Kerjasama dan Tanggung Jawab Perusahaan Pengiriman Barang Dengan Airline Terhadap Pemilik Barang Akibat Kelalaian yang Menyebabkan Rusak Atau Hilangnya Barang Kiriman. (Studi di PT. JNE Cabang Medan)

(1)

Lampiran

WAWANCARA

Wawancara dengan Ibu Nurhayati selaku Legal Staff di JNE Cabang Medan

1. Bagaimana proses pengiriman barang yang dilakukan JNE

Jawaban : Proses pengiriman pertama kali dilakukan iyalah menampung barang yang akan dikirim konsumen, lalu paket-paket tersebut didata tujuan akan dikirimkan selanjutnya dikirimkan ke JNE Pusat, setelah itu pusat akan mengirimkan paket kecabang– cabang tempat alamat paket tersebut, lalu cabang–cabang tersebut mengirimkan kealamat tempat tujuan penerima paket tersebut. 2. Angkutan apa saja yang digunakan dalam pengriman

Jawaban : angkutan darat seperti pick up JNE, sepeda motor untuk kurir yang mengirimkan paket kealamat penerima lalu angkutan udara menggunakan jasa airline.

3. Jasa airline apa yang digunakan dalam pengiriman barang ?

Jawaban : Pada dasarnya kami bisa menggunakan jasa angkutan udara apa saja tetapi JNE pusat telah bekerjasama dengan Garuda Indonesia untuk mengangkut barang sehingga kami JNE cabang juga mengirimkan barang menggunakan jasa Garuda Indonesia.

4. Bagaimana bentuk perjanjian kerjasama tersebut ?

Jawaban: Pada dasarnya saya tidak mengetahui bentuk perjanjian tersebut dikarenakan perjanjian tersebut merupakan kewenangan JNE pusat. Tetapi pada dasarnya ini merupakan perjanjian


(2)

Lampiran

pengangkutan dimana JNE bekerjasama dengan Garuda Indonesia untuk mengangkut barang-barangnya.

5. Bagaimana proses pengiriman barang JNE mengunakan angkutan udara ? Jawaban : Mendatangi kantor bagian Kargo Garuda Indonesia dengan

membawa barangnya . Setelah itu barang akan ditimbang dan diperiksa packing-annya. Setelah semuanya tidak ada masalah

laludibuatka

barang dibawa ke pabean untuk diperiksa dan disetujui. Bila sudah beres, barang siap kirim, lalu barang disimpan di gudang sampai tiba waktunya untuk dinaikkan ke dalam pesawat.

6. Bagaimana proses pengambilan barangnya ?

Jawaban : Setelah diturunkan dari

terlebih dahulu di dalam gudang (kecuali untuk barang-barang yang dikeluarkan hari itu juga, misalnya koran, film berita untuk tv, barang yang lekas rusak/busuk seperti daging, sayuran, buah, dsb), JNE akan mendapat surat pemberitahuan tentang adanya barang kiriman (Notice of arrival), dengan surat tersebut, JNE akan mendatangi kantor bagian kargo atau agen Garuda Indonesia yang mengirimi surat tersebut untuk mengambil airways bill-nya, setelah itu menyelesaikan masalah administrasi/keuangan, barang di diterima JNE untuk dikirimkan. 7. Ketika mengangkut barang menggunakan pesawat udara resiko kehilangan

barang konsumen pasti tetap ada sehingga bagaimana tanggung jawab JNE terkait masalah ini?


(3)

Jawaban : Terkait hal ini biasanya terjadi karena kesalahan pegawai bandar udara dimana salah ketika pemasukan data atau pun lalai mengurus kargo pada dasarnya ini semua menjadi tanggung jawab Garuda Indonesia yang lalai yang mengakibatkan kerugian kepada JNE sehingga ganti rugi diberikan oleh Garuda Indonesia. Dalam hal ini juga JNE juga bertanggungjawab kepada konsumen dimana ganti rugi yang diberikan sesuai dengan ganti rugi yang diberikan Garuda Indonesia kepada JNE.

8. Bagaimana ganti rugi yang diberikan ganti rugi yang diberikan kepada Garuda Indonesia ?

Jawaban :Pada prosesnya ganti rugi diberikan setelah ada pernyataan hilangnya barang dalam kargo, setelah itu barulah dapat meminta ganti rugi terhadap kargo yang hilang, biasa nya hal ini dilakukan didalam pengadilan sehingga memerlukan proses yang sangat panjang dimana untuk besaran ganti ruginya disesuaikan dengan putusan pengadilan.

9. Apakah tidak ada kejelasan mengenai besaran ganti rugi tersebut?

Jawaban : Sebenarnya ada apabila dilihat dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi dalam prosesnya tidak hanya kerugian fisik saja yang dialami JNE tetapi ada juga kerugian-kerugian lainya seperti kerugian waktu, nama baik dan lain-lain sehingga membutuhkan kejelasan yang jelas mengenai hal tersebut.


(4)

Lampiran

10. Bagaimana dengan konsumen yang mengalami kerugian juga?

Jawaban : Dalam hal ini JNE lah yang akan memberikan ganti rugi kepada konsumen dimana hasil ganti kerugian yang diberikan JNE lah yang menjadi dasar ganti kerugian untuk konsumen, sehingga dalam hal ini konsumen memerlukan waktu yang lama karena proses ganti rugi yang lama pula.

Diketahui Oleh

Nuhayati


(5)

Wawancara dengan Ibu Kartika Sari selaku Kordinator Custumer Service di JNE Cabang Medan

1. Layanan apa saja yang diberikan JNE kepada konsumen ?

Jawaban : Diploma, SS (Super Speed), YES (Yakin Esok Sampai), Reguler, OKE (Ongkos Kirim Ekonomis).

2. Apa itu Syarat Standart Pengiriman (SSP) di JNE ?

Jawaban: SSP adalah syarat dasar yang mengikat dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian antara antara JNE dengan pelanggan.

3. Apakah setiap konsumen wajib mematuhi SSP tersebut ?

Jawaban : Iya, karena ini merupakan sesuatu hal yang harus dipenuhi pelanggan

4. Kalau tidak dipenuhi bagaimana?

Jawaban : Jika tidak dipenuhi maka JNE berhak menolak untuk menerima atau mengangkut dokumen atau kiriman tertentu dari perorangan ataupun perusahaan berdasarkan kebijaksanaan JNE sendiri. 5. Barang apa yang dapat dikirim melalui JNE ?

Jawaban : Dokumen, pakaian, makanan, HP, dll. 6. Barang apa saja yang tidak dapat dikirim melalui JNE?

Jawaban : Barang berbahaya yang mudah meledak, menyala atau terbakar, narkotika, alkhohol, tanaman dan hewan (harus ada handling khusus atau izin), senjata api, perhiasan, perlengkapan peralatan judi, perangko, cek tunai.


(6)

Lampiran

7. Bagaimana JNE memastikan barang tersebut tidak dikirimkan melalui JNE ? Jawaban : Sebelum JNE menerima barang untuk dikirimkan JNE terlebih

dahulu mengecek barang apa yang akan dikirimkan terlebih dahulu.

8. Saat dalam mengangkut barang resiko barang hilang atau rusak ataupun itu pasti ada bagaimana tanggungjawab orang bapak ketika barang itu rusak atau hilang?

Jawaban : JNE bertanggung jawab terhadap barang yang rusak atau hilang selagi kiriman tersebut terjadi kerusakan/ kehilangan masih berada dalam pengawasan JNE/ karena kelalaian karyawan atau agen JNE.

9. Bagaimana bentuk ganti ruginya?

Jawaban : Bentuk ganti rugi jika kiriman rusak maka akan dicoba dilakukan perbaikan, jika masih tetap rusak maka akan diberikan ganti rugi sebesar ganti rugi kehilangan barang, lalu jika hilang maka ganti rugi akan diberikan berupa uang sejumlah maksimal 10x ongkos jika tidak diasuransikan.

10. Berapa besarannya ganti rugi yang diberikan ? Jawaban:

• Senilai harga barang jika harga dibawah 10 x ongkos kirim • Senilai maksimal 10 x ongkos kirim jika tidak diasuransikan • Senilai harga barang jika diasuransikan


(7)

Jawaban : Tidak semua tergantung perjanjian dengan konsumen dimana kami selalu menawarkan jasa asuransi untuk barang yang dikirim. 12. Apakah itu tercantum dalam perjanjian dengan konsumen

Jawaban : Iya

13. Bagaimana dengan barang elektronik yang resiko kerusakannya cukup tinggi dan harganya tidak sebanding dengan ganti rugi yang diberikan?

Jawaban : Petugas counter wajib menawarkan packing kayu dan asuransi untuk menjamin amannya barang dalam perjalanan.

14. Apakah diberikan asuransi yang berbeda untuk barang-barang yang berharga cukup tinggi

jawaban : Tidak ada perbedaan, dimana nilai asuransi tetap 0,2% harga kiriman ditambah Rp.500m biaya administrasi.

15. Bagaimana dengan keterlambatan apakah ada gantirugi juga atas barang tersebut ?

jawaban : Tidak ada hanya permintaan maaf saja kepada pelanggan, kecuali konsumen menggunakan layanan YES (Yakin Esok Sampai) yang memang ada jaminan uang ongkos kirim kembali jika kiriman terlambat sampai di penerima karena kesalahan JNE 16. Bagaimana betuknya ganti ruginya ?

Jawaban : Dalam bentuk uang sesuai dengan ongkos kirim

17. Kepada siapa gantirugi diberikan apakah kepada pengirim barang atau penerima barang ?


(8)

Lampiran

18. Bagaimana kakak/abang menanggapi masalah yang dihadapi konsumen terkait hilang, rusak, dan terlambatnya pengiriman ?

jawaban : Akan kami jelaskan sesuai dengan SOP JNE.

19. Bagaimana penyelesaian masalah diatas dilakukan secara musyawarah dan mufakat yang dialakukan JNE?

Jawaban : JNE akan berusaha terlebih dahulu melakukan negosiasi kepada konsumen dengan menyampaikan permintaan maaf jika konsumen berkeras maka kami akan mencoba untuk menyarankan konsumen agar mengajukan klaim terlebih dahulu.

20. Bagaimana tata cara pengajuan klaim tersebut ?

Jawaban : Dengan membuat surat klaim atas rusak/hilangnya barang disertai surat resi/AWB pengiriman barang.

21. Apabila masalah tidak terlaksana apakah langsung dilanjutkan ketingkat badan penyelesaian konsumen ?

Jawaban : Tidak, jika tidak terlaksana maka masalah akan dimusyawarahkan dan dicari titik tengahnya agar tidak naik ke tingkat BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), tapi apabila konsumen tetap memaksa dan melaporkanya ke BPSK maka sengketa akan diselesaikan di pengadilan.

Diketahui oleh

Kartika Sari


(9)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku- Buku

Asikin, Zainal, 2013, Hukum Dagang, Rajawali Pers, Jakarta.

Fuady, Munir, 2012,Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung.

Hernoko, Agus Yudha, 2013, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta.

K., Martono, 2007, Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional, Bagian Pertama,Raja Grafindo, Bandung.

__________, dan Sudiro Ahmad, 2010, Hukum Angkutan Udara berdasarkan UU RI No.1 Tahun 2009,Rajawali Pers, Jakarta.

__________, dan Pramono Agus, 2013, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional, Rajawali Pers, Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir, 2006, Hukum Asuransi Indonesia Cetakan keempat, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung.

__________, 2013, Hukum Pengangkutan Niaga, Cetakan Kelima,PT.Citra Aditya Bakti, Bandung.

Muljadi Kartini, dan Widjaja Gunawan, 2002, Perikatan Pada Umumnya, Rajawali Pers,Jakarta.

