Upaya Bank Dalam Menjaga Rahasia Bank Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Di PT. Bank SUMUT Cabang USU Medan

(1)

UPAYA BANK DALAM MENJAGA KEAMANAN

RAHASIA BANK SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN

HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN

(STUDI DI PT.BANK SUMUT CABANG USU MEDAN)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

NIM : 050200257

VERONIKA D.L.PANDIANGAN

Jurusan: Hukum Keperdataan BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

UPAYA BANK DALAM MENJAGA KEAMANAN

RAHASIA BANK SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN

HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN

(STUDI DI PT.BANK SUMUT CABANG USU MEDAN)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

050200257

VERONIKA D. L. PANDIANGAN

Jurusan : Hukum Keperdataan (BW)

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

(Prof.Dr.Tan kamello,SH,M.S)

Nip.131746556

PembimbingI Pembimbing II

(Prof.Dr.Tan kamello,SH,M.S) (Dr.Utari Maharani,SH,M.Hum)


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur, penulis haturkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih, yang tetap setia menuntun dan membimbing penulis dengan kasih KaruniaNya dari awal hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, untuk hal tersebut penulis telah memilih judul Upaya Bank Dalam

Menjaga Rahasia Bank Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Terhadap

Nasabah Penyimpan Di PT. Bank SUMUT Cabang USU Medan.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak. Sehingga pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku dekan Fakultas Hukum USU.

2. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, M.S selaku ketua departemen hukum keperdataan sekaligus sebagai dosen pembimbing I penulis yang telah banyak memberikan waktu dan pemikiran serta arahan-arahan yang membangun untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Utari Maharani, SH, M.Hum selaku dosen pembimbing II penulis

yang telah memberikan waktu dan tenaganya serta dengan sabar membimbing, memberikan petunjuk dan bantuan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.


(4)

4. Bapak Asmin Nasution, SH, M.Hum yang telah memberikan bantuan kepada penulis serta memberikan dukungan, motivasi, saran serta arahan-arahan yang membangun penulis.

5. Bapak Muhammad Siddik, SH, M.Hum selaku dosen penasehat akademik penulis dari semester satu hingga sekarang.

6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum USU Medan yang telah mendidik dan menambah keilmuan dan pengetahuan penulis

7. Bapak Manan selaku Kepala Bagian di PT. Bank SUMUT yang telah memberikan izin kepada penulis untuk dapat melakukan riset dalam menyusun skripsi ini serta Bapak Raja Baginta Barus selaku Kepala bagian operasional yang telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan bahan - bahan dalam penulisan skripsi ini.

8. Dan pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis secara khusus menghaturkan penghargaan dan terima kasih dari hati nurani yang terdalam kepada orang tua penulis yang tercinta Ayahanda T.

Pandiangan dan Ibunda terkasih R.Br. Mungkur yang dengan doa,

kasih sayang dan ketulusan hati mereka telah membesarkan, mendidik dan memberikan arahan serta memberikan dukungan baik moril maupun materil dalam penulisan skripsi ini.

9. Kepada adik-adikku yang kusayangi : Akta, Natalia, Sanos, dan

Fernando serta Opungku yang selalu siap membantuku dan memberikan

nasihat-nasihat yang berharga bagiku. Walaupun dia cerewet tapi aku tetap sayang kok.


(5)

10.Kepada Kak Basaria Tinambunan yang telah banyak membantuku dalam penyusunan skripsi ini dan telah meluangkan waktunya untuk mengajari aku, makasih ya kakakku yang baik hati.

11.Dan tidak lupa buat teman dekatku alias pacarku yang kusayangi Bang

Helmon.S yang telah banyak membantuku dalam suka dan duka, dan

selalu setia serta tidak pernah mengenal lelah untuk menemani aku dalam menyusun skripsi ini. Thanks ya bang.

12.Kepada anak-anak stambuk 2005 semuanya serta teman-teman seperjuanganku : Icha yang baek hati, Jones si lucu ,”maaf ya aku gak sengaja patahin kuku kesayanganmu”, Tetty edaku, Uli, Sandro, Crisse,

Cristie, Frans, kiki “kenangan indah di yogja”, Wiliana, Grace, Nove,

Putri, Daus dll, Thanks ya friends atas kebersamaan kita.

13.Kepada KMK ST.Fidelis Fakultas Hukum, tetap semangat ya dalam mengembangkan KMK kita ini dan jangan menyerah serta tetaplah menjadi bunga-bunga di dalam gereja dan bunga bangsa yang siap mekar.

Dan yang teristimewa, skripsi ini kupersembahkan bagi “Dia” yang memiliki hidupku, yang begitu mengasihiku dan telah memberi kesempatan untuk menikmati anugerah dan berkatNya yang selalu baru setiap pagi dan tiada kesudahan setiap hari. THANK’S YOU LORD. Sungguh suatu keajaiban yang luar biasa indahnya aku boleh mengenalMu dan menerima keselamatan dariMu.


(6)

“Tak ada gading yang tak retak”, bahwa penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangannya untuk itu saran, masukan, serta kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima Kasih.

Medan, November 2008

(Veronika.D.L.Pandiangan)


(7)

ABSTRAKSI

Bank adalah lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung pada kepercayaan para nasabahnya, oleh karena itu bank harus melindungi kerahasiaan mengenai nasabah dan simpanannya. Rahasia bank mutlak diperlukan bukan hanya untuk nasabah saja melainkan juga mutlak perlu bagi kepentingan bank itu sendiri . Oleh karena pentingnya kerahasiaan bank ini maka penulis memilih judul skripsi ini. Adapun permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah melihat bagaimana hubungan hukum antara bank dengan nasabah, dan faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pelanggaran rahasia bank, serta bagaimana PT. Bank SUMUT menjaga keamanan rahasia bank dalam upaya memberikan perlindungan hukum bagi nasabahnya.

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris dan sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskripsif sedangkan sumber data dapat diperoleh dari data primer maupun data sekunder dan teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan berupa buku-buku karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan, serta melakukan wawancara dengan instansi yang terkait.

Dari hasil penelitian penulis dapat disimpulkan bahwa hubungan antara bank dengan nasabah ternyata tidaklah seperti hubungan kontraktual biasa. Akan tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain kecuali jika ditentukan lain oleh perundang-undangan yang berlaku. Faktor–faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran rahasia bank yaitu faktor intern (dari dalam bank itu sendiri) dan faktor ektern (dari luar bank itu). Faktor intern antara lain adanya sikap yang buruk dari para karyawan bank atau pejabat bank seperti adanya rasa iri hati, cemburu ataupun dendam yang membuat para karyawan ataupun pejabat bank dapat membongkar rahasia bank itu. Sedangkan faktor ektern antara lain adanya persaingan usaha antar bank sehingga dapat terjadi suatu kerjasama antara pihak bank dengan pihak luar untuk membongkar rahasia bank itu. Adapun upaya yang dilakukan PT. Bank SUMUT untuk menjaga keamanan rahasia bank adalah apabila ada orang yang menanyakan identitas nasabah atau aktivitasnya di bank selain dari pihak-pihak yang memang telah diberi kuasa atau wewenang untuk meminta informasi tersebut sebagaimana yang telah ditentukan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 maka bank tidak akan memberikan informasi apapun. Bank akan merahasiakannya. Hendaknyalah pemerintah secepatnya menyusun peraturan perundang-undangan yang mengatur lebih lengkap tentang kerahasiaan bank di Indonesia serta memberikan perlindungan hukum bagi nasabah terhadap tindakan semena-mena yang dilakukan oleh pihak bank yang mendatangkan kerugian bagi nasabah.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAKSI ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Tinjauan Kepustakaan ... 7

E. Keaslian penulisan ... 11

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan... 13

BAB II : GAMBARAN UMUM TENTANG RAHASIA BANK ... 15

A. Pengertian Rahasia Bank ... 15

B. Dasar Hukum Rahasia Bank ... 20

C. Rahasia Bank Dalam Teori dan Praktek ... 28

D. Cakupan Rahasia Bank... 33

E. Pihak-Pihak Yang Berkewajiban Memegang Teguh Rahasia Bank ... 46

BAB III : HUBUNGAN HUKUM ANTARA BANK DENGAN NASABAH ... 50

A. Hubungan Hukum Dalam Pemberian Kredit... 53

B. Hubungan Hukum Dalam Penyimpanan Dana ... 61 BAB IV : UPAYA BANK DALAM MENJAGA KEAMANAN


(9)

RAHASIA BANK SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN

HUKUM TERHADAP NASABAH... 66

A. Mekanisme Perlindungan Terhadap Nasabah ... 66

B. Faktor-Faktor Penyebab Pelanggaran Rahasia Bank ... 73

C. Upaya PT .Bank SUMUT Cabang USU Medan Dalam Menjaga Keamanan Rahasia Bank ... 75

D. Sanksi Terhadap Pelanggaran Rahasia Bank ... 78

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 86


(10)

BAB I

P E N D A H U L U A N

A. Latar Belakang

Bank adalah suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana simpanan mereka pada bank. Oleh karena itu bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang telah maupun yang akan menyimpan dananya, terpelihara dengan baik dalam tingkat yang tinggi. Mengingat bank adalah bagian dari sistem - sistem tersebut, sedangkan kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank, maka terpeliharalah kepercayaan masyarakat kepada perbankan adalah juga kepentingan masyarakat banyak. 1

Tidak dapat disangkal bahwa dalam mencapai tujuan pembangunan nasional yaitu untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, lembaga perbankan merupakan salah satu sarana yang mempunyai peran yang sangat strategis. Peran yang sangat strategis dari bank karena sebagai badan usaha, ia mempunyai fungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat. Bank diharapkan dapat menyerasikan, menyelaraskan dan menyeimbangkan unsur pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional yang pada akhirnya mengarah pada peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Mengutip perkataan mantan Wakil Presiden RI Hamzah Haz yang mengatakan :

