Keterlibatan dan Usaha-usaha Diplomasi Soegija Dalam Peristiwa-
Pada saat rapat sedang berlangsung terdengar bunyi ledakan dari luar, ternyata pasukan Belanda menjatuhkan bom di sekitar tempar tersebut. Pada Agresi Militer
Belanda II ini pula, pihak Belanda berhasil menangkap beberapa pemimpin negara diantaranya Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir dan Haji Agus Salim. Mereka bertiga
ditangkap dan kemudian diasingkan ke Brastagi. Sementara Moh. Hatta, Moh. Roem dan Mr Ali Sastroamidjojo ditangkap dan diasingkan ke Bangka. Sementara para
pemimpin negara yang tidak tertangkap melarikan diri ke luar kota, dan sebagian bersembunyi di kota dan menjadi “manusia siluman” yang aktif pada gerakan bawah
tanah. Sedangkan beberapa ikut dalam serangan gerilya yang dipimpin oleh Jenderal Soedirman.
Dalam peristiwa sekitar Agresi Militer Belanda II, Soegija juga menuliskan peristiwa tersebut dalam catatah hariannya. Pada catatan Soegija yang bertanggal 19
Desember 1948 tertulis : “R.K menerimakan sakramen tobat, menerimakan komuni dan
Misa biasa jam 8. Jam 6 mulai gemuruh suara kapal terbang. Koster menghadap R.K. di tempat menerimakan sakramaen tobat, bertanya
Misa meriah atau Misa biasa. R. K. memerintahkan Misa meriah seperti biasa, karena hanya mengira latihan biasa. Sesudah jam 9
mendengar bahwa Belanda mulai mendatangkan : Pesawat pemburu, pesawat pembom. Jam 10 pesawat pergi, tapi tidak lama datang 3
pesawat pembom. Sesudah berputar-putar jam 11 mulai mengebom kota bagian tengah. Bom-boman terus tidak ada redanya. Di mana-
mana sudah terdengar suara pesawat, senapan, senapan mesin dan meriam. Sejumlah pengungsi minta tempat di pasturan Bintaran.
Upacara gereja dibatalkan. Pastor v. Thiel dan Kunkels pergi ke Bintaran karena terjadi bom-boman di Beteng. Sesudah makan R.P. v.
Thiel disarankan untuk terus tinggal di Bintaran, R. D . Kunkels
pulang ke Setjadiningratan. Bom-boman berlangsung seharian suntuk, jam 12 mulai tembak-menembak, jam 2 ada berita Jogja dididuki
tentara K.N.I.L. Sejumlah orang mengungsi di Pasturan Bintaran. Malam harinya bergiliran jaga. Sumitra datang minta instruksi
5
”
Tak hanya itu catatan harian Soegija setelah tanggal 19 Desemeber 1948 juga banyak menuliskan peristiwa-peristiwa yang terjadi setelah Agresi Militer Belanda II
hari pertama selesai. Bahkan pada catatan harian Soegija tertanggal 21 Desember 1948, Soegija menulis jika mendapatkan kabar bahwa beberapa pemimpin negara
berhasil ditangkap dan diasingkan oleh Belanda. Secara khusus keterlibatan Soegija dalam diplomasi berkaitan dengan peristiwa Agresi Militer Belanda II tersebut adalah
ketika tulisan Soegija dimuat pada surat kabar The Commonweal terbitan Amerika. Dalam tulisan tersebut Soegija menuliskan berbagai serangan yang dilakukan oleh
pasukan Belanda dan dampak dari serangan tersebut bagi kehidupan rakyat Indonesia terutama bagi anak-anak, seperti kemiskinan dan pembodohan. Tulisan Soegija pada
surat kabar tersebut mendapatkan reaksi positif dari masyarakat internasional. Terbukti Soegija mendapatkan kiriman bantuan berupa buku-buku dan majalah dari
berbagai pihak yang ditujukan kepada anak-anak Indonesia
6
.
