Gambaran Pengetahuan dan Sikap ibu Tentang Gizi Seimbang dan Pola Makan Anak Autis di sdlbn 107708 Lubuk pakam tahun 2012

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG GIZI SEIMBANG DAN POLA MAKAN ANAK AUTIS DI SDLBN 107708

LUBUK PAKAM TAHUN 2012

SKRIPSI

OLEH :

EVA ERNA EKAWATY 041000129

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG GIZI SEIMBANG DAN POLA MAKAN ANAK AUTIS DI SDLBN 107708

LUBUK PAKAM TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masayarakat

OLEH :

EVA ERNA EKAWATY 041000129

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG GIZI SEIMBANG DAN POLA MAKAN ANAK AUTIS DI SDLBN 107708 LUBUK PAKAM TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : EVA ERNA EKAWATY Nomor Induk Mahasiswa : 041000129

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan : Gizi Kesehatan Masyarakat Tanggal Lulus : 24 Desember 2013

Disahkan Oleh : Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ernawati Nasution, SKM, M.Kes Fitri Ardiani, SKM, MPH NIP. 19700212 199501 2 001 NIP. 19820729 200812 2 002

Medan, Januari 2014 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

DR. Drs. Surya Utama, MS NIP. 19610831 198903 1 001


(4)

ABSTRAK

Pola pemberian makan pada anak autis haruslah tepat, jika pola makan yang diberikan tidak tepat maka akan berdampak buruk bagi nutrisinya yang dapat menyebabkan gejala-gejala seperti diare, sembelit, sakit pada bagian perut, gas, dan kembung.

Penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif untuk mengetahui gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Gizi Seimbang dan Pola Makan Anak Autis di SDLBN 107708 di Kabupaten Lubuk Pakam. Populasi dalam penelitian ini adalahseluruh ibu yang anaknya mengalami autis yang bersekolah di SDLBN 107708 Lubuk Pakam. Sampel sebanyak 31 orang anak yang diambil dengan metode total sampling. Data yang dikumpulkan karakteristik responden yaitu ibu (umur, tingkat pendidikan, penghasilan), perilaku ibu (pengetahuan, sikap), dan status gizi anak.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pengetahuan ibu adalah baik yaitu 17 orang (54,8%) dan pengetahuan ibu tidak baik yaitu 4 orang (12,9%). Sikap ibu sebagian besar ada pada kategori baik yaitu 19 orang (61,3%) dan sikap ibu tidak baik yaitu 4 orang (12,9%). Status gizi anak berdasarkan BB/U sebagian besar gizi baik yaitu 19 orang (61,3%) dan status gizi anak autis kurang yaitu 12 orang (38,7%). Status gizi berdasarkan BB/TB sebagian besar adalah normal yaitu 26 orang (83,9%) dan status gizi anak autis gemuk yaitu 2 orang (6,4%).

Oleh karena itu diharapkan kepada pihak sekolah hendaknya bekerja sama dengan ahli gizi dalam memberikan informasi tentang makanan sehat dan orang tua lebih aktif dalam mencari informasi terkait tentang makanan sehat untuk anak autis.


(5)

ABSTRACT

Feeding patterns in children with autism should be possible, if the diet is not appropriate given it will be bad for the nutrients that can cause symptoms such as diarrhea, constipation, abdominal pain, gas, and bloating.

This study is a descriptive survey research to describe the Mother of Knowledge and Attitude Balanced Nutrition and Diet Autistic Children in SDLBN Lubukpakam 107 708 in the District. The population in this study adalahseluruh mothers whose children have autism who attend SDLBN Lubukpakam 107 708. Sample of 31 children who were taken with a total sampling methods. Data collected characteristics of respondents, the mother (age, education, income), maternal behavior (knowledge, attitudes), and nutritional status of children.

The results showed most of the knowledge that a good mother is 17 people (54.8%) and the mother's knowledge is not good 4 people (12.9%). The attitude of the majority of mothers in both categories there were 19 men (61.3%) and the mother's attitude is not good, that 4 people (12.9%). Nutritional status based on weight / age most of the good nutrition that is 19 people (61.3%) and nutritional status of children with autism are less that 12 people (38.7%). Nutritional status based on weight / height is normal that most of the 26 people (83.9%) and nutritional status of children with autism fat is 2 people (6.4%).

Therefore, the school should be expected to work closely with nutritionists in providing information about healthy food and parents more active in searching for relevant information on healthy eating for children with autism.

Keywords: Knowledge, Attitude, Diet, Autistic Children  


(6)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Eva Erna Ekawaty

Tempat/Tanggal Lahir : Dolok Sanggul, 12 April 1987

Agama : Islam

Status Perkawinan : Kawin

Jumlah Anggota Keluarga : Anak Ke 1 Dari 5 Bersaudara

Alamat : Jl. Anugrah Mataram Gang Keluarga-Pasar Merah

Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai

Riwayat Pendidikan :

1. SD St. Maria Doloksanggul Tahun 1992-1998

2. SLTP St. Lusia Doloksanggul Tahun 1998-2001

3. SMA RK Bintang Timur P.Siantar Tahun 2001-2004


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas berkat

rahmat dan hidayahNya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi saya yang

berjudul : “ Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Gizi Seimbang dan Pola Makan Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam Tahun 2012” yang merupakan salah satu syarat bagi saya untuk dapat menyelesaikan pendidikan di

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan skripsi ini, saya mendapat banyak bantuan moril berupa

materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih

yang sedalam-dalamnya kepada Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes selaku dosen

pembimbing I sekaligus Ketua Penguji dan Ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH selaku

dosen pembimbing II sekaligus Penguji I yang telah meluangkan waktu serta dengan

penuh kesabaran selama membimbing saya.

Selanjutnya tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian,M.Si selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku Dosen Penasehat Akademik Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara

4. Ibu Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M,Si selaku Dosen Penguji II Fakultas


(8)

5. Bapak dr.Mhd Arifin Siregar, MS, selaku Dosen Penguji III Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan.

6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan seluruh Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara, khususnya Bapak/Ibu Dosen di Departemen Gizi.

7. Ibu Heryawati Zahara, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SDLB Negeri 107708

Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang dan seluruh staf pengajar yang

telah banyak membantu saya dalam proses penelitian.

8. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sangat tak terhingga

terutama buat kedua orangtuaku tercinta, Ayahanda P.Sihite dan Ibunda

E.Simanjuntak, Wenny ElfridaSihite (adik), Arta Oktoryna Sihite (adik),

Ebenezer Sihite (adik), dan Chyntia Naomi Sihite (adik) yang telah banyak

memberikan kasih sayang, motivasi, do’a dan memenuhi semua kebutuhan

penulis baik moril maupun materil mulai dari perkuliahan hingga penyelesaian

skripsi ini.

8. Teristimewa buat kedua putra dan putriku Marsaulina Azzahra Sinurat dan Farhan

Nurhidayat Sinurat yang menjadi penyemangat saya dalam menyelesaikan skripsi

ini.

9. Untuk teman-teman yang sudah banyak membantu serta memberi dukungan dan

semangat : Ronald, Gibeon, Dede Hariani MS, Aklima, Suharni, Mona dan Maya


(9)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.

Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita.

Medan, Januari 2014

Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Hal

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Gambar... xi

Daftar Tabel ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Autis ... 6

2.1.1 Epidemiologi Autis ... 7

2.1.2 Gejala yang Sering Timbul pada Anak Autis ... 9

2.2 Pola Makan ... 10

2.2.1 Pola Makan Anak Autis ... 11

2.2.2 Diet Pada Anak Autis ... 12

2.2.3 Piramida Makanan yang Harus Dihindari ... 22

2.2.4 Cara Pemberian Makan yang Baik Untuk Anak Autis .. 23

2.2.5 Suplemen yang Sebaiknya Dikonsumsi Anak Autis ... 24

2.3 Pengetahuan ... 26

2.3.1 Pengetahuan Ibu tentang Gizi Seimbang ... 27

2.3.2 Pengetahuan Ibu dalam Pemberian Makan terhadap Anak Autis... ... 28

2.4 Sikap ... 29

2.4.1 Sikap Ibu dalam Pemberian Makan pada Anak Autis... 30

2.5 Kerangka Konsep Penelitian ... 31

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 32

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi ... 32


(11)

3.4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer ... 33

3.4.2 Data Sekunder ... 33

3.5 Defenisi Operasional ... 33

3.6 Aspek Pengukuran ... 34

3.7 Instrumen Penelitian ... 38

3.8 Pengolahan Data ... 38

3.9 Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum SDLBN 107708 Lubuk Pakam ... 40

4.2 Karakteristik Ibu ... 40

4.3 Gambaran Pengetahuan Ibu Terhadap Pola Makan Anak Autis ... 41

4.4 Gambaran Sikap Ibu Terhadap Pola Makan Anak Autis ... 41

4.5 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam ... 42

4.6 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/TB Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam ... 42

4.7 Frekuensi dan Jenis Makanan Anak Autis di SDNLB 107708 Lubuk Pakam ... 43

4.7.1 Makanan Pokok ... 43

4.7.2 Lauk Hewani ... 43

4.7.3 Lauk Nabati ... 44

4.7.4 Sayur-sayuran ... 45

4.7.5 Buah-buahan ... 45

4.8 Tingkat Konsumsi Energi ... 46

4.9 Tabulasi Silang ... 47

4.9.1 Tabulasi Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi BB/U Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam ... 47

4.9.2 Tabulasi Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi BB/TB Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam ... 47

4.9.3 Tabulasi Sikap Ibu dengan Status Gizi BB/U Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam ... 48

4.9.4 Tabulasi Sikap Ibu dengan Status Gizi BB/TB Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam ... 48

4.9.5 Tabulasi Konsumsi Energi dengan Status Gizi BB/U Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam ... 49

4.9.6 Tabulasi Konsumsi Energi dengan Status Gizi BB/TB Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam ... 50

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Ibu ... 51

5.2 Pengetahuan Ibu dan Status Gizi Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam ... 52 5.3 Sikap Ibu dan Status Gizi Anak Autis di SDLBN 107708


(12)

5.4 Status Gizi Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam

Berdasarkan BB/U ... 58 5.5 Status Gizi Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam

Berdasarkan BB/TB ... 59

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 60 6.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN 1 KUESIONER

