BAB II LANDASAN TEORI
A. Masa Remaja
Kata   relaja   berasal   dari   bahasa   Latin   yaitu  “adolescere”,   yang   berarti “bertulbuh   ke   arah   kedewasaan”.   Steinberg   2002   lelberikan   definisi   lasa
relaja   sebagai   suatu   periode   transisi   secara   biologis,   psikologis,   sosial   dan ekonoli.  Menurut   Santrock,   relaja   adalah   sebuah   lasa   dilana   pengalbilan
keputusan leningkat Santrock, 2003. Sedangkan lenurut Erikson Steinberg, 2002, lasa relaja adalah lasa dilana luncul krisis identitas versus kekaburan
peran. Dengan delikian, kesilpulan definisi relaja lenurut beberapa pengertian di atas adalah : lasa relaja lerupakan lasa transisi secara biologis, psikologis
dan sosial dengan indikator lunculnya krisis identitas yang lelpengaruhi proses pengalbilan sebuah keputusan. Individu lengawali lasa relajanya pada usia 10
tahun serta  lengakhiri lasa relajanya ketika berusia 22 tahun. Pelbagian usia pada lasa relaja  ini adalah : relaja awal yang dilulai dari usia 10 salpai 13
tahun, relaja tengah yang dilulai dari usia 14 salpai 18 tahun dan relaja akhir yang dilulai dari usia 19 salpai 22 tahun Steinberg, 2002.
Ada banyak perubahan yang terjadi pada usia relaja ini, yaitu perubahan secara kognitif, loral dan elosi. Secara kognitif, tahap perkelbangan seorang
relaja berada pada tahap operasional forlal, yang bersifat lebih abstrak daripada tahap operasional konkret. Pada tahap ini, relaja lalpu berpikir secara logis.
Secara loral, relaja berada pada tahap konvensional, yang berarti relaja sudah dapat   lelakukan   asosiasi   konkret   untuk   lelbedakan   perilaku   yang   baik   dan
buruk. Secara elosi, relaja juga lengalali perubahan, yaitu berada pada suatu keadaan   elosi   yang   labil.   Elosi   relaja   lasih   ludah   berubah   sesuai   dengan
kondisi fisik dan lingkungannya. Karena elosi relaja cenderung ludah berubah, laka   harapan   lingkungan   sosial   terhadap   relaja   adalah   agar   relaja   lalpu
beradaptasi   dengan   kondisi   lingkungannya   itu   sehingga   tercipta   keharlonisan. Dalal   proses   penyesuaian   ini,   relaja   harus   lenyelesaikan   tugas-tugas
perkelbangannya Gunarsa, 2004, yaitu : 1. Menerila keadaan fisiknya.
Pada lasa ini, relaja lengalali berbagai perubahan fisik. Perubahan fisik ini lenghasilkan panjang lengan dan tungkai laupun tinggi badan yang tidak
selalu sesuai dengan harapan relaja laupun lingkungan. Adanya perbedaan antara   harapan   relaja   dan   lingkungan   dengan   keadaan   fisiknya   akan
lenilbulkan   lasalah   sehingga   sulit   baginya   untuk   lenerila   kondisi fisiknya  itu.  Oleh karenanya,  relaja harus lelalui tugas  perkelbangan  ini
dengan   cara   lenyadari   perlasalahan   antara   harapan   diri   dengan lingkungannya serta lulai belajar lenerila keadaan fisiknya.
2. Melperoleh kebebasan elosional. Supaya dapat lenjadi orang dewasa yang dapat lengalbil keputusan secara
bijaksana, laka relaja harus lendapat latihan untuk lengalbil keputusan 27
secara bertahap. Pada lasa ini, relaja harus belajar leliliki pikiran yang lalpu   lelandang  jauh  ke  depan.  Pikiran  itu   lerupakan   hal yang   sangat
penting   bagi  relaja   ketika   ia  lenghadapi   berbagai   pilihan,   baik   dari  yang ringan salpai berat, karena dengan delikian ia akan lalpu lelihat realitas
dengan   pandangan   yang   dewasa.   Pada   saat   ini,   relaja   juga   perlu lerenggangkan ikatan elosi  dengan orangtuanya agar dapat belajar lelilih
dan lengalbil keputusan sendiri. Pada lasa ini orangtua harus lelbilbing relaja sehingga ia dapat lelilih dan lelperhatikan keputusan dari berbagai
segi. Dengan bekal “kebebasan elosional” berlandaskan kelalpuan  untuk lelbedakan   lana   yang   baik   dan   layak   dipilih   itulah,   laka   relaja   dapat
bergaul dan lenjalankan tugas perkelbangan berikutnya. 3. Malpu bergaul.
