Penurunan mutu secara fisik Penurunan mutu secara kimia

Lanjutan Tabel 2.1 Ikan Segar Ikan Busuk Sedikit berlendir pada kulit Kulit berlendir Insang berwarna merah Insang tidak lagi berwarna merah Ikan tenggelam bila dimasukkan dalam air Ikan terapung jika sudah sangat busuk Sumber : Winarno, 1993 dalam Milo, 2013

2.5.1 Penurunan mutu secara fisik

Penurunan mutu secara fisik adalah kerusakan pada bagian luar tubuh ikan yang terjadi akibat penanganan dan perlakuan yang tidak cepat dan tepat dapat mempengaruhi mutu. Penanganan awal ikan saat ditangkap diberikan perlakuan suhu dingin dengan ditambahkan es, sehingga memperpanjang masa simpan dan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas mutu yang dihasilkan. Perubahan fisik ikan yang terjadi pada proses kematian ikan karena diangkat dari air dapat dijelaskan sebagai berikut Kushardiyanto, 2010 dalam Putra, 2013. 1. Lendir yang berada dipermukaan ikan akan keluar secara berlebih pada saat ketika ikan mati dan ikan akan menggelepar mengenai benda disekelilingnya. Ikan yang terkena benturan benda yang keras, kemungkinan besar tubuh ikan akan menjadi memar dan luka-luka. 2. Ikan mati akan mengalami kekakuan tubuh rigormortis yang diawali dari ujung ekor menjalar ke arah bagian kepalanya. Lama kekakuan tergantung dari tingkat kelelahan ikan pada saat kematiannya. Kerusakan ikan akan mulai terlihat yaitu berupa perubahan-perubahan seperti berkurangnya kekenyalan perut dan daging ikan, berubahnya warna insang, berubahnya kecembungan dan warna mata ikan, sisik lebih mudah lepas dan kehilangan kecemerlangan warna ikan, serta berubahnya bau dari segar menjadi asam. 3. Perubahan tersebut akan meningkat intensitasnya sesuai dengan bertambahnya tingkat penurunan mutu ikan, sehingga ikan menjadi tidak layak untuk dikonsumsi atau busuk. Kesegaran ikan dapat dinilai dengan mudah menggunakan metode inderawi atau organoleptik dengan mengamati bagian tubuh ikan yang sensitif terhadap perubahan mutu dagingnya. Perubahan mutu tersebut seperti warna, rasa, kekenyalan dan kekompakan daging, kondisi mata, kondisi insang, dinding perut, dan bau.

2.5.2 Penurunan mutu secara kimia

Hadiwiyoto, 1993 dalam Putra, 2013 menyatakan penurunan mutu secara kimia adalah penurunan mutu yang berhubungan dengan komposisi kimia dan susunan tubuhnya. Penurunan mutu secara kimia terdiri atas penurunan mutu secara autolisis dan oksidasi. 1. Penurunan mutu secara autolisis Autolisis adalah proses perombakan sendiri yaitu proses perombakan jaringan oleh enzim yang berasal dari produk perikanan. Menurut Ilyas, 1983 dalam Putra, 2013 enzim yang berperan dalam autolisis yaitu enzim proteolisis pengurai protein dan enzim liposis pengurai lemak. Penurunan mutu ditandai dengan rasa, warna, tekstur, dan kenampakan yang berubah. Penurunan mutu secara autolisis berlangsung sebagai aksi kegiatan enzim yang merupakan proses penguraian pertama setelah ikan mati. Penurunan secara autolisis bisa terlihat ikan yang memiliki tekstur daging yang tidak elastis, sehingga apabila daging ikan ditekan dengan jari akan membutuhkan waktu relatif lama untuk kembali keadaan semula. Kecepatan autolisis tergantung pada suhu dan tidak dapat dihentikan pada suhu 0 C, tetapi berlangsung lebih lambat. Kegiatan enzim dapat direduksi dan dikontrol dengan cara pendinginan, penggaraman, pengeringan, dan pengasaman, atau dapat dihentikan dengan cara pemasakan ikan tersebut Ilyas, 1983 dalam Putra, 2013. 2. Penurunan mutu secara oksidasi Oksidasi adalah reaksi antara suatu zat dengan oksigen atau bisa diartikan juga suatu pelepasan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion. Ikan termasuk salah satu produk perikanan yang mengandung asam lemak tidak jenuh. Selama penyimpanan ikan, asam lemak tidak jenuh akan mengalami proses oksidasi reduksi asam lemak yang menyebabkan bau tengik rancid pada tubuh ikan Junizal, 1976 dalam Putra, 2013.

2.5.3 Penurunan mutu secara bakteriologis