proses pembuatan inti dengan CO2

Gambar 3.1 Bentuk bantalan yang akan dibuat Gambar 3.2 Pembebanan pada poros

Gambar 3.3 Distribusi gaya poros dan bantalan

Gambar 3.4 Diagram benda bebas untuk x < 142,5 mm Gambar 3.5 Diagram benda bebas untuk x < 467,5 mm Gambar 3.6 Penampang poros lori

Gambar 4.1 Detail Pola Bantalan Poros Lori

Gambar 4.2 Partisi Bantalan untuk Perhitungan Volume Gambar 4.3 Cawan Tuang

6 7 9 20 22 25 26 26 27 27 28 28 33 34 37 41 41 45 48 53 54 54 54 55 57 62 62 63


(12)

Gambar 4.4 Saluran turun Gambar 4.5 Pengalir Gambar 4.6 Saluran masuk Gambar 4.7 Rongga Cetakan Gambar 4.8 Cawan Tuang

Gambar 4.9 Tanur Induksi Jenis Krus

Gambar 4.10 Cara Kerja Hanger Type Shot Blasting Machine Gambar 4.11 Cara Kerja Rotary Barrel Shot Blasting Machine Gambar 4.12 Hanger Shot Blasting Machine

Gambar 4.13 Rotary Shot Blasting Machine

Gambar 4.14 Diagram alir proses pembuatan bantalan poros lori

64 64 65 69 69 70 74 75 75 76 80


(13)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Satuan

A Luas penampang lori m2

a Jarak dari tengah bantalan ke ujung luar naaf roda mm

C Koefisien aliran -

D Diameter penambah mm

ds Diameter dalam bantalan poros mm

F Berat lori kg

G Berat coran kg

g Gaya gravitasi bumi m/s2

g Jarak telapak roda mm

H Tinggi penambah mm

h Tinggi titik berat mm

h Tinggi saluran turun mm

j Jarak bantalan radial mm

k Faktor keamanan -

l Panjang coran mm

l Panjang naaf roda mm

M1 Momen pada tumpuan roda karena beban statis kg.mm

M2 Momen pada tumpuan roda karena gaya vertikal

tambahan kg.mm

M3 Momen lentur pada naaf tumpuan roda sebelah dalam

karena beban horizontal kg.mm

m Faktor tambah tegangan -

n Banyak saluran masuk buah

P Beban horizontal kg

Q0 Beban pada bantalan karena beban horizontal kg

R0 Beban pada telapak roda karena beban horizontal kg

r Jari-jari telapak roda mm

T Tebal bagian coran di bawah penambah mm


(14)

W Beban statis pada satu gandar kg

W Berat pemberat kg

V Volume lori m3

VT Volume total coran m3

L Beban horizontal

Beban statis pada satu gandar

-

V Beban tambahan karena gerakan vertikal

Beban statis

-

Massa jenis baja kg/m3

Tegangan yang dapat ditahan lori kg/mm2

b Tegangan lentur kg/mm2


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengecoran logam dapat diartikan sebagai suatu proses untuk memproduksi suatu benda dari logam dengan cara menuangkan logam cair ke dalam cetakan yang mempunyai rongga sesuai dengan bentuk yang diinginkan, dan selanjutnya logam tersebut dibiarkan membeku.

Sejarah mencatat bahwa pengecoran logam telah dimulai sejak empat ribu tahun sebelum Masehi. Logam pertama yang dicor adalah emas dan perak. Hal itu dikarenakan emas dan perak terdapat di alam dalam keadaan murni. Setelah itu manusia menemukan tembaga yang sangat cocok untuk berbagai kebutuhan.

Vannoccio Biringuccio (1480-1539) merupakan bapak dari industri

pengecoran. Pada tahun 1538 beliau menjadi kepala “Papal Foundry” di Roma, Italia. Pada saat itu beliau merupukan orang pertama yang menulis teknik pengecoran dan dijadikan dalam bentuk buku. Dalam tulisan itu beliau mengupas tentang masalah metalurgi pada abad ke-16, namun ada tiga prinsip yang masih berlaku pada saat ini yaitu: Rencanakan dan buatlah cetakan dengan sebaik-baiknya, lebur dan cairkan logam yang akan dicor dengan baik, dan buatlah komposisi paduan yang tepat dan sesuai dengan hasil yang diinginkan.

Ketatnya persaingan industri saat ini menyebabkan para perancang harus membuat rancangan yang se-efisien mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk menekan biaya produksi. Di samping itu, kualitas coran harus ditingkatkan agar produk yang dihasilkan mampu bersaing di pasaran.


(16)

Pembangunan di bidang industri tentunya memerlukan banyak sarana penunjang guna mendukung kelancaran pekerjaan, seperti halnya mesin-mesin proses produksi. Salah satu diantaranya adalah mesin-mesin yang digunakan dalam industri pengolahan kelapa sawit, seperti misalnya Lori yang digunakan untuk merebus tandan buah segar di dalam Sterilizer.

Pada dasarnya bagian dari Lori adalah roda, bantalan, poros, motor penggerak, tali, bushing, dan lain sebagainya. Pada kesempatan ini penulis akan memfokuskan rancangan pada bantalan poros. Bantalan ini berfungsi untuk menumpu poros berbeban.

1.2 Tujuan Perencanaan

Adapun tujuan perencanaan ini adalah: 1. Secara Teknis

Tujuannya adalah untuk membuat Bantalan Poros Lori yang dapat menahan beban 3,6 ton.

2. Secara Akademis

Tujuannya adalah untuk menerapkan teori dan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan.

1.3 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas sarjana ini adalah: 1. Survey Lapangan

Survey lapangan dilakukan di PT. Baja Pertiwi Industri Pengecoran Logam Jln. Sisingamangaraja KM 7,5 No. 62 B Medan.


(17)

2. Studi Literatur

Berupa studi kepustakaan dan kajian dari buku-buku yang berkaitan dengan pengecoran logam serta buku-buku lain yang mendukung dan membantu dalam proses pengerjaan tugas sarjana ini.

3. Diskusi

Berupa tanya jawab mengenai rancangan yang akan dibuat dengan dosen pembimbing dan teman-teman mahasiswa.

1.4 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang akan diuraikan antara lain sebagai berikut: 1. BAB I : Pendahuluan, berisikan tentang latar belakang,

tujuan perencanaan, metode penulisan dan batasan masalah.

2. BAB II : Tinjauan Pustaka, berisikan tentang teori- teori yang mendasari proses pengecoran logam.

3. BAB III : Penetapan Spesifikasi Bantalan Poros Lori, berisikan tentang gambaran umum, perhitungan dimensi serta material bantalan.

4. BAB IV : Perencanaan Pembuatan Bantalan Poros Lori, meliputi perencanaan pola, sistem saluran,

penambah, pemberat, cetakan, peleburan logam coran, penuangan, pengerjaan akhir, pemeriksaan coran dan diagram alir proses.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bantalan

Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus, aman dan panjang umur. Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh sistem akan menurun atau tak dapat bekerja secara semestinya. Jadi, bantalan dalam permesinan dapat disamakan peranannya dengan pondasi pada gedung. (Lit. 6, hal. 103)

2.1.1 Klasisfikasi Bantalan

Bantalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Atas dasar gerakan bantalan pada poros

a. Bantalan luncur

Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantaraan lapisan pelumas.

b. Bantalan gelinding

Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru), rol atau rol jarum dan rol bulat.


(19)

2. Atas dasar arah beban terhadap poros

a. Bantalan aksial, yaitu arah beban yang ditumpu bantlan ini adalah tegak lurus sumbu.

b. Bantalan radial, yaitu arah beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.

c. Bantalan gelinding khusus, yaitu bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak lurus sumbu poros.

2.1.2 Perbandingan Antara Bantalan Luncur dan Bantalan Gelinding

Bantalan luncur mampu menumpu poros berputaran tinggi dengan beban besar. Bantalan ini sederhana konstruksinya dan dapat dibuat serta dipasang dengan mudah. Karena gesekannya yang besar pada waktu mulai jalan, bantalan luncur memerlukan momen awal yang besar. Pelumasan pada bantalan ini tidak begitu sederhana. Panas yang timbul dari gesekan yang besar, terutama pada beban besar, memerlukan pendinginan khusus. Sekalipun demikian, karena adanya lapisan pelumas, bantalan ini dapat meredam tumbukan dan getaran sehingga hampir tidak bersuara.

Bantalan gelinding pada umumnya lebih cocok untuk beban kecil daripada bantalan luncur, tergantung pada bentuk elemen gelindingnya. Putaran pada bantalan ini dibatasi oleh gaya sentrifugal yang timbul pada elemen tersebut. Karena hanya konstruksinya yang sukar dan ketelitiannya yang tinggi, maka bantalan gelinding hanya dapat dibuat oleh pabrik-pabrik tertentu saja. Adapun harganya pada umumnya lebih mahal daripada bantalan luncur. Untuk menekan biaya pembuatan serta memudahkan pemakaian, bantalan gelinding diproduksikan


(20)

menurut standar dalam pelbagai ukuran dan bentuk. Keunggulan bantalan ini adalah pada gesekannya yang sangat rendah. Pelumasannya juga sangat sederhana. cukup dengan minyak gemuk, bahkan pada jenis yang memakai cil sendiri tidak perlu pelumasan lagi. Meskipun ketelitiannya sangat tinggi, namun karena adanya gerakan elemen gelinding dan sangkar, pada putaran tinggi bantalan ini agak gaduh dibandingkan dengan bantalan luncur.

2.1.3 Klasifikasi Bantalan Luncur

Menurut bentuk dan letaknya bagian poros yang ditumpu bantalan yaitu bagian yang disebut jurnal, bantalan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Bantalan Radial, yang dapat berbentuk silinder, belahan silinder, elips, dll. b. Bantalan Aksial, yang dapat berbentuk bola, kerah, michel.

c. Bantalan Khusus, yang berbentuk bola.

Menurut pemakaiannya terdapat bantalan untuk penggunaan umum, bantalan poros engkol, bantalan utama mesin perkakas, bantalan roda kereta api.

Dalam teknik otomobil bantalan luncur dapat berupa bus, bantalan logam sinter dan bantalan plastik.

Gambar 2.1 dan Gambar 2.2 menunjukkan jenis-jenis bantalan luncur.