Nasution, M.N., 2008, Manajemen Transportasi, Ghalia Indonesia, Bogor.

Nurbaiti, Siti, 2009,Hukum Pengangkutan Darat, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta.

Purba, Hasim, 2005, Hukum Pengangkutan di Laut Prespektif Teori dan Praktek,Pustaka Bangsa Press, Medan.

Purwosutjipto, 2008, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3 Hukum Pengangkutan Cetakan Ketujuh, Djambatan, Jakarta.

Pusat Bahas Departemen Pendidikan Nasional,2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia.


(10)

Lampiran

Salim, 2009, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak Cet. Ke-6,Sinar Grafika,Jakarta.

Sigit Triandaru, dan Totok Budisantoso, 2008, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Salemba Empat,Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 2010, Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta.

Suherman, E.,2000, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan (Himpunan Makalah 1961-1995), CV. Mandar Maju, Jakarta.

Subagyo,P. Joko, 2006, Metode penelitian Dalam Teori dan Prakteķ, Cetakan Kelima, Rineka Cipta, Jakarta.

Surbekti, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta. __________, 2014, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya, Bandung.

Suriaatmadja, Toto Tohir, 2005,Pengangkutan Kargo Udara: Tanggungjawab Pengangkut dalam Dimensi Hukum Udara Nasional dan Internasional,Pustaka Bani Quraisy, Bandung.

__________, 2006, Masalah dan Aspek Hukum dalam Pengangkutan Udara Nasional, Mandar Maju, Bandung.

Sution Usman Adji, dkk, 2007, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.

Tjakranegara, Soegjatna, 2005,Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta.

Uli, Sinta, 2006, Pengangkutan Suatu Tindakan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut Dan Angkutan Darat, USU Press, Medan.

B. Makalah

Purba, Hasim, Makalah, 2016, Mewujudkan Keselamatan Penerbangan dengan Membangun Kesadaran Hukum Bagi Stakeholders Melalui Penerapan Safety Culture, disampaikan dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Keperdataan/Hukum Dagang Pada Fakultas Hukum, di Medan.

C. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Dagang


(11)

UU No.8 Tahun 1999 Tentang perlindungan konsumen UU No.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

UU No.29 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan UU Nomor 38 tahun 2009 Tentang Pos,

UU No. 40 tahun 2014 Tentang Perasuransian PP No. 8 tahun 2011 Tentang Multimoda Transport

KM No. 5 tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Jasa Titipan

PM Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara

Ordonansi Pengangkutan Udara stb. 1939-100

D. Website

00.30 Wib.

tanggal 01 Maret 2016 jam 23.12 Wib.

2016 jam 22.12 Wib.

22.00 Wib.


(12)

BAB III

TANGGUNG JAWAB AIRLINE DAN PERUSAHAAN PENGIRIMAN BARANG

A.Hak dan Kewajiban Airline dan Perusahaan Pengiriman Barang

Kewajiban dan hak merupakan sesuatu yang timbal balik, pihak-pihak yanh timbul karena peristiwa hukum berupa perbuatan, kejadian, keadaan. Peristiwa hukum tersebut dapat berasal dari perjanjian atau undang-undang.66Kewajiban pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, dan berhak atas biaya angkutan, sedangkan kewajiban pengirim adalah membayar uang angkutan dan berhak untuk diangkut ke suatu tempat tujuang tertentu dengan selamat.67

Pengangkutan udara di Indonesia yang melakukan proses pengiriman barang, ditandai dengan peristiwa hukum berupa perjanjian pengankutan udara antara pengangkut dengan pengirim barang. Perjanjian pengangkutan udara adalah perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau pengirim kargo untuk mengangkut penumpang dan/atau kargo dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau dalam bentuk imbalan jasa yang lain.68

66 Muhammad Abdulkadir, Op.cit. Hal 145. 67 Siti Nurbaiti, Op.cit. hal. 15.

68

Pasal 1 angka 29 Undang-Undang No 1 Tahun 2009 Tentang penerbangan.

Perjanjian pengangkutan yang memuat perjanjian antara pengangkut dengan ekspeditur atau pengirim barang memuat prestasi yang berlaku sebagai undang-undang bagi kedua belah pihak. prestasi pada dasarnya memberikan hak dan kewajiban antara pihak pengangkut dengan ekspeditur atau pengirim barang, dimana hak dan


(13)

kewajiban itu harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak agar perjanjian dapat terlaksana sebagaimana mestinya.

A.1. Hak dan Kewajiban Airline dalam Pengiriman Barang

Hak dan kewajiban dalam kehidupan sehari-hari harus dilaksananakan sebaik-baiknya untuk menjaga keselamatan penerbangan. Airline yang merupakan sthakeholders penyedia jasa penerbangan memiliki hak dan kewajiban dalam menjalankan usaha penerbangan di Indonesia. Hak dan kewajiban ini termuat dalam undang-undang dan peraturan yang berlaku.

Ordonansi Pengangkutan Udara stb. 1939-100 menyebutkan hak airline sebagai perusahaan pengangkutan udara antara lain :

a. Pengangkut berhak untuk meminta kepada pengirim barang atau untuk membuat surat muatan udara. (Pasal 7 ayat 1 )

b. Pengangkut berhak meminta kepada pengirim barang untuk membuat surat muatan udara, jika ada beberapa barang. (Pasal 9)

c. Pengangkut juga berhak menolak pengangkutan penumpang jika ternyata identitas penumpang tidak jelas.

d. Hak penumpang yang dicantumkan dalam tiket penumpang yaitu hak untuk menyelenggarakan angkutan kepada perusahaan pengangkut lain, serta pengubah tempat-tempat pemberhentian yang telah disetujui, semua tetap ada ditangan pengangkut udara.

e. Hak untuk pembayaran kepada penumpang atau pengirim barang atas barang yang telah diangkutnya serta mengadakan peraturan yang perlu untuk pengangkutan dalam batas-batas yang dicantumkan Undang-Undang.

Airlineyang merupakan badan usaha angkutan usaha dan juga pelaku usaha dalam bidang pengangkutan yang mana dalam UU No. 8 Tentang Perlindungan Konsumen pasal 1 ayat 3 disebutkan:

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yangberbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik


(14)

47

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Airline memiliki hak yang tercantum dalam pasal 6 UU Perlindungan konsumen dimana antara lain:

a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.

Kewajiban Airline sebagai badan angkutan udara/ pengangkut menurut Ordonansi Pengangkutan Udara stb. 1939-100 antara lain:

a. Pengangkut harus menandatangani surat muatan udara segera setelah muatan barang-barang diterimanya (Pasal 8 ayat 2).

b. Bila pengangkut tidak mungkin melaksanakan perintah-perintah dari pengirim, pengangkut harus segera memberitahukan kepada pengirim (Pasal 15 ayat 3).

Undang-Undang No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan juga menerangkan tentang kewajiban pemegang izin angkutan udara dalam Pasal 118 antara lain:

a. Melakukan kegiatan angkutan udara secara nyata paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak izin diterbitkan dengan mengoperasikan minimal jumlah pesawat udara yang dimiliki dan dikuasai sesuai dengan lingkup usaha atau kegiatannya.

b. Memiliki dan menguasai pesawat udara dengan jumlah tertentu.

c. Mematuhi ketentuan wajib angkut penerbangan sipil, dan ketentuan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

d. Menutup asuransi tanggung jawab pengangkut dengan nilai pertanggungan sebesar santunan penumpang angkutan udara niaga yang dibuktikan dengan perjanjian penutupan asuransi.

e. Melayani calon penumpang secara adil tanpa diskriminasi atas dasar suku agama, ras, antar golongan, serta strata ekonomi dan sosial.


(15)

f. Menyerahkan laporan kegiatan laporan kegiatan angkutan udara termasuk keterlambatan dan pembatalan penerbangan, setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya kepada Menteri. g. Menyerahkan laporan kinerja keunangan yang telah diaudit oleh kantor

akuntan publik terdaftar yang sekurang-kurangnya memuat neraca, laporan rugi laba, arus kas, dan rincian biaya, setiap tahun paling lambat akhir bulan April tahun berikutnya kepada Menteri.

h. Melaporkan apabila terjadi perubahan penanggung jawab atas pemilik badan hukum angkutan udara niaga, domisili badan usaha angkutan udara niaga dan pemilikan pesawat kepada Menteri.

i. Memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan.

Pasal 62 UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara wajib untuk memberikan asuransi dimana yang akan diasuransikan adalah:

a. pesawat udara yang dioperasikan;

b. personel pesawat udara yang dioperasikan; c. tanggung jawab kerugian pihak kedua; d. tanggung jawab kerugian pihak ketiga; dan

e. kegiatan investigasi insiden dan kecelakaan pesawat udara.

Khusus untuk wajib angkut, terdapat dalam Pasal 140 UU no.1 Tahun 2009 tentang penerbangan dimana pengangkut wajib:

a. Mengangkut orang dan/atau kargo, dan pos setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan.

b. Memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa angkutan udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan yang disepakati, dimana perjanjian ini dibuktikan dengan tiket penumpang dan dokumen muatan.

A.2. Hak dan kewajiban Perusahaan Pengiriman Barang

Menurut Purwosutjipto perusahaan pengirim barang/ekspeditur mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai berikut:

a. Sebagai pemegang kuasa. Ekspeditur melakukan perbuatan hukum atas nama pengirim. Dengan ini maka dia tunduk pada ketentuan-ketentuan mengenai pemberian kuasa (pasal 1792 sampai dengan 1819 KUHPerdata)


(16)

49

b. Sebagai komisioner. Kalau ekspeditur berbuat atas namanya sendiri, maka berlakulah ketentuan-ketentuan mengenai komisioner (pasal 76 KUHD)

c. Sebagai penyimpan barang. Sebelum ekspeditur mendapat/menemukan pengangkut yang memenuhi syarat, maka sering juga ekspeditur terpaksa harus menyimpan dulu barang-barang pengirim digudangnya. Untuk ini berlakulah ketentuan-ketentuan mengenai penyimpanan barang (bewaargeving), pasal 1694 KUHPerdata.

d. Sebagai penyelenggara urusan (zaakwaarnemer). Untuk melaksanakan amanat pengirim, ekspeditur banyak sekali harus berurusan dengan pihak ketiga untuk kepentingan berang-barang tersebut, misalnya: melaksanakan ketentuan-ketentuan tentang pengeluaran dan pemasukan barang-barang di pelabuhan, bea-cukai dan lain-lain. Di sini ada unsur penyelenggaraan urusan (zaakwaarnemer) dan untuk itu berlakulah pasal 1354 KUHPerdata.

e. Register dan surat muatan. Sebagai pengusaha, seorang ekspeditur harus memelihara register harian tentang macam dan jumlah barang-barang dagangan dan barang lainnya yang harus diangkut, begitu pula harganya (pasal 86 ayat 2 KUHD). Hal ini erat hubungannya dengan pasal 6 KUHD. Kecuali register harian tersebut di atas, dia harus memuat surat muatan (vrachtbrief-pasal 90 KUHD) pada tiap-tiap barang yang akan diangkut.

f. Hak retensi. Berdasarkan fungsi-fungsi atau sifat perjanjian ekspedisi tersebut dimana pemegang kuasa mempunyai hak retensi (pasal 1812 KUHPer), begitu juga komisioner (pasal 82 KUHD), penyimpan barang (pasal 1729 KUHPerdata), penyelenggara urusan (menurut arrest H.R. tanggal 10 Desember 1948) begitu pula dengan ekspeditur mempunyai hak retensi. Dimana hak retensi adalah hak dari penerima kuasa untuk menahan sesuatu yang menjadi milik pemberi kuasa karena pemberi kuasa belum membayar kepada penerima kuasa hak penerima kuasa yang timbul dari pemberian kuasa.69