LAMPIRAN 2 TABEL FREKUENSI LAMPIRAN 3 FOTO

LAMPIRAN 4 MASTER DATA SURAT PENELITIAN SURAT BALASAN PENELITIAN


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 ... 22 Gambar 2.2 ... 31


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Ibu Anak Autis SDLBN 107708 Lubuk Pakam Tahun 2013 ... 40 Tabel 4.2 Distribusi Pengetahuan Ibu Anak Autis SDLBN 107708 Lubuk Pakam Tahun 2013 ... 41 Tabel 4.3 Distribusi Sikap Ibu Anak Autis SDLBN 107708

Lubuk Pakam Tahun 2013 ... 41 Tabel 4.4 Distribusi Status Gizi Anak Autis Berdasarkan Indeks BB/U di

SDLBN 107708 Lubuk Pakam Tahun 2013 ... 42 Tabel 4.5 Distribusi Status Gizi Anak Autis Berdasarkan Indeks BB/TB di

SDLBN 107708 Lubuk Pakam Tahun 2013 ... 42 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Makan dan Jenis Makanan Pokok

Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam Tahun 2013 ... 43 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Makan dan Jenis Makanan Lauk Hewani

Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam Tahun 2013 ... 44 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Makan dan Jenis Makanan Lauk Nabati

Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam Tahun 2013 ... 44 Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Makan dan Jenis Sayur-ssayuran

Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam Tahun 2013 ... 45 Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Makan dan Jenis Buah-buahan

Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam Tahun 2013 ... 46 Tabel 4.11 Distribusi Kecukupan Energi Anak Autis SDLBN 107708 Lubuk Pakam Tahun 2013 ... 46 Tabel 4.12 Hasil Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi BB/U Anak Autis SDLBN 107708 Lubuk Pakam Tahun 2013 .... 47 Tabel 4.13 Hasil Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi BB/TB Anak Autis SDLBN 107708 Lubuk Pakam Tahun 2013 .. 48 Tabel 4.14 Hasil Tabulasi Silang Antara Sikap Ibu dengan Status Gizi BB/U Anak Autis SDLBN 107708 Lubuk Pakam Tahun 2013 ... 48 Tabel 4.15 Hasil Tabulasi Silang Antara Sikap Ibu dengan Status Gizi BB/TB Anak Autis SDLBN 107708 Lubuk Pakam Tahun 2013 ... 49 Tabel 4.16 Hasil Tabulasi Silang Konsumsi Energi dengan Status Gizi

BB/U Anak Autis SDLBN 107708 Lubuk Pakam Tahun 2013 .... 49 Tabel 4.17 Hasil Tabulasi Silang Konsumsi Energi dengan Status Gizi


(15)

ABSTRAK

Pola pemberian makan pada anak autis haruslah tepat, jika pola makan yang diberikan tidak tepat maka akan berdampak buruk bagi nutrisinya yang dapat menyebabkan gejala-gejala seperti diare, sembelit, sakit pada bagian perut, gas, dan kembung.

Penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif untuk mengetahui gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Gizi Seimbang dan Pola Makan Anak Autis di SDLBN 107708 di Kabupaten Lubuk Pakam. Populasi dalam penelitian ini adalahseluruh ibu yang anaknya mengalami autis yang bersekolah di SDLBN 107708 Lubuk Pakam. Sampel sebanyak 31 orang anak yang diambil dengan metode total sampling. Data yang dikumpulkan karakteristik responden yaitu ibu (umur, tingkat pendidikan, penghasilan), perilaku ibu (pengetahuan, sikap), dan status gizi anak.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pengetahuan ibu adalah baik yaitu 17 orang (54,8%) dan pengetahuan ibu tidak baik yaitu 4 orang (12,9%). Sikap ibu sebagian besar ada pada kategori baik yaitu 19 orang (61,3%) dan sikap ibu tidak baik yaitu 4 orang (12,9%). Status gizi anak berdasarkan BB/U sebagian besar gizi baik yaitu 19 orang (61,3%) dan status gizi anak autis kurang yaitu 12 orang (38,7%). Status gizi berdasarkan BB/TB sebagian besar adalah normal yaitu 26 orang (83,9%) dan status gizi anak autis gemuk yaitu 2 orang (6,4%).

Oleh karena itu diharapkan kepada pihak sekolah hendaknya bekerja sama dengan ahli gizi dalam memberikan informasi tentang makanan sehat dan orang tua lebih aktif dalam mencari informasi terkait tentang makanan sehat untuk anak autis.


(16)

ABSTRACT

Feeding patterns in children with autism should be possible, if the diet is not appropriate given it will be bad for the nutrients that can cause symptoms such as diarrhea, constipation, abdominal pain, gas, and bloating.

This study is a descriptive survey research to describe the Mother of Knowledge and Attitude Balanced Nutrition and Diet Autistic Children in SDLBN Lubukpakam 107 708 in the District. The population in this study adalahseluruh mothers whose children have autism who attend SDLBN Lubukpakam 107 708. Sample of 31 children who were taken with a total sampling methods. Data collected characteristics of respondents, the mother (age, education, income), maternal behavior (knowledge, attitudes), and nutritional status of children.

The results showed most of the knowledge that a good mother is 17 people (54.8%) and the mother's knowledge is not good 4 people (12.9%). The attitude of the majority of mothers in both categories there were 19 men (61.3%) and the mother's attitude is not good, that 4 people (12.9%). Nutritional status based on weight / age most of the good nutrition that is 19 people (61.3%) and nutritional status of children with autism are less that 12 people (38.7%). Nutritional status based on weight / height is normal that most of the 26 people (83.9%) and nutritional status of children with autism fat is 2 people (6.4%).

Therefore, the school should be expected to work closely with nutritionists in providing information about healthy food and parents more active in searching for relevant information on healthy eating for children with autism.

Keywords: Knowledge, Attitude, Diet, Autistic Children  


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

Meningkatnya jumlah anak autis baik di dunia maupun di Indonesia

memerlukan perhatian yang serius dalam penanganannya. Autis dapat sembuh bila

dilakukan intervensi secara dini, salah satunya adalah dengan memperhatikan

pemberian makan pada anak autis. Hal ini tidak terlepas dari perilaku ibu dalam hal

pemberian makan pada anak autis.

Anak dengan kebutuhan khusus seperti autis cenderung memiliki alergi

terhadap makanan. Perhatian orangtua terhadap pola makan sangat diperlukan.

Pasalnya, asupan makanan akan mempengaruhi tingkah laku anak.

Prevalensi atau peluang timbulnya penyakit autis semakin tinggi dari tahun ke

tahun. Menurut Autism Research Institute, jumlah individu autis pada tahun 1987

diperkirakan 1:5000 anak. Pada tahun 1988 terdapat sekitar 1 dari 10.000 anak

terkena autis. Pada tahun 2003, 1 dari 1.000 anak, tahun 2007 1 dari 166 anak dan

saat ini 1 dari 150 anak atau setiap tahunnya timbul sekitar 9.000 anak autis baru

(Winarno dan Agustina, 2008). Di Indonesia belum ada data yang akurat karena

belum ada pusat registrasi untuk autis, namun diperkirakan angka di indonesia sudah

mendekati angka di atas. Autis lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita, dengan

perbandingan 4:1. Banyaknya jumlah penderita autis tersebut sangat

mengkhawatirkan, mengingat sampai saat ini penyebab autis masih misterius dan


(18)

Ahli gizi telah mengatakan bahwa autis diduga berhubungan dengan

lingkungan, gen dan makanan. Untuk menyediakan gizi seimbang dan nutrisi yang

baik bagi perkembangan otak, anak autis perlu banyak memakan makanan yang

mengandung omega3 dan mineral. Beberapa ahli gizi menganjurkan untuk berpantang dari makanan yang mengandung gluten dan kasein. Sebenarnya belum

ada penelitian yang jelas mengenai dampak pola makan ini terhadap gejala autis.

Namun banyak orangtua yang mengklaim pola makan ini efektif mengurangi gejala

autis pada anaknya.

Suatu penelitian telah dilakukan oleh Nugraheni pada 160 anak autis di

Semarang dan Sola dengan menganjurkan diet ketat pada makanan yang mengandung

kasein dan gluten. Selain itu, dilakukan juga pengamatan dan konseling pada setiap

orang tua untuk memantau pelaksanaan diet bebas gluten dan kasein secara rutin,

ternyata setelah 3 bulan terjadi perkembangan yang cukup baik pada penyandang

autis, terutama dalam perubahan perilaku yang positif.

Berdasarkan Perilaku Ibu Tentang Pemberian Makan dan Status Gizi Anak

Autisme di Kota Binjai Tahun 2011 (E.M Koka, 2011). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam pemberian makan pada anak autis

berada dalam kategori cukup yaitu 68,8% untuk pengetahuan, 59,4% untuk sikap, dan

43,8% untuk tindakan.

Adanya hubungan antara gejala autis dengan makanan yang dikonsumsi telah

diketahui beberapa dekade yang lalu, akan tetapi selama bertahun-tahun penjelasan

ilmiah di balik hubungan ini belum ditemukan. Dan dari penelitian-penelitian yang


(19)

dewasa dipicu oleh faktor makanan dan non makanan tertentu yang berbahaya bagi

perkembangan otak sehingga menyebabkan timbulnya perilaku autis.

Pola pemberian makan pada anak autis haruslah tepat, jika pola makan yang

diberikan tidak tepat maka akan berdampak buruk bagi nutrisinya yang dapat

menyebabkan gejala-gejala seperti diare, sembelit, sakit pada bagian perut, gas, dan

kembung (Emilia, 2006). Hal ini juga dikemukakan oleh Meginnis (2002), yang

mengatakan bahwa 69% dari anak-anak autis menderita esofagitis (radang

tenggorokan), 42% menderita gastritis (radang lambung), 67% menderita duodenitis

(radang usus duabelas jari), dan 88% menderita kolitis (radang usus besar). Gangguan

pencernaan ini dialami dalam waktu yang cukup lama, jika pola makan yang tidak

baik pada anak autis tidak segera diatasi maka akan berakibar buruk bagi status

gizinya.

Jika pada anak-anak normal boleh mengonsumsi semua jenis makanan, pada

anak autis ada larangan makanan-makanan tertentu yang tidak boleh dikonsumsi

seperti makanan yang mengandung protein susu (kasein), protein tepung (gluten),

permen, sirup, yeast, makanan siap saji yang mengandung pengawet, serta bahan

tambahan makanan. Karena pada bahan makanan tersebut jika dikonsumsi anak autis,

maka akan terjadi gangguan pencernaan sehingga dapat mempengaruhi status gizinya

yakni gizi kurang (Syarief, 2008).