Gambar 2.1 (a) Bantalan radial polos (b) Bantalan radial berkerah (c) Bantalan aksial berkerah (d) Bantalan aksial


(21)

Gambar 2.2 (e) Bantalan radial ujung (f) Bantalan radial tengah

2.2 Poros dengan Beban Lentur Murni

Poros untuk mesin pada umumnya terbuat dari baja batang yang ditarik dingin dan difinis, baja karbon konstruksi mesin (disebut bahan S-C) dihasilkan dari ingot yang dikil (baja yang dideoksidasikan dengan ferro silikon dan dicor; kadar karbon terjamin). Jenis-jenis baja S-C beserta dengan kekuatan tariknya dapat dilihat pada Tabel 2.1. (Lit. 6, hal. 12)

Tabel 2.1 Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinis

dingin untuk poros

Standar dan macam Lambang Perlakuan panas

Kekuatan tarik (kg/mm2)

Keterangan

Baja karbon konstruksi mesin

(JIS G 4501)

S30C S35C S40C S45C S50C S55C Penormalan “ “ “ “ “ 48 52 55 58 62 66


(22)

Poros (gandar) dari kereta tambang dan kereta rel tidak dibebani dengan puntiran melainkan hanya mendapatkan pembebanan lentur saja. Jika beban pada satu poros didapatkan sebagai ½ dari berat kendaraan dengan muatan maksimum dikurangi berat poros dan roda, maka besarnya momen lentur M1 (kg.mm) yang

terjadi pada dudukan roda dapat dihitung.

Dari bahan yang dipilih dapat ditentukan tegangan lentur yang diizinkan (kg/mm2). Diameter (mm) yang diperlukan dapat diperoleh dari rumus berikut ini.

(Lit. 6, hal. 12)

(Lit. 6, hal. 12)

Dalam kenyataan, poros tidak hanya mendapatkan beban statis saja melainkan juga beban dinamis. Jika perhitungan ds dilakukan sekedar untuk

mencakup beban dinamis secara sederhana saja, maka dalam persamaan kedua diatas dapat diambil faktor keamanan yang lebih besar untuk menentukan ja.

Tetapi dalam perhitungan yang lebih teliti, beban dinamis dalam arah tegak dan mendatar harus ditambahkan pada beban statis. Bagian poros dimana dipasangkan naaf roda disebut dudukan roda. Beban tambahan dalam arah vertikal dan horizontal menimbulkan momen pada dudukan roda inti.

Poros yang digerakkan oleh suatu penggerak mula juga mendapatkan beban puntir. Namun demikian poros ini dapat dianggap sebagai poros pengikut dengan cara mengalikan ketiga harga momen tersebut diatas (yang ditimbulkan


(23)

oleh gaya-gaya statis, vertikal dan horizontal) dengan faktor tambahan (m) pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Faktor tambahan tegangan pada gandar

Pemakaian Gandar Faktor Tambahan Tegangan m Gandar pengikut (tidak termasuk gandar dengan rem

cakra)

1,0 Gandar yang digerakkan; ditumpu pada ujungnya 1,1 – 1,2 Gandar yang digerakkan; lentur silang 1,1 – 1,2 Gandar yang digerakkan; lenturan terbuka 1,2 – 1,3

Sumber: Sularso, Kiyokatsu Suga, “Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin“ hal. 13

Simbol dari bagian perangkat roda dapat dilihat pada Gambar 2.3.


(24)

Rumus-rumus dari JIS E4501 adalah sebagai berikut:

M1 = (j – g) W / 4 (Lit. 6, hal. 13)

dimana: M1 = Momen pada tumpuan roda karena beban statis (kg.mm)

j = Jarak bantalan radial (mm)

g = Jarak telapak roda (mm)

W = Beban statis pada satu gandar (kg)

M2 = V . M1 (Lit. 6, hal. 13)

dimana: M2 = Momen pada tumpuan roda karena gaya vertikal

tambahan (kg.mm)

V =

Beban statis

Beban tambahan karena gerakan vertikal

M1 = Momen pada tumpuan roda karena beban statis (kg.mm)

(Lit. 6, hal. 13) dimana: P = Beban horizontal (kg)

L =

Beban statis pada satu gandar Beban horizontal

W = Beban statis pada satu gandar (kg)

(Lit. 6, hal. 13) dimana: Q0 = Beban pada bantalan karena beban horizontal (kg)

P = Beban horizontal (kg) h = Tinggi titik berat (mm) j = Jarak bantalan radial (mm)


(25)

(Lit. 6, hal. 13) dimana: R0 = Beban pada telapak roda karena beban horizontal (kg)

P = Beban horizontal (kg) h = Tinggi titik berat (mm) r = Jari-jari telapak roda (mm)

g = Jarak telapak roda (mm)

(Lit. 6, hal. 13) dimana: M3 = Momen lentur pada naaf tumpuan roda sebelah dalam

karena beban horizontal (kg.mm) P = Beban horizontal (kg)

r = Jari-jari telapak roda (mm)

Q0 = Beban pada bantalan karena beban horizontal (kg)

R0 = Beban pada telapak roda karena beban horizontal (kg)

a = Jarak dari tengah bantalan ke ujung luar naaf roda (mm)

l = Panjang naaf roda (mm) j = Jarak bantalan radial (mm)

g = Jarak telapak roda (mm)

Harga dan dapat dilihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Kecepatan kerja terhadap pembebanan

Kecepatan kerja maksimum (km/jam) V L

120 atau kurang 0,4 0,3

120 – 160 0,5 0,4

160 – 190 0,6 0,4

190 – 210 0,7 0,5


(26)

Dari hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa:

(Lit. 6, hal. 15) Setelah ditentukan maka tegangan lentur (kg/mm2) yang terjadi pada dudukan roda dapat dihitung. Selanjutnya jika sama dengan 1 atau lebih, maka:

(Lit. 6, hal. 15) (Lit. 6, hal. 15)

2.3 Bahan-bahan Pengecoran

2.3.1 Besi cor

Besi cor adalah paduan besi yang mengandung karbon, silisium, mangan, fosfor dan belerang. Besi cor digolongkan menjadi enam macam yaitu: besi cor kelabu, besi cor kelas tinggi, besi cor kelabu paduan, besi cor bergrafit bulat, besi cor yang dapat ditempa dan besi cor cil. (Lit. 8, hal. 4)

Struktur mikro dari besi terdiri dari ferit atau perlit dan serpihan karbon bebas. Karbon dan silisim ternyata mempengaruhi struktur mikro, ukuran serta bentuk dari karbon bebas dan struktur dasar berubah sesuai dengan mut dan kualitasnya. Disamping itu, ketebalan dan laju pendinginan mempengaruhi struktur mikro. Walaupun kekuatan tarik dari besi cor kelabu kira-kira 10-30 kg/mm2, namun besi cor ini agak getas, titik cairnya kira-kira 1200°C dan mempunyai mampu cor sangat baik serta murah, sehingga besi cor kelabu ini dipergunakan paling banyak untuk benda-benda coran.


(27)

Besi cor kelas tinggi mengandung lebih sedikit karbon dan silikon, lagipula ukuran grafit bebasnya agak kecil dibandingkan dengan besi cor kelabu, sehingga kekuatan tariknya lebih tinggi yaitu kira-kira 30-50 kg/mm2. Membuat besi cor kelas tinggi agak susah dibandingankan dengan besi cor kelabu.

Besi cor kelabu paduan mengandung unsure-unsur paduan dan grafit, mempunyai struktur yang stabil sehingga sifatnya lebih baik. Dilihat dari unsur-unsur yang ditambahkan adalah krom, nikel, molibden, titan dan sebagainya, sehingga ketahanan panas, ketahanan aus, ketahanan korosi dan mampu mesin dari besi cor macam ini baik sekali berkat adanya unsure-unsur tersebut.

Besi cor mampu tempa dibuat dari besi cor putih, yang dilunakan di dalam sebuah tanur dalam waktu yang lama. Struktur sementit dari besi cor putih berubah menjadi ferit atau perlit dan karbon yang tertemper mengendap. Menurut struktur mikronya ada tiga macam besi cor mampu tempa, yaitu besi cor mampu tempa perapian hitam, besi cor mampu tempa perapian putih dan besi cor mampu tempa perlit. Besi cor macam ini sangat baik keuletannya dan perpanjangannyya dibandingkan dengan besi cor kelabu, tetapi harganya mahal karena proses perlunakan, lagipula tidak cocok untuk coran yang tipis dan kecil karena sebelum proses pelunakan keuletannya berkurang.

Besi cor grafit bulat dibuat dengan jalan mencampurkan magnesium, kalsium atau besi serum ke dalam cairan logam sehingga grafit bulat akan mengendap. Besi cor macam ini mempunyai keuletan, kekuatan, ketahanan aus dan ketahanan panas yang baik sekali dibandingkan dengan besi cor kelabu.

Besi cor cil adalah besi yang mempunyai permukaan terdiri dari besi cor putih dan bagian dalamnya terdiri dari struktur dengan endapan grafit.


(28)

Permukaannya mempunyai ketahanan aus yang baik sekali dan bagian dalamnya mempunyai keuletan yang baik pula. Besi cor demikian dipergunakan sebagai bahan tahan aus.

2.3.2 Baja cor

Baja cor digolongkan ke dalam baja karbon dan baja paduan. Coran baja karbon ialah paduan besi karbon dan digolongkan menjadi 3 macam, yaitu baja karbon rendah (C<0,20%), baja karbon menengah (0,20-0,50 % C) dan baja karbon tinggi (C>0,5%). Kadar karbon yang rendah menyebabkan kekuatan rendah, perpanjangan yang tinggi dan harga bentur serta mampu las yang baik. Baja cor mempunyai struktur yang buruk dan sifat yang getas apabila tidak diadakan perlakuan panas yang pelunakan atau penormalan maka baja cor menjadi ulet dan struktur menjadi halus. Titik cairnya kira-kira 1500°C, mampu cornya buruk dibandingakan dengan besi cor, tetapi besi cor dapat dipergunakan baik sekali sebagai bahan untuk bagian-bagian mesin, sebab kekuatannya yang tinggi dan harganya rendah.

Baja paduan adalah baja cor yang ditambahkan unsur-unsur paduan. Salah satu atau beberapa unsur paduan seperti mangan, khrom, molibden atau nikel dibubuhkan untuk memberikan sifat-sifat khusus dari baja paduan tersebut, umpamanya sifat-sifat ketahanan aus, ketahanan asam dan korosi atau keuletan. Contoh baja cor adalah: baja cor tahan karat dan baja cor tahan panas. Baja cor terdiri dari baja cor paduan rendah dan baja cor paduan tinggi yang disebut dengan menambahkan macam-macam unsur paduan kepada baja cor karbon. Baja ini disebut baja paduan rendah apabila unsur paduannya ditambahkan 1-2% dan


(29)

disebut baja paduan tinggi apabila unsur paduannya 10%. Baja cor karbon dikeraskan, dikuatkan dengan pencelupan dingin tetapi kemampuan mengerasnya agak buruk dan hanya kulitnya saja yang keras. Lapisan yang mengeras menjadi lebih tebal dengan menambahkan Mn, Cr, Mo atau Ni. Baja tersebut boleh dikatakan mempunyai mampu keras yang tinggi kadar karbon 0,5-0,6% karena kadar karbon menentukan tingkat kekerasan dari baja menyebabkan baja menjadi keras dengan pencelupan dingin.