1


(11)

“Perbankan harus bisa bekerja professional, mampu membaca, menelaah dan menganalisis semua kegiatan dunia usaha serta perekonomian nasional kita. Mempunyai entrepreneurship dan kemampuan membaca pasar agar dapat menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik”. Oleh karenanya maka lembaga perbankan perlu dibina dan diawasi secara terus-menerus agar dapat berfungsi secara efisien, sehat, wajar, mampu bersaing dan mampu melindungi dana yang dititipkan oleh masyarakat kepadanya dengan baik serta mampu menyalurkan dana masyarakat yang dititipkan kepadanya itu ke bidang-bidang usaha yang benar-benar produktif sesuai dengan sasaran pembangunan. Sebaliknya masyarakat yang mempercayakan dananya untuk dikelola oleh bank juga harus dilindungi terhadap tindakan semena-mena yang dilakukan oleh direksi atau karyawan bank yang dapat mendatangkan kerugian.2

Rahasia bank akan dapat lebih dipegang teguh oleh bank apabila ditetapkan bukan sekedar hanya sebagai kewajiban kontraktual di antara bank dan nasabah, tetapi ditetapkan sebagai kewajiban pidana. Bila hanya ditetapkan sebagai kewajiban kontraktual belaka, maka kewajiban bank itu menjadi kurang kokoh karena kewajiban kontraktual secara mudah dapat disimpangi. Hal itulah Selain itu untuk menjaga nama baik nasabah, harus diatur kapan dan dalam hal yang bagaimana bank baru dapat diperkenankan untuk memberitahukan pada pihak ketiga segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya, karena masyarakat hanya akan memanfaatkan jasa bank, apabila dari bank ada jaminan bahwa bank tidak akan menyalahgunakan pengetahuannya tentang simpanan dan keadaan keuangan dari nasabahnya

2


(12)

yang telah melandasi ditetapkannya ketentuan rahasia bank dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana kemudian telah diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 sebagai tindak pidana bagi pelanggarnya. 3

Hubungan antara bank dengan nasabah ternyata tidaklah seperti hubungan seperti kontraktual biasa. Akan tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain manapun kecuali jika ditentukan lain oleh perundang-undangan yang berlaku. Hal ini yang dinamakan rahasia bank. Dengan demikian istilah rahasia bank mengacu pada rahasia dalam hubungan antara bank dengan nasabah. Sedangkan rahasia-rahasia lain yang bukan merupakan rahasia antara bank dengan nasabah walaupun bersifat rahasia tetapi tidak tergolong rahasia bank menurut undang-undang perbankan.4

Menurut Pasal 1 Angka 28 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Sedangkan menurut Pasal 1 Angka 16 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang menyebutkan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.5

Jadi Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 menganut kerahasiaan bank yang luas, sebab yang dilindungi rahasia bank bukan hanya keterangan dan

3

4

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern ( Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 89.

5


(13)

keadaan keuangan nasabah penyimpan dana dan simpanannya, melainkan juga keterangan dan keadaan keuangan nasabah debitor atau pinjamannya. Sedangkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 membatasi atau mempersempit hal-hal yang wajib dirahasiakan oleh bank, yakni sebatas pada keterangan dan keadaan keuangan nasabah penyimpan dana saja. Sehingga keterangan dan keadaan keuangan nasabah selain sebagai nasabah penyimpan dana bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank.

Kerahasiaan bank di Indonesia saat ini ketentuannya belum tegas tercantum dalam peraturan perbankan Indonesia. Keadaan ini membawa kepada masalah dalam penerapannya, karena adanya kontroversi terhadap pengertiannya. Hal demikian terjadi disebabkan belum adanya ketentuan khusus yang mengatur rahasia bank.6

Bank sebagai lembaga keuangan yang dipercaya masyarakat dihadapkan pada dua kewajiban yang saling bertentangan dan sering kali tidak dapat dirundingkan. Di satu pihak bank mempunyai kewajiban untuk tetap merahasiakan keadaan dan catatan keuangan nasabahnya yang disebut juga teori rahasia mutlak. Kewajiban ini timbul dan erat kaitannya dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat atau para nasabahnya kepada bank selaku lembaga

Kerahasiaan informasi yang terlahir dalam kegiatan perbankan ini diperlukan baik untuk kepentingan bank maupun untuk kepentingan nasabah itu sendiri. oleh karenanya lembaga perbankan harus memegang teguh keterangan yang tercatat olehnya. Ketentuan ini juga berlaku pula bagi pihak terafiliasi dalam kegiatan operasional perbankan tersebut.

6

Muhamad Djumhana, Rahasia Bank (Ketentuan dan Penerapannya di Indonesia) (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 111.


(14)

keuangan pengelola keuangan atau sumber dana masyarakat. Kewajiban menjaga rahasia ini sering timbul atas dasar kepercayaan. Di lain pihak juga berkewajiban untuk mengungkapkan keadaan dan catatan keuangan nasabahnya dalam keadaan-keadaan tertentu yang disebut juga teori rahasia bank nisbi. Disinilah muncul konflik yang dihadapi bank.7

Oleh karena itu kelancaran dan keamanan kegiatan perbankan harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari semua aparat penegak hukum. Namun tindak pidana yang terjadi pada beberapa bank di Indonesia cukup memprihatinkan oleh karena kerugian negara yang ditimbulkan oleh tindak pidana

Kondisi demikian dapat disiasati dengan cara turun tangannya Menteri Keuangan memberikan izin tertulis kepada pihak tertentu seperti pihak perpajakan untuk pemeriksaan pajak, pihak kejaksaan dan kepolisian dalam penanganan kasus hukum. Izin tertulis ini dapat digunakan untuk mengetahui keterangan seseorang yang berhubungan dengan rahasia bank karena ada alasan tertentu yang berhubungan dengan kepentingan lembaga tersebut di atas.

Untuk menghindari penyalahgunaan tentang keuangan nasabah oleh pihak bank dan menjaga rasa aman masyarakat mengenai keadaan keuangannya maka dibuatlah aturan khusus yang melarang bank untuk memberikan keterangan tercatat pada bank kepada siapapun tentang keadaan keuangan nasabah, simpanan dan penyimpanannya sebagaimana diatur dalam undang-undang perbankan yang diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 kecuali dalam hal yang secara tegas disebut dalam undang-undang tersebut. Hal inilah yang disebut dengan “Rahasia Bank”.

7


(15)

tersebut sangat besar. Oleh sebab itu segala usaha preventif harus digalakkan untuk menanggulangi kejahatan perbankan.8

1. Bagaimanakah hubungan hukum antara bank dengan nasabah

Pelanggaran terhadap rahasia bank juga termasuk bentuk kejahatan. Adapun yang menjadi masalah dari rahasia bank bukan saja karena adanya pembocoran rahasia, akan tetapi kenyataan bahwa rahasia bank itu kadang kala dijadikan tempat berlindung bagi penyelewengan administrasi dan kolusi pada perbankan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diajukan adalah sebagai berikut :

2. Faktor- faktor apakah yang menyebabkan terjadinya pelanggaran rahasia bank. 3. Bagaimanakah PT.Bank SUMUT menjaga keamanan rahasia bank dalam

upaya memberi perlindungan hukum bagi nasabahnya.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Bagaimana hubungan hukum antara bank dengan nasabah 2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya

pelanggaran rahasia bank

3. Untuk mengetahui upaya PT. Bank SUMUT dalam menjaga keamanan rahasia bank sebagai upaya dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabahnya.

8


(16)

Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Memberikan sumbang saran dalam khasanah ilmu pengetahuan hukum pada umumnya serta memberikan suatu kontribusi yang membahas mengenai upaya bank dalam menjaga keamanan rahasia bank sebagai wujud perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan.

2. Manfaat Praktis :

a. Dapat memperluas wawasan mengenai hubungan hukum antara bank dengan nasabah, faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran rahasia bank, upaya bank dalam menjaga keamanan rahasia bank dalam upaya memberikan perlindungan hukum bagi nasabah, yang bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan tentang hal tersebut.

b. Dapat menjadi bahan evaluasi bagi masyarakat dalam melakukan suatu hubungan dengan suatu bank.

D. Tinjauan Kepustakaan

Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan suatu hal yang sangat penting bagi nasabah penyimpan dan simpanannya maupun bagi kepentingan dari bank itu sendiri, sebab apabila nasabah penyimpan ini tidak mempercayai bank dimana ia menyimpan simpananya tentu ia tidak akan mau menjadi nasabahnya. Oleh karena itu, sebagai suatu lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, sudah sepatutnya bank menerapkan ketentuan rahasia bank tersebut secara konsisten dan bertanggung jawab sesuai


(17)

peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melindungi kepentingan nasabahnya.9

Jadi Undang-Undang Perbankan No.10 Tahun 1998 mempertegas dan mempersempit pengertian rahasia bank dibandingkan dengan ketentuan dalam

Di Indonesia pun dikenal ketentuan rahasia bank yang terdapat dalam undang-undang perbankan. Dasar hukum dari ketentuan rahasia bank di Indonesia adalah Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan tetapi kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998.

Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang No.7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Menurut Pasal 1 Angka 2 UU Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Menurut Pasal 1 Angka 16 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.