Secara umum, anak yang mengalami autis akan mengalami efek pada sistem

pencernaan, syaraf, dan kekebalan tubuh. Efek enzim dipeptil transferase yang

berlebih dalam tubuh anak autis menyebabkan anak tersebut tidak bisa mencerna


(20)

zat ini sulit dicerna dan diterjemahkan otak sebagai morfin. Jika tetap mengonsumsi

makanan tersebut, dapat dipastikan kadar morfin di otak yang berasal dari zat – zat

tersebut meningkat, yang dapat menyebabkan anak menjadi lebih aktif bahkan

terkesan berperilaku seperti morfinis atau ketagihan obat (Fadhli, 2010).

Penyandang autis yang semakin meningkat jumlahnya di Indonesia dari

berbagai daerah tentu saja menjadi perhatian bagi pemerintah, khususnya di

kecamatan Lubuk Pakam kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan hasil pengamatan

sementara di SDLBN 107708 di Kabupaten Lubuk Pakam, didapatkan hasil survei

awal yang telah dilakukan oleh peneliti dengan melakukan pengamatan secara fisik

bahwa hampir 60% siswa/i yang bersekolah di SDLBN 107708 Lubuk Pakam

mempunyai tubuh yang gemuk (61 dari 116 siswa). Di SDLBN 107708 ini ditemukan

jumlah anak autis sebanyak 31 orang

Menurut Ratnadewi (2008), Ibu memiliki peran yang cukup besar dalam

memenuhi kebutuhan gizi bagi anak autis, seorang ibu sangat dituntut untuk memiliki

pengetahuan yang baik, melakukan pengawasan yang ketat pada pola makan anak

dan mengetahui jenis-jenis makanan yang dapat menyebabkan alergi pada anak.

Berdasarkan uraian diatas penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian di

sekolah luar biasa di Lubuk Pakam dengan judul “Gambaran Pengetahuan dan Sikap

Ibu Tentang Gizi Seimbang dan Pola Makan Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk


(21)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

dibuat rumusan masalah penelitian adalah “Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu

tentang Gizi Seimbang dan Pola Makan Anak Autis di SDLBN 107708 di Kabupaten

Lubuk Pakam Tahun 2012”.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap ibu tentang gizi

seimbang dan pola makan anak autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui keadaan status gizi anak autis.

2. Untuk mengetahui kecukupan energi anak autis.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan dan informasi kepada pihak sekolah agar dapat

meningkatkan pengetahuan ibu dan anak autis tentang pola makan yang

baik untuk anak autis kepada orangtua

2. Sebagai bahan masukan bagi para ibu yang memiliki anak yang

berkebutuhan khusus yang mana mempunyai peranan yang sangat besar


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Autis

Pada awalnya autis dipandang sebagai gangguan yang disebabkan oleh factor

psikologis, yaitu pola pengasuhan orang tua yang tidak hangat secara emosional.

Barulah sekitar tahun 1960 dimulai penelitian neurologis yang membuktikan bahwa

autis disebabkan oleh adanya abnormalitas pada otak (Minshew dalam Ginanjar,

2007).

Penting untuk dipahami bahwa istilah autis bukanlah mengacu pada suatu

kondisi. Autis adalah suatu gambaran, istilah umum yang ditandai dengan adanya

“sekelompok kegagalan”. Istilah ini diperkenalkan oleh seorang psikiater

berkebangsaan Inggris, dr. Lorna Wing, untuk menggambarkan dan mengkategorikan

perilaku-perilaku individu yang digambarkan sebagai sebuah “spectrum” atau

continuum”. Kelompok ini terdiri atas tiga elemen yang menggambarkan kegagalan

dalam hubungan sosial, komunikasi dan daya imajinasi (Kessick, 2009).

Autis adalah suatu keadaan dimana seseorang asyik dengan dunianya sendiri.

Keadaan ini biasanya dijumpai untuk pertama kali pada masa kanak-kanak sebelum

usia dua setengah tahun. Penderita juga biasanya menarik diri dari kenyataan atau

keadaan disekitarnya dan memasuki fikiran serta dunia fantasinya sendiri dan akan

lebih parah lagi pada kasus-kasus berat penderita akan terbenam dalam halusinasinya

sendiri (Sacharin dalam Ivana 2009).

Beberapa anak autis sudah menunjukkan perilaku tertentu sejak lahir namun


(23)

tersebut meliputi tingkah laku yang aneh, menolak kehadiran orang lain serta

mengalami kemunduran dalam berbahasa, bicara, sosialisasi dan keterampilan yang

pernah dimilikinya (Mardhani dalam Prasetya 2009).

2.1.1 Epidemiologi Autis

Prevalensi atau peluang timbulnya penyakit autis semakin tinggi, pada tahun

1988 terdapat sekitar 1 dari 10.000 anak terkena autis. Pada tahun 2003, 1 dari 1.000

anak, tahun 2007 1 dari 166 anak dan saat ini 1 dari 150 anak atau setiap tahunnya

timbul sekitar 9.000 anak autis baru (Winarno dan Agustina, 2008).

Banyak orang yang bingung saat mencari tahu tentang penyebab autis, karena

setiap minggu muncul cerita baru tentang “penyebabnya”, baik itu genetis atau yang

lainnya. Sering dilaporkan juga bahwa penyebab autis tidak diketahui, ini tidaklah

sepenuhnya benar karena dalam banyak kasus Autism Spectrum Disorder (ASD),

disinyalir penyebabnya berkaitan dengan kondisi metabolisme, infeksi virus atau

bakteri, ataupun sebab genetis. Luka pada bagian kepala juga ditengarai dapat

menyebabkan autis (Kessick, 2009).

Bagi beberapa orang yang tidak percaya bahwa makanan yang dikonsumsi

dapat menjadi penyebab sekaligus mengontrol gejala autis, Kessick dalam bukunya

Autisme dan Pola Makan Yang Penting untuk Anda Ketahui tahun 2009

menyebutkan dua kondisi yang dapat menjadi bahan pertimbangan yaitu :

1. Phenylketonuria atau lebih dikenal PKU, ini adalah kelainan metabolis

turunan dalam proses metabolisme protein. Karena ada gen yang tidak


(24)

fenilanin menumpuk di darah, yang akhirnya mencapai otak dan

menyebabkan keterbelakangan mental serta masalah saraf lainnya, termasuk

autis. Kondisi ini dapat dikontrol dengan membatasi makanan yang

mengandung protein, misalnya daging, telur, produk olahan susu, dan

kacang-kacangan, termasuk sebagian besar produk gandum, seperti pasta dan roti,

juga beberapa jenis buah-buahan seperti jeruk dan ceri.

2. Purin, sehingga tubuh terlalu banyak mengeluarkan zat asam urat.

Menurut Soetardjo (2007), penyebab autis dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu :

1. Penyakit ibu waktu hamil, seperti cacar air/rubela, virus citomegalo,

keracunan kehamilan, dan anemia berat yang dapat mempengaruhi sel saraf

otak janin.

2. Bahan-bahan kimia, seperti yang terdapat dalam pengawet makanan, pewarna

makanan, dan penambah rasa (monosodium glutamat).

3. Keracunan logam berat, seperti timbal (Pb) dari limbah kendaraan bermotor,

air raksa (Hg) dari ikan yang tercemar limbah tersebut. Masalah polutan ini

masih diperdebatkan karena gangguan autis juga ditemui di desa terpencil.

4. Gangguan metabolisme protein gluten dan casein.

5. Infeksi jamur/yeast.


(25)

2.1.2 Gejala yang sering timbul pada anak Autis

Gejala yang disebut di bawah ini akan memberikan petunjuk apakah masalah

terletak pada makanan yang dikonsumsi atau pada usus, atau keduanya, atau tidak

keduanya. Juga merupakan alat bantu sehingga dapat menyelidiki lebih lanjut tentang

kondisi penderita yang sebenarnya, berikut gejala-gejala yang sering timbul pada

anak autis : (a.) Sering buang angin (b.) Muka/telinga merah (c.) Kulit pucat/muka

pucat (d.) Tertawa/menjerit tanpa sebab (e.) Memakan benda-benda yang bukan

makanan, tanah, pasir, kertas, sabun dan lainnya (f.) Keringat berlebih, terutama pada

malam hari (g.) Sangat menyukai dan membenci makanan tertentu (h.) Membatasi

makan (i.) Tidak mampu mengontrol suhu tubuh (j.) Lingkaran hitam dibawah mata

(k.) Ada anggota keluarga yang menderita alergi (asma, eksim, alergi serbuk bunga,

migren, dll) (l.) Ada anggota keluarga yang menderita pernicious anaemia (m.) Ada

anggota keluarga yang memiliki masalah pencernaan (Crohn’s disease, ulcerative

colitis, kolik, dll) (n.) Menunjukkan posisi tubuh yang tidak wajar (o.) Hiperaktif

sebelum buang air besar (p.) Tidak bisa mengontrol buang air kecil (q.) Tidak bisa

mengontrol buang air besar (r.) Perut kembung (s.) Perut membengkak/besar(t.) Diare

(u.) Sembelit (v.) Selalu Lapar (w.) Tidak pernah lapar (x.) Tidak bisa menahan sakit


(26)

2.2 Pola Makan

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pola diartikan sebagai suatu sistem,

cara kerja atau usaha untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian pola makan dapat

diartikan sebagai suatu cara atau usaha untuk melakukan kegiatan makan. Sedangkan

yang dimaksud pola makan dalam penelitian ini adalah suatu cara atau usaha dalam

pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu, seperti

mempertahanan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan

penyakit. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang

berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya (Depdiknas, 2001).

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai

jenis dan jumlah makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan

ciri khas untuk masyarakat tertentu. Pola makan dalam kelompok memberi dampak

pada distribusi makanan antara anggota dan mutu serta jumlah bagian tiap anggota

hampir selalu didasarkan pada status hubungan antar anggota bukan atas dasar

pertimbangan gizi (Leiwakabessy, 2008).

Pola makan merupakan pola konsumsi keluarga dan merupakan salah satu

indikator kesejahteraan keluarga. Selain ini berkembang pengertian bahwa besar

kecilnya proporsi pengeluaran untuk konsumsi makanan terhadap pengeluaran rumah

tangga dapat memberikan gambaran kesejahteraan keluarga tersebut. Konsumsi

makanan oleh masyarakat atau keluarga bergantung pada jumlah atau jenis pangan

yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara


(27)

mengetahuinya yaitu dengan mengadakan survei konsumsi pangan (Data Statistik

Indonesia, 2008).