Secara umum berdasarkan Undang-undang Nomor 38 tahun 2009 tentang Pos, perusahaan pengiriman barang/perusahaan penyelenggara pos mempunyai hak antara lain:

a. Bahwa perusahaan pengirman barang dapat melakukan layanan komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik, layanan paket, layanan logistik, layanan transaksi keuangan dan layanan keagenan pos. (pasal 5) b. Perusahaan pengiriman barang (penyelenggara pos) dapat melakukan

kerja sama dengan penyelenggara pos dalam negeri, asing, badan usaha dalam negeri/asing bukan penyelenggara pos.(pasal 11)

c. Setiap perusahaan penyelenggara pos komersil berhak menentukan tarif berdasarkan formula perhitungan berbasis biaya. (pasal 16)


(17)

Bersarkan Keputusan Menteri Nomor 5 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Jasa Titipan, maka kewajiban Perusahaan jasa pengangkutan atau penyelenggara pos sebagai berikut:

a. Perusahaan penyelenggara wajib memiliki timbangan sekurang-kurangnya 1 (satu) buah s.d. 30 kilogram dengan ketelitian 100 gram dan memiliki alamat kantor yang jelas. (Pasal 3)

b. Wajib memiliki izin dari Direktur Jendral. (Pasal 4)

c. Dalam pasal 13 peraturan menteri ini menjabarkan kewajiban penyelenggara layanan:

1) menempatkan Surat Izin Penyelenggaraan Jasa Titipan pada tempat yang mudah dilihat oleh pengguna jasa;

2) menetapkan syarat-syarat dan tata cara penyelenggaraan jasa titipan; 3) menyelesaikan tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh pengguna jasa; 4) melaporkan kepada yang berwajib apabila mengetahui atau menduga

ada barang titipan yang berisi benda-benda yang dilarang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

5) memberikan laporan kegiatan operasional minimal setiap 6 (enam) bulan kepada Direktur Jenderal;

6) melaporkan setiap kali terjadi perubahan anggaran dasar selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah perubahan kepada Direktur Jenderal;

B. Tanggung Jawab Airline Dalam Mengangkut Barang

B.1. Tanggung jawab pengangkut udara

Tanggung jawab erat kaitannya dengan ganti rugi dalam pengankutan. Didalam UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan pada ketentuan umum disebutkan :

Tanggung jawab pengangkut adalah kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga.

Tanggung jawab perusahaan penerbangan atau airline terhadap kargo dimulai sejak pengirim barang menerima salinan surat muatan udara dari


(18)

51

perusahaan penerbangan sampai dengan waktu yang ditetapkan sebagai batas pengambilan sebagaimana tertera dalam surat muatan udara.70

Konsep atau prinsip tanggung jawab hukum yang digunakan dalam Undang-Undang No. 1 tahun 2009 Tentang Penerbangan adalah tanggung jawab praduga bersalah (presumption of liability), karena itu pengangkut otomatis bertanggung jawab, kecuali pengangkut dapat membuktikan bahwa pengangkut tidak bersalah atau beban pembuktian terbalik atau pembuktian negatif.71

a. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut. (pasal 144)

Tanggung jawab pengangkut atas barang atau kargo dimana diatur dalam UU No. 1 tahun 2009 Tentang penerbangan antara lain adalah sebagai berikut:

b. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama kargo berada dalam pengawasan pengangkut. (pasal 145)

c. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional. (pasal 146)

Sedangkan menurut Undang-undang No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan, pasal yang mengatur tentang tanggung jawab diatur dalam pasal 43 ayat (1) yang berbunyi :

Perusahaan angkutan udara yang melakukan kegiatan angkutan bertanggung jawab atas

a. Kematian atau lukanya penumpang yang diangkut. b. Musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut.

c. Keterlambatan angkutan penumpang dan atau barang yang diangkut apabila terkait hal tersebut merupakan kesalahan pengangkut

Pasal 2 Peraturan Menteri Perhubungan No.77 tahun 2011 tentang tanggung jawab pengangkut angkutan udara disebutkan bahwa pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap :

70 Martono K. dan Agus Pramono, Op.cit. Hal. 214. 71Ibid. Hal.194.


(19)

a. Penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka; b. Hilang atau rusaknya bagasi kabin;

c. Hilang, musnahnya bagasi tercatat; d. Hilang, musnah, atau rusaknya kargo; e. Keterlambatan angkutan udara;

f. Kerugian yang diderita pihak ketiga.

B.2. Ganti kerugian pengangkutan udara atas barang angkutan

Seorang pengguna jasa angkutan apabila mengalami kerugian akibat kecelakaan (accident) maka ia harus menerima ganti rugi dari pengangkut sebagai kelanjutan dari adanya tanggung jawab pengangkut.72Menurut Ordonansi Pengankutan udara stb.100-1993 ganti rugi pada pengangkut bagasi dan barang tanggung jawab pengangkut dibatasi sampai jumlah dua puluh lima rupiah (Rp.25,-) per Kg. Kecuali bila ada pernyataan khusus tentang harga barang pada waktu penyerahan tiap pengirim kepada pengangkut dan dengan pembayaran tarif yang lebih tinggi. Dalam hal ini pengangkut wajib untuk membayar sampai jumlah dari harga yang dinyatakan itu, kecuali bila ia dapat membuktikan, bahwa harga ini melebihi harga sebenarnya bagi pengirim pada waktu penyerahan. Mengenai barang-barang yang dimaksudkan dalam ayat 2 dari pasal 6, tanggung jawab pengangkut dibatasi sampai lima ratus rupiah (Rp. 500,-) per penumpang.73

72 Suriaatmadja Toto Tohir,Op.cit. Hal. 33. 73Ibid. Hal. 33.

Undang-undang No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan tidak mengatur jumlah yang akan diberikan. Undang-undang ini memberikan ganti rugi menunjuk pada peraturan pelaksana dalam hal ini peraturan menteri yang terkait yaitu Peraturan Menteri Perhubungan No.77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara.


(20)

53

Peraturan Menteri Perhubungan No.77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara ganti kerugian terhadap barang atau kargo yang dikirim hilang, musnah atu rusak dapat dianggap hilang apabila setelah 14 (empat belas) hari terhittung sejak barang atau kargo tiba ditempat tujuan. Untuk penetapan ganti rugi terdapat dalam pasal 7 ditetapkan sebagai berikut:

a. Terhadap hilang atau musnah, pengangkut wajib memberikan gantikerugian kepada pengirim sebesar Rp. 100.000,00 (seratus riburupiah) per kg.

b. Terhadap rusak sebagian atau seluruh isi kargo atau kargo,pengangkut wajib memberikan ganti kerugian kepada pengirimsebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per kg.

Lalu apabila pada saat menyerahkan kepada airline, pengirim menyatakan nilai barang atau kargo dalam surat muatan udara (airway bill), ganti kerugian yang wajib dibayarkan oleh airline kepadapengirim sebesar nilai barang atau kargo yang dinyatakan dalam surat muatan udara. Ketentuan ini menjadi bias, apakah tidak menjadi beban berat buat perusahaan penerbangan yang harus membayar kepada pengirim sebesar yang dinyatakan surat muatan udara, sementara tidak menyebutkan bahwa pengirim harus membayar biaya tambahan seharga barang yang dinyatakan dalam surat muatan udara.74

C.Tanggung Jawab Perusahaan Pengiriman Barang dan Perusahaan Multimoda

Pasal 8 Peraturan Menteri Perhubungan No.77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara menyebutkan

Perusahaan penerbangan hanya bertanggung jawab atas kerusakan sebagian atau keseluruhan atas kehilanagan kargo selama dalam perusahaan penerbangan udara yang menjadi tanggung jawabnya.

Tanggung jawab pengiriman barang sedianya tidak hanya menjadi tanggung jawab pengangkut saja dimana dalam hal ini perusahaan pengiriman barang (ekspeditur) juga memiliki tanggung jawab sebagai pihak yang diberikan kuasa untuk mengangkut barang. Perjanjian ekspedisi yang mengikat antara


(21)

pengirim barang dengan perusahaan pengirim barang merupakan bukti yang jelas, bahwa perusahaan pengiriman barang memiliki tanggung jawab atas barang yang dikirimkan.

Pasal 87 KUHD menetapkan tanggung jawab ekspeditur terhadap barang–barang yang telah diserahkan pengirim kepadanya yaitu :

a. Menyelenggarakan pengiriman selekas-lekasnya dengan rapi pada barang-barang yang telah diterimanya dari pengirim;

b. Mengindahkan segala upaya untuk menjamin keselamatan barang- barang tersebut.

c. Pengambilan barang-barang dari gudang pengirim; d. Bila perlu penyimpanan digudang ekspeditur;

e. Pengambilan barang-barang muatan dari tempat tujuan untuk diserahkan kepada penerima yang berhak atau kepada pengangkut selanjutnya.75

Perusahaan pengiriman barang yang bertindak sebagai angkutan umum yang juga menggunakan angkutan darat dimana sesuai dengan UU No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,perusahaan ini memperoleh tanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim.(pasal 193 ayat 1) kerugian sebagai mana yang dimaksud dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami. (pasal 193 ayat 2) Dimana tanggung jawab ini dimulai sejak barang diangkut sampai dengan barang sampai pada pihak penerima.

UU No. 8 Tahun 1999 Tetang Perlindungan Konsumen juga memberikan perusahaan pengiriman barang tanggung jawab sebagai pelaku usaha yaitu Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,


(22)

55

dan/atau kerugian konsumen akibat konsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.dimana ganti rugi sebagaimana dimaksud dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan perundang–undangan yang berlaku. Lalu pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7(tujuh) hari setelah tanggal transaksi dimana pemberian ganti rugi sebagaimana diatas tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan, dan hal ini tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.76

a. 666,67 (enam ratus enam puluh enam koma enam puluh tujuh) SDR per paket atau 2 (dua) SDR per kilogram berat kotor barang dari barang yang hilang atau rusak untuk barang yang di angkut dengan menggunakan angkutan laut, sungai, danau, dan penyeberangan; atau

Konsep tanggung jawab perusahaan pengiriman barang ini memberikan kewajiban untuk mengganti kerugian apabila terjadi kerusakan, hilang barang atas barang yang diangkut selama barang yang diangkut tersebut dalam pelaksanaannya diangkut atau kesalahan perusahaan pengiriman barang

Ganti rugi pada perusahaan pengiriman barang yang sejatinya menggunakan multimoda transport memberikan gambaran yang jelas mengenai konsep ganti rugi yang akan diberikan hal ini diatur dalam PP No.8 Tahun 2011 tentang Multimoda transport antara lain :

b. 8,33 (delapan koma tiga puluh tiga) SDR per kilogram berat kotor barang yang hilang atau rusak, dalam hal angkutan multimoda tidak menggunakan angkutan laut atau angkutan sungai, danau, dan penyeberangan.


(23)

Ketika kerusakan dan kehilangan terjadi akibat kesalahan, kelalaian, dan/atau kecerobohan badan usaha angkutan multimoda, ganti rugi sebagaimana dimaksud di rusak, hilangnya barang paling banyak sebesar nilai barang.77

C.1. Asuransi

Pengiriman barang yang dilakukan oleh perusahaan pengiriman barang memberikan tawaran untuk memberikan asuransi untuk barang yang akan dikirim. Perusahaan pengiriman barang bekerjasama dengan perusahaan perasuransian untuk mengasuransikan barang yang akan dikirim disamping ada tanggung jawab tersendiri dari perusahaan pengiriman barang . Dalam pemberian asuransi tersebut biasanya diberikan untuk barang-barang yang memiliki nilai tinggi seperti emas, perak, barang-barang elektronik, dll. Barang disini yang menjadi objek perjanjian asuransi adalah benda hal ini bisa disebut asuransi benda (Object of insurance).78Asuransi memiliki arti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian.79

77

Pasal 24 PP No. 8 tahun 2011 Tentang Multimoda Transport.