Menurut Pasal 1 Angka 28 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpananya

9

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta : Prenada Media, 2005), hal.110


(18)

pasal-pasal dari undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang No.7 Tahun 1992, yang tidak khusus menunjukkan rahasia bank kepada nasabah deposan saja. Ketentuan rahasia bank diperlukan karena perbankan harus melindungi nasabahnya. Bank yang membocorkan informasi yang dikategoriakan rahasia bank layak dikenakan sanksi berat. Meskipun demikian ketentuan itu tidaklah bisa kaku serta ketat tanpa kekecualian. Ketentuan itu dapat dikesampingkan saat kepentingan umum (masyarakat) tampak bakal dirugikan oleh oknum tertentu. Di sinilah terlihat bahwa kepentingan masyarakat menjadi prioritas utama karena kepentingan masyarakat harus dilindungi yaitu perbankan bukanlah lembaga yang bisa dijadikan tempat untuk penyalahgunaan kewenangan atau tempat kerja sama mereka yang melanggar hukum dalam menjalankan kegiatan mengambil dana dari masyarakat melalui hal yang tidak wajar.10

1. Teori Mutlak

Ada dua teori tentang kekuatan berlakunya asas rahasia bank ini, yaitu :

Menurut teori ini bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia atau keterangan – keterangan mengenai nasabahnya yang diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan apapun juga, dalam keadaan biasa atau dalam keadaan luar biasa. Teori ini sangat menonjolkan kepentingan individu, sehingga kepentingan negara dan masyarakat sering terabaikan. Dewasa ini hampir tidak ada lagi negara yang menganut teori mutlak ini. Bahkan negara-negara yang menganut perlindungan nasabah secara ketat seperti Swiss atau negara-negara tax heaven seperti kepulauan

10


(19)

Bahama atau Cayman Island juga membenarkan rahasia bank dalam hal-hal khusus.

2. Teori Relatif

Menurut teori ini rahasia bank tetap diikuti tetapi dalam hal-hal khusus, yakni dalam hal yang termaksud luar biasa prinsip rahasia bank tersebut dapat diterobos. Misalnya untuk kepentingan negara atau kepentingan umum. Teori ini banyak dianut oleh bank-bank di banyak negara di dunia, termaksud Indonesia. Adanya pengecualian dalam ketentuan rahasia bank memungkinkan untuk kepentingan tertentu suatu badan atau instansi diperbolehkan meminta keterangan atau data tentang keadaaan keuangan nasabah yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku 11

Salah satu masalah yang sering dikeluhkan terus menerus adalah tidak adanya atau kurangnya perlindungan terhadap nasabah jika berhubungan dengan bank, baik nasabah debitur, nasabah deposan maupun nasabah non debitur - non deposan. Banyak kasus – kasus bank yang pernah terjadi menunjukkan bahwa kedudukan para nasabah bank tidak dilindungi oleh hukum dan bahkan tidak banyak mendapat sorotan dari masyarakat.12

Salah satu cara untuk memberikan perlindungan kepada nasabah adalah dengan melaksanakan peraturan yang ada di bidang perbankan secara lebih ketat oleh pihak otoritas moneter, khususnya peraturan yang bertujuan melindungi nasabah sehingga dapat dijamin law enforcement yang baik. Peraturan perbankan itu harus ditegakkan secara objektif tanpa melihat siapa direktur, komisaris atau

11

.Hermansyah, Op.Cit., hal.110 - 111.

12


(20)

pemegang saham dari bank yang bersangkutan. Lewat pembuatan peraturan baru dibidang perbankan atau merevisi yang sudah ada merupakan salah satu cara untuk memberi perlindungan kepada nasabah suatu bank. Banyak peraturan yang secara langsung maupun tidak langsung memberi perlindungan kepada nasabah.13

1. Spesifikasi penelitian

E.Keaslian Penelitian

Penulisan skripsi mengenai segi-segi hukum tentang upaya bank dalam menjaga keamanan rahasia bank sebagai wujud perlindungan terhadap nasabah belum ada pembahasan sebelumnya. Penulisan skripsi ini didasarkan pada ide, gagasan, pemikiran dan yang utama adalah ketertarikan penulis terhadap fenomena rahasia bank Dalam kaitannya yang sering terjadi pada masyarakat artinya tulisan ini bukanlah hasil ciptaan dari karya orang lain, oleh karena itu keaslian penulisan ini terjamin adanya.

Kalaupun ada pendapat dan kutipan dalam penulisan ini, semata-mata adalah sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam usaha menyusun dan menyelesaikan tulisan ini karena hal tersebut memeang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan tulisan ini.

F. Metode Penelitian

Dalam menyusun skripsi ini metode penelitian yang digunakan adalah gabungan antara yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang mengunakan norma-norma hukum yang terdapat di dalam

13


(21)

peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan judul skripsi yang berjudul “ Upaya Bank Dalam Menjaga Keamanan Rahasia Bank Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan”.

Sedangkan yuridis empiris adalah penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis atau bahan-bahan lain serta menelaah peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini dan melakukan wawancara seperlunya di instansi yang terkait untuk melihat secara langsung upaya bank dalam menjaga rahasia bank sebagai wujud perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan.

2. Sifat Penelitian

Adapun sifat dari penulisan ini adalah bersifat deskriptif, sebab penelitian ini akan menggambarkan dan melukiskan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penelitian ini. maksudnya adalah penelitian tersebut kadangkala dilakukan dengan melakukan suatu survey ke lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat mendukung teori yang telah ada.

3. Lokasi Penelitian.

Adapun lokasi penelitian dilakukan di PT. Bank SUMUT Cabang USU Medan disebabkan oleh faktor adanya kemudahan akses dalam observasi dan pengumpulan data.

4. Sumber dan Teknik pengumpulan Data

sumber data dan teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara :


(22)

1. Data primer

Diperoleh baik hasil wawancara, dialog, interview, tanya jawab maupun dengan cara mempergunakan kuesioner secara tertulis dengan memakai sistem tertutup atau terbuka.

2. Data sekunder

Diperoleh berdasarkan tulisan-tulisan dalam kepustakaan, dokumen-dokumen, hasil seminar, diskusi, symposium dan sebagainya.

Dalam hal ini penulis menggunakan kedua metode di atas yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan berupa buku-buku karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan majalah yang membahas mengenai rahasia bank dan juga melakukan wawancara dengan pihak PT.Bank SUMUT cabang USU Medan tentang rahasia bank ini guna melengkapi bahan-bahan penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif dan disajikan dengan deskriptif. Analisa kualitatif ini untuk mengungkap secara mendalam tentang pandangan dan konsep yang diperlukan dan akan diurai secara komperhensif untuk menjawab persoalan yang ada dalam skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun secara sistematis dalam bentuk sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN


(23)

Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, keaslian penelitian, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan. BAB II : GAMBARAN UMUM TENTANG RAHASIA BANK

Dalam bab ini akan diketengahkan tentang pengertian rahasia bank, dasar hukum rahasia bank, rahasia bank dalam teori dan praktek, cakupan rahasia bank, pihak-pihak yang berkewajiban memegang teguh rahasia bank.

BAB III : HUBUNGAN HUKUM ANTARA BANK DENGAN NASABAH Dalam bab ini akan diketengahkan tentang hubungan hukum

dalam pemberian kredit, dan hubungan hukum dalam penyimpanan uang.

BAB IV : UPAYA PT.BANK SUMUT DALAM MENJAGA KEAMANAN RAHASIA BANK SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH

Bab ini merupakan inti dari pembahasan dalam tulisan ini yang mengetengahkan tentang mekanisme perlindungan terhadap nasabah, faktor-faktor penyebab pelanggaran rahasia bank, upaya PT.Bank SUMUT dalam menjaga keamanan rahasia bank dan sanksi terhadap pelanggaran rahasia bank.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir dari skripsi ini yang berisikan kesimpulan dan saran yang menjadi pokok-pokok pikiran penulis


(24)

berdasarkan atas uraian-uraian yang telah dikemukakan dalam skripsi ini sebelumnya.


(25)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG RAHASIA BANK

A. Pengertian Rahasia Bank

Seiring dengan berjalannya waktu, kerahasiaan perbankan selalu menjadi subjek kontroversial. Belakangan masalah ini kembali digugat berkenaan dengan peningkatan aksi terorisme, illegal logging, perdagangan narkotika dan lain sebagainya yang memanfaatkan jasa-jasa perbankan. Harus diakui, unsur kerahasiaan perbankan, kerap dimanfaatkan sebagai tirai untuk menutupi kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan hukum. Praktik-praktik tersebut sudah terjadi sejak lama, tidak hanya di Indonesia namun juga di negara lain.14

Pada dasarnya setiap orang baik sebagai pribadi maupun sebagai usahawan tidak menginginkan keadaan mengenai pribadinya termasuk keadaan keuangannya diketahui oleh orang lain. Tiap kepentingan dari setiap orang itu harus mendapat perhatian dan harus dihormati sepenuhnya oleh siapapun juga termasuk negara, untuk itu jika perlu dilindungi dengan hukum pidana yaitu sejauh kepentingan itu secara langsung atau tidak langsung juga mempunyai arti bagi masyarakat/negara. Bagi seorang usahawan kerahasiaan itu penting artinya demi menunjang kelancaran perusahaannya, oleh karena tanpa ini setiap orang atau usahawan akan dengan mudah mempelajari keuangan perusahaan yang nantinya dapat digunakan untuk mempersulit atau menjatuhkan usahanya. Keadaan ini benar-benar disadari oleh dunia perbankan sehingga bank merasa perlu untuk merahasiakan keadaan keuangan nasabahnya yang dipercayakan

14


(26)

kepadanya. Tindakan ini dalam dunia perbankan dikenal dengan sebutan “Rahasia Bank”.15

15

Menurut Pasal 1 Angka 28 Undang-Undang No.10 tahun 1998, yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpannnya

Menurut Pasal 1 Angka 16 Undang-Undang No.7 tahun 1992 rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.

Jadi Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 menganut kerahasiaan bank yang luas baik menyangkut objek maupun kedudukan nasabahnya, sebab yang dilindungi rahasia bank bukan hanya keterangan dan keadaan keuangan nasabah penyimpan dana dan simpanannya, melainkan juga keterangan dan keadaan keuangan nasabah debitor atau pinjamannya. Sedangkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 membatasi atau mempersempit hal-hal yang wajib dirahasiakan oleh bank, yakni sebatas pada keterangan dan keadaan keuangan nasabah penyimpan dana saja. Sehingga keterangan dan keadaan keuangan nasabah selain sebagai nasabah penyimpan dana bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank.