2.3.3 Coran paduan tembaga

Macam-macam coran paduan tembaga adalah: perunggu, kuningan, kuningan kekuatan tinggi, perunggu aluminium dan sebagainya. Perunggu adalah paduan antar tembaga dan timah dan perunggu yang biasa dipakai mengandung kurang dari 15% timah. Titik cairnya kira-kira 1000°C, jika lebih rendah dari titik cair paduan besi, dan mampu cornya lebih baik sekali sama halnya dengan besi cor. Sifat-sifat ketahanan korosi dan ketahanan aus adalah baik sekali, sehingga bahan ini dapat dipakai untuk bagian-bagian mesin. Harganya 5-10 kali mahal dari besi cor kelabu, sehingga bahan ini hanya dipakai untuk bagian khusus dimana diperlukan sifat-sifat yang luar biasa. Perunggu digolongkan kedalalm dua macam yaitu perunggu fosfor yang sifat ketahanannya diperbaiki oleh penambahan fosfor, dan perunggu timbal yang cocok untuk logam bantalan dengan menambahkan timbal. Kuningan adalah paduan antar seng dan tembaga dan kuningan tinggi adalah paduan yang mengandung tembaga, aluminium, besi, nikel, mangan dan sebagainya, dimana unsur-unsur tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki sifat-sifat mekanisnya. perunggu aluminium adalah paduan tembaga,


(30)

aluminium dan sebagainya, yang baik sekali dalam sifat-sifat ketahanan aus dan korosi. Disamping itu adapula coran tembaga murni.

2.3.4 Coran paduan ringan

Coran paduan ringan adalah coran paduan aluminium, coran paduan magnesium dan sebagainya. Aluminium murni mempunyai sifat mampu cor dan sifat mekanis yang jelek. Oleh karena itu dipergunakan paduan aluminium karena sifat-sifat mekanisnya akan diperbaiki dengan menambahkan tembaga, silisium, magnesium, mangan, nikel dan sebagainya. Coran paduan aluminium adalah ringan dan merupakan penghantar panas yang baik, yang dipergunakan apabila sifat-sifat tersebut diperlukan. Al-Si, Al-Cu-Si dan Al-Si-Mg adalah deretan dari paduan aluminium yang banyak dipergunakan untuk bagian-bagian mesin yang tahan panas dan Al-Mg adalah untuk bagian-bagian tahan korosi. Paduan magnesium lebih ringan dari pada logam umum lainnya, sebab berat jenisnya kira-kira 1,8. Biasanya aluminium, mangan brilium dan sebagainya ditambahkan sebagai unsur-unsur paduan.

2.3.5 Coran paduan lainnya

Paduan seng yang mengandung sedikit aluminium dipergunakan untuk pengecoran cetak. Logam monel adalah paduan nikel yang mengandung tembaga dan demikian juga hasteloy yang mengandung molibden dan silikon. Paduan timbal adalah paduan antara timbal, tembaga, timah dan logam bantalan adalah paduan antara timbal, tembaga dan stibium. Disamping itu dipakai juga paduan timah, tembaga, dan stibium.


(31)

2.4 Penggunaan Coran

Setiap produk selalu berhubungan dengan bahan (material) dimana ahli teknik perlu memiliki pengetahuan yang memadai mengenai sifat-sifat bahan yang akan digunakan. Di dalam menentukan pilihan, perancangan harus memperhatikan sifat-sifat seperti: kekuatan, konduktivitas (listrik), daya hantar panas, berat jenis dan sebagainya. Baja cor paduan adalah baja cor yang ditambahkan unsur-unsur paduan. Salah satu atau beberapa dari unsur-unsur paduan seperti mangan, chrom, molibdenum atau nikel dibutuhkan untuk memberikan sifat-sifat khusus dari baja paduan tersebut, antara lain sifat-sifat ketahanan aus, ketahanan asam, dan korosi atau keuletan, lihat pada Tabel 2.4. Contoh baja cor: baja cor tahan karat dan baja cor tahan panas. Coran dipakai untuk berbagai macam tujuan, apalagi bahan-bahan dipilih dengan mempertimbangkan umur, harga dan sebagainya.

Tabel 2.4 Sifat-sifat yang diminta dan bahan yang cocok untuk coran

Sifat-sifat yang diminta

Bahan coran

Kekuatan Baja cor, besi cor mutu tinggi, besi cor bergrafit bulat, besi cor mampu tempa

Tahan banting keuletan

Baja cor, besi cor bergrafit bulat, besi cor mampu tempa

Mudah dibuat Baja cor kelabu, coran brons, coran paduan aluminium (Al-Si-Cu, Al-Si-Mg)

Ringan Coran paduan aluminium, coran paduan magnesium Baik sekali dalam

konduktivitas termal dan listrik

Coran tembaga murni

Tahan aus Coran Ni-Cr, baja cor mangan tinggi, besi vor bergrafit bulat, besi cor mutu tinggi, coran paduan tembaga Tahan korosi Air segar dan air asin... Coran paduan tembaga


(32)

Asam nitrat... Coran baja tahan karat Besi cor chrom tinggi Besi cor silicon tinggi Asam klorida... Hasteloy

Coran paduan tembaga Asam sulfat... Besi cor silikon tinggi

Coran paduan tembaga (kecuali kuningan) Baja cor tahan asam Baja tahan karat

Alkali... Baja cor karbon rendah Coran paduan tembaga Baja cor tahan karat Besi cor kelabu Tahan panas 1000-1200ºC... Baja cor tahan panas

700-800ºC... Baja cor tahan karat Baja cor aluminium Besi cor chrom tinggi Besi cor Ni-Cr

500-600ºC... Baja cor paduan rendah Besi cor paduan rendah 400ºC... Baja cor karbon

Baja cor mangan tinggi 350ºC... Besi cor mutu tinggi

Besi cor bergrafit bulat Besi cor mampu tempa 250-300ºC... Besi cor kelabu

Coran paduan tembaga 200-250ºC... Coran paduan tembaga 100-200ºC... Coran paduan

aluminium Tahan temperatur

rendah

Di atas 25ºC... Besi cor kelabu

46ºC... Baja cor karbon rendah 73ºC... Baja cor 2,5% Ni 100ºC... Baja cor 3,5% Ni

196ºC... Baja cor 18 Cr-8 Ni Coran brons


(33)

2.5 Pembekuan Coran

Paduan merupakan campuran antara dua unsur lebih yang membentuk struktur kristal yang memiliki sifat logam. Salah satu campuran komponen tersebut haruslah unsur logam tetapi lainnya dapat logam maupun bahan non logam.

Pembekuan coran dimulai dari berbagai logam yang bersentuhan dengan cetakan, yaitu ketika panas dari logam cair diambil oleh cetakan sehingga bagian logam yang bersentuhan dengan cetakan itu mendingin sampai titik beku, dimana inti-inti kristal tumbuh. Bagian dari dalam coran mendingin lebih lambat daripada bagian luar, sehingga kristal-kristal tumbuh dari inti asal mengarah ke bagian dalam coran dan butir-butir kristal tersebut berbentuk panjang seperti kolom, yang disebut struktur kolom. Struktur ini muncul dengan jelas apabila gradient temperatur yang besar terjadi pada permukaan coran besar, umpamanya pada pengecoran dengan cetakan pasir menyebabkan gradien temperatur yang kecil membentuk struktur kolom yang tidak jelas. Bagian tengah coran mempunyai gradient temperatur yang kecil sehingga merupakan susunan dari butiran-butiran kristal segi banyak dengan orientasi yang sembarang. (Lit. 8, hal. 15)

Apabila permukaan beku diperhatikan, setelah logam yang belum membeku dituang keluar dari cetakan pada waktu pendinginan, maka terdapat dua kasus bahwa permukaan itu bisa halus dan kasar. Permukaan halus adalah kasus dari logam yang mempunyai daerah beku (yaitu perbedaan temperatur antara mulainya dan berakhirnya membeku) yang sempit, dan permukaan kasar adalah kasus dari logam yang mempunyai daerah beku lebar.


(34)

Pembekuan dari suatu coran maju perlahan-lahan dari kulit ke tengah. Jumlah waktu pembekuan dari kulit ke tengah berbanding lurus V/S, yaitu perbandingan antara volume coran V dan luas permukaan S melalui mana panas dikeluarkan. Oleh karena itu apapun bentuknya, umpamanya prisma, bujur sangkar, segi tiga atau silinder atau sejenisnya, jumlah waktu pembekuannya kira-kira akan sama kalau harga V/S sama pula.

Sebagai contoh, perpotongan dari dua bagian coran merupakan bagian yang besar dengan luas permukaan yang kecil dimana panas akan keluar lewat permukaan itu, dan selanjutnya cetakan dipanaskan sehingga laju penyerapan panas diperlambat. Oleh karena itu waktu pembekuan bagian tersebut menjadi lama. Pada Gambar 2.4 ditunjukkan ketergantungan waktu pembekuan bagian tersebut terhadap ukuran dari coran besi.

Gambar 2.4 Waktu pembekuan dari berbagai macam penampang

2.6 Diagram Keseimbangan Paduan

Seperti dijelaskan dalam bagian diatas, sebuah paduan terdiri dari larutan padat, senyawa-senyawa antar logam dan logam murni. Disini ditunjukkan ketergantungan dari perubahan-perubahan fasa terhadap temperatur dan komposisi (perbandingan antara unsur-unsur penyusun) dalam satu diagram yang disebut


(35)

Diagram ini sangat berguna untuk mengetahui sifat-sifat paduan. Paduan antara dua unsur tersebut disebut paduan Biner, paduan tiga unsur disebut Terner. Tiap paduan tersebut mempunyai diagram keseimbangan sendiri tetapi diagram keseimbangan paduan terner lebih sulit.

Perunggu adalah suatu paduan antara tembaga dan timah dan besi cor atau baja cor adalah paduan antara besi dan karbon, yang sesungguhnya masing-masing masih mengandung unsur lain, tetapi unsur-unsur tersebut tidak memberikan pengaruh banyak pada sifat utamanya. Oleh karena itu paduan-paduan tersebut dapatlah dianggap sebagai paduan-paduan biner, ordinatnya adalah temperatur dan absisnya adalah komposisi dari paduan.

Kurva-kurva pada diagram keseimbangan menunjukkan daerah-daerah dimana terdapat fasa yang sama, yang didapat dari kurva-kurva pendinginan dan perubahan fasa yang terjadi apabila cairan A dan cairan B dicampur pada berbagai perbandingan dan didinginkan perlahan-lahan sampai membeku. Dengan demikian memungkinkan kita dengan sepintas pandang saja, mengenai fasa yang terjadi pada temperatur tertentu. Perubahan fasa sangat tergantung pada macam paduan, sehingga tiap paduan mempunyai diagram keseimbangan sendiri. Pada Gambar 2.5 dapat dilihat bentuk diagram secara umum.


(36)

Gambar 2.5 Diagram Keseimbangan dari Paduan Biner

2.7 Bentuk dan Ukuran Coran Bantalan

Dalam pengecoran, bentuk dan ukuran yang sembarangan dapat diizinkan, tetapi dalam beberpa hal sukar untuk membuat produk dan mempunyai cacat yang tergantung pada bentuk dan ukurannya, sehingga kadang-kadang coran menjadi mahal. Oleh karena itu harus teliti dalam pengerjaannya.