78 Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia Cetakan keempat,Pt Citra Aditya

Bakti,Bandung, 2006. Hal 87.

79Ibid.Hal.5.

Menurut ketentuan pasal 246 KUHD yang memuat bahwa

Pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.

Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, yaitu:

Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:


(24)

57

a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.

b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Pengertian asuransi menyebutkan istilah premi dan polis, Premi asuransi adalah kewajiban pihak tertanggung kepada pihak penanggung yang berupa pembayaran uang dalam jumlah tertentu secara periodik.80

a. Jumlah persentase dari jumlah yang diasuransikan.

Sedangkan Polis asuransi merupakan isi dari kontrak asuransi.

Penentuan jumlah premi yang harus dibayar oleh tertanggung juga termasuk biaya yang berkenaan dengan pengadaan asuransi itu. Rincian yang dapat dikalkulasikan dalam jumlah premi adalah:

b. Jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh penanggung, misalnya biaya materai, biaya polis.

c. Kurtase untuk pialang jika asuransi diadakan melalui pialang. d. Keuntungan bagi penanggung dan jumlah cadangan.81

Premi yang dibuat perusahaan perasuransian memuat antara lain diperinci hak-hak dan kewajiban dari pihak penanggung dan tertanggung, syarat-syarat dan prosedur pengajuan klaim jika terjadi peristiwa yang diasuransikan, prosedur dan cara pembayaran premi oleh pihak tertanggung, dan hal-hal lain yang dianggap perlu.82

Pemberian asuransi pada dasarnya membutuhkan persetujuan para pihak baik penanggung maupun tertanggung. Dimana pihak penanggung memberikan polis untuk disetujui kedua belah pihak sehingga pada dasarnya asuransi memberikan keamanan atas persetujuan penanggung dengan tertanggung dengan

80 Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Salemba

Empat, Jakarta,2008, Hal. 183.

81 Abdulkadir Muhammad, Op.cit. Hal.106.

82 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, PT. Citra


(25)

memberikan keamanan kepada tertanggung apabila terjadi kehilangan barang maka akan diberikan ganti rugi sebesar premi yang diperjanjikan didalam polis asuransi.


(26)

BAB IV

KERJASAMA DAN TANGGUNGJAWAB PERUSAHAAN PENGIRIMAN BARANG DENGAN AIRLINE TERHADAP PEMILIK BARANG AKIBAT

KELALAIAN YANG MENYEBABKAN RUSAK ATAU HILANGNYA BARANG PENGIRIMAN

Kurang lebih dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir, industri logistik mengalami pertumbuhan yang sangat cepat sebagai dampak dari meningkatnya konsumsi domestik. Menurut lembaga riset Frost & Sullivan, konsumsi domestik telah mendorong pertumbuhan di Indonesia, mewakili 50% dari Produk Dometik Bruto (PDB) negara. Selain itu, dengan berkembangnya teknologi dan penggunaan internet, industri e-commerce melesat naik dan memberikan dampak positif yang signifikan bagi sektor logistik. Dengan demikian, sektor logistik akan tetap memainkan peranan yang cukup vital dalam keberlangsungan usaha di Indonesia serta sangat potensial untuk dikembangkan.

Sebagai salah satu pemain utama dalam industri logistik serta sejalan dengan visinya untuk menjadi perusahaan rantai pasok terdepan, PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE)senantiasa berkomitmen untuk turut berperan aktif mendukung kemajuan perekonomian nasional dengan memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh pelanggan setia JNE.

JNE berdiri pada tahun 1990, merupakan perusahaan nasional yang berkonsentrasi pada bidang usaha jasa pengiriman dan pendistribusian. JNE juga memperluas bidang usahanya hingga jasa pengiriman makanan khas daerah (PESONA), jasa kepabeanan, penjemputan di bandara, dan pengiriman uang/money remittance. Di akhir tahun 2012, JNE memisahkan divisi Logistik, menjadi unit usaha tersendiri terpisah dari unit kurir ekspres. Di tahun 2013, JNE siap berekspansi di bidang logistik, dengan berfokus pada layanan yang mencakup


(27)

pergudangan, cargo, pengiriman jalur darat, sea freight, dan air freight. Di tahun 2014, mempersiapkan JNE E-Commerce, dan optimalisasi Mobile Applications, membangun 250 kantor operasional dan jaringan outlet menjadi 5000 outlet di seluruh Indonesia dan menghadapi persiapan daya saing Asia Free Trade Area tahun 2015.83

D.Kerjasama Antara PT. JNE Sebagai Perusahaan Pengiriman Barang dengan Garuda Indonesia Airline Sebagai Pengangkut Dalam Hal Kelalaian Yang Menyebabkan Rusak Atau Hilangnya Barang

JNE dalam melakukan kegiatan usaha pengriman dan pendisbutrian barang telah bekerjasama dengang perusahaan lainnya untuk membantu kinerja perusahaan. Kerjasama perusahaan yang juga bergerak dibidang pengangkutan juga menjadi sarana untuk mempercepat proses pengiriman barang dari satu tempat ketempat lainnya. Salah satu perusahaan yang bekerjasama dengan JNE adalah maskapai penerbangan Garuda Indonesia yang bergerak dalam pengangkutan udara di Indonesia. Kerjasama yang dibangun antara JNE dengan Garuda Indonesia merupakan kerjasama angkutan, dimana JNE melakukan pengangkutan melalui darat dan Garuda Indonesia melalui udara. Kerjasama yang dijalin JNE ini bertujuan untuk memudahkan JNE untuk mengirimkan dari satu pulau ke pulau yang lain.

JNE sebagai perusahaan pengiriman barang tentunya mengadakan kerjasama dengan perusahaan penerbangan yang dalam hal ini adalah Garuda Indonesia Airline, perihal kerjasama tersebut tentunya telah terdapat aturan-aturan yang telah disepakati oleh PT. JNE dengan Garuda Indonesia Airline, yang salah


(28)

61

satunya yaitu mengenai tanggung jawab apabila terjadinya kelalaian yang menyebabkan rusak atau hilangnya barang dalam proses pengiriman barang tersebut

A.1. Kejasama JNE dengan Garuda Indonesia .

JNE sebagai perusahaan ekspedisi diberikan kuasa untuk mengirimkan barang konsumennya ketempat yang dituju. Dalam mengirimkan barang tersebut JNE bebas menggunakan angkutan untuk sampai ketempat yang dituju. Salah satunya ialah angkutan udara dimana disini juga bebas menggunakan perusahaanairlineyang tepat untuk membawa barang tersebut samapai ketempat tujuan. Salah satu perusahaan airline yang digunakan JNE adalah Garuda Indonesia.

Hasil wawancara dengan Ibu Nurhayati selaku bagian legal staff di JNE pada tanggal 03 Febuari 2016 bahwa JNE membuat kontrak pengangkutan dengan Garuda Indonesia dalam mengirimkan barang/kargo melalui udara. Pada dasarnmya kontrak ini mengikat JNE sebagai pihak pengirim dan penerima untuk tetap melakukan pengangkutan dengan menggunakan jasa Garuda Indonesia sebagai pengangkut.

Perjanjian ini pada dasarnya memuat tentang tanggung jawab pihak pengirim serta pengangkut, dan pada perjanjian ini memberikan jaminan prioritas kepada JNE.84

84 Wawancara dengan Ibu Nurhayati selaku legal staff di JNE cabang Medan dilakukan

pada tanggal 03 Febuari 2016.

Jaminan disini diberikan agar barang yang JNE kirimkan dapat dikirimkan dengan cepat ketempat tujuan. Tetapi dalam pelaksanaannya sering kali mengalami keterlambatan dan juga hilangnya barang diakibatkan


(29)

menumpuknya barang yang akan dikirim menggunakan jasa Garuda Indonesia, dimana tidak hanya JNE saja yang menggunakan jasa Garuda Indonesia untuk mengangkut barangnya dari satu pulau kepulau lainnya.

A.2. Tanggung Jawab Garuda Indonesia Dan JNE Terhadap Barang Yang Dikirim Melalui Angkutan Udara.

Menjalin kerjasama antara JNE dengan Garuda Indonesia timbul tanggung jawab masing-masing pihak terhadap barang yang dikirim. Sehingga perlu adanya pembagian tanggung jawab terhadap barang tersebut. Dimana pada prosesnya sering kali yang terjadi yang namanya hilang atau rusaknya barang dalam setiap pengangkutan

Pembagian antara JNE dan Garuda Indonesia membagi tanggung jawab atas barang tersebut menjadi dua bagian dimana JNE bertanggung jawab terhadap barang yang diangkut melalui darat dan Garuda Indonesia bertanggung jawab terhadap barang yang diangkut melalui udara.85

Syarat Standart Pengiriman (SSP) JNE ini merupakan syarat dasar yang mengikat dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian antara JNE dengan pelanggan, disebutkan dalam Syarat Standart Pengiriman (SSP) pasal 8 ayat 1 bahwa JNE hanya bertanggungjawab untuk mengganti kerugian yang Yang menjadi pertanyaan disini bagaimana tanggung jawab barang/kargo yang diangkut melalui udara tersebut dimana yang bertindak sebagai pengirim adalah JNE dan Garuda Indonesia sebagai pengangkut, dimana dalam proses ini juga konsumen mengikatkan dirinya kepada JNE sebagai pihak ekspedisi.


(30)

63

dialami shipper (barang kiriman) akibat kerusakan atau kehilangan dari pengiriman atau barang oleh JNE sepanjang kerugian tersebut terjadi ketika barang atau kiriman masih berada dalam pengawasan JNE, dengan catatan bahwa kerusakan tersebut semata-mata disebabkan kelalaian karyawan atau agen JNE.

Barang/kargo hilang dalam pesawat udara itu masih dalam pengawasan JNE sihingga konsumen dapat meminta pertanggungjawaban ataupun ganti rugi kepada pihak JNE. Garuda Indonesia dalam hal ini hanya bertanggung jawab kepada JNE karena surat muatan udara yang dibuat mengikatkan antara JNE dengan pihak Garuda Indonesia.86

Ganti rugi yang diberikan oleh pihak Garuda Indonesia itulah yang diberikan kepada pelanggan sebagai ganti rugi atas barang yang rusak atau hilang dalam perjalanan.Terkait pengganti kerugian yang diberikan Garuda Indonesia kepada JNE pada dasarnya ini dilakukan hanya diberikan apabila kerusakan atau hilangnya barang dilakukan selama dalam pengangkutan.Dimana kargo dianggap hilang setelah 14 hari kalender terhitung seharusnya kargo tiba ditempat tujuan.87

Terhadap hilang atau musnahnya barang, pengangkut wajib memberikan ganti rugi sebesar Rp.100.000(seratus ribu rupiah) per Kg.88 Lalu untuk rusak sebagian atau seluruh isi kargo atau kargo, pengangkut wajib memberikan ganti rugi kepada pengirim sebesar Rp.50.000 (lima puluh ribu rupiah)per Kg.89

86

Ibid.