Selain memberikan rumusan dari dari pengertian, undang-undang perbankan juga memberikan rumusan mengenai delik rahasia bank Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 memberikan rumusan delik rahasia bank diatur dalam Pasal 40 ayat(1) yang berbunyi :

2008


(27)

”bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya,yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal yang dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43 dan Pasal 44”.

Rumusan delik rahasia bank diatas telah berubah dengan rumusan yang baru, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) Undang - Undang No. 10 Tahun 1998 yang berbunyi :

“Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A”.

Menurut Muhammad Djumhana rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan, dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan tidak boleh secara terbuka diungkapkan kepada pihak masyarakat. Dalam hubungan ini yang menurut kelaziman wajib dirahasiakan oleh bank adalah seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan, dan hal-hal lain dari orang, dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya.16

Bank adalah lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung pada kepercayaan para nasabahnya, yang mempercayakan dana dan jasa-jasa lain, yang dilakukan nasabah melalui bank. Oleh karena itu bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang telah maupun yang akan menyimpan dananya, maupun yang telah atau akan menggunakan jasa-jasa bank lainnya, terpelihara dengan baik. Salah satu faktor untuk memelihara kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank, adalah kepatuhan bank terhadap kewajiban

16


(28)

rahasia bank.17

Sebagai perwujudan gagasan untuk meningkatkan fungsi kontrol sosial terhadap institusi perbankan, pembentuk undang-undang telah melakukan pembaharuan dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 terhadap ketentuan mengenai rahasia bank. Pembaharuan itu meliputi pengertian dan objek rahasia bank, perluasan mengenai pihak dan kepentingan yang mengecualikan ketentuan rahasia bank, pengalihan wewenang pemberian perintah dan izin pengecualian, serta memperberat ancaman pidana dan penambahan delik rahasia bank.18

Untuk melindungi suatu informasi dikenal adanya hukum kerahasiaan. Hukum kerahasiaan adalah hukum yang berisikan kaidah-kaidah yang berkaitan dengan perlindungan rahasia baik yang menyangkut rahasia perdagangan, rahasia yang sifatnya pribadi atau rahasia pemerintahan. Objek dari hukum kerahasiaan ini meliputi informasi yang terjadi karena tugas dan fungsi seseorang misalnya dalam hubungan dokter dan pasien, klien dengan pengacaranya, notaris atau rohaniawan atau informasi yang harus dirahasiakan karena kegiatannya misalnya informasi bisnis mengenai data tentang desain dan proses-proses teknik, daftar pelanggan, rencana bisnis atau seorang wartawan yang harus merahasiakan sumber beritanya. 19

Kewajiban untuk menyimpan rahasia suatu informasi bersumber kepada kewajiban moral serta tuntutan kepentingan masyarakat untuk terbentuknya suatu

17

rahasia.html, diakses pada tanggal 30 September 2008.

18

2008.

19


(29)

hubungan berdasarkan saling percaya. Semua itu merupakan azas terpenting dan berhubungan secara intrinsik dengan tugas dan fungsi sesuatu jabatan/pekerjaan.

Informasi mengenai kegiatan bank terutama hubungannya antara nasabah dengan bank merupakan bagian dari rahasia bank dan itu adalah salah satu bagian yang dilindungi hukum kerahasiaan. Dasar alasan yang melandasi hukum kerahasiaan ini, adalah bahwa hukum tersebut dapat mencegah seseorang untuk membuka atau membocorkan informasi yang diberikan kepadanya atau menyalahgunakan informasi yang diketahuinya tersebut. Dengan demikian bila terjadi pembocoran atau pembukaan informasi serta melawan hukum atau menyalahgunakan informasi tersebut maka ketentuan hukum dapat dikenakan kepada si pelaku pembocoran atau penyalahgunaan informasi tersebut.

Pelanggaran atas hukum kerahasiaan terjadi bila :

1. Informasi itu dapat dikategorikan mempunyai nilai rahasia atau untuk dirahasiakan, maksudnya informasi tersebut bukan merupakan hal yang lumrah atau telah menjadi pengetahuan umum.

2. Informasi tersebut diberikan kepada pihak tertentu (seperti bank) dalam kondisi si penerima mempunyai kewajiban untuk merahasiakannya.

3. Adanya penggunaan atau pembukaan rahasia informasi secara tidak sah.20 Oleh karenanya terlepas dari adanya penyelewengan-penyelewengan ini, maka bank harus melindungi kerahasiaan mengenai nasabah dan simpanannya. Rahasia bank mutlak diperlukan bukan hanya untuk nasabah saja melainkan juga mutlak perlu bagi kepentingan bank itu sendiri yakni untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Masyarakat hanya

20


(30)

akan mempercayakan dananya pada bank apabila ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan.

B. Dasar Hukum Rahasia Bank

Ketentuan rahasia bank yang berlaku sekarang, merupakan bagian dari ketentuan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, begitu juga undang-undang perbankan sebelumnya yaitu Undang-Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok - Pokok Perbankan berbeda dengan kondisi tersebut maka sebelum lahirnya Undang-Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan mengenai rahasia bank diatur tersendiri dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yaitu Perpu No.23 Tahun 1960 tentang Rahasia Bank.

Perlu diketahui bahwa ketentuan tentang rahasia bank berturut-turut diatur dalam:

1. Perpu No.23 Prp. Tahun 1960 tentang Rahasia Bank.

2. Undang-Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan 3. Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan

4. Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan

1. Perpu No.23 Prp. Tahun 1960 tentang Rahasia Bank

Di dalam Perpu ini tidak tercantum secara jelas mengenai rahasia bank, hanya disebutkan dalam Pasal 2, yang berbunyi :

“Bank tidak boleh memberikan keterangan tentang keadaan keuangan langgananya yang tercacat padanya dan hal-hal yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan”.


(31)

Selanjutnya dalam Pasal 3 menyebutkan rahasia bank dapat dibuka dengan alasan tertentu, seperti demi kepentingan pemeriksaan perpajakan, dan kepentingan peradilan dalam perkara tindak pidana. Pembukaan rahasia bank tersebut hanya dapat dipenuhi setelah permintaan dari instansi perpajakan dan instansi kejaksaan serta kehakiman dalam hal ini Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung.21

21

Hermansyah, Op.Cit., hal 112.

Dengan lahirnya Undang-Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan maka peraturan rahasia bank yaitu Perpu No.23 Prp. Tahun 1960 dinyatakan tidak berlaku lagi.

2. Undang-Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok - Pokok Perbankan

Undang-Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan mengatur tentang rahasia bank pada Bab VII yaitu Pasal 36 dan Pasal 37. Ketentuan Pasal 36 Undang-Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, merumuskan bahwa yang dimaksud dengan rahasia bank adalah :

“Bank tidak boleh memberikan keterangan-keterangan tentang keadaan keuangan nasabah yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang ini”.

Ketentuan rahasia bank tersebut pada zaman Undang-Undang No.14 Tahun 1967 dilengkapi dengan penafsiran yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.2/337/UPPB/PbB, tanggal 11 September 1969 Perihal Penafsiran Pengertian Rahasia Bank, yaitu sebagai berikut :


(32)

1. Keadaan keuangan nasabah yang tercatat padanya, ialah keadaan mengenai keuangan yang tercatat pada bank yang meliputi segala simpanannya yang tercantum dalam semua pos pasiva dan segala pos-pos aktiva yang merupakan pemberian kredit dalam berbagai macam bentuk kepada yang bersangkutan.

2. Hal - hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan ialah segala keterangan orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya sebagai dimaksud dalam Pasal 23 Undang-Undang No. 14 Tahun 1992, yaitu :

a. pemberian pelayanan dan jasa dalam lalu lintas uang, baik dalam maupun luar negeri

b. mendiskontokan dan jual beli surat berharga c. pemberian kredit.22

Dengan lahirnya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan maka peraturan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku begitu pula dengan Undang-Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan dinyatakan tidak berlaku lagi.

3. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan mengatur tentang rahasia bank pada Pasal 40 sampai dengan Pasal 45 Undang-Undang Perbankan. yang selengkapnya berbunyi :

22


(33)

Pasal 40

(1) Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia Perbankan kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi.

Selanjutanya Pasal 41 menyatakan :

(1) Untuk kepentingan perpajakan Menteri berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah tertentu kepada pejabat pajak.

(2) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya.

Kemudian di dalam Pasal 42, disebutkan :

(1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Menteri dapat memberi izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan tersangka/terdakwa pada bank.

(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung.

(3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama tersangka/ terdakwa, sebab-sebab keterangan diperlukan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan-keterangan yang diperlukan.

Kemudian di dalam Pasal 43, disebutkan :

Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut.

Selanjutanya Pasal 44 menyatakan :

(1) Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. (2) Ketentuan mengenai tukar menukar informasi sebagaimana dimaksud


(34)

Dan Pasal 45 menyebutkan :

Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44, berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan.

Dari ketentuan yang ada pada Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan tersebut dirasakan belum jelas dan rinci, apa dan bagaimana kerahasiaan bank yang sesuai dengan kondisi hukum dan perkembangan perbankan Indonesia. Maka lahirlah Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan maka peraturan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku.

4. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

Undang No.10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 10 Nopember 1998. Dalam kerangka perbaikan dan pengukuhan perekonomian nasional, walaupun Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 (untuk selanjutnya disingkat ‘UUP/1998) hanya merupakan revisi, bukan mengganti keseluruhan pasal-pasal undang-undang perbankan lama, namun dilihat dari pokok-pokok ketentuannya, perubahannya mencakup penyehatan secara menyeluruh sistem perbankan, tidak hanya penyehatan bank secara individual. Oleh karenanya isu-isu yang ditanggapinya pun cukup luas, yang dapat mempengaruhi secara mendasar arah perkembangan perbankan nasional.23

Agar dapat berlaku secara yuridis formal, rahasia bank harus mempunyai dasar hukum. Adapun yang merupakan dasar hukum berlakunya rahasia bank

23

Peri Umar Farouk, Pengaturan Rahasia Bank, Jurnal Bank & Manajemen, Jakarta 1999.


(35)

dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah Pasal 40

sampai dengan Pasal 45 yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut : Pasal 40

(1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut berlaku juga bagi pihak terafiliasi.

Pasal ini menjelaskan bahwa apabila nasabah penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitur, bank wajib merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Walau demikian, pemberian data dan informasi kepada pihak lain dimungkinkan yaitu berdasarkan Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43 dan Pasal 44.

Selanjutnya dalam Pasal 41 disebutkan bahwa :

(1) Untuk kepentingan perpajakan, pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang untuk mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.

(2) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) haruslah menyebutkan nama pejabat pajak, dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya.

Pasal ini menjelaskan bahwa dalam hal kepentingan pajak, bank dapat menginformasikan keterangan-keterangan dan bukti tertulis atas permintaan Menteri Keuangan melalui pimpinan Bank Indonesia dan pengecualian ini merupakan paksaan hukum demi kepentingan umum.

Dalam Pasal 41A dikatakan pula bahwa :

(1) Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara,


(36)

pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur. (2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas

permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia Urusan Piutang Negara.

(3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan.

Pasal ini menjelaskan bahwa untuk penyelesaian piutang bank yang diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, pimpinan Bank Indonesia memberikan izin secara tertulis kepada Pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur.

Selanjutnya dalam Pasal 42 dijelaskan pula bahwa :

(1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izn kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka/terdakwa pada bank.

(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung atau Ketua Mahkamah Agung.

(3) Permintaan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) haruslah menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama tersangka/terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan. Pasal ini menjelaskan bahwa untuk kepentingan pidana, pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin tertulis kepada polisi, jaksa atau hakim sepanjang permintaan tersebut telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3. Dijelaskan pula dalam Pasal 42 A ditegaskan pula bahwa : “Bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasl 41, Pasal 41A dan Pasal 42”.


(37)

Kemudian Pasal 43 disebutkan bahwa :

“Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada Pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut”.

Pasal ini menjelaskan bahwa dalam hal perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, bank dapat memberikan informasi keuangan nasabah ynag dalam perkara serta keterangan lain yang bersangkutan dengan perkara tersebut, tanpa izin dari Menteri.

Pasal 44 disebutkan :

(1) Dalam rangka tukar-menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tukar-menukar informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut di atas akan diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.

Pasal ini menjelaskan bahwa dalam rangka tukar-menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain dengan tujuan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank lain.

Pasal 44A menyatakan :

(1) Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada bank yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut.

(2) Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.

Pasal ini merupakan ketentuan yang baru yang ditambahkan dalam Undang-Undang Perbankan No.10 Tahun 1998 yang mengatur mengenai penyelesaian kewarisan, dimana atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari


(38)

nasabah penyimpan, maka dapat diberikan informasi mengenai keuangan nasabah penyimpan apabila ia meninggal kepada ahli warisnya.

Selanjutnya dalam Pasal 45 disebutkan bahwa :

“Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank-bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43 dan Pasal 44 tersebut di atas, berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan dapat meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan”.

Tentang hal ini, dalam penjelasan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 dinyatakan bahwa apabila permintaan pembetulan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat keterangan yang diberikan oleh bank maka masalah tersebut dapat diajukan oleh pihak yang bersangkutan ke Pengadilan yang berwenang.

C. Rahasia Bank Dalam Teori dan Praktek

Di Indonesia, rahasia bank pertama kali diatur dalam hukum publik oleh Undang-undang No. 23 (Prp) Tahun 1960. Pengaturan tentang rahasia bank tersebut adalah bank tidak boleh memberikan keterangan-keterangan tentang keadaan keuangan langganannya yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan (Pasal 2). Pengecualian dari ketentuan tersebut meliputi : keperluan perpajakan dan keperluan peradilan dalam perkara tindak pidana, dimana terhadap pelanggarannya diancam sanksi pidana berupa hukuman penjara. Selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tinggi Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Ketentuan rahasia bank tersebut berlaku dengan beberapa kali mengalami perubahan, karena ada pendapat bahwa ketentuan rahasia bank perlu disempurnakan dengan memperluas pengecualiannya, karena menurut mereka rahasia bank yang sangat ketat kadangkala dimanfaatkan oleh debitur yang nakal


(39)

untuk melakukan skenario bisnis yang mengarah pada white collar crime, antara lain dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan dan terakhir dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.24

Meskipun telah menjadi hukum publik sejak tahun 1960, jarang ada kasus pelanggaran rahasia bank yang berperkara di Pengadilan. Namun dalam praktek akhir-akhir ini, hangat dibicarakan sejauh mana bank wajib menyimpan rahasia nasabahnya yang tersangkut dengan kredit macet. Mengenai kredit macet, terdapat perbedaan diantara para sarjana tentang apakah kredit dari seseorang nasabah termasuk dalam ruang lingkup rahasia bank sehingga tidak boleh dibuka oleh bank yang bersangkutan. Dalam hal ini, undang-undang perbankan yang lama yaitu Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tidak memberikan indikasi apa-apa tentang hal ini. Pendapat sebagian sarjana mengatakan bahwa hanya rekening nasabah saja yang merupakan rahasia bank. Misalnya rekening koran, deposito, ataupun tabungan. Sedangkan kredit tidak termasuk rahasia bank. Sementara pendapat sarjana yang lain menyatakan bahwa kredit termasuk juga dalam ruang lingkup rahasia bank. Karena itu, misalnya akan melanggar rahasia bank jika ada bank mendisclose bahwa ada debiturnya yang sedang macet kreditnya. Terlepas apakah kredit tersebut merupakan rahasia bank akan tetapi secara universal diakui bahwa kepentingan bank itu sendiri yang nota bene juga kepentingan masyarakat secara luas dapat memberikan justifikasi untuk membuka rahasia bank. Karena itu jika ada kepentingan bagi bank untuk mendisclose kredit macet dari debiturnya, misalnya dalam rangka menarik kreditnya yang macet tersebut, maka hal tersebut seyogyanya dapat dibenarkan. Akan tetapi dengan keluarnya Undang-Undang

24


(40)

Perbankan No.10 Tahun 1998, maka dengan tegasnya ditentukan bahwa yang termasuk kategori rahasia bank hanyalah informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya itu. Jadi informasi mengenai nasabah debitur atau kreditur tidak tergolong ke dalam kategori rahasia bank tersebut (Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbankan).

Mengenai pemblokiran rekening, dapat dijelaskan bahwa sudah jelas rekening dari seorang nasabah pada bank yang bersangkutan merupakan rahasia bank yang harus dijaga baik-baik oleh bank. Akan tetapi kadangkala pihak-pihak yang berwenang berkepentingan untuk melakukan sesuatu terhadap rekening yang bersangkutan. Misalnya apabila terdapat dugaan bahwa orang si pemilik rekening melakukan kejahatan yang oleh hukum memberikan kemungkinan agar seluruh milik nasabah termasuk rekening bank tersebut disita oleh Pengadilan. Ataupun uang dalam rekening itu sendiri diduga sebagai hasil dari kejahatan. Misalnya hasil dari money laundring.

Maka dalam hal-hal tersebut sungguhpun rekening nasabah merupakan rahasia bank, tetapi hal tersebut merupakan hal-hal yang oleh undang-undang diberikan kemungkinan untuk dibuka rahasia tersebut. Asalkan dilakukan menurut prosedur yang ditetapkan oleh undang-undang.

Untuk dapat mengetahui apakah prinsip rahasia bank dapat dilaksanakan oleh sesuatu bank atau tidak, ada dua tahap yang mesti diklarifikasi, yaitu sebagai berikut25

25

Munir Fuady, Op.Cit., hal. 94-95. :

Tahap I : Apakah informasi yang diberikan oleh bank itu termasuk dalam ruang lingkup rahasia bank.


(41)

Tahap II : Apakah informasi tersebut disampaikan oleh pihak-pihak yang memang dilarang oleh perundang-undangan yang berlaku.

Tahap III : Jika informasi tersebut termasuk kedalam lingkup rahasia bank, maka harus diteliti apakah pembukaan informasi tersebut tidak tergolong ke dalam pengecualian yang dibenarkan oleh perundang-undangan yang berlaku. Ad.1. Apakah informasi yang diberikan oleh bank itu termasuk dalam ruang

lingkup rahasia bank.

Mengenai ruang lingkup dari rahasia bank, Pasal 40 dari Undang-Undang Perbankan dengan tegas menyebutkan bahwa yang tergolong ke dalam rahasia bank adalah hanya keterangan mengenai :

(1) nasabah penyimpan, atau (2) simpanan dari nasabah tersebut.

Ad.2. Apakah informasi tersebut disampaikan oleh pihak-pihak yang memang dilarang oleh perundang-undangan yang berlaku.

Perlu pula dilihat apakah yang membuka rahasia bank tersebut termasuk orang-orang yang memang dilarang untuk membuka rahasia bank. Adapun yang merupakan orang-orang yang memang dilarang membuka rahasia bank adalah sebagai berikut :

(1) Pihak bank sendiri dan/atau (2) Pihak terafiliasi, yang terdiri dari :

a. Anggota dewan komisaris atau pengawas, direksi, pejabat atau karyawan bank yang bersangkutan ;

b. Anggota pengurus, badan pemeriksa, direksi, pejabat atau karyawan bank, khusus bagi bank berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;


(42)

c. Pihak pemberi jasa kepada bank yang bersangkutan, termasuk tetapi tidak terbatas pada akuntan publik, penilai, konsultan hukum dan konsultan lainnya.

d. Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, termasuk tetapi tidak terbatas pada pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus.