Pertama, bentuk dari pola hendaknya dibuat. Pola yang sukar dibuat membutuhkan waktu dan biaya yang banyak. pola harus sederhana agar dapat meminimalkan kesalahan dalam pembuatan coran.

Kedua, cetakan dari coran hendaknya mudah. Terutama harus dihindari bentuk-bentuk yang tidak dapat dicetak dengan kup dan drag atau kalau mungkin lebih baik tidak dengan permukaan pisah yang rumit.

Ketiga, cetakan hendaknya tidak menyebabkan cacat dalam pengecoran. Cetakan tidak akan digunakan kalau menyebabkan cacat dalam penuangan dan


(37)

pembekuan, walaupun pembuatan model dan pencetakannya mudah. Sebagai contoh adalah coran yang terlalu tipis dan perubahan tebal yang terlalu besar harus dihindarkan.

Dalam beberapa hal, coran menjadi mudah dibuat dan cacatnya hilang apabila bentuk dan ukurannya diubah sedikit. Oleh karena itu sangat penting bahwa pembuatan dan perencanaan harus bekerja sama agar mudah dalam membuat coran tanpa cacat.

2.7.1 Bentuk Standar dan Ukuran Coran

Ukuran coran harus ditentukan sedemikian sehingga coran mudah dibuat. Dinding yang sangat tipis menyebabkan cacat salah alir dan coran tidak baik, oleh karena itu tebal minimum harus dipilih sesuai dengan bahannya. Pada Tabel 2.5 menunjukkan tebal minimum dari coran pasir. Harga-harga ini adalah yang biasa dan ketebalan yang tipis masih mungkin, tetapi sukar dibuat.

Tabel 2.5 Ketebalan dinding mininum dari pengecoran pasir

Bahan Ukuran Coran (mm) Kurang dari 200 200- 400 400- 800 800- 1250 1250- 2000 2000- 3200 Besi cor kelabu 3 4 5 8 8 10 Besi cor mutu tinggi 4-5 5-6 6-8 8-10 10-12 12-16 Besi cor bergrafit

bulat

5-6 6-8 8-10 10-12 12-16 16-20

Baja cor 5 6 8 10 12 16

Baja tahan karat 8 10 12 16 20 25 Brons dan kuningan 2 2,5 3 4 5 6 Kuningan tegangan

tinggi

3 4 5 6 8 10

Paduan aluminium 2-3 2,5-4 3-5 4-6 5-8 6-10


(38)

2.7.2 Ketelitian Ukuran dari Coran 1. Toleransi ukuran tebal dinding

Ukuran coran akan menyimpang karena adanya: penyimpangan pola pada pembuatan cetakan, ketidaktelitian pada pemasangan inti, dan variasi penyusutan volume coran dan sebagainya. Oleh karena itu ukuran coran akan mempunyai tingkat kesalahan sampai tingkat tertentu yang masih diperkenankan dengan satu pembatasan toleransi. Pada Tabel 2.6 menunjukkan toleransi untuk coran besi, coran kelabu cor baja dengan cetakan pasir, yang diperbolehkan kalau tidak ada permintaan khusus, derajat permintaan harus ditunjukkan gambar rencana.

2. Toleransi ukuran untuk panjang

Ukuran yang mempunyyai hubungan antara kup dan drag atau cetakan utama dan inti sering cenderung untuk menyimpang lebih daripada kalau hanya mempunyai hubungan dengan kup dan drag saja. Tetapi perencanaan menghendaki ketelitian tanpa mempertimbangkan keadaan tersebut.

Tabel 2.6 Toleransi tebal dinding yang biasa dari pengecoran pasir (± mm)

Ketebalan Dinding (± mm) Bahan Kurang

dari 5

5-10 10-20 20-30 30-40 40-80 80-160 Coran

besi cor

Teliti 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 4,0 Sedang 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 4,0 5,0 Coran

baja

Teliti - 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 4,0 Sedang - 2,0 2,5 3,0 4,0 5,0 6,0


(39)

2.8 Macam Pola

Pola mempunyai bebagai macam bentuk seperti diurikan dibawah ini. Pada pemilihan pola harus diperhatikan produktivitas, kwalitas coran dan harga pola. (Lit. 8, hal. 56)

1. Pola Pejal

Pola pejal adalah pola yang biasanya dipakai yang bentuknya hampir serupa dengan coran. Gambar 2.6 menunjukkan 7 jenis pola yang dibagi berdasarkan pola tunggal, pola bedah, pola setengah, pola belahan banyak (1, 2, 3, 4, 5: permukaan pisah; A, B, C, D: permukaan penutup dari rangka), pola penarikan terpisah dan pola penarikan sebagian.


(40)

2. Pola Pelat Pasangan

Pola ini merupakan pelat dimana pada kedua belahnya ditempelkan pola demikian juga saluran turun, pengalir, saluran masuk, dan penambah. Pola pelat pasangan seperti pada Gambar 2.7 cocok sekali untuk masa produksi dari coran kecil. Pola biasanya dibuat dari logam atau plastik.

Gambar 2.7 Pola Pelat Pasangan

3. Pola Pelat Kup dan Drag

Dalam hal ini pola kayu, logam atau plastik dilekatkan pada dua pelat demikian juga saluran, turun pengalir, saluran masuk dan penambah. Pelat tersebut adalah pelat kup dan drag seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.8. Kedua pelat dijamin oleh pena-pena agar bagian atas dan bawah dari coran menjadi cocok. Pola semacam ini dipakai untuk produksi.


(41)

4. Pola Cetakan Sapuan

Dalam hal ini bentuk dari coran silinder atau bentuk benda putar. Alat ini dibuat dari pelat dengan sebuah penggeret dan pemutar pada tengahnya. Pembuatan cetakan ini dilakukan dengan memutar penggeret disekeliling pemutar. Bentuk pola cetakan sapuan dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Pola Cetakan Sapuan

5. Pola Penggeret dengan Penuntun

Gambar 2.10 menunjukkan pola penggeret dengan penuntun yang dipergunakan untuk pipa lurus atau pipa lengkung yang penampangnya tidak berubah. Penuntun dibuat dari kayu dan pembuatan cetakan dilakukan dengan menggunakan penggeret sepanjang penuntun. Harga pola tidak mahal tetapi memerlukan waktu yang agak lama.


(42)

6. Pola Penggeret Berputar dengan Rangka Cetak

Ini suatu kasus dimana bagian pola dapat ditukar serta konsentris. Kedua ujung dari penggeret mempunyai poros. Bentuk pola penggeret berputar dengan rangka cetak dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Pola Penggeret Berputar dengan Rangka Cetak

7. Pola Kerangka

Gambar 2.12 menunjukkan pola kerangka yang dibuat dengan menggunakan pelat dasar dan membuat pelat dudukan penuntun diatasnya dan mengikat pelat-pelat untuk menahan pasir antara tiap penuntun.

Gambar 2.12 Pola Kerangka

2.9 Bahan-bahan untuk Pola

Bahan-bahan yang dipakai untuk pola ialah kayu, resin atau logam. Dalam hal ini khusus dipakai plaster atau lilin. (Lit. 8, hal. 62)


(43)

1. Kayu

Kayu dipakai untuk pola adalah kayu saru, kayu ras, kayu pinus, kayu magoni, kayu jati dan lain-lain. Pemilihan kayu menurut macam dan ukuran pola, jumlah produksi dan lamanya pakai. Kayu yang kadar airnya lebih dari 14% tidak dapat dipakai karena akan terjadi pelntingan yang disebabkan perubahan kadar air dalam kayu. Kadang-kadang suhu udara luar harus diperhitungkan, dan ini tergantung pada daerah dimana pola itu dipakai.

2. Resin sintetis

Dari berbagai macam resin sintetis, hanya resin epoksi-lah yang banyak dipakai. Ia mempunyai sifat-sifat: penyusutan yang kecil pada waktu mengeras, tahan aus yang tinggi, memberikan pengaruh yang lebih baik dengan menambah pengencer, zat pemlastis atau penggemuk menurut penggunaannya.

Resin polistirine (polistirine berbusa) dipakai sebagai bahan untuk pola yang dibuang setelah dipakai dalam cara pembuatan cetakan yang lengkap. Pola dibuat dengan menambah zat pembuat busa pada polistirena untuk membuat berbutir, bentuk dan membuat busa.

Resin epoksi dipakai untuk coran yang kecil-kecil dari satu masa produksi. Terutama sangat memudahkan bahwa rangkapnya dapat diperoleh dari pola kayu atau pola plaster

3. Bahan untuk pola logam

Bahan yang lazim dipakai untuk pola logam adalah besi cor. Biasanya dipakai besi cor kelabu karena sangat tahan aus, tahan panas dan tidak


(44)

mahal. Kadang-kadang besi cor liat dipakai agar lebih kuat. Paduan tembaga juga biasa dipakai untuk pola cetakan kulit agar dapat memanaskan bagian cetak yang tebal secara merata.

Aluminium adalah ringan dan mudah diolah, sehingga sering dipaki untuk pelat pola atau pola untuk mesin pembuat cetakan.

2.10 Pembuatan Pola

Pola adalah perlu dalam pembuatan coran. Pola yang dipergunakan untuk pembuatan cetakan benda coran, dapat digolongkan menjadi pola logam dan pola kayu (termasuk pola plastic). Pola logam dipergunakan agar dapat menjaga ketelitian ukuran benda coran, terumtama dalam masa produksi, sehingga unsur pola lebih lama dan produktivitas lebih tinggi. (Lit. 8, hal. 63)

Pola logam bisa dibuat dari banyak jenis sesuai dengan penggunaannya. Sebagai contoh, logam tahan panas seperti: besi cor, baja cor dan paduan tembaga adalah cocok untuk pola pada pembuatan cetakan kulit, sedangkan paduan ringan, adalah mudah diolah dan dipilih untuk pola yang dipergunakan dalam masa produksi dimana pembUuatan cetakan dilakukan dengan tangan.

Pola kayu dibuat dari kayu, murah, cepat dibuatnya dan mudah diolahnya dibanding dengan pola logam oleh karena itu pola kayu umumnya dipakai untuk cetakan pasir. Sedangkan sering dipakai pola kayu yang permukaannya diperkuat dengan lapisan plastik.

2.10.1 Gambar pengecoran

Hal pertama yang harus dilakukan pada pembuatan pola adalah mengubah gambar perencanaan menjadi gambar untuk pengecoran. Dalam hal ini


(45)

dipertimbangkan bagaimana menurunkan biaya pembuatan cetakan, bagaimana membuat pola yang mudah, bagaimana menstabilkan inti-inti dan bagaimana cara mempermudah pembongkaran cetakan, kemudian mentapkan arah kup dan drag, posisi permukaan pisah, bagian yang dibuat oleh cetakan utama dan bagian uang dibuat oleh inti. Selanjutnya menetapkan tambahan penyusutan, tambahan untuk penyelesaian dengan mesin, kemiringan pola dan seterusnya dan dibuat gambar untuk pengecoran yang kemudian diserahkan kepada pembuat pola.