2.2.1 Pola Makan Anak Autis

Pola makan pada anak autis harus mengandung jumlah zat gizi, terutama

karbohidrat, protein, dan kalsium yang tinggi guna memenuhi kebutuhan fisiologik

selama masa pertmbuhan dan perkembangan. Ada beberapa jenis makanan yang

menyebabkan reaksi alergi pada anak autis seperti gula, susu sapi, gandum, coklat,

telur, kacang, maupun ikan. Selain itu konsumsi gluten dan kasein perlu dihindari

karena penderita autis umumnya tidak tahan dengan gluten dan kasein. Gluten adalah

protein yang bersifat khas yang terdapat pada tepung terigu dan dalam jumlah kecil

pada tepung serelia lainnya. Gluten terdiri dari dua komponen protein yaitu gliadin

dan glutein. Sedangkan kasein adalah protein kompleks pada susu yang mempunyai

sifat khas yaitu dapat menggumpal dan membentuk massa yang kompleks (Tajudin

dan Mashabi, 2009).

Menurut Judarwanto (2009), anak autis mengalami kesulitan makan.

Penyebab umum kesulitan makan pada anak autis dibedakan dalam 3 faktor,

diantaranya adalah hilang nafsu makan, gangguan proses makan di mulut dan

pengaruh psikologis. Pada anak autis penyebab yang paling sering terjadi adalah

gangguan nafsu makan dan gangguan proses makan yang biasanya berlangsung lama.

Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah gangguan asupan gizi seperti kekurangan

protein, kalori, vitamin, mineral, elektrolit, dan anemia (kurang darah).

Konsultan anak berkebutuhan khusus dari Yayasan Medical Exercise Therapy


(28)

terhadap anak autis adalah mengetahui tipe dari perilaku anak, apakah termasuk ke

dalam tipe Seeking Defensiveness (mencari) atau tipe Bahavior Defensiveness

(menghindar).

Pada tipe mencari, anak cenderung memiliki nafsu makan yang besar dan

senang mengunyah yang memungkinkan anak terkena obesitas. Pola makan yang

tepat pada tipe ini adalah memberi anak makanan bertekstur dan berpola, maksudnya

anak diperkenalkan dahulu makanan yang memerlukan proses mengunyah yang lebih

lama baru diperkenalkan pada makanan bertekstur lembut. Dengan harapan, anak

akan mudah kenyang sehingga bisa terhindar dari obesitas.

Pada tipe menghindar, anak cenderung memiliki nafsu makan yang kecil

bahkan cenderung menghindar dari makanan yang masuk melalui mulut. Pola makan

yang baik pada tipe ini adalah memberi anak makanan bertekstur halus terlebih

dahulu sebelum diberikan makanan bertekstur kasar. Karena anak pada tipe ini begitu

sensitif terhadap makanan. Bila tidak ditangani dengan baik pola makannya akan

berpotensi besar mengalami gizi buruk. Sebab itu, pengetahuan ibu yang baik dalam

mengatur konsep makanan akan berpengaruh terhadap pola makan anak tersebut.

2.2.2 Diet Pada Anak Autis

Adapun latar belakang yang mendasari penerapan diet kepada anak autis yang

perlu diketahui adalah sebagai berikut :

1. Kelebihan Opioid

Reichelt menemukan bahwa sebagian besar dari peptida yang terkandung

dalam urine anak autis terbentuk karena anak autis mengonsumsi gluten atau


(29)

Gluten adalah protein yang terkandung dalam gandum, gandum hitam, barli,

havermut dan spelt, sedangkan kasein adalah protein yang ditemukan di

semua susu hewan atau produk-produk olahannya. Jadi peptida yang

ditemukan di dalam urine anak autis berasal dari protein susu dan beberapa

produk sereal yang memang umum dikunsumsi anak-anak.

Gejala yang ditunjukkan pada anak-anak autis yang kelebihan opioid, yaitu :

(a.) mengalami rasa sakit yang menekan (b.) susah buang air besar (c.) pupil

mata mengecil (d.) halusinasi (e.) cara berjalan yang perlahan (f.) lemahnya

penglihatan pada malam hari (g.) pernapasan melambat (h.) gatal-gatal (i.)

tidak merasakan sakit, takut, lapar dan dingin.

Dapat dilihat bahwa peptida ini sebenarnya aktif secara biologis, artinya

mereka berpengaruh pada sistem tubuh, termasuk fungsi otak. Inilah sebabnya

mengapa jika orang tua menghilangkan makanan yang menghasilkan peptida,

gejala-gejala diatas akan menghilang.

2. Sulfasi

Ada dua sistem detoksifikasi utama dalam tubuh, salah satunya adalah

sistem sulfas yang dilakukan oleh sekelompok enzim bernama phenol sulphur

transferase (PST). Dr. Rosemary Waring, toksikologi dari Universitas

Birmingham, menemukan bahwa anak-anak dan orang dewasa penderita autis

tidak mampu mengeluarkan racun dari sistem tubuh mereka sendiri karena

kekurangan enzim ini. Beberapa penderita memiliki kemampuan yang sangat

rendah dalam mengoksidasi senyawa sulfur yang sangat berkaitan dengan


(30)

sulphotransferase yang rendah dan tidak mampu melakukan metabolisme

phenol atau amine secara optimal. Sedangkan sisanya tidak mampu

melakukan keduanya.

Sistem detoksifikasi ini sangat penting karena PST tidak hanya

mendetoks sistem internal seperti pengantar impuls saraf yang telah selesai

digunakan, misalnya serotonin, dopamine dan noradrenaline, tetapi juga

mengeluarkan toksin dari luar tubuh seperti senyawa fenolik dan salisilat yang

biasa ditemukan didalam makanan dengan warna cerah alami serta

produk-produk pembersih rumah tangga.

Dengan kurangnya kadar PST, berarti si anak menimbun toksin yang

seharusnya dibuang dan menyalurkannya ke dalam sistem tubuh.

3. Pencernaan Karbohidrat dan Diet Karbohidrat tertentu

Karbohidrat adalah bahan bakar dasar untuk tubuh yang dapat dibagi

menjadi tiga golongan besar. Pertama adalah gula sederhana yang disebut

monosakarida (seperti: glukosa, fruktosa dan galaktosa). Gula ini setelah

dicerna akan langsung diserap ke dalam aliran darah melalui lapisan usus.

Karbohidrat jenis kedua adalah disakarida atau gula rangkap. Ada

empat tipe disakarida, yaitu laktosa, sukrosa, maltosa dan isomaltosa,

semuanya memerlukan enzim (sebagai katalisator dalam reaksi tertentu) untuk

menguraikan mereka agar dapat dicerna oleh tubuh.

Karbohidrat jenis ketiga adalah karbohidrat kompleks polisakarida,

atau pati tumbuhan yang terbentuk dari rantai molekul glukosa yang tidak


(31)

Dalam keadaan normal, usus besar menjadi tempat utama koloni

bakteri dimana bakteri usus dan pati berinteraksi dan terjadi fermentasi.

Pencernaan didalam lambung yang berjalan baik dan efisien, serta gerakan

peristaltik yang cepat pada tubuh yang berfungsi sempurna, cenderung

membatasi jumlah bakteri dalam usus kecil. Sayangnya, sistem pencernaan

pada banyak anak-anak dan orang dewasa autis, jauh dari normal.

Hypochlorhydria atau kondisi saat produksi asam perut terlalu rendah

dan kelainan pada fungsi motor penggerak usus akan sangat mengganggu

kinerja gerak peristaltik. Keduanya mengakibatkan pertumbuhan bakteri jahat

dalam usus halus menjadi terlalu pesat sehingga dapat menyebabkan luka

pada selaput lendir secara terus-menerus. Hakikat dari diet karbohidrat

tertentu (SDC) adalah untuk mencegah masuknya bakteri makanan kedalam

tubuh sehingga menghalangi terjadinya fermentasi, kembung, peningkatan

asam organik, terhambatnya produksi enzim didalam microvilli, dan kondisi

tidak normal lainnya.

Menurut Kessick dalam buku yang berjudul Autisme dan Pola Makan

mengemukakan bahwa ada beberapa penerapan diet pada anak autis, diantaranya

adalah sebagai berikut :

1. Diet bebas gluten dan bebas kasein (diet GF/ CF)

Bermula dari penelitian yang dilakukan oleh dr. Jak Panksepp di

Amerika Serikat ia menemukan kandungan tidak normal dalam urine seorang

anak autis, yang kemudian diketahui berasal dari makanan. Penemuan ini


(32)

Pada umumnya, diet ini tidak sulit dilaksanakan karena makanan pokok

dapat orang Indonesia adalah nasi yang tidak mengandung gluten. Perbaikan/

penurunan gejala autis dengan diet khusus biasanya dapat dilihat dalam waktu

1-3 minggu. Apabila setelah beberapa bulan menjalankan diet tersebut tidak

ada kemajuan, berarti diet tersebut tidak cocok dan anak dapat diberi makanan

sebelumnya.

Makanan yang dihindari adalah :

a. Makanan yang mengandung Gluten, yaitu semua makanan dan

minuman yang dibuat dari terigu, havermuth dan oat misalnya ; roti,

kue, mie, cake, biscuit, kue kering, pizza, macaroni, spageti, tepung

bumbu dan sebagainya.

b. Produk – produk lain seperti soda kue, baking soda, kaldu instan, saus

tomat dan saus lainnya, serta lada bubuk, mungkin juga menggunakan

tepung terigu sebagai bahan campuran. Jadi, perlu hati-hati

pemakaiannya. Cermati/baca label pada kemasannya.

c. Makanan sumber kasein, yaitu susu dan hasil olahannya misalnya, es

krim, keju, mentega, yoghurt dan makanan yang menggunakan

campuran susu.

d. Daging, ikan atau ayam yang diawetkan dan diolah seperti sosis,

kornet, nugget, hot dog, sarden, daging asap, ikan asap dan

sebagainya. Tempe juga tidak dianjurkan terutama bagi anak yang

alergi terhadap jamur karena pembuatan tempe menggunakan


(33)

e. Buah dan sayur yang diawetkan seperti buah dan sayur dalam kaleng.