Ad.3. Jika informasi tersebut termasuk kedalam lingkup rahasia bank, maka harus diteliti apakah pembukaan informasi tersebut tidak tergolong ke dalam pengecualian yang dibenarkan oleh perundang-undangan yang berlaku.

Di berbagai negara, rahasia bank dapat secara formal diatur dalam satu atau beberapa ketentuan perundangan atau petunjuk dari otoritas moneter atau dapat pula secara informal dimuat dalam perjanjian masing-masing antar bank dengan nasabahnya. Di Singapore misalnya, seorang pejabat bank harus tunduk pada dua perangkat kewajiban kerahasiaan, yaitu kewajiban yang timbul dari undang-undang dan kewajiban yang timbul dari perikatan. Kewajiban dari undang-undang berasal dari Pasal 47 ayat (3) Undang-Undang Perbankan Singapore yaitu tidak seorang petugas bankpun selama masa dinasnya atau setelah berakhir maka dinasnya pada suatu bank, dapat memberikan informasi yang berkenaan dengan uang atau hal-hal lain yang berkaitan dengan rekening nasabah. Sedangkan kewajiban dari perikatan berasal dari perjanjian antara bank dengan nasabahnya yang disebut juga dengan “the common law duty”. Pelanggaran terhadap kewajiban dari undang-undang dapat mengakibatkan tuntutan pidana


(43)

terhadap pejabat bank, sedangkan pelanggaran terhadap kewajiban dari perikatan dapat menyebabkan gugatan perdata terhadap bank yang bersangkutan.26

26

Kusumaningtuti, Pustaka Peradilan Jilid II, Mahkamah Agung RI, 1994, hal. 98. Dengan adanya dalil rahasia bank, timbul kesan seolah-olah pihak bank menyerbu perusahaan (debitur) yang kebetulan menjadi sorotan publik atau dengan kata lain seringkali timbul kesan seolah-olah kalangan perbankan bersembunyi di balik kaedah rahasia bank untuk melindungi nasabahnya. Bahwa jika bank benar-benar berniat melindungi keuangan nasabahnya yang benar-benar jujur dan bersih, maka tindakan seperti itu dapatlah didukung, akan tetapi tindakan perbankan yang bersembunyi dibalik rahasia bank semata-mata untuk melindungi nasabah yang nakal dan untuk menutupi adanya kolusi yang terjadi di tubuh bank sendiri, maka tindakan seperti itu sangatlah disesalkan.

D. Cakupan Rahasia Bank

Menentukan hal-hal yang termaksud rahasia bank sangatlah sulit, dan sampai kini belum ada satu keragaman tentang hal-hal apa saja yang dapat dikategorikan sebagai suatu yang masuk kategori untuk dirahasiakan oleh bank dari informasi dan data-data seseorang nasabah. Penentuan ini perlu untuk dilindungi oleh hukum kerahasiaan. Hukum kerahasiaan berkaitan dengan perlindungan rahasia-rahasia baik yang menyangkut perdagangan, rahasia yang bersifat pribadi atau mengenai pemerintahan. Rahasia bank adalah salah satu bagian yang dilindungi oleh hukum kerahasiaan.


(44)

Penentuan hal-hal yang termasuk dalam kategori rahasia bank harus berpijak pada : 27

1. Kelaziman operasional perbankan.

Operasional perbankan yang utama adalah menghimpun dana masyarakat serta memberikan kredit. Dalam operasinya tersebut sudah lazim bank mengadakan pencatatan-pencatatan data-data dan informasi jalannya usaha yang dilakukan serta dalam hubungannya dengan nasabahnya. Keadaan keuangan nasabah yang tercatat padanya ialah keadaan mengenai keuangan yang tercatat pada bank yang meliputi segala simpanannya yang tercantum dalam semua pos pasiva dan segala pos aktiva yang merupakan pemberian kredit dalam berbagai macam bentuk kepada yang bersangkutan. Hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan ialah segala keterangan orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya yang meliputi : pemberian pelayanan dan jasa dalam lalu lintas uang baik dalam maupun luar negeri, pendiskontoan dan jual beli surat berharga dan pemberian kredit.

2. Apakah pembocoran/pembukuan informasi akan merugikan pemilik informasi (nasabah) atau menguntungkan pihak lain. Namun selalu ada pertanyaan tentang informasi seperti apa yang akan menimbulkan kerugian itu. Meskipun agak kabur, kriteria ini jelas menunjuk kalangan perbankanlah sebagai sumber keputusan utama untuk menentukan informasi manakah yang harus diperlakukan sebagai hal yang konfidensial.

27


(45)

3. Pihak pemilik informasi (nasabah) harus yakin secara wajar bahwa informasi itu benar-benar belum diketahui masyarakat luas.

Dari pijakan tersebut dapat disimpulkan bahwa informasi yang dapat dirahasiakan tidak harus merupakan hal yang sangat khusus. Selanjutnya dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 memberikan pengecualian dalam 7 (tujuh) hal pengecualian tersebut bersifat limitatif, artinya diluar 7 (tujuh) hal yang telah dikecualikan itu tidak terdapat pengecualiaan yang lain. Pasal 40 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana diatur dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44 A, yaitu untuk :

1. Kepentingan perpajakan (Pasal 41) 2. Kepentingan piutang bank (Pasal 41A) 3. Kepentingan peradilan pidana (Pasal 42)

4. Kepentingan pemeriksaan peradilan perdata (Pasal 43) 5. Kepentingan tukar-menukar informasi antar bank (Pasal 44) 6. Kepentingan pihak lain yang ditunjuk nasabah (Pasal 44 A ayat 1) 7. Kepentingan penyelesaian kewarisan (Pasal 44 A ayat 2)

Sehubungan dengan pengecualian yang bersifat limitatif tersebut, apabila ada pihak-pihak lain (selain yang telah ditentukan sebagai pihak-pihak yang boleh memperoleh pengecualian) meminta penjelasan mengenai keadaan keuangan suatu nasabah dari suatu bank, jelas jawabannya adalah “tidak boleh”. Misalnya saja, Apabila Dewan Perwakilan Rakyat (yang notabene adalah lembaga tinggi negara yang mewakili rakyat atau kepentingan umum, dengan demikian segala


(46)

tindakannya tentu dilandasi oleh kepentingan umum) menghendaki agar bank dalam suatu sidang dengar pendapat mengungkapkan tentang nasabah penyimpan dan simpanannya, maka bank tidak boleh memberikan keterangan yang demikian itu. Hal itu tidak pula dapat diterobos dengan cara DPR meminta ijin dari pimpinan Bank Indonesia.28

a. Mengubah Undang-Undang No.10 Tahun 1998, atau

Sifat limitatif dari pengecualian itu bukan tidak dapat diperluas, asal perluasannya ditentukan oleh undang-undang. Apabila pengecualian di dalam undang-undang perlu ditambah, maka penambahan dapat dilakukan dengan:

b. Memberikan tambahannya dengan mencantumkannya dalam undang-undang tersendiri.

Ad 1. Kepentingan perpajakan

Pasal 41 Undang-undang No.10 Tahun 1998 mengatakan bahwa untuk kepentingan perpajakan, pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpanan tertentu kepada pejabat pajak.

Pengecualian untuk kepentingan perpajakan bagi kerahasiaan bank yang diatur dalam Pasal 41 ini, merupakan paksaan hukum demi kepentingan umum yaitu negara dan masyarakat.

28

rahasia.html, diakses pada tanggal 30 September 2008


(47)

Ad.2. Kepentingan piutang bank

Dalam Pasal 41 A Undang-undang No. 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur. Izin tersebut diberikan:

1. Atas permintaan tertulis dari Kepala BUPLN/Ketua PUPN dengan menyebutkan :

a. nama dan jabatan pejabat BUPLN/PUPN yang meminta keterangan b. nama nasabah debitor yang bersangkutan yang diperlukan keterangan dan c. alasan diperlukannya keterangan dari nasabah debitor tersebut.

2. Izin tersebut dengan sendirinya : a. diberikan secara tertulis

b. menyebutkan nama dan jabatan pejabat BUPLN/PUPN yang meminta keterangan

c. menyebutkan nama nasabah debitor yang akan dimintai keterangan berkaitan dengan utang bank yang diserahkan kepada BUPN/PUPN

d. mencantumkan keperluan keterangan tersebut dikaitkan dengan urusan penyelesaian piutang bank.

Kalau diteliti pengecualian ini berkaitan dengan kepentingan bank itu sendiri (in the interest of the bank) untuk menjamin kelangsungan dalam berusaha.29

29

Rachmadi Usman. Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama,2001), hal 158.


(48)

Ad.3. Kepentingan peradilan pidana

Dalam Pasal 42 ayat 1 disebutkan untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank. Izin tersebut diperoleh dengan cara seperti diatur pada ayat (2) dan (3) dari Pasal 42 :

1. atas permintaan tertulis dari :

a. Kepala Kepolisian Republik Indonesia dalam tahap penyidikan ; b. Jaksa Agung dalam tahap penuntutan ;

c. Ketua Mahkamah Agung dalam tahap pemeriksaan dimuka pengadilan. 2. pemberian izin pimpinan Bank Indonesia tersebut :

a. dibuat secara tertulis ;

b. menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim yang meminta; c. nama tersangka atau terdakwa ;

d. alasan diperlukannya keterangan dan

e. hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan tersebut.