87 Pasal 7 angka 2 PM No.77 Tentang Tanggung Jawab pengangkutan Udara. 88Ibid, Pasal 7 angka 1 huruf A.

89Ibid, Pasal 7 angka 1 huruf B.

apabila pada saat menyerahkan kepada pengangkut, pengirim menyatakan nilai kargo dalam surat muatan udara (airway bill), ganti kerugian yang wajib dibayarkan


(31)

oleh pengangkut kepada pengirim sebesar nilai kargo yang dinyatakan dalam surat muatan udara.90

Pengajuan gantirugi JNE kepada Garuda Indonesia dapat dilakukan dengan mengajukan klaim atas kehilangan dan kerusakan kargo kepada kantor perwakilan Garuda Indonesia/Garuda Indonesia Cargo terdekat dengan menunjukan Surat Muatan Udara (SMU)/Airways Bill (AWB).91

Proses persidangan pihak airline wajib mempertanggungjawabkan seluruhnya dimana hukum pengangkutan udara indonesia menganut presumption liability diamana pihak garuda yang lebih mengerti mengenai penerbangan udara bertanggung jawab atas pembuktian dimana itu tidak dapat dilakukan oleh pengirim barang. Dimana dalam pembuktian apabila kejadian ini terjadi karena kesalahan karyawan (human eror) maka pemberian ganti rugi diberikan sepenuhnya oleh pihak airline tetapi apabila dapat dibuktikan bahwa hilang atau rusaknya barang bukan karena kesalahan karyawan maka ini dimana disebabkan suatu keadaan memaksa (force majure) seperti badai yang mengakibatkan kecelakaan pada pesawat maka pihak airline tidak dapat dipersalahkan. Dalam hal ini pihak pengirim dapat mendapat ganti keurgian atas asuransi yang dibuat dimana nilai pertanggungan asuransi sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya harus sama dengan jumlah ganti kerugian yang wajib diberikan pihak airline.

Lalu apa bila belum tercapai kesepakatan maka pihak pengirim dapat mengajukan gugatan kepengadilan negeri setempat ataupun badan penyelesai konsumen.

92

90

Ibid, Pasal 7 angka 1 huruf C.

01 Maret 2016.


(32)

65

Yaitu Rp.100.000 (seratus ribu rupiah) per Kg untuk barang hilang dan Rp.50.000 (lima puluh ribu rupiah) untuk barang yang rusak.

Pelanggan yang sejatinya mengikatkan dirinya dengan JNE wajib menunggu untuk meminta ganti rugi, dikarenakan dalam hal ini yang bertanggung jawab penuh adalah pihak Garuda Indonesia. Pelanggan wajib menunggu pemberian ganti rugi sampai dengan terselesaikannya masalah tersebut

E. TanggungJawab Perusahaan PT. JNE Akibat Kelalaian Yang

Menyebabkan Rusak Atau Hilangnya Barang Terhadap Konsumen

B.1. Layanan JNE

JNE merupakan perusahaan yang sudah berpengalaman dimana sudah bergelut selama 26 tahun di Indonesia. Selama 26 tahun tersebut JNE memberikan banyak pelayanan yang dapat dinikmati oleh masyarakat dibidang pengirman barang. Dalam memasarkan jasa pengiriman JNE meberikan beberapa produk untuk ditawarkan yaitu:

1. Diploma

JNE Diplomat adalah layanan pengantaran peka waktu atas barang berharga/bernilai tinggi atau dokumen penting yang menuntut pengamanan optimal. Layanan Diplomat menggunakan petugas khusus yang selalu siap mengantarkan sendiri (hand carry) barang kiriman dengan menggunakan moda transportasi tercepat. Layanan Diplomat menerapkan pengawasan ketat oleh petugas kami mulai saat penjemputan di lokasi pengirim, pengantaran, hingga serah terima di lokasi penerima.93

2. SS (Super Speed)

JNE SS adalah pengiriman paket atau dokumen peka waktu yang harus diberangkatkan sesegera mungkin diluar jadwal rutin dan rute tetap JNE.Layanan SS menggunakan moda transportasi udara (direct flight) langsung ke tujuan, sepanjang jadwal penerbangan tersedia. Target waktu pengiriman adalah dalam


(33)

kurun waktu 24 jam sejak dari penjemputan di tempat pengirim. Pengirim akan menerima SMS berita keberhasilan pengiriman paket.94

3. YES (Yakin Esok Sampai)

JNE YES adalah Layanan yang mengantarkan kiriman dengan tujuan kota-kota yang telah ditentukan oleh pihak JNE Pusat , dengan waktu pengantaran 1 hari. Apabila kiriman tidak diantarkan dalam waktu 1 (satu) hari (H+1), maka ongkos kirim secara otomatis akan dikirimkan kepada pihak pengirim (Money Back Guarantee).95

4. Reguler

JNE Regular adalah layanan pengiriman cepat, aman, dan handal sampai ke pelosok Indonesia. Dengan estimasi waktu penyampaian kiriman(estimate delivery time) untuk tujuan yang berada langsung di kota cabang/agen utama adalah 1 (satu) hari sampai 3 (tiga) hari. Sedangkan untuk tujuan kota diluar kota cabang/agen utama , estimasi waktu penyampaian paling lama adalah 7 (tujuh) hari.96

5. OKE (Ongkos Kirim Ekonomis)

JNE OKE adalah layanan pengiriman untuk barang berukuran besar atau berat dengan harga ekonomis yang memanfaatkan moda transportasi kargo udara dan angkutan darat yang menghubungkan kota-kota besar, ibu kota provinsi, sampai ke kabupaten. Dimana perkiraan waktu penyampaian kiriman (estimate time delivery) paling cepat 3 (tiga) hari kerja, tergantung daripada tujuan pengirimannya.97

Perjanjian ekspedisi yang dibuat oleh JNE berbentuk airways Bill (AWB) Dimana ini digunakan untuk pengangkutan menggunakan angkutan udara. Pada dasarnya AWB memang sebuah perjanjian pengangkuta sehingga tidak masalah JNE membuat resi berbentuk AWB. AWB yang dibentuk JNE memuat tentang keterangan tetang pengirim barang, keterangan tentang penerima barang, ongkos kirim, jenis barang yang dikirim, jenis layanan yang digunakan dan SSP (Syarat Standart Pengiriman).

94

http://www.jne.co.id/product-01-02.php Diakses pada hari senin tanggal 01 Maret 2016.

95 http://www.jne.co.id/product-01-03.php Diakses pada hari senin tanggal 01 Maret 2016. 96 http://www.jne.co.id/product-01-04.php Diakses pada hari senin tanggal 01 Maret 2016.


(34)

67

1. Ongkos Kirim

Ongkos kirim yang diberlakukan oleh JNE pada dasarnya ditentukan secara sepihak oleh JNE, dimana dalam perhitungannya ditentukan melalui jarak tempuh, panjang lebar serta berat barang dan juga jenis paket yang digunakan. Ongkos kirim disini menjadi suatu jaminan bahwa pelanggan bersedia menitipkan barangnya untuk dikirimkan ketempat tujuan.

2. Jenis Barang

Jenis barang yang akan dikirimkan JNE pada dasarnya bisa apa saja tetapi dalam ini ada beberapa barang yang tidak boleh dikirimkan mengunakan jasa JNE antara lain barang berbahaya yang mudah meledak atau terbakar, obat-obat terlarang, emas, dan perak, uang logam, abu, cyanide, platinum dan batu atau metal berhargadan prangko dan barang curian,cek tunai, money order, traveller chek, surat, barang antik, lukisan antik, binatang atau tanaman hidup.

KM No. 5 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Jasa Titipan pasal 16 menyebutkan :

Penyelenggara jasa titipan dilarang :

a. menerima, membawa dan/atau menyampaikan surat, warkatpos serta kartupos;

b. menerima, membawa dan atau menyampaikan kiriman yang berupa: 1) barang yang mudah meledak, menyala atau terbakar sendiri atau dapat

membahayakan keselamatan jiwa manusia; 2) narkoba;

3) barang cetakan dan atau benda pornografi yang dilarang Pemerintah; dan

4) barang cetakan dan atau rekaman yang isinya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dapat mengganggu keamanan, ketertiban dan stabilitas nasional.


(35)

JNE memberikan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh konsumen apabila akan mengirimkan barang menggunakan jasa JNE yang disebut Syarat Standart Pengiriman (SSP).

Syarat Standart Pengiriman (SSP) adalah syarat dasar yang mengikatkan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian antara JNE dengan pelanggan. Dimana jika SSP tidak terpenuhi JNE berhak menolak untuk menerima atau mengangkut dokumen atau kiriman tertentu dari perorangan ataupun perusahaan berdasarkan kebijakan JNE sendiri.98

Syarat Standart Pengiriman (SSP) disini juga berlaku sebagai klausula baku, dimana klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.99

Aturan-aturan yang tertuang dalam SSP ini memuat tetang PT. TIKI Jalur Nugraha Eka Kurir, ketentuan tentang SSP, Tata cara pengiriman, pemeriksaan kiriman, larangan kiriman, jaminan kepemilikan kiriman, tarif, ganti rugi, tata cara klaim, lain-lain.

Sehingga ketika pengirim barang sepakat akan mengirimkan barang dengan JNE maka pengirim barang diwajibkan memenuhi atura-aturan yang diberlakukan SSP ini.

B.2. Tanggung Jawab JNE

Pengangkutan barang memang sudah menjadi hal yang biasa terjadinya keterlambatan, rusak, dan hilangnya barang dimana ini sudah menjadi resiko dalam perjalanan yang begitu panjang dan sikap manusia yang penuh kelalaian. Meskipun ini resiko yang sudah biasa terjadi tetapi JNE tetap wajib

98 Wawancara dengan Ibu Kartika Sari selaku kordinator custumer service di JNE Cabang

Medan Pada Tanggal 03 Febuari 2016.


(36)

69

mempertanggungjawabkannya. Bentuk tanggungjawab JNE disini yaitu berbentuk ganti rugi yang tercantum dalam SSP yang diberikan JNE di AWB pengiriman. Dimana JNE Bertanggung jawab terhadap barang yang rusak atau hilang selagi kiriman tersebut terjadi kerusakan/kehilangan masih berada dalam pengawasan JNE /karena kelalaian karyawan atau agen JNE.

Bentuk ganti rugi yang diberikan JNE terhadap barang yang terlambat dalam pengiriman, rusak, dan hilangnya barang diberlakukan sebagai berikut:

1. Barang yang terlambat

Barang mengalami keterlambatan JNE tidak memberikan ganti rugi apapun, ganti rugi hanya diberikan kepada pelanggan yang menggunakan jasa pelayanan YES (Yakin Esok Sampai) dimana ada jaminan bahwa ongkos kirim akan dikembalikan apabila barang terlambat dikirim(Money back guarantee).100

Pemberian ganti rugi yang jelas mengenai keterlambatan pengiriman. Disini peranan pemerintah sebagai Pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan jasa titipan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal kementrian Terhadap pengguna jasa layanan lainnya JNE hanya memohon maaf sebesar-besarnya. Terhadap hal ini juga JNE juga tidak memberikan keterangan yang jelas mengenai barang yang mengalami keterlambatan.

Pada dasarnya hal ini tidak boleh terjadi dimanapasal 477 KUHD menyebutkan:

Pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena terlambat diserahkannya barang yang diangkut kecuali apabila dibuktikan keterlambatan itu disebabkan karena suatu malapetaka yang tidak dapat dicegah atau dihindarinya.