Makanan yang dianjurkan adalah :

a. Makanan sumber karbohidrat dipilih yang tidak mengandung gluten,

misalnya beras, singkong, ubi, talas, jagung, tepung beras, tapioca,

ararut, maizena, bihun, soun dan sebagainya.

b. Makanan sumber protein dipilih yang tidak mengandung kasein,

misalnya susu kedelai, daging dan ikan segar (tidak diawetkan),

unggas, telur, udang, kerang, cumi, tahu, kacang hijau, kacang merah,

kacang tolo, kacang mede, kacang kapri dan kacang-kacang lainnya.

c. Sayuran segar seprti bayam, brokoli, labu siam, labu kuning,

kangkung, tomat, wortel, timun dan sebagainya.

d. Buah-buahan segar seperti anggur, apel, pepaya, mangga, pisang,

jambu, semangka dan sebagainya.

2. Sulfat dan salisilat

Penerapan metode diet ini lebih sulit dilakukan karena batas-batasnya

tidak sejelas diet bebas gluten dan kasein. Ini disebabkan karena kemampuan

yang terbatas dan berbeda-beda dari setiap anak penderita autis dalam

membuang racun dari tubuh mereka. Terlebih lagi, penemuan dari Universitas

Birmingham ini terkait juga dengan beberapa penelitian sebelumnya tentang

fungsi biologis, atau tepatnya kegagalan fungsi biologis, yang dialami banyak

anak autis. Akibatnya, komponen-komponen hasil penelitian pun semakin


(34)

Yang pasti, diet untuk mengatasi ketidakmampuan tubuh dalam

mendetoksifikasi harus dilakukan sejalan dengan penerapan diet lainnya.

3. Diet karbohidrat tertentu

Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Sidney Haas, yang kemudian

dilanjutkan bersama putranya Dr. Merril Hass, telah mempelopori suatu diet

yang disebut Specifik Carbohydrate Diet (SCD) yang membatasi karbohidrat

yang dikonsumsi hanya dari jenis monosakarida. Diet ini terbukti berhasil

mengontrol penyakit Crohn, ulcerative colitis (peradangan usus) dan penyakit

kolik yang disebabkan perubahan pola konsumsi nutrisi untuk mengontrol

pertumbuhan mikroba alami yang berlebihan atau tidak seimbang dalam usus.

Belum lama ini, telah terbukti banyak anak penderita spectrum autis yang

pencernaannya terganggu, menunjukkan perkembangan yang signifikan

pasca-penerapan diet SCD.

4. Diet ketogenik

Metode diet lain yang dapat diterapkan ketika terjadi reaksi epilepsi

akut adalah diet ketogenetik, yang tinggi lemak, sangat rendah karbohidrat

dan cukup protein. Diet ini dapat berhasil asal diterapkan dibawah

pengawasan medis yang sangat ketat.

5. Makanan cair

Walaupun tidak terkait langsung dengan autis, anak-anak dan orang

dewasa yang menderita radang usus akut kemungkinan disarankan

mengonsumsi makanan cair oleh dokter mereka. Ini bukan makanan yang


(35)

berdasarkan resep dokter untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkan tubuh dan

otak, dalam bentuk zat yang dapat diserap secara efisien oleh usus yang

meradang, serta dapat dicerna dengan mudah oleh tubuh.

6. Diet rendah oksalat

Baru-baru ini muncul kecurigaan adanya peran oksalat dalam autis.

Para peneliti telah menemukan kadar glutathione yang rendah pada pasien

autis yang memiliki masalah pada saluran sulfas. Dengan menelusuri jalur

biokimia, yang digabungkan dengan penelitian tentang makanan apa saja yang

dapat menyebabkan timbulnya gejala autis, termaksuk yang dapat

menimbulkan rasa sakit, membuat sebagian orang tua mencoba menerapkan

diet rendah oksalat. Walaupun pada beberapa kasus tampak menjanjikan,

tetaplah berhati-hati dengan mengonsultasikan diet ini terlebih dahulu pada

ahli diet. Diet ini hanya diterapkan jika ahli diet telah yakin bahwa diet tinggi

oksalat yang menjadi penyebab masalah.

Selain dari beberapa penerapan diet yang harus dilakukan pada anak autis

beberapa sumber juga menambahkan, (a.) Diet Anti Yeast/ Ragi/ Jamur (b.) Diet untuk Alergi dan Intoleransi Makanan, untuk lebih jelas dapat dijabarkan sebagai

berikut :

a) Diet Anti Yeast/ Ragi/ Jamur

Diet ini diberikan kepada anak dengan gangguan infeksi jamur/yeast.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pertumbuhan jamur erat kaitannya

dengan gula, maka makanan yang diberikan tanpa menggunakan gula, yeast


(36)

Makanan yang dihindarkan adalah :

1. Roti, pastry, biscuit, kue-kue dan makanan sejenis roti yang

meng-gunakan gula dan yeast.

2. Semua jenis keju

3. Daging, ikan atau ayam olahan seperti daging asap, sosis, hotdog,

kornet dan lain-lain.

4. Macam-macam saus (saus tomat, saus cabai), bumbu/ rempah,

mustard, monosodium glutamate, macam kecap,

macam-macam acar (timun, bawang, zaitun) atau makanan yang menggunakan

cuka, mayonnaise atau salad dressing.

5. Semua jenis jamur maupun kering misalnya jamur kuping, jamur

merang dan lain-lain.

6. Buah yang dikeringkan misalnya kismis, kurma, pisang, prune dan

lain-lain.

7. Fruit juice/sari buah yang diawetkan, minuman beralkohol dan semua

minuman yang manis.

8. Sisa makanan juga tidak boleh diberikan karena jamur dapat tumbuh

dengan cepat pada sisa makanan tersebut, kecuali disimpan dalam

lemari es.

Makanan tersebut dianjurkan untuk dihindari 1-2 minggu. Setelah itu,

untuk mencobanya biasanya diberikan satu per satu. Bila tidak menimbulkan


(37)

Makanan yang dianjurkan adalah :

1. Makanan sumber karbohidrat : beras, tepung beras, kentang, ubi,

singkong, jagung dan talas. Roti atau biscuit dapat diberikan bila

dibuat dari tepung yang bukan terigu.

2. Makanan sumber protein seperti daging, ikan, ayam, udang dan hasil

laut lain yang segar.

3. Makanan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan (almond,

mete, kacang kedelai, kacang hijau, kacang polong dan lainnya).

Namun, kacang tanah tidak dianjurkan karena sering berjamur.

4. Semua sayuran segar terutama yang rendah karbohidrat seperti

brokoli, kol, kembang kol, bit, wortel, timun, labu siam, bayam,

terong, sawi, tomat, buncis, kacang panjang, kangkung, tomat dan

lain-lain.

5. Buah-buahan segar dalam jumlah terbatas.

b) Diet untuk Alergi dan Intoleransi Makanan

Anak autis umumnya menderita alergi berat. Makanan yang sering

menimbulkan alergi adalah ikan, udang, telur, susu, coklat, gandum/terigu dan

bisa lebih banyak lagi. Cara mengatur makanan untuk anak alergi dan

intoleransi makanan, pertama-tama perlu diperhatikan sumber penyebabnya.

Makanan yang diduga menyebabkan gejala alergi/intoleransi harus

dihindarkan. Misalnya, jika anak alergi terhadap telur, maka semua makanan


(38)

2.2.3 Piramida Makanan yang Harus Dihindari

Gambar 2.1 Piramida Makanan yang Harus Dihindari

Bentuk piramida pada gambar 2.1 merupakan skema sederhana yang terdiri

atas empat bagian yang menggambarkan bagaimana memulai dan menjalankan diet

khusus untuk penderita autis.

Dimulai dari dasar piramida, bagian pertama yang merupakan pondasi

struktur ini memperlihatkan bahwa semua makanan dan produk rumah tangga yang

mengandung gluten dan kasein harus dihilangkan. Hierarki

penghilangan bahan-bahan

beresiko

Rencanakan untuk menggunakan bahan-bahan

organik saat dana memungkinkan

Makanan/kondisi lingkungan yang secara

spesifik beresiko bagi penderita

Dihilangkan secara total dalam diet

Penghilangan total opioid


(39)

Pada tingkat kedua piramida terlihat bahwa monosodium glutamat (MSG),

aspartam, dan zat aditif buatan lainnya harus dihilangkan dari daftar makanan anak

autis karena zat-zat tersebut secara keseluruhan merupakan zat bermasalah.

Di bagian ketiga piramida tercantum fenol dan salisilat, pada tahap inilah diet

mulai beragam antara satu individu dengan individu yang lain. Tujuan penerapan diet

pada tahap ini adalah untuk menemukan makanan dan zat yang beresiko buruk

terhadap penderita autis serta membiasakan diri menggunakan bahan pembersih dan

perawatan yang lebih aman dan alami.

Tingkat teratas piramida secara khusus merujuk pada pemanfaatan makanan

secara organik. Umumnya, makanan organik lebih mahal daripada makanan

non-organik lainnya. Tapi mengonsumsi sedikit lebih baik daripada tidak sama sekali.

2.2.4 Cara Pemberian Makan yang Baik untuk Anak Autis

1. Berikan makanan seimbang untuk menjamin agar tubuh memperoleh semua

zat gizi yang dibutuhkan untuk keperluan pertumbuhan, perbaikan sel-sel

yang rusak dan kegiatan sehari-hari.

2. Gula sebaiknya dihindari, khususnya bagi yang hiperaktif dan ada infeksi

jamur. Fruktosa dapat digunakan sebagai pengganti gula karena penyerapan

fruktosa lebih lambat dibandingkan gula/sukrosa.

3. Minyak untuk memasak sebaiknya minyak sayur, minyak jagung, minyak biji

bunga matahari, minyak kacang tanah, minyak kedelai, atau minyak olive.


(40)

4. Cukup mengonsumsi serat, khususnya serat yang berasal dari sayuran dan

buah-buahan segar. Konsumsi sayur dan buah 3-5 porsi per hari.

5. Pilih makanan yang tidak menggunakan food additive (zat penambah rasa, zat

pewarna, zat pengawet).

6. Bila keseimbangan zat gizi tidak dapat dipenuhi, pertimbangkan pemberian

suplemen vitamin dan mineral (vitamin B6, C, seng dan magnesium).

7. Membaca label makanan untuk mengetahui komposisi makanan secara

lengkap dan tanggal kadaluarsanya.