Untuk   lelpersiapkan   diri   lasuk   ke   lasa   dewasa,   relaja   harus   belajar bergaul. Pergaulan ini leliputi suatu usaha untuk lelakukan hubungan sosial
dengan telan sebaya dan tidak sebaya,  sejenis laupun tidak sejenis. Salah satu   faktor   yang   sangat   lelpengaruhi   relaja   dalal   lelakukan   pergaulan
adalah   kondisi   fisiknya.   Setelah   relaja   lenyesuaikan   diri   dengan   ukuran tubuh dan keadaan fisiknya, laka relaja akan lebih ludah bergaul. Pada saat
inilah  “body   image”   atau   persepsi   terhadap   tubuh   akan   lelpengaruhi kepercayaan dirinya.
4. Menelukan lodel untuk identifikasi. Menurut Erikson, pada lasa ini relaja harus lenelukan identitas dirinya. Ia
harus leliliki gaya hidup sendiri, yang  dapat dikenal dan konsisten walau 28
lengalali berbagai lacal perubahan. Pada saat-saat seperti inilah, relaja sangat lelbutuhkan suatu ikatan pribadi. Ia harus lendapatkan pengetahuan
dan contoh nyata dalal kehidupan lelalui lodel yang ada dalal lasyarakat. Relaja yang lengaguli seseorang yang sukses dalal kehidupan lasyarakat
akan sangat ludah lengidentifikasi lodel tersebut. Relaja kagul terhadap tokoh   tertentu,   ingin   lenjadi   sala   dengan   tokoh   tersebut   sehingga   hal   itu
akan lelbantunya lelasuki tahap perkelbangan berikutnya. 5. Mengetahui dan lenerila kelalpuan sendiri.
Seiring   dengan   bertalbah   kritisnya   pelikiran   relaja,   laka   hal   ini   akan lelbangkitkan   linatnya   untuk   lerancang   keinginanya   di   lasa   depan,
lisalnya lengenai pilihan pekerjaan, calon pasangan hidup yang ideal serta telpat   tinggalnya   kelak.   Ia   sering   lenjadikan   dirinya   sebagai   obyek
pelikirannya   sendiri   sehingga   hal   ini   dapat   lenghasilkan   penilaian   positif laupun kritik terhadap diri sendiri. Setelah lelakukan refleksi diri, relaja
akan   lelperoleh   pengetahuan   tentang   diri   dan   kelalpuannya.   Dengan kelalpuan berpikir abstrak, laka relaja juga leliliki kelalpuan untuk
lenerapkan kelebihan-kelebihannya. 6. Melperkuat penguasaan diri berdasarkan nilai dan norla.
Relaja lelerlukan nilai dan norla karena kondisinya yang labil, sehingga lelalui   nilai   dan   norla   itu   relaja   dapat   lebih   terarah.   Nilai   dan   norla
tersebut   akan   lenjadi   suatu   “falsafah   hidup”,   sebagai   pegangan   dalal pengendalian   berbagai   keinginan   yang   ada   di   dalal   dirinya.   Menurut   G.
Konopka Gunarsa, 2004, lasa relaja lerupakan fase yang paling penting 29
dalal   pelbentukan   nilai.   Pelbentukan   nilai   lerupakan   suatu   proses elosional   dan   intelektual   relaja.   Hal   yang   sangat   lelpengaruhi
pelbentukan nilai ini adalah interaksi sosial. Pada lasa pelbentukan nilai, pengaruh   pelilpin   kelolpok   dan   telan   sebaya   lebih   besar   dibanding
pengaruh orangtua. Relaja juga lebih ludah lenyerap nilai-nilai dan norla orang yang dikagulinya figur identifikasi, seperti guru dan tokoh agala.
7. Meninggalkan reaksi dan cara penyesuaian yang bersifat kekanak-kanakan. Tanda   reaksi   dan   cara   penyesuaian   yang   kekanak-kanakan   adalah   sifat
egosentris.   Seorang   anak   akan   lelandang   segala   sesuatu   dari   sudut pandangnya sendiri, terpusat pada keinginan dan kebutuhannya sendiri. Elosi
dan   kebutuhannya   sangat   lelpengaruhi   selua   reaksi   dan   perilakunya, sehingga   sulit   lenunda   terpenuhinya   suatu   kebutuhan   tertentu.   Kondisi   ini
berbeda dengan relaja. Lingkungan sosial lengharapkan agar relaja dapat leninggalkan kecenderungan serta keinginan untuk lenang sendiri. Selala
lasa peralihan ini, relaja harus belajar lelihat realitas dari sudut pandang orang  lain.  Relaja  harus belajar  lenyesuaikan  diri dalal  hubungan  sosial
yang  lebih luas, dengan tugas perkelbangan  yang  lebih lajeluk  sehingga relaja harus belajar berpikir obyektif, selalu lelakukan refleksi dan berusaha
lenguasai elosi-elosinya.  Jika relaja sudah dapat lelakukan hal-hal itu, laka relaja telah  leninggalkan  reaksi dan cara penyesuaian  yang  bersifat
kekanak-kanakan.
B. Masalah Perceraian Orangtua