204 Kelas X SMA MA SMK MAK
Terjemah atau menterjemahkan dapat diartikan sebagai mengalih bahasakan atau dalam bahasa Inggris translate dari bahasa asing Inggris,
German, Arab ke dalam bahasa Indonesia atau kebalikannya, bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia Sunda, Jawa atau sebaliknya. Syarat pertama
bagi seorang penulis dalam menterjemah sebuah lakon harus memahami dan menguasai bahasa serta utamanya menguasai teknik menyusun naskah lakon
yang dijadikan alat atau pisau bedahnya.
Kegiatan yang memungkinkan dalam menterjemahkan lakon, dengan cara mengalihbahasakan lakon berbahasa Sunda atau Jawa atau bahasa daerah
lain ke dalam bahasa Indonesia atau dengan melakukan kebalikannya. Misalnya dari lakon teater berbahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah
setempat.
2. Teknik Adaptasi
Adaptasi secara hariah dapat diartikan menyesuaikan atau penyesuaian diri sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan yang dihadapi. Adaptasi
dalam hubungan naskah lakon merupakan salah satu teknik menyusun naskah lakon yang dapat dimanfaatkan untuk melengkapi perbendaharaan naskah
lakon seni teater bersumber cerita, kisah atau lakon yang ada dan pernah tumbuh dan berkembang di daerah.
Mengadaptasi naskah sastra drama atau lakon teater dalam proses kreatifnya dapat dilakukan dengan cara; meminjam kandungan isi tematik
dan struktur lakon dari naskah aslinya. Akan tetapi bentuk lakonnya dapat disesuaikan dengan setting yang dikehendaki kreator. Misalnya, Suyatna
Anirun melakukan adaptasi naskah Drama Komedi karya Molire berjudul “ Lingkaran Kapur Putih “ diadaptasi atau di bawa pada situasi, kondisi alam
dan nuansa etnik Jawa Barat Sunda. Dengan demikian teknik mengadaptasi lakon atau menyusun naskah lakon teater pun dapat dilakukan dengan cara
memimjam bentuk atau warna dengan sumber cerita dari naskah lakon karya bangsa lain atau karya sastra etnik lain di Indonesia.
3. Teknik Sadur
Sadur adalah teknik menyusun naskah dengan cara menggubah atau merubah sebagian unsur karya orang lain menjadi karya kita, tetapi dengan
tidak menghilangkan, merusak unsur-unsur pokok lakon dari pengarangnya. Lakon saduran dengan tidak mencantumkan sumber cerita dan pengarang
aslinya dapat disebut plagiat mencaplok, mengaku karya orang lain menjadi karya sendiri.
Seni Budaya 205
Contoh yang dapat dikemukakan, antara lain mengubah lagu, artinya lagu diaransemen dengan warna musik yang tidak sama dengan musik aslinya
tetapi syair lagu tetap sama. Misalnya; warna pop diubah ke dalam musik dangdut atau mengkawinkannya menjadi popdut pop dangdut.
Menyadur dalam konteks cerita ke dalam bentuk lakon dapat kamu lakukan dengan mengubah sumber cerita yang ada, yakni apakah itu dari
cerita dongeng, puisi, cerpen, prosa, hikayat, legenda, sejarah dan sumber cerita lainnya yang diangkat dan dituangkan kedalam bentuk naskah lakon
teater.
4. Sanggit
Istilah Sanggit atau menyanggit dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Poerwadarminta, 1984 mengandung pengertian bergeser atau menggeser
sesuatu tetapi dalam satu hal yang sama. Seperti bambu berderik apabila terjadi gesekan dengan bambu yang lain atau gigi kita menderik apabila terjadi
gesekan dengan gigi yang lain.
Sanggit atau menyanggit dalam hubungan dengan menyusun naskah lakon tidak sama dengan menggubah atau teknik sadur. Sanggit lebih
mengandung pengertian membuat atau menyusun cerita atau lakon bersifat baru, tetapi tidak melepaskan dari lakon atau cerita aslinya. Dapat pula
dikatakan bahwa Sanggit adalah proses pengembangan cerita dari tematik yang ada atau pengembangan lakon dari sebuah adegan atau babak di dalam
lakon sehingga lakon yang disusun benar-benar baru dan tidak sama dengan lakon asli yang kita jadikan sumber gagasan lakon baru. Dengan demikian
teknik menyusun naskah lakon dengan cara nyanggit diilhami oleh tematik – tematik lakon yang telah ada dan ditulis orang sebelumnya.
Kapankah, kita melakukan Sanggit ? Telah dikatakan bahwa tidak semua sumber cerita dapat dijadikan sumber penulisan atau penyusunan lakon teater.
Artinya, proses sanggit hanya dapat dilakukan pada cerita-cerita, kisah yang memungkinkan terjadinya pengembangan lakon atau cerita ke arah peristiwa
dramatic, yakni memiliki unsur konlik penokohan cerita atau lakon yang
jelas. Konlik dalam lakon adalah inti dari cerita atau kisah itu sendiri. Misalnya, dongeng kelinci, apabila diceritakan hanya seputar kehidupan
keluarga kelinci, yang cinta damai, penuh kasih-sayang pada anak-anaknya, tinggal pada tempat yang subur. Akan tetapi, mereka tidak digambarkan jerih
payah Sang Kelinci dalam berjuang untuk menciptakan tantangan dan hambatan dikala membangun arti dari sebuah kedamaian, kasih sayang atau
kesuburan sebelumnya. Apa yang terjadi ? Cerita berkesan datar dan tidak menarik, karena cerita tidak mengandung muatan emosi dari pesan moral
yang ingin disampaikan. Dengan demikian, kedamaian, kasih sayang dan