2.10.2 Menetapkan kup, drag dan permukaan pisah

Penentuan kup, drag dan permuakaan pisah adalah hal paling penting untuk mendapatkan coran yang baik. Hal mana membutuhkan pengalaman yang luas dan pada umumnya harus memenuhi ketentuan-ketentuan dibawah ini:

1. Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan. Permukaan posah lebih baik satu bidang. Pada dasarnya kup dibuat agak dangkal.

2. Penembapatan initi harus mudah. Tempat inti dalam cetakan utama harus ditentukan secara teliti.

3. Sistem saluran harus dibuat sempurna untuk mendapat aliran logam cair yang optimum.

4. Terlalu banyak permukaan pisah akan mengambil banyak waktu dalam proses pembuatan cetakan yang menyebabkan tonjolan-tonjolan sehingga pembuatan pola menjadi mahal. Penghematan jumlah permukaan pisah itu harus dipertimbangkan.


(46)

2.10.3 Penentuan tambahan penyusutan

Karena coran menyusut pada waktu pembekuan dan pendinginan, maka pembuat pola perlu mempergunakan “mistar susut” yang diperpanjang sebelumnnya sebanyak tambahan penyusutan pada ukuran pola. Besarnya penyusutan sering tidak isotropis sesuai dengan bahan coran, bentuk, tempat, tebalnya coran, atau ukuran dan kekuatan inti. Kemudian mengingat bentuknya kadang-kadang mistar susut diubah sesuai dengan arah tegak atau mendatar. Oleh karena itu persyaratan harus dituliskan pada gambar pengecoran. Tabel 2.7 memberikan harga-harga angka yang khas untuk tambahan penyusutan.

Tabel 2.7 Tambahan penyusutan yang disarankan

Tambahan penyusutan

Bahan

8/1.000 Besi cor, Baja cor tipis

9/1.000 Besi cor, Baja cor tipis yang banyak menyusut 10/1.000 Sama dengan atas dan aluminium

12/1.000 Paduan aluminium, Brons, baja cor (tebal 5-7 mm) 14/1.000 Kuningan kekuatan tinggi, baja cor

16/1.000 Baja cor (tebal lebih dari 10 mm) 20/1.000 Coran baja yang besar 25/1.000 Coran baja yang besar dan tebal

Sumber: Tata Surdia, Kenji Chijiwa, “Teknik Pengecoran Logam” hal. 52

2.10.4 Penentuan Tambahan Penyelesaian Mesin

Tempat dimana memerlukan penyelesaian mesin setelah pengecoran harus dibuat dengan kelebihan tebal seperlunya. Kelebihan tebal ini berbeda menurut jenis bahan, ukuran, arah kup dan drag, dan keadaan pekerjaan mekanik. Gambar 2.13menunjukkan harga-harga yang biasa untuk penyelesaian mesin.


(47)

Gambar 2.13 Tambahan penyelesaian mesin untuk coran baja

2.11 Sistem Saluran

Sistem saluran adalah jalan masuk bagi cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama, mudlai dari cawan tuang dimana logam cair dituangkan dari ladel, sampai saluran masuk ke rongga cetakan. Nama-nama itu ialah: cawan tuang, saluran turun, pengalir dan saluran masuk, seperti dijelaskan dalam Gambar 2.14.

Cawan tuang merupakan penerima yang menerima cairan logam langsung dari ladel. Saluran turun adalah saluran yang pertama membawa cairan logam dari cawan tuang ke dalam pengalir dan saluran masuk. Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun kebagian-bagian yang cocok pada cetakan. Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalior kedalam rongga cetakan. (Lit. 8, hal. 65)


(48)

Gambar 2.14 Sistem Saluran

Bentuk dari Bagian-bagian Sistem Saluran 1. Cawan Tuang

Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun dibawahnya. Cawan tuang harus mempunyai konstruksi yang tidak dapat melakukan kotoran yang terbawa dalam logam cair dari ladel. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal. Kalau perbandingan antara: H tinggi logam cair dalam cawan tuang dan d diameter cawan, harganya terlalu kecil, umpamanya kurang dari 3, maka akan terjadi pusaran-pusaran dan timbullah terak atau kotoran yang terapung pada permukaan logam cair. Karena itu kedalaman cawan sebaiknya dibuat lebih besar, sebaliknya kalau terlalu dalam, penuangan menjadi sukar dan logam cair yang tersisa dalam cawan tuang akan terlalu banayak sehingga tidak ekonomis.

2. Saluran Turun

Saluran turun dibuat lurus dan tegak dengan irisan berupa lingkaran. Kadang-kadang irisannya sama dari atas sampai bawah, atau mengecil dari


(49)

atas kebawah. Yang pertama dipakai kalau dibutuhkan pengisian yang cepat dan lancar, sedangkan yang kedua dipakai apabila diperlukan penahanan kotoran sebanyak mungkin. Saluran turun dibuat atau dilobangi sewaktu membuat cetakan. Penentuan diameter saluran tuang berdasarkan berat tuang dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Diameter saluran turun dan berat tuang

Berat tuang (kg)

Luas saluran turun a3

(mm2)

Diameter saluran turun (mm) Berat tuang (kg) Luas saluran turun a3

(mm2)

Diameter saluran

turun (mm)

≤ 10 130 13 300 – 350 1200 39 10 – 20 240 19 350 – 400 1200 39 20 – 30 370 22 400 – 450 1270 40 30 – 40 430 24 450 – 500 1360 42 40 – 50 480 25 500 – 600 1460 43 50 – 75 580 27 600 – 700 1620 45 75 – 100 700 30 700 – 800 1710 47 100 – 125 770 31 800 – 900 1840 48 125 – 150 830 33 900–1000 1910 49 150 – 175 920 34 1000–1250 2170 52 175 – 200 1030 36 1250–1500 2410 55 200 – 250 1180 39 1500–2000 2810 60 250 – 300 1200 39 – – –

Sumber: Tata Surdia, Kenji Chijiwa, “Teknik Pengecoran Logam” hal. 78

3. Pengalir

Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapezium atau setengah lingkaran sebab irisan demikian dibuat pada permukaan pisah, lagipula pengalir mempunyai luas permukaan yang terkecil untuk satu ruas irisan tertentu, sehingga lebih efektif untuk pendinginan yang lambat. Ukuran


(50)

pengalir sebaiknya dipilih yang cocok dan sesuai dengan ukuran panjangnya.

4. Saluran Masuk

Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil daripada irisan pengalir, dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga cetakan. Bentuk irisan saluran masuk biasanya berupa bujur sangkar, trapesium, segitiga atau setengah lingkaran yang membesar kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan. Kadang-kadang irisannya diperkecil ditengah dan diperbesar lagi kearah rongga. Pada pembongkaran saluran turun, irisan terkecil ini mudah diputuskan sehingga mencegah kerusakan pada coran. Saluran masuk dapat dihitung dengan rumus:

(Lit. 8, hal. 74) Dimana: n = banyak saluran masuk

l = panjang coran

Jumlah luar saluran (a1) = n.W2.A

Ukuran dari pengalir dan saluran masuk dapat dilihat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9 Ukuran dari pengalir dan saluran masuk

Berat Coran (kg) Ukuran pengalir (mm2)

Ukuran Saluran Masuk (mm2)

10 – 100 20 x 20 90 x 6 100 – 200 30 x 30 100 x 7

200 – 400 35 x 35 –

400 – 800 40 x 40 –

800 – 1000 50 x 50 – 1600 – 3200 60 x 60 –


(51)

Hubungan antara berat coran dan waktu tuang untuk baja cor dapat dilihat pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15 Hubungan antara waktu tuang dan berat tuang untuk baja cor (t: tebal coran)

2.12 Penambah

Penambah memberi tambahan persediaan logam cair dan menambah tekanan pada logam cair yang megimbangi penyusutan dan pembekuan dari coran dan agar logam cair dapat masuk kedalam bagian cetakan yang sempit.

Penambah digolongkan menjadi dua macam, penambah samping dan penambah atas. Penambah samping dipasang disamping coran dan langsung dihubungkan dengan saluran turun dan pengalir, Penambah macam ini sangat


(52)

efektif dan dipakai untuk coran kecil dan menengah. Penambah atas dipasang di atas coran yang biasanya berbentuk silinder atau mempunyai ukuran besar.

Penambah yang terbuka ke udara luar disebut penambah terbuka, sedangkan penambah yang dekat pada bagian ataasnya berbentuk setengah bola disebut penambah buta. Penambah buta tidak dapat memberikan logam cair kalau bagian luarnya membeku, Karena dibagian-bagian yang tidak membeku diatasnya menjadi hampa udara. untuk menghindari kesukaran ini disisipkan kerucut initi yang kecil yang berujung tajam. (Lit. 8, hal. 78)

1. Penambah untuk coran besi

Penyusutan dari besi dalam pembekuan lebih kecil daripada penyusutan baja cor dan paduan bukan besi. Peranan penambah disini adalah memberikan logam cair kebagian yang menyusut karena pembekuan, untuk mencegah terbentuknya rongga-rongga penyusutan, demikian juaga untuk meniadakan pasir yang terbawa, terak dan gas-gas dari coran.

Umumnya besi cor mempunyai koefisien penyusutan sebagai berikut: a. Besi cor dengan kekuatan tarik lebih dari 35 kg/mm2, penyusutan 5% b. Besi cor dengan kekuatan tarik lebih dari 30 kg/mm2, penyusutan 3% c. Besi cor dengan kekuatan tarik lebih dari 25 kg/mm2, penyusutan 2% d. Besi cor dengan kekuatan tarik lebih dari 20 kg/mm2, penyusutan 0-1%

Jumlah berat penambah tidak dseluruhnya berfungsi sebagai penambah sebab logam cair menyetuh permukaan cetakan atau udara luar yang membekukannya karena penurunan temperatur yang cepat. Perbandingan pengisian yang efektif dari penambah samping yang dihubungkan dengan


(53)

sistem pengisian yang berbeda dengan penambah atas yang diisi degan logam cair melalui rangga cetakan karena perbedaan temperatur dari logam cair dari penambah-penambah itu. Tabel 2.10 menunjukkan perbandingan pengisian afektif. Ini berarti bahwa kalau jumlah berat penambah 100kg, maka berat penambah samping yang berfungsi sebagai penambah adalah seberat 30kg sampai 40kg sedangkan pada penambah atas yang bekerja berat efektif adalah sebesar 30 sampai 35kg.

Tabel 2.10 Perbandingan efektif dari penambah

Macam penambah Besi kelabu (%) Besi cor liat (%) Penambah atas 30-35 20-25 Penambah samping 35-40 25-30

Sumber: Tata Surdia, Kenji Chijiwa, “Teknik Pengecoran Logam” hal. 79

Penambah sebaiknya dibuat berbentuk silinder mengingat pengaruhnya dan mudah pembuatannya. Diameter silinder ditentukan hanya oleh tebal coran seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.11.