8. Berikan makanan yang cukup bervariasi. Bila makanan monoton, maka anak

akan bosan.

9. Hindari junk food, ganti dengan buah dan sayuran segar.

2.2.5 Suplemen yang sebaiknya dikonsumsi Anak Autis

Tiap vitamin dan mineral memiliki potensi menimbulkan reaksi yang

berlawanan dari yang diharapkan, jadi perlu diperhatikan suplemen yang harus

dikonsumsi oleh anak autis seperti berikut ini :

1. Magnesium Sulfat

Sulfat tidak tergantikan, kecuali oleh magnesium sulfat (garam Epsom) dalam

air mandi. Garam Epsom termaksuk obat laksatif (pencahar) dan mengingat

tidak sedikit penderita anak-anak yang mengalami diare dan kondisi usus

yang meradang, jagalah agar air mandi jangan sampai terminum. Gunakan

sedikit saja sebagai permulaan, terutama jika menerapkan kepada orang


(41)

menakutkan dan tidak diharapkan, seperti detak jantung menjadi cepat dan

penglihatan terganggu.

2. Mineral-Mineral Penting

Banyak anak-anak dan orang dewasa ASD menderita pica, yaitu memakan

sesuatu yang bukan makanan. Ini juga dialami oleh mereka yang memiliki

kelainan radang usus. Pica ini lebih menandakan adanya suatu

ketidakmampuan dan bukan kelainan dalam berperilaku. Saat gejala pica

timbul, mineral-mineral penting dalam bentuk cair (agar mudah diserap) dapat

meminimalisasi bahkan menghilangkan masalah ini.

3. Campuran Kalsium atau Magnesium

Hasil penelitian terhadap anak-anak yang menderita kolik, setelah dan

sesudah penghilangan gluten, mewujudkan perbedaan besar pada masa tulang

walaupun dalam diet sebelum penghilang gluten, kebutuhan kalsium juga

terpenuhi. Kalsium memang banyak terkandung dalam makanan selain susu

dan olahannya, tapi memberikan suplemen kalsium dan magnesium

merupakan langkah yang bijak.

4. Asam Lemak Esensial

Terdapat keseimbangan yang optimum dari omega 3-6-9, diet Barat biasanya

dianggap terlalu banyak mengandung omega 6, tapi karena diet berbeda, sulit

untuk diketahui tanpa ada analisis yang lengkap. Minyak ikan yang

berkualitas tinggi yang bebas merkuri/bebas perasa/murni, memang bagus

akan tetapi beberapa orang memberikan reaksi buruk terhadap ikan, atau jenis


(42)

minyak rami, sayangnya beberapa orang mengalami kesulitan pencernaan

minyak yang berasal dari tumbuhan. Jadi ini memang harus melalui proses

coba-coba.

5. Anti Oksidan

Anti-oksidan adalah suatu keharusan dan selenium sangat bagus sebagai

permulaan.

6. Multivitamin dan Mineral

Multivitamin dan mineral yang bagus dari perusahaan yang terpercaya dan

sesuai dengan kebutuhan anak.

7. Zinc

Zinc dibutuhkan oleh lebih dari 200 jenis enzim didalam tubuh dan otak,

termasuk enzim yang terlibat dalam pembelaan dan replikasi sel, fungsi

kekebalan tubuh dan pembentukan asam lemak polyunsaturated dari asam

lemak esensial yang berasal dari sayur-sayuran.

2.3 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu manusia yang sekedar menjawab pertanyaan

“what” (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui atau

akan diketahui dengan satu hal (Purwadarminto, 1998). Pengetahuan adalah

kumpulan dari pengalaman-pengalaman dan pengetahuan-pengetahuan dari sejumlah

orang yang dipadukan secara harmonik dalam suatu bangun yang teratur (Ahmadi,

2004).

Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan


(43)

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior)

(Notoatmodjo, 2003).

2.3.1 Pengetahuan Ibu tentang Gizi Seimbang

Seorang ibu yang hanya tamat Sekolah Dasar belum tentu pengetahuannya

tentang gizi seimbang lebih rendah dibanding ibu yang tamat dari sekolah lanjutan,

karena pengetahuan itu tidak hanya diperoleh dari bangku sekolah namun

pengetahuan lebih banyak diperoleh dari pengalaman hidup sehari-hari. Dengan

pengetahuan gizi yang cukup diharapkan seseorang dapat mengubah perilaku yang

kurang benar sehingga dapat memilih bahan makanan bergizi serta menyusun menu

seimbang sesuai dengan kebutuhan dan selera serta akan mengetahui akibat adanya

kurang gizi. Pemberian pengetahuan gizi yang baik diharapkan dapat mengubah

kebiasaan makan yang semula kurang baik menjadi lebih baik (Depkes RI, 2000).

Kekurangan gizi pada anak dapat menyebabkan berat badan berkurang,

mudah terserang penyakit, defisiensi gizi, terlambatnya pertumbuhan dan

perkembangan baik fisik, psikomotor dan mental.

Dalam penelitian menyebutkan bahwa yang mempengaruhi status gizi anak

adalah pengetahuan ibu mengenai makanan yang harus dikonsumsi anaknya sehingga

dapat mencegah terjadinya status gizi kurang pada anak. Pedoman Umum Gizi


(44)

bagi setiap individu/orang untuk mencapai status gizi yang baik dan berperilaku gizi

yang baik dan benar (Marsianto, 1997).

Ibu juga berhak bertindak melarang atau pun memperbolehkan anak untuk

mengonsumsi jenis makanan tertentu. Ibu juga harus memilih-milih jenis makanan

yang diolahnya, tidak hanya kualitas yang diutamakan tetapi juga kandungan zat gizi

yang ada di dalam bahan makanan itu (Mashabi dan Tajudin, 2009).

2.3.2 Pengetahuan Ibu dalam Pemberian Makan Terhadap Anak Autis

Pola pemberian makanan pada anak perlu dilakukan secara tepat karena

kondisi anak berbeda dengan orang dewasa. Anak merupakan sosok manusia yang

sedang mengalami perubahan dan perkembangan yang paling pesat dalam

kehidupannya, yaitu perkembangan kematangan sistem pencernaan, kematangan

organ-organ tubuh, otak dan jiwa. Pada masa ini orang tua perlu memiliki

pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam pemilihan dan cara pemberian

makan pada anak (Widodo, 2009).

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama

dibandingkan dengan perilaku yang tanpa didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan

ibu yang baik tentang gizi akan berdampak positif terhadap pola makan anak.

Pemenuhan gizi dalam keluarga tidak terlepas dari tindakan/perilaku ibu dalam

kehidupan sehari-hari, terlebih dalam hal penyediaan makanan untuk anak. Ibu

memiliki peranan yang besar karena ibu mempunyai andil dalam hal penyediaan


(45)

bahan makanan dan memasak secara benar. Semua itu dilakukan agar buah hati dan

keluarga dapat hidup sehat.

Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Mashabi dan Tajudin (2009)

tentang pengetahuan gizi ibu dengan pola makan anak autis menunjukkan bahwa

tinggi rendahnya tingkat pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi pola makan anak

autis, artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu dapat mempengaruhi pola

makan anak autis menjadi lebih baik begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hasil

penelitian di atas maka sangat penting bagi para ibu untuk meningkatkan

pengetahuannya tentang pemberian pola makan yang baik pada anak. Peningkatan

pengetahuan ini dapat diperoleh dari berbagai informasi yang terdapat di media cetak,

media elektronik maupun dari orang lain yang memiliki pengalaman yang sama.

2.4. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunujukkan konotasi

adanya kesesuain reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari

merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum

merupakan suatu tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan

suatu perilaku (Notoatmodjo, 2003). Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri

atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat orang setuju (mendekat) atau tidak


(46)

2.4.1. Sikap Ibu dalam Pemberian Makan pada Anak Autis

Kesenangan seseorang terhadap suatu makanan didasarkan pada psikologi dan

budaya yang berbeda. Unsur-unsur budaya mampu mempengaruhi kebiasaan makan

yang terkadang bertentangan dengan prinsip ilmu gizi. Sikap seorang ibu terhadap

pemberian makan pada anak sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, keyakinan, dan

emosi.

Suatu contoh misalnya, ibu mengetahui bahwa diet bebas gluten dan bebas

kasein merupakan salah satu terapi penyembuhan untuk anak autis, pengetahuan ini

akan membawa ibu untuk berfikir dan berusaha agar anaknya dapat sembuh dari

autis. Dalam berfikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu

berniat untuk menyiapkan makanan yang bebas gluten dan kasein untuk anaknya

yang autis. Namun adakalanya sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan seperti

contoh diatas tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata. Hal ini menurut

Notoatmodjo (1993), disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain :

1. Sikap akan terwujud dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.

2. Sikap diikuti dan tidak diikuti oleh tindakan mengacu pada pengalaman orang

lain.

3. Sikap diikuti oleh tindakan nyata.

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain,

misalnya dari suami atau istri, orang tua atau mertua dan lain-lain (Notoatmodjo,


(47)

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar.2.2 Kerangka konsep penelitian

Dari kerangka konsep diatas dijelaskan bahwa status gizi pada anak autis

dipengaruhi dan ditentukan oleh pola makan yang baik dan seimbang sehingga

diperlukan pengetahuan dan sikap ibu yang baik mengenai gizi yang seimbang dan

penentuan pola makan yang sesuai bagi anak autis. Pengetahuan

Sikap

Pola Makan

- Jenis makanan - Jumlah energi - Frekuensi


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif untuk

mengetahui gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Gizi Seimbang dan Pola

Makan Anak Autis di SDLBN 107708 di Kabupaten Lubuk Pakam. Desain penelitian

yang digunakan adalah cross sectional.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di SDLBN 107708 di Kabupaten Lubuk Pakam, dengan

pertimbangan berdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan oleh peneliti

dengan melakukan pengamatan secara fisik bahwa hampir 60% siswa/i yang

bersekolah di SDLBN 107708 Lubuk Pakam mempunyai tubuh yang gemuk

sebanyak 61 orang.dan anak autis sebanyak 31 orang. Dari wawancara awal didapat 8

dari 10 ibu yang tidak mengetahui diet gluten dan kasein pada anak autis. Penelitian

direncanakan akan berlangsung dari November 2012 sampai Desember 2012.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah seluruh ibu yang anaknya mengalami autis yang bersekolah di

SDLBN 107708 Lubuk Pakam sebanyak 31 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel dari penelitian ini adalah total sampling (seluruh jumlah populasi)


(49)

3.4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer mancakup data :

1. Karakteristik responden yaitu ibu (umur, tingkat pendidikan, penghasilan)

diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner.

