BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Spiritualitas
2.1.1 Defenisi Spiritualitas
Istilah “spiritualitas” diturunkan dari kata Latin yaitu “spiritus”, yang berarti “meniup” atau “bernafas”. Spiritualitas mengacu pada bagaimana menjadi
manusia yang mencari makna melalui hubungan intra-, inter-, dan transpersonal Reed,1991 dalam Kozier dkk., 2010. Spiritualitas spirituality merupakan
sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi Tuhan, yang menimbulkan suatu kebutuhan serta kecintaan
terhadap adanya Tuhan, dan permohonan maaf atas segala kesalahan yang pernah diperbuat Asmadi, 2008. Spiritualitas adalah kebutuhan bawaan manusia untuk
berhubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri manusia itu. Istilah ”sesuatu yang lebih besar dari manusia” adalah sesuatu yang diluar diri manusia
dan menarik perasaan akan diri orang tersebut. Spiritualitas mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi
horizontal. Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, dan dimensi horizontal adalah
hubungan dengan orang lain, diri sendiri dan lingkungan Stoll, 1989 dalam Hamid, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Konsep yang berhubungan dengan spiritualitas yaitu agama, keyakinan, harapan, transendensi, pengampunan. Agama merupakan sistem keyakinan dan
praktik yang terorganisasi. Agama memberi suatu cara mengekspresikan spiritual dan memberikan pedoman kepada yang mempercayainya dalam berespon
terhadap pertanyaan dan tantangan hidup. Perkembangan keagamaan individu mengacu pada penerimaan keyakinan, nilai, pedoman pelaksanaan, dan ritual
tertentu. Keyakinan adalah meyakini atau berkomitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Keyakinan memberi makna bagi kehidupan, memberi kekuatan pada
saat individu mengalami kesulitan dalam kehidupannya. Keyakinan memberi kekuatan dan harapan Kozier dkk., 2010.
Harapan merupakan konsep yang tergabung dengan spiritualitas. Yaitu proses antisipasi yang melibatkan interaksi berpikir, bertindak, merasakan, dan
keterkaitan yang diarahkan ke pemenuhan di masa yang akan datang yang bermakna secara personal. Tanpa harapan, pasien menyerah, kehilangan
semangat, dan penyakit kemungkinan semakin cepat memburuk. Transendensi melibatkan kesadaran seseorang bahwa ada sesuatu yang lain atau yang lebih
hebat dari diri sendiri dan suatu pencarian dan penilaian terhadap sesuatu yang lebih hebat tersebut, baik itu adalah mahluk, kekuatan, atau nilai yang paling
hebat Kozier dkk., 2010. Kebutuhan akan ampunan merupakan kebutuhan akan ampunan dari
Tuhan, diri sendiri, dan orang lain serta kebebasan individu untuk mencintai Tuhan, diri sendiri, dan orang lain. Bagi banyak pasien, penyakit atau kecacatan
menimbulkan rasa malu atau rasa bersalah. Masalah kesehatan diinterpretasi
Universitas Sumatera Utara
sebagai hukuman atau dosa yang dilakukan di masa lalu. Perawat dapat berperan penting dalam membantu pasien memahami proses pengampunan Kozier dkk.,
2010. 2.1.2 Aspek Spiritualitas
Menurut Schreurs 2002 spiritualitas terdiri dari tiga aspek yaitu aspek eksistensial, aspek kognitif,dan aspek relasional:
1. Aspek eksistensial, dimana seseorang belajar untuk “mematikan” bagian dari dirinya yang bersifat egosentrik dan defensif. Aktivitas yang
dilakukan seseorang pada aspek ini dicirikan oleh proses pencarian jati diri true self.
2. Aspek kognitif, yaitu saat seseorang mencoba untuk menjadi lebih reseptif terhadap realitas transenden. Biasanya dilakukan dengan cara menelaah
literatur atau melakukan refleksi atas suatu bacaan spiritual tertentu, melatih kemampuan untuk konsentrasi, juga dengan melepas pola
pemikiran kategorikal yang telah terbentuk sebelumnya agar dapat mempersepsi secara lebih jernih pengalaman yang terjadi serta melakukan
refleksi atas pengalaman tersebut, disebut aspek kognitif karena aktivitas yang dilakukan pada aspek ini merupakan kegiatan pencarian pengetahuan
spiritual. 3. Aspek relasional, merupakan tahap kesatuan dimana seseorang merasa
bersatu dengan Tuhan danatau bersatu dengan cintaNya. Pada aspek ini seseorang membangun, mempertahankan, dan memperdalam hubungan
personalnya dengan Tuhan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Karakteristik Spiritualitas 1. Hubungan dengan diri sendiri. Kekuatan dalam ataudan self reliance
yaitu: a pengetahuan diri siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya. b sikap percaya pada diri sendiri, percaya pada
kehidupanmasa depan, ketenangan pikiran, harmonikeselarasan dengan diri sendiri.