(37)

Perhubungan menjadi sangat penting untuk mengawasi pelaku usaha pengiriman barang.101

2. Rusaknya barang dalam pengiriman

Barang yang mengalami kerusakan JNE terlebih dahulu melakukan upaya perbaikan, apabila tidak dapat dilakukan maka JNE akan memberikan ganti rugi terhadap barang tersebut maka akan dikenakan ganti rugi sebesar barang yang hilang.102

3. Hilangnya barang

Hilangnya barang dikarenakan kelalaian JNE merupakan sebuah aib yang susah untuk dihilangkan. Tetap dalam penyelenggaraannya ini sudah sering terjadi, sehingga konsumen perlu ganti rugi yang jelas mengenai hal yaitu :

a. Senilai harga barang apabila harga barang dibawah 10× harga barang b. Senilai maksimal 10× ongkos kirim jika barang tidak diasuransikan c. Senilai harga barang jika barang diasuransikan

Terkait jaminan atas barang tersebut JNE bekerjasama dengan perusahaan asuransi dimana ini ditujukan untuk memberikan kepastian amannya barang sampai ketempat tujuan dan apabila terjadi kerusakan atas barang tersebut dapat diberikan ganti rugi sepenuhnya.

Perusahaan Angkutan wajib mengasuransikan tanggung jawabnyaAsuransi103

101 KM No. 5 tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Jasa Titipan pasal 19. 102 Kartika Sari, Op.cit.

103 Pasal 189 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

dimana tanggung jawabnya salah satunya ialah barang. Asuransi dalam penerapannya ditawarkan kepada setiap pelanggan dimana pelanggan dapat memilih untuk memberikan asuransi atas barang atau tidak. Pemberian asuransi


(38)

71

ini juga diberikan kepada barang-barang yang sifatnya berharga, sehingga timbul rasa aman pelanggan terhadap barang yang dititipkan.

Pemberian asuransi yang dilakukan JNE bekerjasama dengan perusahaan PT. Asuransi Ramayana Tbk. Dalam pemberian asuransi JNE menawarkan premi 0,2% x harga barang yang akan dikirim ditambah (+) 5000 (biaya administrasi), dimana yang menjadi penangung ialah PT. Asuransi Ramayana Tbk. dan tertanggung merupakan pengirim barang. Dengan pemberian asuransi ini memberikan keamanan terhadap barang-barang berharga yang dikirim.

F. Pelaksanaan Kerjasama Antara PT. JNE sebagai Perusahaan Pengirim Barang dengan Garuda Indonesia Sebagai Pengangkut Dalam Pengiriman Barang.

Kontrak atau perjanjian pada dasarnya merupakan sebuah perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.104

Salim mengemukakan dalam bukunya bahwa kontrak atau perjanjian merupakan hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengn subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.

Prestasi yang dibuat oleh subjek hukum dimana ini tertuang dalam sebuah kontrak mewajibkan para pihak untuk melaksanakannya.

105

Perjanjian yang dibuat oleh JNE dengan Garuda Indonesia merupakan sebuah perjanjian pengangkutan udara.Perjanjian Pengangkutan Udara dapat diartikan sebagai perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau

104 Pasal 1313 KUH Perdata.

105 Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Cet. Ke-6 ,Jakarata,


(39)

pengirim kargo untuk mengangkut penumpang dan/atau kargo dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau dalam bentuk imbalan jasa yang lain.106

C.1. Proses pengangkutan di PT. Tiki Jalur Nugraha Eka Kurir (JNE).

Perjanjian ataupun kontrak perlu adanya pelaksanaan suatu prestasi, dimana prestasi yang dilakukan merupakan bentuk pelaksanaan suatu perjanjian. Prestasi dalam suatu perjanjian pengangkutan udara adalah mengangkut penumpang dan/atau kargo dengan pesawat udara.

JNE sebagai sebuah perusahaan ekspedisi yang mengangkut barang dari satu tempat ketempat yang lainnya melakukan banyak proses untuk mengirimkan barang yang dititipkan konsumen dari satu tempat ketempat yang lain. Proses yang dilakukan diantaranya adalah:

1. Agen menampung barang yang akan dikirim oleh konsumen.

Pada proses ini konsumen yang akan mengirimkan barangnya ke daerah lain menitipkan barang ke JNE untuk dikirimkan ke daerah lainnya dengan bentuk persetujuan AWB (Airways Bill) yang ditandatangani konsumen

2. Paket yang ada pada agen dibawa ke JNE cabang setempat

JNE cabang mengambil paket yang terdapat pada agen JNE untuk disortir. 3. Paket tiba di cabang

Ketika dicabang Paket yang akan dikirim disortir terlebih dahulu untuk mengetahui alamat, tempat dan tujuan serta jenis layanan yang dipilih.

4. Paket dikirim


(40)

73

Ada 2 hal yang dilakukan oleh cabang untuk melakukan pengiriman pertama-tama JNE mengirimkan paket ke JNE Pusat yang berada di Jakarta menggunakan pesawat udara untuk proses pengiriman selanjutnya lalu apabila barang itu masih terdapat dalam wilayah kerja JNE cabang, JNE cabang dapat mengirimkan langsung ketempat tujuan misalnya A mengirim barang dari Medan dan akan dikirim ke Padangsidimpuan maka JNE cabang Medan tidak perlu lagi mengirim ke JNE Pusat terlebih dahulu.

5. Paket berada Di JNE pusat

Barang yang berada di JNE Pusat paket dilakukan update status AWB dan transit untuk selanjutnya diproses ke tujuan cabang paket tersebut dimana dapat menggunakan angkutan darat ataupun angkutan udara.

6. Paket tiba di cabang tempat kiriman

Dicabang tempat kiriman dilakukan terlebih dahulu sortir tentang alamat, tempat tujuan alamat akan dikirimkan.

7. Kirmiman diantarkan kealamat tujuan

Mengirimkan barang kealamat bisa dilakukan dua proses dimana apabila barang tersebut masih diarea yang dapat dikirimkan cabang maka pengiriman kealamat dilakukan oleh cabang. Kedua apabila barang akan dikirim diluar kabupaten atau kota yang tidak dapat dijangkau cabang maka cabang akan mengirimkan paket ke agen yang ada di kabupaten atau kota tempat tujuan dan barang dikirimkan oleh agen kealamat tempat tujuan barang akan dikirimkan.


(41)

C.2. Proses pengiriman JNE menggunakan Jasa Garuda Indonesia

Proses yang dilakukan JNE kerap kali menggunakan jasa angkutan udara untuk mengirimkan paket. Dimana ada 2 proses yang menggunakan jasa angkutan yaitu ketika barang akan dikirimkan melalui JNE cabang ke JNE Pusat dan ketika JNE Pusat akan mengirimkan Barang dari Pusat ke cabang tempat barang akan dikirim. Pada dua proses ini pada dasarnya menggunakan jasa airline Garuda Indonesia sebagai pengangkut. Ada 2 proses yang dilakukan JNE dalam mengirimkan barang menggunakan jasa Garuda Indonesia yaitu mengirim barang dan mengeluarkan barang.

1. Mengirim barang

Proses pengiriman barang menggunakan jasa Garuda Indonesia antara lain :

a. Mendatangi kantor bagian cargo Garuda Indonesia dengan membawa barangnya. Setelah itu barang akan ditimbang dan diperiksa packing-annya. Setelah semuanya tidak ada masalah lalu

b. Dibuatka

c. Airways Bill dan barang dibawa ke pabean untuk diperiksa dan disetujui. Bila sudah beres, barang siap kirim.

d. Barang disimpan di gudang sampai tiba waktunya untuk dinaikkan ke dalam pesawat.

2. Mengeluarkan barang

Proses pengeluaran barang dimana barang sudah tiba dibandara tempat tujuan barang dikirimkan. Dimana pada prosesnya sebagai berikut:


(42)

75

a. Setelah diturunkan dari

dahulu di dalam gudang (kecuali untuk barang-barang yang dikeluarkan hari itu juga, misalnya Koran, film berita untuk tv, barang yang lekas rusak/busuk seperti daging, sayuran, buah, dsb).

b. JNE akan mendapat surat pemberitahuan tentang adanya barang kiriman (Notice of arrival).

c. Dengan surat tersebut, JNE akan mendatangi kantor bagian kargo atau agen Garuda Indonesia yang mengirimi surat tersebut untuk mengambil airways bill-nya, setelah itu menyelesaikan masalah administrasi/keuangan


(43)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan

1. Kerjasama yang terjalin antara JNE dengan garuda Indonesia pada dasaranya hanya sebatas perjanjian pengangkutan dimana JNE bertindak sebagai pengirim yang juga dapat menggunakan angkutan lainnya dan Garuda Indonesia sebagai pengangkut yang menerima barang yang akan dikirimkan. Dalam perjanjian ini ada 3 pihak yang terikat yaitu JNE dengan konsumen dan JNE dengan Garuda Indonesia. Dalam hal tanggung jawab apabila terjadi kelalaian yang menyebabkan rusak atau hilangnya barang didalam angkutan udara ini merupakan tanggung jawab Garuda Indonesia keseluruhan, dimana Garuda Indonesia bertangggung jawab kepada JNE dan JNE memberikan ganti rugi yang diberikan Garuda Indonesia kepada Konsumen yang mengikatkan dirinya dengan JNE.

2. Tanggung Jawab JNE sebagai pihak jasa pengiriman barang pada dasarnya dimulai sejak barang itu diangkut oleh JNE dan apabila barang itu rusak diluar JNE itu bukan menjadi tanggungjawab JNE. Dalam hal terjadinya rusak dan hilangnya barang karena kelalaian JNE bertanggung jawab penuh dengan memberikan ganti rugi berupa 10x ongkos kirim dan apabila diberikan asuransi terhadap barang maka akan diberikan sejumlah harga barang, tetapi untuk barang yang mengalami keterlambatan tidak diberikan ganti rugi apapun.

3. Pelaksanaan kerjasama yang dilakukan JNE dengan Garuda Indonesia dilakukan secara bertahap dimana dalam prosesnya JNE mengumpulkan barang yang akan


(44)

Lampiran

dikirim dan diteruskan kepada Garuda Indonesia untuk diangkut melalui udara. Pada proses pengiriman barang menggunakan Garuda Indonesia dilakukan beberapa proses seperti penimbangan, pengecekan barang, pembuatan airways billpenyimpanan didalam gudang hingga diangkut melalui pesawat udara. Lalu pada proses pengeluaran JNE juga diharuskan melakukan beberapa proses seperti proses pengecekan barang, proses admistrasi/uang. Setelah semua proses itu selesai JNE dapat mengirimkan barang ketempat barang akan dituju sesuai tempat dan alamat tujuan baik itu menggunakan angkutan darat dan angkutan udara.

B. Saran

1. Tanggung jawab yang dilakukan Garuda Indonesia apabila terjadi kerusakan dan/atau hilangnya barang dalam pengangkutan udara diharapkan proses ganti rugi tidak perlu lagi menggunakan proses pengadilan yang memakan waktu yang cukup lama, disarankan untuk menggunakan media arbitrase ataupun kesepakatan kedua belah pihak untuk permasalahan ganti rugi agar konsumen yang resah atas barangnya dapat diselesaikan masalah ganti ruginya.

2. Terkait masalah ganti rugi yang diberikan pada dasarnya sudah dibuat dalam perjanjian antara JNE dengan konsumen dalam hal ini konsumen harus lebih sensitif untuk melihat syarat-syarat yang ditentukan, lalu untuk keterlambatan seharusnya JNE memberikan ganti rugi yang pas dimana ini juga merupakan kesalahan JNE sebagai pengangkut dan tanggung jawab JNE secara keseluruhan.


(45)

3. Proses yang begitu panjang yang dilakukan JNE untuk mengirimkan barang harus berhati-hati dalam mengelolanya begitu juga dengan Garuda Indonesia, dimana dalam proses yang begitu panjang tersebut bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan nantinya.