Tabel 2.11 Penentuan diameter penambah

Kekuatan tarik bahan

D (mm) Penambah

samping

Penambah atas 20-25 kg/mm2 T+30 T+40 lebih besar dari 30 kg/mm2 T+40 T+50

Sumber: Tata Surdia, Kenji Chijiwa, “Teknik Pengecoran Logam” hal. 79

Sebagai tambahan, ada penambah yang dipasang pada keseluruhan bagian atas coran, biasanya pada coran yang berbentuk silinder panjang seperti


(54)

selubung silinger atau torak. Macam ini lazim dipakai karena pembekuan mengarah yang lebih baik dan pengaruh penambah yang lebih baik jika logam cair dituang dari saluran pensil.

2. Penambah untuk coran baja

Baja cor mempunyai titik cair yang tinggi dan koefisien penyusutan yang sangat besar, disamping itu pembekuannya terjadi dalam waktu yang pendek yang berbeda dengan besi cor, sehingga irisan dari penambah untuk baja cor harus besar. Penambah harus dipasaang diatas saluran masuk, pada tempat yang tertinggi dari coran dan diatas bagian yang paling tebal pada coran. Bentuk silinder adalah bentuk yang sering dipakai.

Karena tempat dan bentuk penambah ditentukan, maka banyaknya penambah ditentukan menurut rumus:

(Lit. 8, hal. 81)


(55)

Gambar 2.16 Hubungan antara tebal coran dan jarak isi dari penambah

Karena tempat, bentuk dan banyaknya penambah telah ditentukan maka ukuran dari tiap bagian harus ditentukan, maka:

Volume coran Volume penambah

ditentukan dari Gambar 2.17 dimana (P+L)/T disebut faktor bentuk, P panjang coran, L lebar coran T tebal bagian dimana penambah harus dipasang.


(56)

Tinggi penambah (H) ditentukan oleh rumus dibawah ini, sedangkan dalam hal dipergunakan selubung eksoterm atau isolasi, diameter penambah (D) mungkin sama dengan (H).

Tinggi penambah berbentuk silinder:

H = (1,5 ± 0,2) x D (Lit. 8, hal. 82) Tinggi penambah berbentuk elips:

H = (1,5 ± 0,2) x jari-jari kecil (Lit. 8, hal. 82)

2.13 Cetakan Pasir dan Pasir Cetak

2.13.1 Macam-macam Pasir Cetak

Pasir cetak yang lazim adalah pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai dan pasir silica yang disediakan alam, beberapa dari pasir dipakai begitu saja dan Yang lain dipakai setelah dipecah menjadi butir-butir dengan ukuran yang cocok. Kalau pasir memiliki kadar lempung yang cocok dan bersifat adhesi, mereka dipakai begitu saja sedangkan kalau sifat adhesinya kurang, maka perlu ditambahkan lempung kepadanya. Kadang-kadang berbagai pengikat dibutuhkan juga disamping lempung. (Lit. 8, hal. 110)

Pasir gunung, pada umunya digali dari lapisan tuan. Mereka mengandung lempung dan kebanyakan dapat dipakai setelah dicampur air. Pasir dengan kadar lempung 10-20% dapat dipakai begitu saja. Pasir dengan kadar lempung kurang dari itu mempunyai adhesi yang lemah dan baru dapat dipakai setelah ditambahkan prosentase lempung secukupnya.

Pasir pantai, diambil dari pantai dan pasir kali diambil dari kali. Pasir silika, dalam beberapa hal didapat dari gunung dalam keadaan alamiah atau bisa


(57)

juga dengan cara memecah kwarsit. Semuanya mempunyai bagian utama SiO2,

dan terkandung kotoran-kotoran seperti mika atau felspar. Pasir pantai dan pasir kali terutama berisi kotoran seperti ikatan organik yang banyak. Kotoran ini diinginkan sekecil mungkin. Pasir silika alam dan pasir silika buatan dari kwarsit yang dipecah berisi kotoran. Terutama yang terakhir ini mempunyai sedikit kotoran dan jumlah SiO2 lebih dari 95%.

Pasir pantai, pasir kali, pasir silica alam dan pasir silica buatan tidak melekat dengan sendirinya, oleh karena itu dibutuhkan pengikat untuk mengikat butir – butirnya satu sama lain dan baru dipakai setelah pencampuran.

2.13.2 Syarat bagi pasir cetak

Pasir cetak memerlukan sifat-sifat yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Mempunyai sifat mampu bentuk sehinggan mudah dalam pembuatan cetakan dengan kekuatan yang cocok. Cetakan yang dihasilkan harus kuat sehingga tidak rusak karena di pindah-pindah dan dapat menahan logam cair waktu di tuang kedalamnya. Karena itu kekuatannya pada waktu temperatur kamar dan kekuatanya sangat diperlukan.

2. Permeabilitas yang cocok. Dikuatirkan bahwa hasil coran mempunyai cacat seperti rongga penyusutan, gelembung gas atau kekasaran permukaan, kecuali jika udara atau gas yang terjadi dalam cetakan waktu penuangan disalurkan melalui rongga-rongga di antara butir-butir pasir keluar dari cetakan dengan kecepatan yang cocok.


(58)

3. Distribusi besar yang cocok. Permukaan coran diperhalus, kalau coran dibuat dalam cetakan yang berbutir halus. Tetapi kalau butir pasir terlalu halus, gas dicegah keluar dan membuat cacat, yaitu gelembung udara. 4. Tahan panas terhadap temperatur logam yang dituang. Butir pasir dan

pengikat harus mempunyai derajat tahan api tertentu terhadap temperatur tinggi, lalu logam cair dengan temperatur tinggi dituang kedalam cetakan. 5. Komposisi yang cocok. Butir pasir bersentuhan dengan logam yang

dituang mengalami peristiwa kimia dan fisika karena logam cair mempunyai temperatur yang tinggi. Bahan-bahan yang tercampur mungkin menghasilkan gas atau larut dalam logam adalah tidak dikehendaki.

6. Mampu dipakai lagi. Pasir harus dapat dipakai berulang-ulang supaya ekonomis.

2.13.3 Susunan Pasir Cetak

1. Bentuk butir pasir dari pasir cetak digolongkan menjadi beberapa jenis yang ditunjukkan dalam gambar 2.18, yaitu butir pasir bundar, butir pasir sebagian bersudut, butir pasir kristal, dan sebagainya. Jenis butir pasir bulat sebagai pasir cetak, karena memerlukan jumlah pengikat yang lebih sedikit untuk mendapat kekuatan dan permeabilitas tertentu, serta mampu alirnya baik sekali.


(59)

Gambar 2.18 Bentuk butir-butir dari pasir cetak

2. Tanah Lempung

Terdiri dari kaolit, ilit dan monmorilonit juga kwarsa, feldspar, mika dan kotoran lainnya. Kalau ditambahkan air, dia menjadi lekat dan jika lebih banyak air akan menjadi pasta. Kalau lempung kehilangan kadar air, sifat lekatnya akan berkurang. Ukuran dari tanah lempung adalah sekitar 0,005 mm sampai 0,02 mm.

3. Pengikat Lain

Dibuat dari pasir yang dibubuhi minyak pengering nabati 1,5-3,0% seperti minyak biji rami, minyak kedele atau minyak kol dan dipanggang pada temperatur 200-2500 C.

4. Tambahan Lain

Bubuk arang, tepung ter, jelaga kokas, atau tepung grafit dibubuhkan kira-kira 1% kepada pasir cetak agar permukaan coran menjadi halus, pembongkaran mudah, dan dalam beberapa hal mencegah permukaan kasar.


(60)

2.13.4 Sifat-sifat Pasir Cetak 1. Sifat-sifat pasir cetak basah

Pasir cetak dengan tanah lempung atau bentonit sebagai pengikat menunjukkan berbagai sifat sesuai dengan kadar air. Karena itu air adalah factor yang sangat penting untuk pasir cetak, sehingga pengaturan kadar air adalah hal yang sangat penting dalam pengaturan pasir cetak. Kadar air yang membuat kekuatan maksimum dan yang permiabiliti maksimum pada umunya tidak sama. Kalau kadar air bertambah, kekuatan dan permeability naik sampai titik maksimum.

2. Sifat penguatan oleh udara

Sifat-sifat cetakan yang berubah selama antara pembuatan cetakan dan penuangan disebut sifat penguatan oleh udara. Umumnya hal ini karena pergerakan air dalam cetakan dan penguapan air dari permukaan cetakan. Penguapan air membuat permukaan cetakan dari pasir yang dicampur bentonit menjadi getas, karena itu penguapan air harus diatur.

3. Sifat-sifat kering

Pasir dengan pengikat lempung yang dikeringkan mempunyai permeabilitas kekuatan yang meningkat dibandingkan dengan dalam keadaan basah, karena air bebas dan air yang diabsorbsi pada permukaan butir tanah lempung dihilangkan. Faktor yang memberikan pengaruh sangat besar pada sifat – sifat kering, adalah kadar air sebelum pengeringan.


(61)

4. Sifat-sifat panas

Cetakan mengalami temperatur tinggi dan tekanan tinggi dari logam cair pada waktu penuangan. Sehingga kekuatan panas, dan sebagainya harus diketahui sebelumnya.

5. Sifat-sifat Sisa

Sifat-sifat sisa yang dibutuhkan ketika coran diambil dari cetakan setelah penuangan disebut sifat sisa. Untuk pembongkaran, perlu sifat mampu ambruk yang baik.

Sifat mampu ambruk yang baik dari pasir cetak ialah berarti bahwa cetakan dengan mudah dapat rontok dan pasir cetak dengan mudah disingkirkan dari permukaan coran.

2.13.5 Pembuatan Cetakan dengan cara CO2

Natrium Silikat kira-kira 3-7% dibubuhkan pada pasir silika dan dicampur baik, kemudian cetakan dibuat dari campuran ini dengan tangan atau dengan mesin. Gas CO2 ditiupkan ke dalam cetakan pada tekanan 1,0-1,5 kgf/cm2, maka

cetakan ini akan mengeras dalam waktu singkat. Cara pembuatan cetakan ini disebut cara CO2. Cara ini sangat banyak digunakan untuk pembuatan inti, dan

bentuk-bentuk yang lebih spesifik. Gambar 2.19 menunjukkan garis besar pembuatan cetakan dengan cara CO2.

a. Pasir dipadatkan ke dalam kotak inti dan lubang angin dibuat dengan mempergunakan jarum-jarum.


(62)

c. Gas CO2 dialirkan melalui lubang-lubang itu.

d. Mengeluarkan inti dari kotak inti.

