Seni Budaya 201
dengan karakter atau kebiasaan tokoh yang dibawakan dalam membawakan peranannya. Oleh karena itu, di dalam teater rakyat, mengenal pembagian cas-
ting berdasarkan kebiasaan tokoh yang dibawakan. Apakah itu tokoh pejabat, penjahat, goro-goro atau peran utama dengan paras yang ganteng. Dengan
tipe casting inilah, teater rakyat akan lebih mudah untuk mengembangkan ce- rita dengan tingkat improvisasi dan spontanitas tinggi tanpa naskah.
d. Karakter
Karakter adalah watak atau perwatakan yang dimiliki tokoh atau pemeran di dalam lakon. Watak atau perwatakan yang dihadirkan pengarang dengan
ciri-ciri secara khusus, misalnya berupa; status sosial, isik, psikis, intelektual, dan religi.
Status sosial sebagai ciri dari perwatakan adalah menerangkan kedudukan atau jabatan yang diemban tokoh dalam hidup bermasyarakat pada lingkup la-
kon, antara lain; orang kaya, orang miskin, rakyat biasa atau jelata, penggang- guran, gelandangan, tukang becak, kusir, guru, mantri, kepala desa, ulama,
ustad, camat, bupati, gubernur, direktur atau presiden, dan lain-lain.
Fisik sebagai ciri dari perwatakan, menerangkan ciri-ciri khusus tentang jenis kelamin laki-laki perempuan atau waria, kelengkapan pancaindra atau
keadaan kondisi tubuh cantik-jelek, tinggi-pendek, kurus-buncit, kekar-lem- bek, rambut hitam atau putih, buta, pincang, lengan patah, berpenyakit atau
sehat, dan lain-lain.
Psikis sebagai ciri dari perwatakan menerangkan ciri-ciri khusus menge- nai hal kejiwaan yang dialami tokoh, seperti; sakit ingatan atau normal, depre-
si, traumatic, mudah lupa, pemarah, pemurah, penyantun, pedit, pelit, der- mawan, dan lain-lain.
Intektual sebagai ciri dari perwatakan menerangkan ciri-ciri khusus mengenai hal sosok tokoh dalam bersikap dan berbuat, terutama dalam meng-
ambil sebuah keputusan atau menjalankan tanggung jawab. Misalnya, kecer- dasan pandai atau bodoh, cepat tanggap atau apatis, tegas atau kaku, lambat
atau cepat berpikir, kharismatik gambaran sikap sesuai dengan kedudukan jabatan, tanggung jawab berani berbuat berani menanggung resiko, asalkan
dalam koridor yang benar.
Karakter tokoh akan lebih mudah dicerna, karena kekhasan tokoh dan pembiasaan membawakan tokoh menjadi landasan dalam membangun karak-
ter peran di dalam penyajian lakon teater. Biasanya pemeran yang berperawa- kan tinggi besar, berperilaku kasar, handal menampilkan silat akan cenderung
membawakan tokoh dengan karakter Jawara atau tokoh jahat. Adapun pemain yang berperawakan tinggi besar dengan paras ganteng akan menerima tokoh
202 Kelas X SMA MA SMK MAK
dengan karakter tokoh baik. Begitu pula dengan pendukung yang bertubuh kecil dan jelek tetapi mampu mengocek perut akan hadir sebagai tokoh utility
atau detragonis atau foil.
e. Setting
Setting dalam sebuah lakon merupakan unsur yang menunjukan; tempat dan waktu kejadian peristiwa dalam sebuah babak. Berubahnya setting berarti
terjadi perubahan babak, begitu pula dengan sebaliknya. Perubahan babak berarti terjadi perubahan setting.
Tempat sebagai penunjuk dari unsur setting di dalam lakon, mengandung pengertian yang menunjuk pada tempat berlangsungnya kejadian. Misalnya di
rumah, di hotel, di stasiun, di sekolah, di kantor, di jalan, di hutan, di gang jalan, di taman, di tempat kumuh, di lorong , di kereta api, di dalam Bus, dan
seterusnya.
Waktu sebagai bagian unsur setting di dalam lakon, menjelaskan tentang terjadinya putaran waktu, yakni siang-malam, pagi-sore, gelap-terang,
mendung cerah, pukul lima, waktu Ashar, waktu Subuh, zaman kemerdekaan, zaman orde baru, zaman reformasi dan sebagainya.
Latar peristiwa kejadian sebagai bagian dari unsur setting di dalam lakon, misalnya; kondisi perang, kondisi mencekam, kondisi aman, dan seterusnya.
f. Point of view
Setiap lakon, termasuk lakon teater anak-anak, remaja, dewasa atau pun untuk semua umur pasti melibatkan sudut pandang pengarang atau penulis.
Sudut pandang pengarang atau penulis ini disebut point of view. Sebagai gambaran intelektualitas dan kepekaan pengarang atau creator dalam
menangkap dan memaknai fenomena yang terjadi.
Memahami dan menangkap tanda-tanda tentang sudut pandang pengarang merupakan hal penting bagi seorang creator panggung atau
pembaca agar terjadi kesepahaman, kesejalanan atau tidak setuju dengan apa yang ditawarkan dan dikehendaki pengarang. Apabila seorang creator dalam
proses kreatifnya mengalami kesulitan menemukan pandangan inti pengarang, secara etika creator dapat melakukan konsultasi atau wawancara dengan
penulis tentang maksud dan tujuan dari lakon yang ditulis.