Dasar Hukum Rahasia Bank

Veronika D.L. Pandiangan : Upaya Bank Dalam Menjaga Rahasia Bank Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Di PT. Bank SUMUT Cabang USU Medan, 2008. USU Repository © 2009 akan mempercayakan dananya pada bank apabila ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan.

B. Dasar Hukum Rahasia Bank

Ketentuan rahasia bank yang berlaku sekarang, merupakan bagian dari ketentuan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, begitu juga undang-undang perbankan sebelumnya yaitu Undang-Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok - Pokok Perbankan berbeda dengan kondisi tersebut maka sebelum lahirnya Undang-Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan mengenai rahasia bank diatur tersendiri dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yaitu Perpu No.23 Tahun 1960 tentang Rahasia Bank. Perlu diketahui bahwa ketentuan tentang rahasia bank berturut-turut diatur dalam: 1. Perpu No.23 Prp. Tahun 1960 tentang Rahasia Bank. 2. Undang-Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan 3. Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan 4. Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan 1. Perpu No.23 Prp. Tahun 1960 tentang Rahasia Bank Di dalam Perpu ini tidak tercantum secara jelas mengenai rahasia bank, hanya disebutkan dalam Pasal 2, yang berbunyi : “Bank tidak boleh memberikan keterangan tentang keadaan keuangan langgananya yang tercacat padanya dan hal-hal yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan”. . Veronika D.L. Pandiangan : Upaya Bank Dalam Menjaga Rahasia Bank Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Di PT. Bank SUMUT Cabang USU Medan, 2008. USU Repository © 2009 Selanjutnya dalam Pasal 3 menyebutkan rahasia bank dapat dibuka dengan alasan tertentu, seperti demi kepentingan pemeriksaan perpajakan, dan kepentingan peradilan dalam perkara tindak pidana. Pembukaan rahasia bank tersebut hanya dapat dipenuhi setelah permintaan dari instansi perpajakan dan instansi kejaksaan serta kehakiman dalam hal ini Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung. 21 21 Hermansyah, Op.Cit., hal 112. Dengan lahirnya Undang-Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok- Pokok Perbankan maka peraturan rahasia bank yaitu Perpu No.23 Prp. Tahun 1960 dinyatakan tidak berlaku lagi. 2. Undang-Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok - Pokok Perbankan Undang-Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan mengatur tentang rahasia bank pada Bab VII yaitu Pasal 36 dan Pasal 37. Ketentuan Pasal 36 Undang-Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, merumuskan bahwa yang dimaksud dengan rahasia bank adalah : “Bank tidak boleh memberikan keterangan-keterangan tentang keadaan keuangan nasabah yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang ini”. Ketentuan rahasia bank tersebut pada zaman Undang-Undang No.14 Tahun 1967 dilengkapi dengan penafsiran yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.2337UPPBPbB, tanggal 11 September 1969 Perihal Penafsiran Pengertian Rahasia Bank, yaitu sebagai berikut : Veronika D.L. Pandiangan : Upaya Bank Dalam Menjaga Rahasia Bank Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Di PT. Bank SUMUT Cabang USU Medan, 2008. USU Repository © 2009 1. Keadaan keuangan nasabah yang tercatat padanya, ialah keadaan mengenai keuangan yang tercatat pada bank yang meliputi segala simpanannya yang tercantum dalam semua pos-pos pasiva dan segala pos- pos aktiva yang merupakan pemberian kredit dalam berbagai macam bentuk kepada yang bersangkutan. 2. Hal - hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan ialah segala keterangan orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya sebagai dimaksud dalam Pasal 23 Undang-Undang No. 14 Tahun 1992, yaitu : a. pemberian pelayanan dan jasa dalam lalu lintas uang, baik dalam maupun luar negeri b. mendiskontokan dan jual beli surat berharga c. pemberian kredit. 22 Dengan lahirnya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan maka peraturan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku begitu pula dengan Undang- Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan dinyatakan tidak berlaku lagi. 3. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan mengatur tentang rahasia bank pada Pasal 40 sampai dengan Pasal 45 Undang-Undang Perbankan. yang selengkapnya berbunyi : 22 Ibid, hal. 112-113. Veronika D.L. Pandiangan : Upaya Bank Dalam Menjaga Rahasia Bank Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Di PT. Bank SUMUT Cabang USU Medan, 2008. USU Repository © 2009 Pasal 40 1 Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia Perbankan kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44. 2 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 berlaku pula bagi pihak terafiliasi. Selanjutanya Pasal 41 menyatakan : 1 Untuk kepentingan perpajakan Menteri berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah tertentu kepada pejabat pajak. 2 Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya. Kemudian di dalam Pasal 42, disebutkan : 1 Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Menteri dapat memberi izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan tersangkaterdakwa pada bank. 2 Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. 3 Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama tersangka terdakwa, sebab-sebab keterangan diperlukan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan-keterangan yang diperlukan. Kemudian di dalam Pasal 43, disebutkan : Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Selanjutanya Pasal 44 menyatakan : 1 Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. 2 Ketentuan mengenai tukar menukar informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia. Veronika D.L. Pandiangan : Upaya Bank Dalam Menjaga Rahasia Bank Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Di PT. Bank SUMUT Cabang USU Medan, 2008. USU Repository © 2009 Dan Pasal 45 menyebutkan : Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44, berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan. Dari ketentuan yang ada pada Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan tersebut dirasakan belum jelas dan rinci, apa dan bagaimana kerahasiaan bank yang sesuai dengan kondisi hukum dan perkembangan perbankan Indonesia. Maka lahirlah Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan maka peraturan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku. 4. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 10 Nopember 1998. Dalam kerangka perbaikan dan pengukuhan perekonomian nasional, walaupun Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 untuk selanjutnya disingkat ‘UUP1998 hanya merupakan revisi, bukan mengganti keseluruhan pasal-pasal undang-undang perbankan lama, namun dilihat dari pokok-pokok ketentuannya, perubahannya mencakup penyehatan secara menyeluruh sistem perbankan, tidak hanya penyehatan bank secara individual. Oleh karenanya isu-isu yang ditanggapinya pun cukup luas, yang dapat mempengaruhi secara mendasar arah perkembangan perbankan nasional. 23 Agar dapat berlaku secara yuridis formal, rahasia bank harus mempunyai dasar hukum. Adapun yang merupakan dasar hukum berlakunya rahasia bank 23 Peri Umar Farouk, Pengaturan Rahasia Bank, Jurnal Bank Manajemen, Jakarta 1999. Veronika D.L. Pandiangan : Upaya Bank Dalam Menjaga Rahasia Bank Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Di PT. Bank SUMUT Cabang USU Medan, 2008. USU Repository © 2009 dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah Pasal 40 sampai dengan Pasal 45 yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut : Pasal 40 1 Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A. 2 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tersebut berlaku juga bagi pihak terafiliasi. Pasal ini menjelaskan bahwa apabila nasabah penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitur, bank wajib merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Walau demikian, pemberian data dan informasi kepada pihak lain dimungkinkan yaitu berdasarkan Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43 dan Pasal 44. Selanjutnya dalam Pasal 41 disebutkan bahwa : 1 Untuk kepentingan perpajakan, pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang untuk mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. 2 Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 haruslah menyebutkan nama pejabat pajak, dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya. Pasal ini menjelaskan bahwa dalam hal kepentingan pajak, bank dapat menginformasikan keterangan-keterangan dan bukti tertulis atas permintaan Menteri Keuangan melalui pimpinan Bank Indonesia dan pengecualian ini merupakan paksaan hukum demi kepentingan umum. Dalam Pasal 41A dikatakan pula bahwa : 1 Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang NegaraPanitia Urusan Piutang Negara, Veronika D.L. Pandiangan : Upaya Bank Dalam Menjaga Rahasia Bank Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Di PT. Bank SUMUT Cabang USU Medan, 2008. USU Repository © 2009 pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang NegaraPanitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur. 2 Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang NegaraKetua Panitia Urusan Piutang Negara. 3 Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang NegaraPanitia Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan. Pasal ini menjelaskan bahwa untuk penyelesaian piutang bank yang diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang NegaraPanitia Urusan Piutang Negara, pimpinan Bank Indonesia memberikan izin secara tertulis kepada Pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang NegaraPanitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur. Selanjutnya dalam Pasal 42 dijelaskan pula bahwa : 1 Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izn kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangkaterdakwa pada bank. 2 Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tersebut diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung atau Ketua Mahkamah Agung. 3 Permintaan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 haruslah menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama tersangkaterdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan. Pasal ini menjelaskan bahwa untuk kepentingan pidana, pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin tertulis kepada polisi, jaksa atau hakim sepanjang permintaan tersebut telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3. Dijelaskan pula dalam Pasal 42 A ditegaskan pula bahwa : “Bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasl 41, Pasal 41A dan Pasal 42”. Veronika D.L. Pandiangan : Upaya Bank Dalam Menjaga Rahasia Bank Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Di PT. Bank SUMUT Cabang USU Medan, 2008. USU Repository © 2009 Kemudian Pasal 43 disebutkan bahwa : “Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada Pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut”. Pasal ini menjelaskan bahwa dalam hal perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, bank dapat memberikan informasi keuangan nasabah ynag dalam perkara serta keterangan lain yang bersangkutan dengan perkara tersebut, tanpa izin dari Menteri. Pasal 44 disebutkan : 1 Dalam rangka tukar-menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. 2 Ketentuan lebih lanjut mengenai tukar-menukar informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tersebut di atas akan diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia. Pasal ini menjelaskan bahwa dalam rangka tukar-menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain dengan tujuan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank lain. Pasal 44A menyatakan : 1 Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada bank yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut. 2 Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut. Pasal ini merupakan ketentuan yang baru yang ditambahkan dalam Undang-Undang Perbankan No.10 Tahun 1998 yang mengatur mengenai penyelesaian kewarisan, dimana atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Veronika D.L. Pandiangan : Upaya Bank Dalam Menjaga Rahasia Bank Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Di PT. Bank SUMUT Cabang USU Medan, 2008. USU Repository © 2009 nasabah penyimpan, maka dapat diberikan informasi mengenai keuangan nasabah penyimpan apabila ia meninggal kepada ahli warisnya. Selanjutnya dalam Pasal 45 disebutkan bahwa : “Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank- bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43 dan Pasal 44 tersebut di atas, berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan dapat meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan”. Tentang hal ini, dalam penjelasan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 dinyatakan bahwa apabila permintaan pembetulan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat keterangan yang diberikan oleh bank maka masalah tersebut dapat diajukan oleh pihak yang bersangkutan ke Pengadilan yang berwenang.

C. Rahasia Bank Dalam Teori dan Praktek