Gambar 2.19 Proses pembuatan inti dengan CO2

2.14 Peleburan

Sampai pada saat ini, tanur perapian terbuka (open hearth furnace) masih banyak dipergunakan untuk peleburan baja, tetapi sekarang tanur listrik lebih banyak dipakai disebabkan karena biaya peleburan yang murah. Peleburan dengan busur api listrik dibagi menjadi dua macam proses yaitu pertama proses asam dan kedua proses basa. Cara yang pertama dipakai untuk peleburan skrap baja yang berkualitas tinggi sedangkan yang kedua untuk meleburkan baja dengan kualitas biasa. (Lit. 8, hal. 164)

Tanur listrik heroult adalah tanur yang paling banyak dipakai. Tanur ini mempergunakan arus bolak-balik tiga fasa. Energy panas diberikan oleh loncatan busur listrik antara elektroda karbon dan cairan baja. Terak menutupi cairan dan mencegah absorpsi gas dari udara luar selama pemurnian berjalan.

Dalam peleburan baja, di samping pengaturan komposisi kimia dan temperatur, perlu juga mengatur absorpsi gas, jumlah dan macam inklusi bukan


(63)

logam. Di samping proses tersebut sekarang banyak dipergunakan proses pembuatan baja dengan oksigen. Keuntungan proses ini adalah:

a. Biaya peleburan yang rendah

b. Mudahnya menaikkan temperatur cairan c. Peningkatan kualitas dengan penghilangan gas d. Mudah memproduksi baja karbon rendah

Dibanding dengan proses peleburan biasa, yaitu proses yang menggunakan biji besi, maka proses pembuatan baja oksigen mampu memproduksi cairan baja yang mempunyai lebih sedikit lubang-lubang jarum, penyusutan lebih kecil dan robekan panas yang lebih sedikit.

2.15 Penuangan

Cairan baja yang dikeluarkan dari tanur diterima dalam ladel dan dituangkan ke dalam cetakan. Ladel mempunyai irisan berupa lingkaran dimana diameternya hamper sama dengan tingginya. Untuk coran yang besar, dipergunakan ladel jenis penyumbat sedangkan untuk coran yang kecil dipergunakan ladel yang dapat dimiringkan. Ladel dilapisi oleh bata samot atau bata tahan api agalmatolit yang mempunyai pori-pori kecil, penyusutan kecil dan homogeny. Nozel dan penyumbat, kecuali dibuat dari samot atau bahan agalmatolit kadang-kadang dibuat juga dari bata karbon. Panjang nozel dibuat cukup panjang agar membentuk tumpahan yang halus tanpa cipratan. Ladel harus sama sekali kering yang dikeringkan lebih dahulu oleh burner minyak residu sebelum dipakai. (Lit. 8, hal. 167)


(64)

Cara penuangan secara kasar digolongkan menjadi dua yaitu penuangan atas dan penuangan bawah. Penuangan bawah memberikan kecepatan naik kecil dari cairan baja dengan aliran yang tenang. Penuangan atas menyebabkan kecepatan tuang yang tinggi dan menghasilkan permukaan kasar karena cipratan. Oleh karena itu dalam hal penuangan atas, laju penuangan harus rendah pada permulaan dan kemudian dinaikkan secara berlahan-lahan. Dalam penempatan nozel, harus diusahakan agar tidak boleh menyentuh cetakan. Perlu mencegah cipratan dan memasang nozel tegak lurus agar mencegah cairan miring yang jatuh.

2.16 Pengerjaan Akhir dan Pemeriksaan Coran

Setelah proses pengecoran selesai, pasir harus disingkirkan dari rangka cetakan dan dari coran, kemudian saluran turun, saluran masuk, penambah dipisahkan dari coran dan akhirnya sirip-sirip dipangakas serta permukaan coran dibersihkan. Semua pekerjaan ini dilakukan secari mekanik atau dengan tangan, tetapi dianjurkan agar sebanyak mungkin pekerjaan itu dilakukan secara mekanik.

Pemeriksaan coran mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Memelihara kualitas

Kualitas dan baiknya produk coran harus dijamin dengan jalan memisahkan produk yang gagal.

2. Penekanan biaya dengan mengetahui lebih dahulu produk yang cacat

Dalam pemeriksaan penerimaan bahan baku dan bahan yang diproses sejak dari pembuatan cetakan sampai selesai, produk yang cacat harus diketahui seawall mungkin agar dapat menekai biaya pekerjanya.


(65)

3. Penyempurnaan teknik

Menurut data kualitas yang didapat dari pemeriksaan dan percobaan, menyisihkan produk yang cacat dapat dilakuakan lebih awal dan selanjutnya tingkat kualiatas dapat dipelihara dengan memeriksa data tersebut secara kolektif, sehingga kualitas dan teknik pembuatan dapat disempurnakan.

Pemeriksaan produk coran biasanya digolongkan dan dilaksanakan sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Rupa

Dalam pemeriksaan ini yang diteliti adalah ketidakteraturan, inklusi, retakan dan sebagainya yang terdapat pada permukaan, demikian juga setiap produk diteliti produk yang tidak memenuhi ukuran (standar pemeriksaan ukuran).

2. Pemeriksaan cacat dalam (pemeriksaan tak merusak)

Dalam pemeriksaan ini diteliti adanya cacat-cacat seperti rongga udara, rongga penyusutan, inklusi, retakan dan sebagainya yang ada di dalam produk coran tanpa mematahkannya.

3. Pemeriksaan bahan

Dalam pemeriksaan ini ketidakteraturan bahan diteliti. Demikian juga halnya dengan komponen, struktur mikro, dan sifat-sifat mekanik diperiksa sesuai dengan setiap cara pengujian yang telah ditetapkan.


(66)

4. Pemeriksaan dengan merusak

Pemeriksaan dendan merusak dilakukan dengan cara mematahkan atau memotong produk untuk memastikan keadaan dan kualitas produk. Hal ini terutama penting sebagai cara pemeriksaan tak langsung.

Sebagai hasil dari pemeriksaan produk mengenai: macam cacat, bentuk, tempat yang diteliti, keadaan produk dan lain-lainnya harus dicacat secara tepat. Selanjutnya bagi produk yang lulus pemeriksaan, tingkat kualitasnya harus dicatat dengan jalan yang sama, dan hasil pencatatan tersebut harus diberikan sebagai umpan balik pada bagian perancangan teknik. (Lit. 8, hal. 195)


(67)

BAB III

PENETAPAN SPESIFIKASI BANTALAN POROS LORI

Sebelum merancang sebuah bantalan lori, terlebih dahulu harus dihitung besar diameter inti untuk pembuatan pola dan diameter tersebut dapat diketahui setelah diameter poros dihitung.

Bantalan yang akan dibuat adalah bantalan aksial. Gambar 3.1 menunjukkan penampang bantalan beserta dimensinya.

Gambar 3.1 Bentuk bantalan yang akan dibuat

3.1 Analisa Gaya Geser & Momen pada Bantalan Poros Lori

Pembebanan, gaya geser dan momen yang terjadi pada poros dan bantalan dapat diihat pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3.


(68)

Gambar 3.2 Pembebanan pada poros

Gambar 3.3 Distribusi gaya pada poros dan bantalan

Diagram benda bebas dari segmen kiri dengan jarak x < 142,5 mm:

Gambar 3.4 Diagram benda bebas untuk x < 142,5 mm + Fy = 0 + M = 0


(69)

Untuk: x1 = 0 M1 = 0

x2 = 100 mm M2 = –900(100) = –90000 kg.mm

x3 = 125 mm M3 = –900(125) = –112500 kg.mm

Diagram benda bebas dari segmen kiri dengan jarak x < 467,5 mm:

Gambar 3.5 Diagram benda bebas untuk x < 467,5 mm

+ Fy = 0;

+ M = 0;

( )

3.2 Perhitungan Diameter Bantalan

Berikut ini merupakan perhitungan diameter bantalan poros dari sebuah kereta tambang (lori) dengan poros seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.1. Berat lori adalah sebesar 1,1 ton dengan kapasitas 2,5 ton dan menggunakan 2


(70)

buah poros dengan 4 roda. Kecepatan maksimum adalah sebesar 100 km/jam. Bahan poros ditentukan melalui perhitungan berikut ini.

Diketahui: Berat lori = 3,6 ton = 3600 kg

Massa jenis lori (besi tuang) = 7190 kg/m3 Panjang lori = 2,5 m

Volume lori (V):

Luas penampang lori (A):

Maka besar tegangan yang dapat ditahan ( ) adalah:

Berdasarkan Tabel 2.1, jenis bahan yang cocok digunakan adalah Baja Karbon JIS G 4501 dengan lambang S30C yang mempunyai kekuatan tarik (jWb)


(71)

Gambar 3.6 Penampang poros lori

Perhitungan dengan rumus-rumus dari standar JIS E4501: 1. Beban total = 2,5 + 1,1 = 3,6 ton

W = 3,6/2 = 1,8 ton.

2. Bahan yang digunakan adalah (Tabel 2.9). 3. Jarak telapak roda (g) = 650 mm 4. Jarak bantalan radial (j) = 935 mm 5. Tinggi titik berat (h) = 600 mm 6. Kecepatan kerja maksimum (V) = 100 km/jam

Karena kecepatan maksimum dibawah 120 km/jam maka nilai:

V = Beban tambahan karena gerakan vertikal

Beban statis

= 0,4

L = Beban horizontal

Beban statis pada satu gandar


(72)

7. Jari-jari telapak roda (r) = 200 mm

8. Momen pada tumpuan roda karena beban statis (M1)

M1 = (935 – 650) mm 1800 kg / 4 = 128250 kg.mm

9. Momen pada tumpuan roda karena gaya vertikal tambahan (M2)

10.Jarak dari titik tengah bantalan ke ujung luar naaf roda (a) = 100 mm. Panjang naaf roda (l) = 85 mm

11. Beban horizontal (P)

12. Beban pada bantalan karena beban horizontal ( )

13. Beban pada telapak roda karena beban horizontal ( )

14.Momen lentur pada naaf tumpuan roda sebelah dalam karena beban horizontal (M3)

15.Faktor tambah tegangan (m) = 1,0 16.Diameter dalam bantalan poros ( )


(73)

17.Tegangan lentur

18. (baik)

Menurut hasil perhitungan diatas bahwa dengan diameter sebesar 41 mm, poros tersebut sudah mampu menahan beban sebesar 1,8 ton. Akan tetapi untuk mempertahankan standar dari besar diameter dalam roda maka perancangan poros dibuat menjadi 50 mm.


(74)

BAB IV

PERENCANAAN PEMBUATAN BANTALAN POROS LORI

4.1 Perencanaan Pola

Pada umumnya bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan pola ada 3 jenis, antara lain:

a. Kayu Jati b. Keramik c. Aluminium

Namun dari ketiga bahan diatas, yang paling sering dan umum digunakan adalah kayu jati.

Bahan tambahan juga diperlukan untuk jenis pengecoran tertentu, yaitu: a. Cat dempul yang berfungsi untuk menutupi pori-pori pola.

b. Cat stipcote 7019 warna abu-abu yang digunakan agar pasir cetak tidak lengket pada pola saat pembuatan cetakan.