2. Pengetahuan Gizi Seimbang Ibu dan Pemberian Pola Makan Pada Anak

dengan menggunakan kuesioner.

3. Pengukuran Konsumsi Makanan melalui Metode Recall 24 Jam dan Metode

Food Frequency.

3.4.2 Data Sekunder

Data Sekunder mencakup data gambaran umum mengenai Sekolah SDLBN

107708 Lubuk Pakam baik secara umum mau pun secara spesifik sesuai dengan

tipe-tipe kebutuhan siswa dan diperoleh dari bagian administrasi Sekolah.

3.5 Defenisi Operasional

1. Anak Autis adalah keadaan dimana seseorang asyik dengan dunianya sendiri,

tidak perduli dengan keadaan sekitarnya dan tidak perduli dengan orang lain

serta memiliki masalah dengan status gizinya karena mengonsumsi makanan

yang mengandung gluten dan kasein.

2. Pengetahuan ibu adalah pengetahuan serta pemahaman ibu mengenai zat gizi

seimbang serta pengetahuan ibu mengenai glutein dan kasein yang ada pada


(50)

3. Sikap adalah respon atau reaksi dari ibu tentang kebutuhan asupan gizi yang

diperlukan oleh anaknya sesuai dengan pola makan yang baik untuk anak

autis.

4. Pola Makan Anak Autis adalah frekuensi dan jenis makanan yang bebas

gluten dan kasein yang dikonsumsi oleh anak autis.

5. Frekuensi makan adalah angka yang menyatakan setiap kali setiap jenis

bahan makanan yang dimakan, misalnya >1x1 hari, 1x1 hari, 4-5x/minggu,

1-3x/minggu, 2x1/bulan, 1x1bulan, tidak pernah.

6. Kecukupan energi dan protein adalah kuantitas energi dan protein yang

diperoleh dari makanan yang di komsumsi anak autis dalam sehari

7. Status Gizi adalah keadaan tubuh anak autis berdasarkan jenis kelamin,

jumlah asupan dan kebutuhan, yang ditentukan dengan menggunakan

antropometri BB/U dan BB/TB, dengan perhitungan nilai Z-skor berdasarkan

baku standar WHO 2007.

3.6 Aspek Pengukuran

1. Pengukuran Pengetahuan

Aspek pengukuran dalam penelitian ini didasarkan pada jawaban responden

terhadap pertanyaan dari kuesioner yang sesuai dengan skor yang ditetapkan.

Pengetahuan diukur melalui 10 pertanyaan. Jawaban yang benar diberi nilai 3

dan yang paling rendah diberikan nilai 1. Pengukuran tingkat pengetahuan


(51)

a. Tingkat Pengetahuan Baik, jika >75% dijawab benar dari nilai

tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai >22

b. Tingkat Pengtahuan Sedang, jika 40-75% dijawab benar dari nilai

tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 12-22, dan

c. Tingkat Pengetahuan Tidak baik, jika <40% dijawab benar dari nilai

tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai < 12.

2. Pengukuran Sikap

Komponen sikap menggunakan skala Likert yakni dengan 3 (tiga)

alternatif pernyataan yaitu setuju, kurang setuju dan tidak setuju. Sikap terdiri

dari 10 pernyataan yang mana 5 pertanyaan positif (2, 5, 7, 8, 10) dan 5

pernyataan negatif (1, 3, 4, 6, 9). Penilaian terhadap pernyataan positif diberi

skor 3 untuk jawaban setuju, 2 untuk kurang setuju dan 1 untuk jawaban tidak

setuju sedangkan penilaian terhadap pernyataan negatif diberi skor 3 untuk

jawaban tidak setuju, 2 untuk kurang setuju dan 1 untuk jawaban setuju. Total

tertinggi adalah 30 dan terendah 10. Berdasarkan kriteria diatas dapat

dikategori tingkat sikap responden menurut Arikunto (2002) dengan kriteria

sebagai berikut :

a. Baik, jika >75% dijawab benar dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan

dengan total nilai >22

b. Sedang, jika 40-75% dijawab benar dari nilai tertinggi seluruh

pertanyaan dengan total nilai 12-22, dan

c. Tidak baik, jika <40% dijawab benar dari nilai tertinggi seluruh


(52)

3. Pengukuran Pola Makan

a. Data Food Frequency Questionnaire (FFQ)

Data ini yang diperoleh dari hasil pengukuran berapa kali individu

mengkonsumsi makanan yang sama dalam kurun waktu tertentu dengan

menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan pola konsumsi, Untuk

jenis makanan dapat digolongkan menjadi makanan pokok, lauk-pauk,

sayuran dan buah-buahan. yang selanjutnya dikategorikan menjadi:

1. Tidak pernah

2. > 1 kali sehari

3. 1 kali sehari

4. -3 kali seminggu

5. 4-6 kali seminggu

6. 1x/bulan.

b. Data Food Recall 24 jam.

Untuk melihat hasil konsumsi energi/kalori yang akan diukur

dibandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi Anjuran (DKGA) Depkes

2002.

4. Tingkat kecukupan gizi diukur dengan melihat tingkat konsumsi Energi dan

Protein yang dikonsumsi, dengan menggunakan rumus:


(53)

Keterangan :

TK = Tingkat kecukupan

K = Konsumsi

KC = Kecukupan yang dianjurkan

Setelah itu dihitung rata-rata seharinya dan dibandingkan dengan daftar

kecukupan gizi yang dianjurkan. Tingkat energi dan protein dapat

digolongkan atas (Supariasa,dkk, 2002):

a. Defisit : < 70% AKG

b. Kurang : 70-80% AKG

c. Sedang : 80-90% AKG

d. Baik : ≥ 100% AKG 5. Pengukuran Status Gizi

Status gizi anak autis diukur dengan menggunakan metode antropometri yaitu

meliputi pengukuran berat badan menurut umur (BB/U) dan berat badan

menurut tinggi badan (BB/TB) berdasarkan nilai Z-skor yang di dapat dengan

menggunakan softwear WHO Antroplus, setelah nilai Z-skor didapat maka

dibandingkan dengan klasifikasi status gizi menurut WHO 2007.

Kategori status gizi berat badan menurut umur (BB/U) berdasarkan

klasifikasi status gizi anak menurut WHO 2007 adalah sebagai berikut :

1. Gizi lebih : > 2SD

2. Gizi baik : ≥ -2 SD s/d 2 SD 3. Gizi kurang : ≥ -3 SD s/d < -2 SD 4. Gizi buruk : < -3 SD


(54)

Kategori status gizi berdasarkan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

berdasarkan klasifikasi status gizi anak menurut WHO 2007 adalah sebagai

berikut:

1. Gemuk : > 2 SD

2. Normal : ≥ -2 SD s/d 2SD

3. Kurus : ≥ -3 SD s/d < -2 SD 4. Sangat kurus : < -3 SD

3.7 Instrumen penelitian

1. Kuesioner penelitian.

2. Formulir food frequency (FFQ).

3. Formulir food recall.

4. Timbangan injak.

5. Alat ukur tinggi badan/panjang badan (mikrotois).

3.8 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara manual dengan langkah-langkah

sebagai berikut :

a. Editing : data yang diperoleh diperiksa dan dilihat apakah pertanyaan yang

ada sudah dijawab dengn benar, jika terdapat kesalahan, data diperbaiki

kembali agar informasi yang didapat benar dan akurat.

b. Koding : dengan memberikan kode untuk mempermudah proses pemasukan

data.

c. Tabulating : untuk mempermudah pengolahan data serta pengambilan


(55)

3.9 Analisis Data

Data-data yang telah dikumpulkan diolah yang selanjutnya disajikan

dalam bentuk tabel distribusi, kemudian dianalisis secara deskriptif dalam


(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum SDLBN 107708 Lubuk Pakam

Sekolah Dasar Negeri Luar Biasa (SDLBN) 107708 Kecamatan Lubuk Pakam

Kabupaten Deli Serdang adalah sekolah yang didirikan oleh pemerintah, yang

beralamatkan di Jalan Pantai Labu No. 177 Sekip, Kecamatan Lubuk Pakam

Kabupaten Deli Serdang.

4.2. Karakteristik Ibu

Gambaran distribusi karakteristik ibu anak autis di SDLBN 107708 Lubuk

Pakam tahun 2012 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Ibu Anak Autis SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012

No Karakteristik f %

Pendidikan Ibu

1 SD 5 16,1

2 SMP 12 38,3

3 SMA 14 45,2

Total 31 100,0

Pekerjaan Ibu

1 Buruh/Tani 7 2,6

2 Wiraswasta 2 6,5

3 Tidak Berkerja/IRT 10 32,3

4 Pedagang 11 35,5

5 PNS 1 3,2

Total 31 100,0

Penghasilan

1 < Rp 1.201.000 13 41,9

2 > Rp 1.201.000 18 58,1

Total 31 100,0

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebagaian besar pendidikan ibu

adalah SMA yaitu 14 orang (45,2%) dan pendidikan ibu adalah SD yaitu 5 orang


(57)

sebagian besar jumlah penghasilan ibu adalah > Rp 1.201.000 yaitu 18 orang

(58,1%).

4.3 Gambaran Pengetahuan Ibu terhadap Pola Makan Anak Autis

Gambaran distribusi karakterik ibu berdasarkan pengetahuan ibu anak autis

di SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.2. Distribusi Pengetahuan Ibu Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012

No Pengetahuan f %

1 Baik 17 54,8

2 Sedang 10 32,3

3 Tidak Baik 4 12,9

Total 31 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa sebagian besar pengetahuan ibu

berada pada kategori baik yaitu 17 orang (54,8%) sedangkan pengetahuan ibu pada

kategori tidak baik yaitu 4 orang (12,9%).