Dalam penjelasan Pasal 42 menyebutkan kata “dapat” memberikan izin dimaksudkan untuk memberikan penegasan bahwa izin oleh pimpinan Bank Indonesia akan diberikan sepanjang permintaan tersebut telah memenuhi syarat dan tata cara seperti disebutkan dalam Pasal 42 ayat (2) dan (3).30

30


(49)

Ad.4. Kepentingan pemeriksaan peradilan perdata

Dalam Pasal 43 disebutkan dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut.

Ketentuan ini merupakan landasan hukum dan alasan dapat dibukanya atau diterobosnya ketentuan rahasia bank untuk kepentingan penyelesaian perkara perdata antara bank dan nasabahnya di pengadilan. Untuk itu direksi dari bank yang bersangkutan dapat memberikan keterangan mengenai keadaan keungan dari nasabah tersebut. 31

Pasal 44 ayat (1) menyebutkan dalam rangka tukar-menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. Tujuan menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit tangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank yang lain. Dengan demikian, bank dapat menilai tingkat resiko yang dihadapi sebelum melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain. Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 32 Perpu No. 23 Tahun 1967, disebutkan bahwa Bank Indonesia mengatur dan mengembangkan sistem infomasi antar bank. Penyelenggaraan dapat dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia dan/atau pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. Informasi antar bank tersebut antara lain berupa :

Ad.5. Kepentingan tukar-menukar informasi antar bank

31


(50)

1. informasi bank, untuk mengetahui keadaan dan status bank dalam rangka melakukan kerja sama atau transaksi dengan bank ;

2. informasi kredit, untuk mengetahui status dan keadaan debitor bank guna mencegah penyimpangan pengelolaan perkreditan ;

3. informasi pasar uang, untuk mengetahui tingkat suku bunga dan kondisi likuiditas pasar.

Selanjutnya dalam ayat 2, ketentuan mengenai tukar-menukar informasi antar bank diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia. Sebelumnya Bank Indonesia telah mengatur ketentuan tata cara tukar-menukar informasi antar bank sebagaimana dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27/6/UPB masing-masing tanggal 25 Januari 1995 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan tukar-menukar informasi antar bank adalah permintaan pemberian informasi mengenai keadaan kredit yang diberikan bank kepada debitor tertentu dan keadaan serta status suatu bank. Informasi antar bank ini hanya dapat dilakukan oleh anggota direksi atau pejabat yang memperoleh penunjukan sebagaimana diatur oleh ketentuan internal masing-masing bank. Ada 2 bentuk permintaan informasi antar bank ini yaitu :

1. Permintaan informasi kepada bank lain

Bank dapat meminta informasi kepada bank lain mengenai keadaan debitor tertentu secara tertulis dari direksi bank dengan menyebutkan secara jelas tujuan penggunaan informasi yang diminta ;

Permintaan informasi mengenai keadaan kredit dapat dilakukan oleh : a. Bank umum kepada bank umum


(51)

Bank yang dimintai informasi wajib memberikan informasi secara tertulis sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Untuk nasabah yang masih tercatat sebagai debitor aktif (nasabah aktif) cukup dengan menegaskan bahwa nasabah dimaksud adalah debitor bank yang bersangkutan. Sedangkan untuk nasabah yang tidak lagi tercatat sebagai debitor aktif (nasabah tidak aktif) informasinya dapat meliputi :

b. data debitor ; c. data pengurus ; d. data agunan ;

e. data jumlah fasilitas kredit yang diberikan ; f. data keadaan kolektibilitas terakhir.

Informasi yang diterima oleh bank peminta, bersifat rahasia dan wajib digunakan sesuai dengan tujuan penggunaan sebagaimana disebutkan dalam surat permintaan informasi. Bank yang melanggar akan dikenakan sanksi administratif yang dapat menurunkan tingkat kesehatan bank ;

2. Permintaan informasi melalui Bank Indonesia

Bank dapat meminta informasi mengenai nasabah debitor kepada Bank Indonesia atau keadaan dan status suatu bank melalui Bank Indonesia secara tertulis dengan menyebut secara jelas tujuan penggunaan informasi yang diminta.

Informasi mengenai bank yang dapat diberikan oleh Bank Indonesia tersebut meliputi :

a. nomor dan tanggal akta pendirian dan izin usaha ; b. status/jenis usaha ;


(52)

c. tempat kedudukan ; d. susunan pengurus ; e. permodalan ;

f. neraca yang telah diumuman ; g. pengikutsertaan dalam kliring ; dan h. jumlah kantor bank.

Bank yang melanggar ketentuan ini dikenakan sanksi administratif yang dapat menurunkan tingkat kesehatan bank.32

Kalau diperhatikan, dasar pengecualian kerahasiaan bank yang ditetapkan dalam Pasal 44A ini berkaitan dengan kepentingan nasabah bukan menyangkut kepentingan umum atau bank itu sendiri. Boleh jadi kerahasiaan bank boleh dibuka asalkan hal itu disetujui oleh nasabah penyimpan dananya. Bank wajib membuka atau memberikan keterangan yang berkaitan dengan simpanan nasabah penyimpan asalkan ada permintaan, disetujui, atau dikuasakan oleh nasabah penyimpan dana kepada bank yang bersangkutan.

Ad.6. Kepentingan pihak lain yang ditunjuk nasabah

Pengecualian ini disebutkan dalam Pasal 44 A yang merupakan ketentuan baru yang ditambahkan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Pasal 44 A ayat (1) menetapkan bahwa atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpanan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut.

33

32

Rachmadi Usman, Op.Cit., hal 162-163

33


(53)

Ad.7. Kepentingan penyelesaian kewarisan

Kemudian dalam ayat (2) menetapkan bahwa dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.

Dengan demikian bank berkewajiban memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan kepada ahli warisnya yang sah bila yang bersangkutan telah meninggal dunia dalam rangka untuk menyelesaiakan pembagian harta warisan.34

Undang-Undang No.10 Tahun 1998 menyiratkan pengecualian rahasia bank bagi Badan Pemeriksa Keuangan berkenaan dengan keuangan negara yang dikelola oleh suatu bank, Akuntan Publik dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap bank untuk dan atas nama Bank Indonesia, serta kepentingan di bidang Khusus dalam pengaturan pengecualian ketentuan mengenai rahasia bank menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998, bagi BPK dan Bapepam, dikarenakan terdapat kondisi khusus, maka status pengecualiannya menjadi tidak jelas. Kondisi khusus tersebut adalah bahwa secara redaksional pengecualian bagi BPK dan Bapepam tidak disebutkan dalam pasal-pasal Undang-Undang No.10 Tahun 1998, hanya disebutkan dalam bagian penjelasan. Disamping itu tidak ada ketentuan dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 yang mewajibkan bank untuk memberikan keterangan kepada BPK dan Bapepam, sedangkan di sisi lain terdapat peraturan perundangan yang memberikan wewenang bagi kedua pihak tersebut untuk mendapatkan keterangan mengenai nasabah bank.

34


(54)

pasar modal bagi bank yang melakukan kegiatan sebagai lembaga penunjang pasar modal. Selain bagi Akuntan Publik, pengaturan pengecualian terhadap ketentuan mengenai rahasia bank tersebut hanya terdapat dalam bagian penjelasan Undang-Undang No.10 Tahun 1998, sedangkan bunyi pasalnya sendiri tidak menyinggung sama sekali mengenai pengecualian tersebut. Pengaturan tersebut dapat kita lihat dalam Penjelasan Pasal 31 paragraf kedua dan penjelasan Pasal 40 Paragraf ketiga dari Undang-Undang No.10 Tahun 1998, dan oleh karena itu dapat menjadi permasalahan, apakah pengecualian bagi kedua pihak dan kepentingan tersebut, yang timbul dari memori penjelasan berlaku dan mengikat? berkenaan dengan adanya pendapat bahwa memori penjelasan suatu undang-undang tidak boleh bertentangan dengan dan tidak boleh memberikan ketentuan tambahan di luar pasal-pasal dari undang-undang yang dijelaskannya. Pendapat seperti ini dianut oleh Sutan Remy Sjahdeini, yang juga menambahkan bahwa hal-hal yang dikemukakan di dalam memori penjelasan suatu undang-undang tidak mengikat secara hukum, karena suatu undang-undang tetap berlaku dan mengikat sekalipun seandainya dikeluarkan tanpa diikuti memori penjelasan. Sebaliknya, suatu memori penjelasan dari suatu undang-undang tidak mempunyai kekuatan hukum tanpa adanya undang-undang (yang dijelaskan oleh memori penjelasan tersebut).35

Ketidaktegasan mengenai pengecualian bagi BPK dan Bapepam ini, dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kesempurnaan Undang-Undang No.10 Tahun 1998, karena ternyata Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tidak berusaha sepenuhnya memasukkan kemungkinan yang diberikan perundang-undangan yang

35

2008.


(55)

ada berkaitan dengan pengecualian pengungkapan rahasia bank. Padahal Pasal 101 Undang-Undang Pasar Modal memberi kemungkinan bahwa dalam rangka pelaksanaan penyidikan, Bapepam dengan permohonan izin dari Menteri Keuangan dapat memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan tersangka pada bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan. Sedangkan menurut Pasal 4 Undang-Undang No. 5 tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, sehubungan dengan penunaian tugasnya, BPK berwenang meminta keterangan yang wajib diberikan oleh setiap orang, badan/instansi pemerintah atau badan swasta, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang.