Jenis pola yang digunakan adalah pola pejal tunggal.

Tambahan penyusutan untuk baja cor dapat dilihat dari Tabel 2.7. Untuk ketebalan lebih dari 10 mm, tambahan penyusutannya adalah 16/1000.

Dalam hal ini, tambahan penyelesaian mesin juga diperlukan yaitu tambahan untuk drag dan permukaan samping dan tambahan untuk pengerjaan mesin yang kasar. Dari Gambar 2.13, untuk coran dibawah 500 mm maka tambahan yang diperlukan antara lain:


(75)

1. Drag dan permukaan samping = 5 mm 2. Pengerjaan mesin kasar = 2 mm

Berikut ini adalah perhitungan dimensi pola: 1. Diameter inti (ds)

ds = 50 + (16/1000 x 50) + 5 + 2 ds = 57,8 mm

2. Diameter luar pola (dp)

dp = 100 + (16/1000 x 100) + 5 + 2

dp = 108,6 mm

3. Panjang dudukan (P)

P = 240 + (16/1000 x 240) + 5 + 2 P = 250,84 mm

4. Lebar dudukan (L)

L = 75 + (16/1000 x 75) + 5 + 2 L = 83,2 mm

5. Tebal dudukan (T)

T = 30 + (16/1000 x 30) + 5 + 2 T = 37,48 mm


(76)

Untuk lebih jelasnya, dimensi pola bantalan poros lori dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Detail Pola Bantalan Poros Lori

4.2 Perencanaan Sistem Saluran

Dalam merencanakan saluran tuang harus disesuaikan dengan berat coran dan kemudian diameter saluran tuang dapat diperoleh dari Tabel 2.8.

Berikut ini adalah perhitungan berat coran: 1. Massa jenis baja ( ) = 7850 kg/m3

2. Untuk mempermudah perhitungan volume maka bantalan dibagi menjadi 4 bagian seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2.


(77)

Volume total (VT):

3. Berat coran (G) adalah:

Menurut perhitungan sebelumnya, sistem saluran tuang yang direncanakan adalah sebagai berikut:

1. Cawan tuang

Gambar 4.3 menunjukkan cawan tuang yang digunakan untuk proses pengecoran dengan diameter sebesar 19 mm.


(78)

2. Saluran turun

Dari Tabel 2.8, untuk berat coran sebesar 11,33 kg maka diameter saluran turun adalah 19 mm. Bentuk saluran turun yang direncanakan dalam proses pembuatan bantalan poros lori ditunjukkan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Saluran turun

3. Pengalir

Pengalir yang digunakan mempunyai bentuk yang sederhana dan berjumlah 1 buah. Bentuknya dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Pengalir

4. Saluran masuk

Gambar 4.6 menunjukkan saluran masuk yang merupakan saluran terakhir yang dilalui oleh logam cair setelah pengalir. Jenis yang digunakan adalah saluran masuk tunggal. Berdasarkan Tabel 2.9, luas saluran masuk untuk berat coran sebesar 11,33 kg adalah .


(79)

Gambar 4.6 Saluran masuk

4.3 Penambah

Jenis penambah yang digunakan adalah penambah atas dimana dalam hal ini penambah tidak berfungsi untuk penambahan cairan logam, melainkan hanya sebagai media untuk pengeluaran uap panas pada saat proses penuangan.

Berdasarkan Gambar 2.16 yang menunjukkan hubungan antara tebal coran dengan jarak pengisian penambah.

Tebal Coran (mm) Jarak pengisian (JP) (mm)

80 260

83,2 x

90 280

83,2 – 80 = x - 260 90 – 80 280 – 260

x = 266,4 mm

Maka: Jarak Pengisian (JP) untuk tebal coran 83,2 mm adalah 266,4 mm.

a. Banyaknya penambah (n)

n = panjang dudukan = 250,84

2 x jarak pengisian penambah (JP) 2(266,4)


(80)

b. Faktor bentuk (f)

f = P + L = 250,84 + 62,88

T 83,2

= 3,77

Menurut Kurva Pellini seperti yang dilihat pada Gambar 2.14.

T P + L

Volume coran Volume penambah

3,77 y

4 0,8

6 0,6

Maka:

c. Tinggi Penambah (H)

Untuk penambah yang berbentuk silinder, tinggi penambahnya adalah: . Dalam perancangan ini ditentukan .


(81)

Oleh karena proses pengecoran bantalan poros lori hanya menggunakan daerah drag saja sebagai daerah penempatan pola maka tinggi kup disesuaikan dengan tinggi penambah yaitu 128 mm.

4.4 Pemberat

Dalam penuangan logam cair ke dalam cetakan, kup mengalami daya apung karena logam cair. Maka pemberat perlu diletakkan diatas kup untuk mencegah terapungnya kup. Perhitungannya adalah sebagai berikut.

Diketahui: Faktor keamanan (k) = 1,5 – 2 (diambil 1,6) Massa jenis ( ) = 7850 kg/m3

Tinggi saluran turun (h) = 250 mm = 0,25 m Luas penampang (A) = 17348,97 mm2 Maka:

4.5 Pemilihan Bahan Pasir untuk Cetakan

Dalam pembuatan bantalan poros lori, ada dua jenis pasir yang digunakan antara lain:

a. Pasir Baru (Green Sand)

Pasir baru yang digunakan untuk pembuatan cetakan adalah pasir silica. Pasir ini harus dikeringkan dalam mesin sand dryer hingga kadar airnya mencapai 0,1-0,2%. Perbandingan antara pasir silica dengan bahan pengikat adalah 8 : 1.


(1)

4. Bahan yang digunakan untuk membuat pola bantalan adalah: a. Kayu jati

b. Bahan tambahan: cat dempul dan cat stipcote 7019 c. Jenis pola: Pola tunggal

5. Tambahan penyusutan untuk baja cor adalah 16/1000 (1,6 %) dan tambahan yang diperlukan adalah:

a. Drag dan permukaan samping = 5 mm b. Pengerjaan mesin kasar = 2 mm

6. Pasir baru yang digunakan untuk membuat cetakan pasir berasal dari Pangkalan Berandan yang dikeringkan dengan dengan mesin sand dryer hingga kandungan airnya mencapai 0,1-0,2% dengan tambahan bahan pengikat yaitu gula tetes dengan perbandingan antara pasir dan gula tetes adalah 8:1 sedangkan pasir bekas yang berasal dari sisa pembongkaran ditambahkan gula tetes sebanyak 8%.

7. Dalam proses pembuatan cetakan harus ditentukan letak dan dimensi sistem saluran. Perhitungannya adalah sebagai berikut.

a. Berat coran = 11,33 kg

b. Diameter cawan tuang = 19 mm c. Diameter saluran turun = 19 mm d. Ukuran pengalir = (20 x 20) mm2 e. Ukuran saluran masuk = (90 x 6) mm2


(2)

Himawan Abdi Senjaya : Perencanaan Dan Pembuatan Bantalan Poros Lori Dengan Kapasitas Lori 2,5 Ton Tbs Dengan Proses Pengecoran Logam, 2010.

f. Jenis penambah yang digunakan adalah penambah atas dengan jumlah 1 buah dengan diameter 80 mm dan tinggi 128 mm.

g. Tinggi permukaan kup = 128 mm h. Tinggi permukaan drag = 133,2 mm

8. Jenis tanur yang digunakan untuk proses peleburan adalah tanur induksi frekuensi rendah jenis krus.

a. Kecepatan tuang = 2,1 m/s b. Waktu tuang = 17 detik c. Temperatur tuang = 1550ºC

9. Pembersihan permukaan coran dilakukan dengan dua cara yaitu: a. Untuk coran berukuran besar dikerjakan dengan mesin bor tangan. b. Untuk coran berukuran kecil dikerjakan dengan Hanger Type Shot

Blasting Machine dan Rotary Barrel Shot Blasting Machine.

10. Penyingkiran saluran turun dan penambah dilakukan dengan menggunakan busur listrik.

11. Pemeriksaan hasil coran dilihat dari bentuk penampang dan ukuran. Pemeriksaan ukuran meliputi:

a. Diameter dalam b. Diameter luar c. Tebal bantalan


(3)

d. Tebal dudukan e. Panjang dudukan

Alat-alat yang digunakan untuk pengukuran adalah jangka sorong, mikrometer sekrup, dan jig pemeriksa untuk produksi massal.

5.2 Saran

Proses pembuatan bantalan poros lori ini dilaksanakan di PT. Baja Pertiwi Industri Pengecoran Logam Medan yang telah melewati beberapa tahapan untuk menghasilkan bantalan yang berkualitas dan dapat beroperasi dengan baik. Dalam hal ini, penulis ingin menyarankan agar teori proses pengecoran logam dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya sebelum praktek langsung di lapangan supaya tidak kewalahan pada saat proses pengerjaan.


(4)

Himawan Abdi Senjaya : Perencanaan Dan Pembuatan Bantalan Poros Lori Dengan Kapasitas Lori 2,5 Ton Tbs Dengan Proses Pengecoran Logam, 2010.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djaprie, Sriati. 1985. Teknologi Mekanik Jilid 1 Edisi ketujuh. Jakarta: PT. Erlangga.

2. E.Shigley, Joseph, D.Mitchell, Larry. 1995. Perencanaan Teknik Mesin

Jilid 2, Trans. Ir. Gandhi Harahap, M,Eng. Edisi keempat. Jakarta: PT.

Erlangga.

3. Hibbeler, R.C. 2005. Mechanics of Materials 6th Edition. Singapore:

Prentice-Hall, Inc.

4. Shinroku Saito, Prof. Dr., Surdia Tata, Prof. Ir. M.S. Met. E. 1985.

Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

5. Heine, Richard W. 1967. Principles of Metal Casting 2nd Edition. United

State of America: McGraw-Hill, Inc.

6. Sularso, Ir. MSME, Suga, Kiyokatsu. 1997. Dasar Perencanaan dan

Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

7. Agarwal R.L, Banga T.R. 1995. Foundry Engineering Reprinted Edition. Delhi: Khanna Publishers.

8. Chijiwa Kenji, Prof. Dr., Surdia Tata, Prof. Ir. M.S. Met. E. 1976. Teknik

Pengecoran Logam Cetakan Kedua. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

9. Gere, Timoshenko. 1996. Mekanika Bahan Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

10. Van Vlack, Lawrence. 1989. Ilmu dan Teknologi Bahan. Jakarta: Erlangga.


(5)

11. W.O.,Alexander, G.J., Davies Deslop. 1991. Dasar Metalurgi untuk

Rekayasawan. Jakarta: Gramedia.

12. P.L., Jain. 1983. Principles of Foundry Technology. New York: McGraw Hill.


(6)

Himawan Abdi Senjaya : Perencanaan Dan Pembuatan Bantalan Poros Lori Dengan Kapasitas Lori 2,5 Ton Tbs Dengan Proses Pengecoran Logam, 2010.