(46)

BAB II

TINJAUAN YURIDIS AIRLINE DAN PERUSAHAAN P ENGIRIMAN BARANG

A. Pengaturan Hukum Mengenai Airline di Indonesia Ditinjau melalui UU NO.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

Pengangkutan udara dengan pesawat udara diatur pada awalnya dengan UU No 15 tahun 1992 tentang penerbangan. Akan tetapi, undang-undang ini sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang dan karena itu dicabut serta dinyatakan tidak berlaku lagi. Sebagai penggantinya, di undangkanlah pada tanggal 12 Januari 2009 Undang-Undang No. 1 tahun 2009 tentang penerbangan melalui lembaran negara tahun 2009 No.1.20Ketentuan pasal 464 Undang-Undang Penerbangan yang baru tersebut menyatakan bahwa peraturan pelaksana bagi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 yang digantikan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti pengaturannya pada dalam Undang-Undang Penerbangan yang baru.21

Selain Undang-undang No 1 Tahun 2009 dan UU No.15 Tahun 1992 di Indonesia berlaku juga Ordonansi Pengangkutan Udara Stb. 1939-100 dimana ini merupakan kompilasi dari hasil-hasil konvensi Internasional yang berhubungan tentang pengangkutan udara, serta berlaku juga hasil konvensi Internasional seperti Traktat Penerbangan Paris 1919, Traktat Warsawa 1929, dll.

Undang–undang No.1 Tahun 2009Tentang Penerbangan sesuai dengan judulnya, berada pada bidang hukum Publik bukan pada hukum Privat. Namun demikian, terdapat beberapa ketentuan yang mengatur atau berhubungan erat dengan pengangkutan udara adalah Bab I ketentuan Umum, Bab X angkutan udara, Bab XIII keselamatan Penerbangan, Bab XIV Keamanan Penerbangan, Bab XXII Ketentuan Pidana, dll.

20 AbdulKadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Cetakan Kelima,PT.Citra Aditya

Bakti, Bandung, 2013, Hal.10. 21

Suriaatmadja Toto Tohir, Masalah dan Aspek Hukum dalam Pengangkutan Udara Nasional, Mandar Maju, Bandung, 2006. Hal. 14.


(47)

Airline dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai perusahaan penerbangan, maskapai penerbangan ataupun badan usaha angkutan udara. Badan usaha angkutan udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dengan memungut pembayaran.22

Salah satu stakeholders dalam kegiatan penerbangan adalah maskapai penerbangan/airline. Memiliki peranan yang sangat penting sebagai penyedia jasa penerbangan yang berperan dalam pengoperasian angkutan udara, oleh karena itu maskapai penerbangan/airline harus mampu untuk melaksanakan keselamatan penerbangan dengan sebaik-baiknya dalam menjalankan kegiatan usahanya, mulai dari pemeliharaan pesawat udara yang digunakan sebagai media untuk melakukan kegiatan penerbangan, menyediakan pilot dan kru pesawat yang memiliki kemampuan yang baik demi mendukung tercapainya keselamatan penerbangan.23

A.1. Perjanjian Pengangkutan Udara

Airlinedalam menjalankan usahanya dan menjamin kesalamatan ketika mengangkut penumpang ataupun barang diwajibkan membuat perjanjian pengangkutan udara, dokumen-dokumen pengangkutan sebagai bukti pengangkutan itu terjadi. Dengan dilengkapinya dokumen-dokumen, perlindungan hukum yang termuat dalam Undang-Undang No.1 Tahun 2009 dapat terpenuhi, sehingga penumpang ataupun barang yang diangkut memperoleh hak-haknya apabila terjadi kelalaian yang menyebabkan kerugian bagi subjek hukum.

Salah satu pokok dalam bidang Hukum Udara Perdata adalah masalah Perjanjian Angkutan Udara, antara lain karena erat berhubungan dengan suatu masalah lain, yang sejak permulaan pertumbuhan Hukum Udara mendapatkan

22 Pasal 1 Angka 20 UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.

23 Hasim Purba, Mewujudkan Keselamatan Penerbangan dengan Membangun Kesadaran

Hukum Bagi Stakeholders Melalui Penerapan Safety Culture, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar

Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Keperdataan/Hukum Dagang Pada Fakultas Hukum, Di Ucapkan di Hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, 15 Febuari 2016. Hal.6.


(48)

17

perhatian yang besar dari para ahli Hukum Udara, yaitu masalah tanggung jawab pengangkut udara.24

Pengangkutan sebelum dilaksanakan terlebih dahulu harus memiliki perjanjian pengangkutan antara pengangkut dan penumpang/pemilik barang.25

Menurut E. Suherman, dalam arti yang sempit perjanjian angkutan udara adalah suatu perjanjian antara seorang pengangkut udara dengan pihak penumpang atau pihak pengirim barang untuk mengangkut penumpang atau barang dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau prestasi lain. Dalamarti yang lebih luas suatu perjanjian angkutan udara dapat merupakan sebagian dari suatu perjanjian pemberian jasa dengan pesawat udara.

Ini juga berlaku dalam pengangkutan udara.

UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan disebutkan:

Perjanjian Pengangkutan Udara adalah perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau pengirim kargo untuk mengangkut penumpang dan/atau kargo dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau dalam bentuk imbalan jasa yang lain.

26

Perjanjian pengangkutan udara mengikat pihak pengangkut (misal; maskapai penerbangan) dan pihak terangkut (penumpang maupun benda). Biasanya perjanjian Ordonansi pengangkutan udara dan juga dalam Undang-undang No. 1 tahun 2009 tentang penerbangan tidak ada mencantumkan ketentuan yang mengatur secara jelas tentang perjanjian baik mengenai pengertiannya ataupun mengenai cara-cara mengadakan serta sahnya perjanjian pengangkutan udara. Perjanjian pengangkutan merujuk pada syarat-syarat sahnya perjanjian pengangkutan, dengan demikian perjanjian pengangkutan udara mempunyai sifat consensus artinya adanya kata sepakat antara para pihak perjanjian pengangkutan dianggap ada dan lahir.

24

E. Suherman, Op.cit. Hal 36.

25 Abdul Kadir Muhammad, Op.cit. Hal.41. 26 E. Suherman, Op.cit. Hal. 48.


(49)

pengangkutan udara bentuknya berupa standart contract, dimana klausula atau aturan-aturan telah dibuat oleh pihak pengangkut. Isi dalam kontrak pun tidak boleh merugikan hak-hak dari konsumen dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

A.2. Dokumen Pengangkutan Udara

Dokumen pengangkutan dalam penganturannya merupakan sesuatu hal yang wajib dimuat oleh pengangkut dan penumpang dimana ini memuat tanggungjawab para pihak untuk dilaksanakan. Dokumen ini memberikan data yang tentang banyak orang atau barang yang aka diangkut. Undang-undang No. 1 Tahun 20009 tentang penerbangan menyebutkan dalam pasal 150 Dokumen pengangkutan dalam pengangkutan udara terdiri dari:

a. Tiket penumpang pesawat udara b. Pas masuk pesawat udara c. Tanda pengenal bagasi d. Surat Muatan Udara 1. Tiket penumpang pesawat udara;

Tiket adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau bentuk lainnya, yang merupakan salah satu alat bukti adanya perjanjian angkutan udara antara penumpang dan pengangkut, dan hak penumpang untuk menggunakan pesawat udara atau diangkut dengan pesawat udara.27

27 Pasal 1 Angka 27 UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.

Pengangkut wajib menyerahkan tiket kepada penumpang baik perseorangan maupun secara kolektif yang merupakan salah satu alat bukti adanya perjanjian pengangkutan udara antara penumpang dengan pengangkut dan penumpang wajib mengisi tiket tersebut


(50)

19

sesuaidengan data diri penumpang yang sebenar-benarnya untuk menjamin keterangan penumpang sehingga hak-hak yang akan diberikan akan dipenuhi oleh pengangkut.Tiket penumpang tersebut paling sedikit memuat:

a. Nomor, tempat, dan tanggal penerbitan b. Nama penumpang dan nama pengangkut

c. Tempat, tanggal waktu pemberangkatan, dan tujuan pendaratan

d. Nomor penerbangan, tempat pendaratan yang direncanakan antara tempat pemberangkatan dan tempat tujuan, apabila ada

e. Pernyataan bahwa pengangkut tunduk pada ketentuan pada UU.28

Tiket penumpang berhak digunakan untuk orang yang namanya tercantum dalam tiket yang dibuktikan dengan dokumen identitas diri yang sah seperti KTP, SIM, dll. Ketika tiket tidak diisi keterangan-keterangan sebagaimana dimaksud diatas atau tidak diberikan oleh pengangkut, pengangkut tidak berhak menggunakan ketentuan dalam undang-undang untuk membatasi tanggung jawabnya.29

2. Pas masuk pesawat udara (boarding pass);

Pengangkut disamping harus menyerahkan tiket kepada penumpang, juga harus harus menyerahkan pas masuk pesawat udara dan tanda peneganal bagasi. . Pas masuk pesawat udara sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat :

a. Nama penumpang b. Rute penerbangan c. Nomor penrbangan

d. Tanggal dan jam keberangkatan e. Nomor tempat duduk

f. Pintu masuk ke ruang tunggu menuju pesawat udara (Boarding Gate)

g. Waktu masuk pesawat udara (Boarding Time) (Pasal 152 UU Penerbangan)30

28 Martono k. dan Pramono Agus, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional,

Rajawali Pers, Jakarta,2013. Hal. 190.

29 Pasal 151 UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. 30 Pasal 152 UU No. 1 Tahun 2009 tentang penerbangan.


(51)

3. Tanda pengenal bagasi (baggage identification/claim tag);

Tanda pengenal bagasi (baggage) adalah semua barang kepunyaan atau dibawah kekuasaan seseorang penumpang yang olehnya atau atas namanya, sebelum menumpang naik pesawat udara diminta untuk diangkut melalui udara.31

a. Nomor tanda pengenal bagasi

Pengangkut wajib menyerahkan tanda pengenal bagasi kepada penumpang tanda pengenal bagasi yang dimaksud paling sedikit:

b. Kode tempat keberangkatan dan tempat tujuan c. Berat bagasi

Tanda pengenal bagasi apabila tidak diisi keterangan-keterangan butir a, b, c yang tersebut di atas hilang atau tidak diberikan oleh pengangkut untuk membatasi tanggung jawabnya.32

4. Surat muatan udara (Airways bill).

Tiket penumpang pesawat udara, pas masuk pesawat udara (boarding pass), tanda pengenal bagasi, disamping ketiga hal tersebut pengangkut juga harus menyerahkan surat muatan udara (airways bill) kepada pengirim kargo. Surat muatan udara (airway bill) adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau bentuk lainnya, yang merupakan salah satu bukti adanya perjanjian pengangkutan udara antara pengirim kargo dan pengangkut, dan hak penerima kargo untuk mengambil kargo.33

31

Martono K.. dan Sudiro Ahmad, Hukum Angkutan Udara berdasarkan UU RI No.1 Tahun

2009, Rajawali Pers, 2010, Jakarta, Hal.281.

32 Pasal 153 UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. 33 Pasal 1 Angka 28 UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.

Surat muatan udara tersebut dibuat oleh pengirim kargo yang memuat paling sedikit memuat:


(52)

21

a. Tanggal dan tempat surat muatan udara dimuat b. Tempat pemberangkatan dan tujuan

c. Nama dan alamat pengangkut pertama d. Nama dan alamat pengirim kargo e. Nama dan alamat penerima kargo

f. Jumlah, cara bungkusan, tanda-tanda istimewa, atau nomor kargo yang ada g. Jumlah, berat, ukuran, atau besarnya kargo

h. Jenis atau macam kargo yang dikirim

i. Pernyataan bahwa pengangkutan kargo ini tunduk pada ketentuan dalam UU Penerbangan.34

Penyerahan surat muatan udara oleh pengirim kepada pengangkut membuktikan kargo telah diterima oleh pengangkut dalam keadaan baik seperti tercatat dalam surat muatan udara. Dalam hal surat muatan udara tidak diisi keterangan mengenai tanggal dan tempat surat muatan udara dibuat, tempat pemberangkatan dan tujuan, nama dan alamat pengangkut pertama, nama dan alamat pengirim kargo, nama dan penerima kargo, jumlah, cara pembungkusan, tanda-tanda istimewa, atau nomor kargo yang ada, jumlah, berat, ukuran, atau besarnya kargo; jenis atau macam kargo yang dikirim dan pernyataan bahwa pengangkutan kargo ini tunduk pada Undang-undang Penerbangan; atau tidak diserahkan pada pengangkut, maka pengangkut tidak berhak menggunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi besaran ganti rugi yang menjadi tanggung jawabnya artinya tanggung jawab pengangkut tidak terbatas (unlimitid liability).