5
Op cit , Hlm 150-151
6
G. Budi Subanar, SJ, Kilasan Kisah Soegijapranata, Yogyakarta : Penerbit USD, 2012, Hlm 47
Tulisan Soegija dalam harian The Commonweal, tidak luput dari peran seorang peneliti Amerika yang bernama G. Mc. T. Kahin yang pada saat itu sedang
berada di Yogyakarta untuk melakukan penelitian tentang Indonesia. Dalam kunjungannya tersebut, G. Mc. T. Kahin menyempatkan diri untuk menemui Soegija
dan berbincang langsung dengan Soegija mengenai situasi Indonesia saat itu. Pertemuan Soegija dengan G. Mc. T. Kahin dituliskan Soegija pada catatan harian
yang bertanggal 19 November 1948.
Tak hanya menuliskan keperihatinan atas aksi militer Belanda di Indonesia dalam surat kabar, Soegija juga menuliskan keperihatinannya dalam surat gembala
yang ditulisnya langsung, yang pada saat misa akan dibacakan. Pada Surat Gembala yang tertanggal 2 Februari 1949, Soegija menuliskan keperihatinannya atas
penjajahan yang masih terjadi, baik di Indonesia maupun di negara lain. Seogija menyatakan bahwa penjajahan merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap
hak asasi manusia untuk merdeka. Dalam surat gembala tersebut Soegija menuliskan demikian :
“Sungguhlah barang siapa kasih akan sesama manusia, sekurang- kurangnya haruslah mengakui dan menghormati hak-haknya.Adapun
tujuh hukum yang terakhir dari hukum-hukum sepuluh perintah Tuhan, itulah bermaksud untuk memperlindungkan hak-hak manusia yang
terpenting.Hukum yang kelima menghormati dasar hak-hak manusia, ialah hak atas hidup.Hukum yang keempat, keenam dan kesembilan
untuk memeliharakan hidup rumah tangga dan keluarga, yang merupakan sumber hidup bangsa dan mewujudkan tempat latihan buat
anak cucu dan orang tuanya sendiri.Hukum yang ketujuh itulah untuk mempertahankan hak-hak tiap manusia tentang miliknya dan tentang
buah pekerjaannya.Hukum yang kedelapan membela hak tentang kebenaran dan tentang saling percaya, yang sangat dihajatkan buat
pergaulan hidup manusia yang teratur.
Hak-hak tersebut memang merupakan dasar-dasar hidup manusia dan masyarakat.Asalnya tiada dari Negara, tetapi dari Tuhan, chalak
bangsa manusia, dari pada itu dipeliharakan dan diawasi oleh Tuhan sendiri.Tiada terdapatlah suatu Negara yang mengaruniakan itu”kepada
manusia, atau yang dapat merampasnya.Tak adalah undang-undang manusia yang dapat membinasakannya.Hak-hak itu tidak tak boleh
diasingkan.Hak-hak tersebut niscaya menuntut keselamatan manusia
7
.”
Selain itu kaitan Soegija dengan peristiwa sekitar Agresi Militer Belanda II adalah ketika Soegia mengirimkan surat kepada Sultan Hamengkubuwana IX yang
menghimbau kepada Sultan Hamengkubuwana IX agar tidak meninggalkan istana. Hal tersebut dituliskan Soegija dalam catatan harian Soegija yang tertanggal 5 Januari
1949. Surat tersebut dikirimkan Soegija kepada Sultan Hamengkubawana IX karena Soegija mendapatkan kabar akan niat Sultan Hamengkubuwana IX yang ingin ikut
dalam perang gerilya pimpinan Jenderal Soedirman. Dalam surat tersebut, dalam surat
tersebut Soegija
menuliskan pemikirannya,
jika sampai
Sultan Hamengkubuwana IX meninggalkan istana dan diketahui oleh pihak Belanda, maka
kemungkinan besar pasukan Belanda akan melakukan tindakan keras terhadap rakyat,
7
Surat Gembala 2 Februari 1949, Kutipan sudah disesuaikan dengan ejaan yang disempurnakan
dan juga bisa menciptakan perpecah dalam tubuh Kraton Yogyakarta seperti yang sudah pernah Belanda lakukan di masa lalu
8
.
Mempertimbangkan saran dari Soegija, maka Sultan Hamengkubuwana IX mengurungkan niatnya untuk ikut dalam perang gerilya. Sultan Hamengkubuwana IX
memilih untuk memantau situasi Yogyakarta dari dalam istana. Tak hanya berhenti di situ peranan Soegija dalam diplomasi juga dilakukan Soegija dengan tulisan dan hasil
wawancara Soegija dengan berbagai wartawan dari dalam dan luar negeri. Hal tersebut dapat diketahui dari catatan harian Soegija yang tertanggal 14 Februari 1949.