Ketidaktegasan tersebut juga dapat dilihat dari tidak adanya ketentuan yang mewajibkan bank untuk memberikan keterangan mengenai nasabah kepada BPK dan Bapepam, sebagaimana diwajibkan bagi kepentingan perpajakan, BUPLN/PUPN, peradilan perkara pidana (Pasal 42A) dan pihak yang ditunjuk nasabah penyimpan (Pasal 44A). Sehingga atas kesengajaan tidak memberikan keterangan mengenai nasabah kepada BPK dan Bapepam tidak ada sanksi yang dapat diancamkan. Hal ini berbeda bila dibandingkan dengan ketentuan Pasal 47A Undang-Undang No.10 Tahun 1998 , yang menetapkan bahwa kesengajaan tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud Pasal 42A dan Pasal 44A merupakan perbuatan pidana yang diancam dengan pidana penjara serta denda36

36


(56)

E.Pihak-Pihak yang Berkewajiban Memegang Teguh Rahasia Bank

Menurut Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang berkewajiban memegang teguh rahasia bank ialah:

1. Anggota Dewan Komisaris bank 2. Anggota Direksi bank

3. Pegawai bank

4. Pihak terafiliasi lainnya dari bank Ad 1. Anggota Dewan Komisaris

Komisaris adalah organ perseroan yang melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberi nasihat pada direksi dalam menjalankan perseroan. Peraturan dewan komisaris dan direksi diatur secara keseluruhan dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan yaitu Pasal 38 yang berbunyi :

(1) Pengangkatan keanggotaan dewan komisaris dan direksi bank, wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (6) dan pasal 17.

(2) Perubahan keanggotaan dewan komisaris dan direksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia. Ad 2. Anggota Direksi

Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik didalam maupun diluar pengadialn sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

ad 3.Pegawai Bank

Menurut penjelasan dari Pasal 47 ayat (2) yang dimaksudkan dengan “pegawai bank ” adalah "semua pejabat dan karyawan bank”. Menurut hemat


(57)

saya, lingkup sasaran tindak pidana rahasia bank ini terlalu luas dan tidak realistis. Dengan pengertian bahwa “pegawai bank” adalah "semua pejabat dan karyawan bank", maka berarti rahasia bank berlaku bagi siapa saja yang menjadi pegawai bank, sekalipun pegawai bank tersebut tidak mempunyai akses sama sekali terhadap atau tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan nasabah penyimpan dan simpanannya, misalnya para pelayan, satpam, pengemudi, juru ketik di unit logistik, para pegawai di unit yang mengurusi kendaraan dan masih banyak lagi contoh yang dapat dikemukakan. 37

37

Seorang pegawai bank tidak selamanya menjadi pegawai dari bank yang bersangkutan. Yang bersangkutan akan :

(1) menjalani pensiun setelah masanya tiba, atau (2) berhenti atas permintaan sendiri atau

(3) diberhentikan oleh bank tempatnya bekerja.

Beberapa waktu yang lalu banyak pegawai bank yang terpaksa terkena PHK massal karena banyak bank dilikuidasi, atau dibekukan kegiatan usahanya. Timbul pertanyaan, bila pegawai bank itu sudah tidak lagi menjadi pegawai, apakah mantan pegawai itu masih tetap terkena oleh kewajiban untuk memegang teguh rahasia bank yang menjadi kewajibannya sewaktu yang bersangkutan masih menjadi pegawai aktif dari bank yang bersangkutan? Ternyata Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 maupun Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tidak mengaturnya.

rahasia.html, diakses pada tanggal 30 September 2008


(58)

Beberapa negara menentukan bahwa mantan pengurus dan pegawai bank terikat oleh kewajiban rahasia bank. Ada yang menentukan keterikatannya itu berakhir setelah beberapa tahun sejak saat yang bersangkutan berhenti sebagai pengurus atau pegawai bank ada pula yang menentukan kewajiban tersebut melekat terus seumur hidup. 38

1. anggota dewan komisaris, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank

Menurut hemat saya, undang-undang perbankan Indonesia seyogianya menentukan secara tegas bahwa kewajiban merahasiakan itu berlaku terus sekalipun seseorang telah tidak lagi menjadi pengurus atau pegawai bank.

Hanya saja perlu diperdebatkan apakah keterikatannya pada kewajiban itu perlu ditentukan batas waktunya ataukah sebaiknya diberlakukan terus seumur hidup. Menurut hemat saya, sebaiknya diberlakukan untuk jangka waktu tertentu saja sejak yang bersangkutan tidak lagi menjadi pegawai, misalnya untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tidak lagi menjadi pegawai.

Ad 4. Pihak Terafiliasi lainnya.

Mengenai siapa yang dimaksudkan sebagai pihak yang terafiliasinya ditentukan didalam Pasal 1 angka (22) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Menurut Pasal 1 angka (22) tersebut yang dimaksudkan dengan “pihak terafiliasi” ialah:

2. anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

38

2008.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hubungan antara bank dengan nasabah adalah ternyata tidaklah seperti hubungan kontraktual biasa. Akan tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain manapun kecuali jika ditentukan lain oleh perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dinamakan rahasia bank. Dengan demikian istilah rahasia bank mengacu pada rahasia dalam hubungan antara bank dengan nasabah. Sedangkan rahasia-rahasia lain yang bukan merupakan rahasia antara bank dengan nasabah walaupun bersifat rahasia tetapi tidak tergolong rahasia bank menurut undang-undang perbankan. Nasabah dalam hubungan dengan bank tidak adanya pembedaan perlakuan baik itu nasabah penyimpan maupun nasabah debitor, semua nasabah itu harus mendapatkan perlindungan hukum yang sama.

2. Faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran rahasia bank, ada 2 yaitu faktor intern dan faktor ektern. Faktor intern yaitu faktor yang berasal dari dalam bank itu sendiri antara lain adanya sikap yang buruk dari para karyawan bank atau pejabat bank seperti adanya rasa iri hati, cemburu ataupun dendam yang membuat para karyawan ataupun pejabat bank dapat membongkar rahasia bank itu. Sedangkan faktor ektern adalah faktor yang berasal dari luar bank itu antara lain adanya persaingan usaha antar bank sehingga dapat terjadi suatu kerjasama antara pihak bank dengan pihak luar untuk membongkar rahasia bank itu.


(2)

3. Adapun salah satu upaya yang dilakukan PT. Bank SUMUT untuk menjaga keamanan rahasia bank adalah apabila ada orang yang menanyakan identitas nasabah atau aktivitasnya di bank selain dari pihak-pihak yang memang telah diberi kuasa atau wewenang untuk meminta informasi tersebut sebagaimana yang telah ditentukan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 maka bank tidak akan memberikan informasi apapun. Bank akan merahasiakannya. Dengan melakukan upaya menjaga keamanan rahasia bank berarti secara tidak langsung juga menjaga keamanan keuangan nasabah karena rahasia bank mencakup perlindungan terhadap nasabah dan simpanan/keuangannya. PT. Bank SUMUT juga mempunyai pedoman tersendiri mengenai rahasia bank dan rahasia jabatan, dimana setiap pegawai harus tunduk dan patuh kepada pedoman tersebut dan bagi yang melanggar akan dikenkan sanksi. PT. Bank SUMUT juga mempunyai pengawas, yang akan mengawasi kerja para pegawainya sehingga dengan demikian diharapkan PT. Bank SUMUT akan tetap menjadi bank kepercayaan masyarakat dan dapat memberikan perlindungan hukum bagi nasabahnya.


(3)

B. Saran

1. Ketentuan mengenai pengaturan rahasia bank hanya diatur dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Namun hingga kini masih belum mampu mengatasi kekurangan dan kelemahan yang ada padanya. Ketidak jelasan dan masih minimnya ketentuan tentang rahasia bank menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk menyusun secepatnya peraturan perundang-undangan yang mengatur lebih lengkap tentang kerahasiaan bank di Indonesia.

2. Hendaknya pemerintah memberikan perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan maupun nasabah debitor, terhadap tindakan semena-mena yang dilakukan oleh pihak bank yang dapat mendatangkan kerugian bagi nasabah bank terhadap pelanggaran kerahasiaan bank.

3. Pemerintah Perlu memberikan tindakan yang tegas dan sanksi yang berat bagi pelaku pelanggaran rahasia bank.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Asikin, Zainal, 1997, Pokok-pokok Hukum Perbankan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Darus, Mariam, 1998, Aneka Hukum Bisnis, Penerbit Alumni, Bandung.

Djumhana, Muhammad, 1996, Rahasia Bank (Ketentuan dan Penerapannya di

Indonesia), Citra Aditya Bakti, Bandung.

Fuady, Munir, 1999, Hukum Perbankan Modern, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Guritno, T., 1994, Kamus Ekonomi Inggris-Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Penada Media, Jakarta.

Ikhsan, Achmad, 1997, Hukum Perdata IA, Pembimbing Masa, Jakarta.

Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil, 2002, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum

Dagang Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

Kasmir, 2000, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kusumaningtuti, 1994, Pustaka Peradilan Jilid II, Mahkamah Agung RI, Jakarta. Muhammad, Abdulkadir, 2000, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan

Pembiayaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sembiring, Sentosa, 2000, Hukum Perbankan, CV Mandar Maju, Bandung. Sholehuddin, M., 1997, Tindak Pidana Perbankan, Rajawali Press, Jakarta. Siregar, Mustafa, 1991, Pengantar Beberapa Pengertian Hukum Perbankan,

Universitas Sumatera Utara Press, Medan.

Sinungan, Muchdarsyah, 1998, Uang dan Bank, Rineka Cipta, Jakarta. Subekti, 1997, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Bandung.


(5)

Remy Sjahdeini, Sutan, 1993, Kebebasan berkontrak dan Perlindungan yang

Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia,

Institut Bankir Indonesia , Jakarta

Usman, Rachmadi, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winardi, 1996, Istilah Ekonomi, Mandar Maju, Bandung.

Wirjono, R., Prodjodikoro, 1998, Asas-Asas Hukum Perjanjian, PT. Sumur, Bandung.

UNDANG - UNDANG

Undang - Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan. Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1995 jo Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

ARTIKEL

Harian Kompas, Edisi Jumat, 20 Februari 2006. Harian Sinar Harapan,Edisi Rabu,01 Januari 2008

INTERNET

rahasia.html


(6)