B.Pengaturan Hukum Mengenai Perusahaan Pengiriman Barang Multimoda dalam Angkutan Barang

B.1. Perusahaan Pengiriman Barang

Perusahaan pengiriman barang merupakan pihak yang melakukan pengiriman atas barang yang dikirim oleh pengirim barang dan bertanggung jawab


(53)

sampai barang diterima oleh penerima barang.Pada pelaksanaannya perusahaan ini menggunakan kendaraan sendiri untuk angkutan darat dan menggunakan angkutan lainnya seperti pesawat terbang dan kapal laut untuk pengiriman yang melintasi pulau dimana kita ketahui bersama bahwa Indonesia memiliki banyak pulau yang tersebar luas di kawasannya, sehingga perlu kerjasama dengan angkutanlainya untuk mengangkut barang.

Angkutan multimoda adalah angkutan barang dengan menggunakan paling sedikit 2 (dua) modaangkutan yang berbeda atas dasar 1 (satu) kontrak sebagai dokumen angkutan multimoda dari satutempat diterimanya barang oleh badan usaha angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untukpenyerahan barang kepada penerima barang angkutan multimoda.35

Permasalahan hukum perusahaan pengiriman barang pada dasarnya tidak ada pengaturan yang jelas mengenai regulasi hukumnya dimana banyak sekali peraturan yang dapat memberikan aturannya masing terhadap perusahaan ini diantaranya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), UU No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolahan Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil , UU No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 38 tahun 2009 Tentang Pos, UU No. 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU No.8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 40 tahun 2014 Tentang Perasuransian, dll serta peraturan pemerintah untuk pelaksanaan undang-undang yang di atas.

Perusahaan pengiriman barang juga bisa disebut perusahaan multimoda (multimoda transport). Pelaksanaan pengiriman barang perusahaan pengiriman barang menggunakan lebih dari satu moda angkutan maka perusahaan pengiriman barang dapat dikategorikan sebagai perusahaan angkutan multimoda.


(1)

ii

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan SH., M.Hum. selaku Wakil Dekan II


(2)

5. Bapak Dr. Jelly Leviza SH., M.Hum. selaku Wakil Dekan III

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

6. Prof. Dr. Hasim Purba. SH., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Rabiatul Syahriah SH., M.Hum. selaku Sekertaris Departement Hukum

Keperdataan Universitas Sumatera Utara.

8. Ibu Sinta Uli SH., M.Hum., selaku Ketua Program Kekhususan Hukum

Perdata Dagang dan Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberi

bimbingan, arahan, serta masukan yang sangat bermanfaat.

9. Ibu Aflah SH., M.Hum, selaku Dosen pembimbing II yang telah memberi

bimbingan dan masukan yang sangat berharga.

10.Prof. Dr. Madiasa Ablisar S.H., M.Hum. Selaku Dosen Penasehat Akademik

yang memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

11.Ibu Nurhayati dan Ibu Kartika Sari serta Staf kepegawaian PT. Tiki Jalur

Nugraha Eka Kurir Cabang Medan yang telah membantu penulis dalam

mengolah dan menganalisis data yang diperlukan untuk skripsi ini.

12.Teristimewa juga kepada adik-adik saya Wimni Dia Sari Nst, Darma Mulia

Wijaya Nst, dan M. Hasan Raja Nst yang telah memberikan semangat dan

dorongan selama kuliah dan masa penyelesaian skripsi.

13.Terimakasih Kepada Keluarga Besar HMI FH USU yang memberikan

pengalaman di Organisasi Ekstra Kampus.

14.Terimakasih kepada teman-teman Stambuk 2011 yang membantu saya dalam


(3)

15.Kepada Keluarga Besar IAS Plus YPMHB yang menjalin silahturahmi

sampai sekarang ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat

kekurangan disebabkan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang

dimiliki. Oleh karena itu penulis berterima kasih apabila ada kritik ataupun saran

dari pembaca demi penyempurnaan skripsi ini Akhir kata, Penulis berharap

agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacadan peneliti lainnya. Semoga Allah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepadakita semua.

Medan, 31 Maret 2016


(4)

ABSTRAK

Pupimbiddi Nasution* Sinta Uli**

Aflah***

Perusahaan pengiriman barang untuk menjamin kecepatan dalam pengiriman berkerjasama dengan airl0ine untuk pengangkutan melalui udara. Proses pengiriman yang dilakukan kerap kali mengalami kendala, dimana kendala yang sering terjadi ialah keterlambatan, kerusakan ataupun hilangnya barang, oleh karena itu timbul tanggung jawab masing-masing pihak dalam mengangkut barang terkait hal tersebut, didalam pasal 14 Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 2011 menyebutkan “Badan usaha angkutan multimoda bertanggung jawab terhadap barang yang diangkutnya sejak barang diterima dari pengguna jasa angkutan multimoda sampai dengan barang diserahkan kepada penerima barang sesuai dengan ketentuan dalam kontrak angkutan multimoda”. Berdasarkan uraian tersebut penulis mengajukan judul skripsi “Kerja Sama dan Tanggung Jawab Perusahaan Pengiriman Barang dengan Airline Terhadap Pemilik Barang Akibat Kelalaian yang Menyebabkan Rusak atau Hilangnya Barang Kiriman. (Studi di PT. JNE Cabang Medan)”. Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana kerjasama pembagian tanggung jawab antara JNE dengan Garuda Indonesia, Bagaimana tanggung jawab JNE akibat melalaikan yang menyebabkan rusak dan hilangnya barang serta bagaimana pelaksanaan kerjasama antara JNE dengan Garuda Indonesia.

Penelitian ini menggunakan metode Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris. Data yang disajikan diambil dari dataskunder antara lain bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukumtersier. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field Research).

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada pembagian tanggung jawab atas kelalaian terhadap barang, tetapi dilakukan berdasarkan angkutan apa yang menyebabkan kelalaian tersebut hal ini sesuai dengan pasal 145 Undang-Undang No. 1 Tahun 2009, menyatakan “pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama kargo berada dalam pengawasan pengangkut”. Pelaksanaan kerjasama JNE dengan arline bersifat perjanjian pengiriman dimana pelaksanaannya JNE mengirimkan barang melalui bandara dan mempersiapkan administrasi yang dibutuhkan lalu

airline mengangkut barang tersebut melalui udara. JNE bertanggungjawab penuh terhadap

keterlambatan, kerusakan dan kehilangan atas barang yang dititipkan. terhadap barang kiriman yang mengalami kerusakan ataupun hilang pada saat pengiriman JNE memberikan ganti rugi sebesar sepuluh kali biaya pengiriman, tetapi barang yang mengalami keterlambatan pengiriman tidak ada ganti kerugian dimana ini merupakan resiko dalam pengiriman.

Kata Kunci: Tanggung Jawab, Perusahaan Pengiriman Barang, Airline

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

* Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Dosen Pembimbing I * Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Dosen Pembimbing II


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB.I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Permasalahan ...4

C.Tujuan Penulisan ... 5

D.Manfaat Penulisan ... 5

E. Metode Penelitian ... 6

F. Sistematika Penulisan ... 8

G.Keaslian Penulisan ... 10

BAB.II TINJAUAN YURIDIS AIRLINE DAN PERUSAHAAN PENGIRIMAN BARANG ...11

A. Pengaturan Hukum Mengenai Airline di Indonesia Ditinjau melalui UU NO.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan ... ... 11

B. Pengaturan Hukum Mengenai Perusahaan Pengiriman Barang Multimoda dalam Angkutan Barang ... 17

C. Pengaturan Hukum Mengenai Kerjasama dan Tanggung Jawab Perusahaan Pengiriman Barang ... 25

BAB.III TANGGUNG JAWAB AIRLINE DAN PERUSAHAAN PENGIRIM BARANG ... 38

A. Hak dan Kewajiban Airline dan Perusahaan Pengiriman Barang ... 38

B. Tanggung Jawab Airline Dalam Mengangkut Barang ... 45

C. Tanggung Jawab Perusahaan Pengiriman Barang dan Perusahaan Multimoda ... 49


(6)

BAB. IV KERJASAMA DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENGIRIMAN BARANG DENGAN AIRLINE TERHADAP PEMILIK BARANG AKIBAT KELALAIAN YANG

MENYEBABKAN RUSAK ATAU HILANGNYA

BARANG PENGIRIMAN ... 52

A. Kerjasama Antara PT. JNE Sebagai Perusahaan Pengiriman Barang dengan Garuda Indonesia Airline Sebagai Pengangkut Dalam Hal Kelalaian Yang Menyebabkan Rusak Atau Hilangnya Barang ... ... 53

B. TanggungJawab Perusahaan PT. JNE Akibat Kelalaian Yang Menyebabkan Rusak Atau Hilangnya Barang Terhadap Konsumen ... 58

C. Pelaksanaan Kerjasama Antara PT. JNE sebagai Perusahaan Pengirim Barang dengan Garuda Indonesia Sebagai Pengangkut Dalam Pengiriman Barang ... 65

BAB.IV PENUTUP ... 69

A.Kesimpulan ... 69

B.Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

LAMPIRAN

A. Surat Keterangan Riset

B. Daftar Wawancara

C. Syarat Standart Pengiriman(SSP)JNE


Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Hukum Pemborong Terhadap Pemerintah dalam Kontrak Pengadaan varang/Jasa Pemerintah (Studi Kasus Pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan)

4 71 82

Tanggung Jawab Hukum Pihak Pengangkut Dalam Angkutan Barang Melalui Laut Dengan Menggunakan Container (Studi Pada PT. Sumatera Madya Jaya)

0 53 72

Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengiriman Barang Terhadap Kelalaian yang Menyebabkan Rusak atau Hilangnya Barang Pengiriman Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus PT. Tiki Cabang Gelugur Medan)

22 172 102

Tangung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Barang Bagasi Penumpang

8 74 126

Tanggung Jawab Perusahaan Pengiriman Barang dalam Pengiriman Barang Paket Dengan Klausul...

0 27 3

Tanggug Jawab Jasa Pengiriman Barang Terhadap Hilang/Atau Rusaknya Barang Melalui Jalur Darat (Studi Kasus pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Medan)

6 91 89

PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG TERHADAP KELALAIAN YANG MENYEBABKAN RUSAK ATAU HILANGNYA BARANG DIKAITKAN DENGAN KUHD DAN UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 1

PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG TERHADAP KELALAIAN YANG MENYEBABKAN RUSAK ATAU HILANGNYA BARANG DIKAITKAN DENGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN.

0 0 1

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN A. Pengertian Perjanjian Pengangkutan - Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengiriman Barang Terhadap Kelalaian yang Menyebabkan Rusak atau Hilangnya Barang Pengiriman Menurut Undang-Undang Perlindungan Kon

0 0 15

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA ATAS KELALAIAN YANG DILAKUKAN OLEH PERUSAHAAN PENGIRIMAN BARANG (Studi di PT. JNE Cabang Mataram) - Repository UNRAM

0 1 11