2. Hubungan dengan alam harmonis: a mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa, dan iklim. b berkomunikasi dengan alam
bertanam dan berjalan kaki, mengabadikan, dan melindungi alam. 3. Hubungan dengan orang lain harmonis: a berbagi waktu, pengetahuan,
dan sumber secara timbal balik. b mengasuh anak, orang tua, dan orang sakit. c meyakini kehidupan dan kematian mengunjungi,
melayat dan lain-lain. Bila tidak harmonis akan terjadi konflik dengan orang lain, resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.
4. Hubungan dengan Ketuhanan terdiri yang Agamais dan tidak agamais: a sembahyangberdoameditasi. b perlengkapan keagamaan. c
bersatu dengan alam. Secara ringkas, dapat dinyatakan bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan
spiritualitasnya jika mampu: a merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaaannya di duniakehidupan. b mengembangkan ari penderitaan
dan meyakini hikmat dari suatu kejadian atau penderitaan. c menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya, dan cinta. d membina
integritas personal dan merasa diri berharga. e merasakan kehidupan yang terarah
Universitas Sumatera Utara
terlihat melalui harapan. f mengembangkan hubungan antar-manusia yang positif Hamid, 2008
2.1.4 Fungsi Spiritualitas Spiritualitas mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan hidup pada
individu. Spiritualitas berperan sebagai sumber dukungan dan kekuatan bagi individu. Pada saat stres individu akan mencari dukungan dari keyakinan
agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk menerima keadaan sakit yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut memerlukan proses penyembuhan yang
lama dan hasilnya belum pasti. Melaksanakan ibadah, berdoa, membaca kitab suci dan praktek keagamaan lainnya sering membantu memenuhi kebutuhan
spiritualitas dan merupakan suatu perlindungan bagi individu Taylor dkk., 1997. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Haris 1999 dalam Hawari,
2005 pada pasien penyakit jantung yang dirawat di unit perawatan intensif yang diberikan pemenuhan kebutuhan spiritualitas hanya membutuhkan sebesar 11
untuk pengobatan lebih lanjut. Menurut American Psychological Association 1992 dalam Hawari, 2005 bahwa spiritualitas dapat meningkatkan kemampuan
seseorang dalam mengatasi penderitaan jika seseorang sedang sakit dan mempercepat penyembuhan selain terapi medis yang diberikan. Dalam hal ini
bahwa spiritualitas berperan penting dalam penyembuhan pasien dari penyakit Young Koospen, 2005. Selain itu, spiritualitas dapat meningkatkan imunitas,
kesejahteraan, dan kemampuan mengatasi peristiwa yang sulit dalam kehidupan Koenig dkk., 1997 dalam Young Kooospen, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Pada individu yang menderita suatu penyakit, spiritualitas merupakan sumber koping bagi individu. Spiritualitas membuat individu memiliki keyakinan
dan harapan terhadap kesembuhan penyakitnya, mampu menerima kondisinya, sumber kekuatan, dan dapat membuat hidup individu menjadi lebih berarti
Pulchaski, 2004. Pemenuhan kebutuhan spiritualitas dapat membuat individu menerima kondisinya ketika sakit dan memiliki pandangan hidup positif Young,
1993 dalam Young Koospen, 2005. Pemenuhan kebutuhan spiritualitas memberi kekuatan pikiran dan tindakan pada individu. Pemenuhan kebutuhan
spiritualitas memberikan semangat pada individu dalam menjalani kehidupan dan menjalani hubungan dengan Tuhan, orang lain, dan lingkungan. Dengan
terpenuhinya spiritualitas, individu menemukan tujuan, makna, kekuatan, dan bimbingan dalam perjalanan hidupnya.
