Polimerisasi Resin Komposit Resin Komposit

satu lapisan dengan lapisan yang lain dan kurang estetis jika digunakan pada gigi anterior. 23 2. Resin komposit flowable Bahan resin komposit flowable diperkenalkan pertama kali pada pertengahan tahun 1990 dengan indikasi sebagai bahan tumpatan dalam prosedur restorasi adhesif. 22 Bahan restorasi ini diformulasikan dengan ukuran partikel yang hampir sama dengan resin komposit hybrid. Perkembangan bahan restorasi ini seiring dengan prinsip minimal invasive dentistry. Resin komposit flowable merupakan resin komposit yang memiliki viskositas yang rendah sehingga direkomendasikan sebagai basis maupun liners di bawah resin komposit hybrid untuk mendapatkan adaptasi marginal yang baik dan pengurangan stres akibat polimerisasi. Karena memiliki viskositas yang rendah resin komposit flowable disarankan untuk digunakan pada kavitas klas II yang dalam. 33 Selain itu resin komposit flowable memiliki modulus elastisitas yang rendah dan dapat diaktifasi dengan sinar, resin ini mengandung dimethacrylate resin dan anorganik filler dengan ukuran 0,4- 3μm. 23,32,33 Resin komposit flowable juga digunakan sebagai lapisan perantara dan sebagai lapisan yang mengurangi stress pada restorasi direct komposit. Pengaplikasian ini dilakukan karena resin komposit flowable dipercaya dapat mengurangi ketegangan saat shrinkage akibat polimerisasi dan menghasilkan integritas ikatan yang baik dengan struktur gigi. Modulus elastisitas yang rendah juga menghasilkan kemampuan regang yang cukup tinggi serta dapat menghasilkan margin restorasi yang lebih kuat. Selain itu resin komposit flowable mempunyai ketahanan terhadap fraktur yang lebih tinggi karena modulus elastisitas yang rendah. 20 Penggunaan bahan bonding dan resin komposit dengan viskositas rendah diindikasikan untuk memperbaiki kekuatan perlekatan, adaptasi marginal dan intervasial resin komposit terhadap dentin. 33