Dalam catatan harian Soegija menuliskan bahwa Soegija didatangi oleh wartwawan Seito Sapad Mazin, Koresponden Antara dan Sin Po
9
. Sedangkan untuk tulisan Soegija dimuat dalam Koran ANP terbitan Amsterdam yang tertanggal 16 Mei 1949,
yang kemudian dikutip kembali oleh harian Merdeka pada terbitan 17 Mei 1949. Dalam tulisan tersebut, Soegija mengkritik keras terhadap aksi-aksi militer yang
dilakukan oleh Belanda. Adapun kutipan tulisan Soegija pada harian Merdeka berbunyi
“…. menyatakan kesan-kesan saya sendiri tentang cara dilakukannya aksi militer itu. sebab disitu terlah terjadi perbuatan-perbuatan yang menurut pendapat
38.G. Budi Subanar, SJ, Kesaksian Revolusioner Seorang Uskup Di Masa Perang, Catatan Harian Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ, 13 Februari 1947-17 Agustus
1949 , Yogyakarta : Galang Press, 2003, Hlm 157
9
Ibid , Hlm 166
saya dapat disangsikan, apakah dibolehkan. Apabila saya merenungkan sekali lagi semua perslah dan palporan tentang kejadian-kejadian sebagai akibat atau berhubung
dengan aksi militer itu yang saya terima baik dari orang-orang agama atau orang- orang biasa ….”
10
.
Dari tulisan Soegija tersebut dapat diketahui bagaimana Soegija mempertanyakan bagaimana tanggungjawab pemerintah Belanda atas aksi-aski
militer yang dilakukan di Indonesia, yang mengakibat penderitaan dan tewasnya rakyat Indonesia. Tulisan-tulisan Soegija maupun hasil wawancara Soegija yang
dimuat dalam berbagai media masa baik luar maupun dalam negeri banyak dibaca oleh masyarakat dunia dan berhasil merebut empati dari masyarakat dunia. Salah satu
buktinya adalah ketika Soegija mendapatkan surat dari seseorang yang menyatakan walaupun bukan seorang Kristen, pengirim surat tersebut mengatakan sangat
menghargai usaha Soegija dalam perjuangan Indonesia dan mendukung Indonesia merdeka
11
.
Dari beberapa usaha yang dilakukan Soegija dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, dapat disimpulkan bahwa walaupun Soegija tidak masuk
dalam barisan pemerintahan seperti Mohammad Roem, Moh Hatta ataupun para
10
Merdeka, 17 Mei 1949 Kutipan sudah disesuaikan dengan ejaan yang disempurnakan
11
G. Budi Subanar, SJ. Kilasan Kisah Soegijapranata, Yogyakarta : Penerbit USD, 2012, Hlm 45
diplomat resmi lainnya, Soegija tidak memiliki batasan dalam berjuang. Soegija melakukan diplomasi dengan caranya sendiri yaitu melalui tulisan dan wawancara
dengan berbagai media untuk menghimpun dukungan dunia demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia yang utuh. Dan walaupun Soegija bukanlah seorang
wartawan ataupun seorang jurnalis, Soegija tetap mampu menyampaikan pemikiran- pemikirannya mengenai penjajahan dan mimpi untuk merdeka, serta himbauan
kepada umat Katolik untuk ikut andil dalam usaha kemerdekaan Indonesia melalui surat-surat Gembala yang ditulis oleh Soegija sendiri. Tulisan-tulisan Soegija banyak
berisi mengenai keperihatinan Soegija akan kondisi rakyat Indonesia yang dirampas haknya sebagai manusia yang merdeka oleh Belanda. Yang kemudian tulisan tersebut
mendapatkan respon positif dari berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar negeri.
Selain itu dari paparan panjang di atas, dapat dilihat bagaimana Soegija dapat menjalin relasi yang baik dari berbagai pihak mulai dari Vatikan, pemerintah
Indonesia, peneliti, hingga wartawan asing. Relasi Soegija dengan berbagai pihak tersebut tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu kekuatan Soegija dalam melakukan
diplomasi untuk menggalang dukungan demi membantu pemerintah Indonesia mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
64