2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas Menurut Taylor, Lillis Le Mone 1997 dalam Hamid, 2008, dan Craven
Himle 1996, menjabarkan faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang adalah
Tahap perkembangan. Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak
dengan empat agama yang berbeda ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahyang yang berbeda menurut usia,
seks, agama, dan kepribadian anak. Diuraikan persepsi anak tentang Tuhan mencakup hal-hal: gambaran tentang Tuhan yang bekerja melalui kedekatan
dengan manusia dan saling keterikatan dengan kehidupan; mempercayai bahwa Tuhan terlibat dlam perubahan dan pertumbuhan diri serta
Universitas Sumatera Utara
transformasi yang membuat dunia tetap segar, penuh kehidupan, dan berarti; meyakini Tuhan mempunyai kekuatan dan merasa takut menghadapi
kekuasaa Tuhan; gambaran cahayasinar. Bayi dan todler 0-2 tahun: tahap awal perkembangan spiritual adalah rasa
percaya yang mengasuh yang sejalan dengan perkembangan rasa aman dan dalam hubungan interpersonal. Bayi dan todler belum memiliki rasa salah
dan benar serta keyakinan spiritual. Mereka mulai meniru kegiatan ritual tanpa mengerti arti kegiatan yang dilakukan. Usia pra sekolah meniru apa
yang mereka lihat bukan yang dikatakan orang lain. Menurut Kozier, Erb, Blais, dan Wilkinson 1995 dalam hamid, 2008 pada usia prasekolah ini
metode pendidikan spiritual yang paling efektif adalah memberikan doktrinasi dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memilih
saranya. Usia sekolah mengharapkan Tuhan menjawab doanya, yang salah akan dihukum dan yang baik akan diberikan hadiah. Pada masa prapubertas,
anak sering mngalami kekecewaan karena mereka menyadari bahwa doa tidak selalu dijawab menggunakan cara mereka dan mulai mencari alasan
tanpa mau menerima keyakinan begitu saja. Pada masa remaja, mereka membandingkan standar orang tua mereka dengan orang tua lain dan
menetapkan standar yang akan di integrasika dalam perilakunya. Kelompok usia dewasa muda dihadapkan pada pertanyaan bersifat keagamaan dari
anaknya akan menyadari apa yang pernah diajarkan kepadanya pada masa kanak-kanak dahulu, lebih dapat diterima pada masa dewasa daripada waktu
remaja dan masukan dari orang tua tersebut dipakai untuk mendidik
Universitas Sumatera Utara
anaknya. Usia pertengahan dan lansia lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha unutk mengerti nilai agama yang diyakini generasi
muda.
Keluarga . Peran orang tua sangat menentukan perkembangan spiritualitas
anak. Anak mempelajari mengenai Tuhan, kehidupan, dan diri sendiri dari perilaku orang tua mereka. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan
terdekat dan pengalaman pertama anak dalam mempersepsikan kehidupan di dunia, pandangan anak pada umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka
dalam berhubungan dengan orang tua dan saudaranya.
Latar belakang etnik dan budaya . Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi
oleh latar belakang etnik dan sosial budaya. Pada umumnya. Seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya
menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai kegiatan keagamaan.
Pengalaman hidup sebelumnya . Pengalaman hidup baik yang positif
maupun negatif dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang. Pengalaman hidup yang menyenangkan seperti pernikahan, pelantikan kelulusan,
kenaikan pangkatjabatan dapat menimbulkan perasaan bersyukur kepada Tuhan, tetapi ada juga merasa tidak perlu. Peristiwa dalam kehidupan sering
dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan untuk menguji kekuatan iman. Pada saat ini, kebutuhan spiritual akan meningkat yang
memerlukan kedalaman spiritual dan kemampuan koping untuk memenuhinya.
Universitas Sumatera Utara
Krisis dan perubahan . Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedlaman
spiritual seseorang Toth, 1992 dan Craven Hirnle 1996. Krisis sering ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan,
kehilangan, dan bahkan kematian khususnya pada klien dengan penyakit terminal. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut
merupakan pengalaman spiritual selain pengalaman yang bersifat fisik dan emosional.
Terpisah dari ikatan spiritual . Menderita sakit terutama yang bersifat
akut, sering membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sisitem dukungan sosial. Kebiasaan hidup yang berubah antara
lain tidak dapat menghadiri acara resmi, melakukan kegiatan keagamaan, tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang biasa
memberikan dukungan setiap saat yang diinginkan. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual dapat beresiko terjadi perubahan fungsi spiritualnya.
Isu moral terkait dengan terapi . Pada kebanyakan agama, proses
penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan unutk menunjukkan kebesarannya walaupun ada yang menolak intervensi pengobatan. Konflik
antara jenis terapi dengan keyakinan agama sering dialami oleh klien dan tenaga kesehatan.
Asuhan keperawatan yang kurang sesuai . Ketika melakukan asuhan
keperawatan kepada klien, diharapkan perawat peka terhadap kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan ada kemunginan perawat justru menghindari untuk memberikan asuhan spiritual.
2.2 Konsep Rawat Inap