2.1.1 Polimerisasi Resin Komposit

Meskipun sampai saat ini resin komposit terus berkembang dengan pesat, shrinkage yang tinggi akibat polimerisasi tetap menjadi kelemahan terbesar dari resin Universitas Sumatera Utara komposit. 9,10 Proses polimerisasi terjadi melalui tiga tahapan yaitu tahap inisiasi dimana molekul yang besar terurai karena panas menjadi radikal bebas yang terjadi dengan bantuan sinar tampak, kemudian tahap propagasi dimana pada tahap ini monomer yang diaktifkan akan saling berikatan sehingga tercapai polimer dengan jumlah monomer tertentu dan tahap yang ketiga adalah terminasi dimana rantai membentuk molekul yang stabil. 31 Resin komposit mengeras melalui proses polimerisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 3,29 a. Resin diaktivasi secara kimiawi Pada resin komposit yang diaktifasi secara kimiawi terdiri dari dua bentuk pasta. Pasta yang pertama berisi inisiator benzoyl peroxide, sedangkan pasta yang lain berisi aktivator tertiary amine. Bila kedua pasta ini dicampurkan, amine akan bereaksi dengan benzoyl peroxide dan membentuk radikal bebas sehingga mekanisme pengerasan dimulai. b. Resin diaktivasi sinar Pada resin komposit yang diaktifasi oleh sinar hanya terdiri dari satu pasta. Sistem pembentukan radikal bebas dalam mekanisme pengerasan terdiri atas molekul–molekul photoinisiator dan aktifator amin dan bila disinari dengan panjang gelombang yang tepat maka akan merangsang foto-inisiator untuk bereaksi dengan amine dan membentuk radikal bebas. Secara umum light curing yang pertama digunakan yaitu light cure halogen quartz tungsten dengan panjang gelombang 410- 500 nm dan intensitas berkisar 400-900 Mwcm 2 dan dilengkapi dengan filter karena intensitas sinar yang tinggi akan berbahaya bagi retina. Lalu yang kedua Light cure plasma arc PAC yang merupakan sinar dengan intensitas yang tinggi. Panjang sinar sekitar 450-500 nm dan intensitas lebih dari 1800 Mwcm 2 biasa digunakan untuk pengerasan komposit dengan fotoinisiator dan yang ketiga adalah light cure Emiting diode LED dengan panjang sinar antara 400-500 nm dan intensitas 700-1000 Mwcm 2 efektif untuk pengerasan dengan bahan fotoinisiator camphorqiunone, dimana camphorquinone ini memiliki puncak penyerapan sinar pada 469 nm. LED ini memiliki kelebihan tidak memerlukan filter, tidak mengeluarkan panas dan Universitas Sumatera Utara memiliki waktu pemakaian yang lama. Yang terbaru adalah argon laser curing unit, sinar argon laser memiliki panjang sinar 470 nm dan intensitas 200-300 Mw dan memiliki kelebihan yaitu polimerisasi yang seragam tidak terpengaruh jarak, lebih dalam ketebalan yang mampu dicapai dan derajat polimerisasi lebih tinggi dibandingkan sinar halogen konvensional. 29 Polimerisasi yang sempurna pada resin komposit tergantung pada derajat konversi dari monomer menjadi polimer. Derajat polimerisasi dari resin komposit bervariasi, shrinkage yang terjadi berkisar 2,9-7,1 volume. 12 Shrinkage yang terjadi menyebabkan gangguan perlekatan antara restorasi dan dinding preparasi atau kegagalan kohesif. Stress yang dihasilkan selama polimerisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berhubungan dengan materi, teknik, preparasi kavitas dan interaksi masing-masing faktor. 12 Pertimbangan klinis yang penting mengenai efek shrinkage polimerisasi adalah c-faktor, yaitu perbandingan permukaan resin komposi yang berikatan dengan permukaan bebas. Sehingga semakin luas permukaan terikat maka kontraksi semakin besar Gambar 2. 11,21 Stress shrinkage merupakan hal yang kompleks yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti viskositas resin, kandungan filler, C-factor dan modulus elastisitas. Oleh karena itu berbagai usaha dilakukan untuk mengurangi shrinkage polimerisasi seperti teknik layering dan penggunaan resin komposit flowable karena memiliki viskositas yang rendah dan fleksibilitas yang tinggi sehingga dapat mengurangi ketegangan yang terjadi akibat shrinkage saat polimerisasi. 13 Universitas Sumatera Utara Gambar 2. C-factor untuk kavitas klas I,II,III, IV dan V. 11

2.2 Sistem Adhesif

Dokumen yang terkait

Perbedaan Tensile Bond Strength pada Resin Komposit Nanohybrid Menggunakan Sistem Adhesif Total-Etch dan Self-Etch pada Restorasi Klas I (Penelitian In Vitro)

6 101 76

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer Restorasi Klas I dengan Sistem Adhesif Total Etch Two Step Terhadap Celah Mikro (Penelitian In Vitro)

1 60 92

Perbedaan Kebocoran Mikro Resin Komposit Flowable dan Packable dengan Meggunakan Sistem Adhesif Total-Etch Two-Step dan Self-Etch One-Step pada Restorasi Klas V (PENELITIAN IN VITRO)

5 137 95

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer Restorasi Klas V sengan Sistem Adhesif Self Etching Primer dan Total Etch Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

2 58 98

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan Resin Flowable sebagai Intermediate Layer pada Restorasi Klas V Resin Komposit Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

0 30 96

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer Restorasi Klas V sengan Sistem Adhesif Self Etching Primer dan Total Etch Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

0 11 98

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer Restorasi Klas V sengan Sistem Adhesif Self Etching Primer dan Total Etch Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

0 0 13

Perbedaan Tensile Bond Strength pada Resin Komposit Nanohybrid Menggunakan Sistem Adhesif Total-Etch dan Self-Etch pada Restorasi Klas I (Penelitian In Vitro)

1 1 13

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer Restorasi Klas I dengan Sistem Adhesif Total Etch Two Step Terhadap Celah Mikro (Penelitian In Vitro)

0 2 17

PENGARUH STRESS DECREASING RESIN (SDR) SEBAGAI INTERMEDIATE LAYER RESTORASI KLAS I DENGAN SISTEM ADHESIF TOTAL ETCH TWO STEP TERHADAP CELAH MIKRO (IN VITRO)

0 0 14