4.4. Gambaran Sikap Ibu terhadap Pola Makan Anak Autis

Gambaran distribusi karakterik ibu berdasarkan sikap ibu anak autis di

SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.3. Distribusi Sikap Ibu Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012

No Sikap f %

1 Baik 19 61,3

2 Sedang 8 25.8

3 Tidak Baik 4 12,9

Total 31 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar sikap ibu berada

pada kategori baik yaitu 19 orang (61,3%) sedangkan sikap ibu pada kategori tidak


(58)

4.5. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam

Gambaran status gizi anak autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun

2012 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.4. Distribusi Status Gizi Anak Autis Berdasarkan Indeks BB/U di SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012

No Status Gizi f %

1 Gizi lebih 0 0,0

2 Gizi baik 19 61,3

3 Gizi kurang 12 38,7

4 Gizi buruk 0 0,0

Total 31 100,0

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar status gizi anak

autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012 berada pada kategori gizi baik

yaitu 19 orang (61,3%) sedangkan status gizi anak autis di SDLBN 107708 Lubuk

Pakam pada kategori gizi kurang yaitu 12 orang (38,7%).

4.6. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/TB Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam

Gambaran status gizi anak autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun

2012 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.5. Distribusi Status Gizi Anak Autis Berdasarkan Indeks BB/TB di SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012

No Status Gizi f %

1 Gemuk 2 6,4

2 Normal 26 83,9

3 Kurus 3 9,7

4 Sangat kurus 0 0,0

Total 31 100,0

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar status gizi anak


(59)

kategori normal yaitu 26 orang (83,9%) sedangkan status gizi anak autis berdasarkan

BB/TB di SDLBN 107708 Lubuk Pakam pada kategori gemuk yaitu 2 orang (6,4%).

4.7. Frekuensi dan Jenis makanan Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012

Berdasarkan hasil pengolahan data, frekuensi jenis bahan makanan yang di

komsumsi anak autis di SDLBN 107708 dapat dilihat dibawah ini : 4.7.1. Makanan Pokok

Frekuensi makan dan jenis makanan pokok yang dikonsumsi oleh anak autis

di SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Makan dan Jenis Makanan Pokok Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012

N o Jenis Makana n Frekuensi Jlh Tidak Pernah > 1x/ hari 1x/ Hari 1-3x/ minggu 4-6x/ Minggu 1x/ bulan

N % N % N % N % N % N %

1 Nasi 0 0 31 100 0 0 0 0 0 0 0 0 31

2 Jagung 0 0 0 0 0 0 19 61.3 12 38.7 0 0 31

3 Roti 0 0 0 0 0 0 21 67.7 10 32.3 0 0 31

4 Ubi 0 0 0 0 0 0 11 35.5 20 64.5 0 0 31

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa jenis makanan yang paling banyak

dikonsumsi dengan frekuensi >1x/hari adalah nasi yaitu 31 orang (100,0%) dan

makanan pokok lain yang paling sedikit dikonsumsi dengan frekuensi 1-3x/minggu

adalah ubi yaitu 11 orang (35,5%). 4.7.2. Lauk Hewani

Frekuensi makan dan jenis lauk hewani yang dikonsumsi oleh anak autis di


(60)

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Makan dan Jenis Makanan Lauk Hewani Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012

N o Jenis Maka nan Frekuensi Jlh Tidak Pernah > 1x/ Hari 1x/ hari 1-3x/ Minggu 4-6x/ minggu 1x/ Bulan

N % N % N % N % N % N %

1 Telur 0 0 10 32.3 11 35.5 6 19.3 4 12.9 0 0 31

2 Daging 0 0 4 12.9 3 9.7 20 64.5 4 12.9 0 0 31

3 Ikan 0 0 12 38.7 7 22.5 6 19.4 6 19.4 0 0 31

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa jenis lauk hewani yang paling

banyak dikonsumsi anak autis di SDLBN 107708 adalah ikan dengan frekuensi

>1x/hari yaitu sebanyak 12 orang (38.7%) dan yang paling sedikit adalah telur

dengan frekuensi 1-3x/minggu yaitu sebanyak 6 orang (19.4%).

4.7.3. Lauk Nabati

Frekuensi makan dan jenis lauk nabati yang dikonsumsi oleh anak autis di

SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012 dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Makan dan Jenis Lauk Nabati Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012

No Jenis

Makana n Frekuensi Jlh Tidak Pernah > 1x/ hari 1x/ hari 1-3x/ Minggu 4-6x/ minggu 1x/ bulan

N % N % N % N % N % N %

1 Tahu 0 0 2 6.5 8 25.8 9 29.1 11 35.4 1 3.2 31

2 Tempe 0 0 1 3.2 12 38.7 6 19.4 12 38.7 0 0 31

Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa jenis lauk nabati ysng paling

banyak dikonsumsi anak autis di SDLBN 107708 adalah tempe dengan frekuensi


(61)

4.7.4. Sayur-Sayuran

Frekuensi makan dan jenis sayur-sayuran yang paling banyak dikonsumsi oleh

anak autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012 dapat dilihat pada tabel di

bawah ini

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Makan dan Jenis Sayur-sayuran Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012

N o Jenis Makanan Frekuensi Jlh Tidak Pernah > 1x/ hari 1x/ hari 1-3x/ Minggu 4-6x/ minggu 1x/ bulan

N % N % N % N % N % N %

1 Kangkung 0 0 2 6.5 12 38.7 7 22.6 10 32.2 0 0 31

2 Bayam 0 0 4 12.9 11 35.5 9 29.1 7 22.5 0 0 31

3 Daun Ubi 0 0 2 6.5 6 19.4 12 38.7 10 32.2 1 3.2 31

4 Sawi 0 0 0 0 5 16.1 9 29.1 11 35.5 6 19.4 31

5 Sayur sop 0 0 0 0 0 0 7 22.5 14 45.2 10 32.3 31

6 Buncis 0 0 0 0 1 3,2 9 29.1 10 32.2 11 35.5 31

Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa jenis sayur-sayuran yang paling

banyak dikonsumsi anak autis di SDLBN 107708 adalah sayur sop dengan frekuensi

4-6x/minggu yaitu sebanyak 14 orang (45,2%) dan jenis sayuran lain yang paling

sedikit dikonsumsi adalah daun ubi dengan frekuensi 1x/bulan dan buncis dengan

frekuensi 1x/hari yaitu 1 orang (3,2%).

4.7.5. Buah-buahan

Frekuensi makan dan jenis buah-buahan yang dikonsumsi oleh anak autis di


(62)

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Makan dan Jenis Buah-buahan Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012

No Jenis

Makana n Frekuensi Jlh Tidak Pernah > 1x/ Hari 1x/ hari 1-3x/ Minggu 4-6x/ minggu 1x/ bulan

N % N % N % N % N % N % N

1 Pepaya 0 0 1 3.2 11 35.5 9 29.1 10 32.2 0 0 31 2 Pisang 0 0 11 35.5 13 41.9 4 12.9 3 9.7 0 0 31 3 Jeruk 0 0 6 19.4 9 29.1 11 35.4 5 16.1 0 0 31

4 Apel 0 0 0 0 0 0 2 6.5 13 41.9 16 51.6 31

Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui bahwa jenis buah-buahan yang paling

banyak dikonsumsi anak autis SDLBN 107708 adalah apel dengan frekuensi

4-6x/minggu yaitu sebanyak 13 orang (41,9%), dan jenis buah-buahan lain yang paling

sedikitdikonsumsi adalah pepaya dengan frekuensi >1x hari yaitu 1 orang (3,2%).

4.8. Tingkat Konsumsi Energi

Tingkat konsumsi energi pada anak autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam

tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.11. Distribusi Kecukupan Energi Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012

No Tingkat konsumsi f %

1 Baik 2 6,4

2 Sedang 26 83,9

3 Kurang 3 9,7

4 Defisit 0 0

Total 31 100,0

Berdasarkan tabel 4.11 dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi energi anak autis


(1)

kategori AKG

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baik 2 6.5 6.5 6.5

Sedang 26 83.9 83.9 90.3

Kurang 3 9.7 9.7 100.0

Total 31 100.0 100.0

Crosstabs

Pengetahuan Ibu * status gizi bb/u

Crosstab Count

status gizi bb/u

Total gizi baik gizi kurang

Pengetahuan Ibu Baik 13 4 17

Sedang 6 4 10

Tidak Baik 0 4 4

Total 19 12 31

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 7.992a 2 .018

Likelihood Ratio 9.370 2 .009

Linear-by-Linear Association 6.643 1 .010

N of Valid Cases 31

a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.55.


(2)

Pengetahuan Ibu * Status gizi anak

Sikap Ibu * status gizi bb/u

Crosstab Count

status gizi bb/u

Total gizi baik gizi kurang

Sikap Ibu Baik 15 4 19

Sedang 4 4 8

Tidak Baik 0 4 4

Total 19 12 31

Crosstab Count

Status gizi anak

Total Gemuk Normal Kurus

Pengetahuan Ibu Baik 2 14 1 17

Sedang 0 10 0 10

Tidak Baik 0 2 2 4

Total 2 26 3 31

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 10.450a 4 .033

Likelihood Ratio 8.914 4 .063

Linear-by-Linear Association 4.541 1 .033

N of Valid Cases 31

a. 7 cells (77.8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .26.


(3)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 9.260a 2 .010

Likelihood Ratio 10.734 2 .005

Linear-by-Linear Association 8.736 1 .003

N of Valid Cases 31

a. 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.55.

Sikap Ibu * Status gizi anak

Crosstab Count

Status gizi anak

Total Gemuk Normal Kurus

Sikap Ibu Baik 2 16 1 19

Sedang 0 8 0 8

Tidak Baik 0 2 2 4

Total 2 26 3 31

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 9.936a 4 .042

Likelihood Ratio 8.183 4 .085

Linear-by-Linear Association 4.656 1 .031

N of Valid Cases 31

a. 7 cells (77.8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .26.


(4)

kategori AKG * status gizi bb/u

Crosstab Count

status gizi bb/u

Total gizi baik gizi kurang

kategori AKG Baik 1 1 2

Sedang 18 8 26

Kurang 0 3 3

Total 19 12 31

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 5.548a 2 .062

Likelihood Ratio 6.512 2 .039

Linear-by-Linear Association 2.136 1 .144

N of Valid Cases 31

a. 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .77.

Kategori AKG * Status gizi anak

Crosstab Count

Status gizi anak

Total Gemuk Normal Kurus

kategori AKG Baik 2 0 0 2

Sedang 0 26 0 26

Kurang 0 0 3 3

Total 2 26 3 31

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 62.000a 4 .000


(5)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 62.000a 4 .000

Likelihood Ratio 34.122 4 .000

Linear-by-Linear Association 30.000 1 .000

N of Valid Cases 31

a. 8 cells (88.9%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .13.


(6)