BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Autis
Pada awalnya autis dipandang sebagai gangguan yang disebabkan oleh factor psikologis, yaitu pola pengasuhan orang tua yang tidak hangat secara emosional.
Barulah sekitar tahun 1960 dimulai penelitian neurologis yang membuktikan bahwa autis disebabkan oleh adanya abnormalitas pada otak Minshew dalam Ginanjar,
2007. Penting untuk dipahami bahwa istilah autis bukanlah mengacu pada suatu
kondisi. Autis adalah suatu gambaran, istilah umum yang ditandai dengan adanya “sekelompok kegagalan”. Istilah ini diperkenalkan oleh seorang psikiater
berkebangsaan Inggris, dr. Lorna Wing, untuk menggambarkan dan mengkategorikan perilaku-perilaku individu yang digambarkan sebagai sebuah “spectrum” atau
“continuum”. Kelompok ini terdiri atas tiga elemen yang menggambarkan kegagalan dalam hubungan sosial, komunikasi dan daya imajinasi Kessick, 2009.
Autis adalah suatu keadaan dimana seseorang asyik dengan dunianya sendiri. Keadaan ini biasanya dijumpai untuk pertama kali pada masa kanak-kanak sebelum
usia dua setengah tahun. Penderita juga biasanya menarik diri dari kenyataan atau keadaan disekitarnya dan memasuki fikiran serta dunia fantasinya sendiri dan akan
lebih parah lagi pada kasus-kasus berat penderita akan terbenam dalam halusinasinya sendiri Sacharin dalam Ivana 2009.
Beberapa anak autis sudah menunjukkan perilaku tertentu sejak lahir namun yang sering diperhatikan keluarga mulai tampak pada usia 18-36 bulan. Perilaku
Universitas Sumatera Utara
tersebut meliputi tingkah laku yang aneh, menolak kehadiran orang lain serta mengalami kemunduran dalam berbahasa, bicara, sosialisasi dan keterampilan yang
pernah dimilikinya Mardhani dalam Prasetya 2009.
2.1.1 Epidemiologi Autis
Prevalensi atau peluang timbulnya penyakit autis semakin tinggi, pada tahun 1988 terdapat sekitar 1 dari 10.000 anak terkena autis. Pada tahun 2003, 1 dari 1.000
anak, tahun 2007 1 dari 166 anak dan saat ini 1 dari 150 anak atau setiap tahunnya timbul sekitar 9.000 anak autis baru Winarno dan Agustina, 2008.
Banyak orang yang bingung saat mencari tahu tentang penyebab autis, karena setiap minggu muncul cerita baru tentang “penyebabnya”, baik itu genetis atau yang
lainnya. Sering dilaporkan juga bahwa penyebab autis tidak diketahui, ini tidaklah sepenuhnya benar karena dalam banyak kasus Autism Spectrum Disorder ASD,
disinyalir penyebabnya berkaitan dengan kondisi metabolisme, infeksi virus atau bakteri, ataupun sebab genetis. Luka pada bagian kepala juga ditengarai dapat
menyebabkan autis Kessick, 2009. Bagi beberapa orang yang tidak percaya bahwa makanan yang dikonsumsi
dapat menjadi penyebab sekaligus mengontrol gejala autis, Kessick dalam bukunya Autisme dan Pola Makan Yang Penting untuk Anda Ketahui tahun 2009
menyebutkan dua kondisi yang dapat menjadi bahan pertimbangan yaitu : 1.
Phenylketonuria atau lebih dikenal PKU, ini adalah kelainan metabolis turunan dalam proses metabolisme protein. Karena ada gen yang tidak
sempurna, hati tidak mampu mengubah fenilalanin menjadi tirosin sehingga
Universitas Sumatera Utara
fenilanin menumpuk di darah, yang akhirnya mencapai otak dan menyebabkan keterbelakangan mental serta masalah saraf lainnya, termasuk
autis. Kondisi ini dapat dikontrol dengan membatasi makanan yang mengandung protein, misalnya daging, telur, produk olahan susu, dan kacang-
kacangan, termasuk sebagian besar produk gandum, seperti pasta dan roti, juga beberapa jenis buah-buahan seperti jeruk dan ceri.
2. Purin, sehingga tubuh terlalu banyak mengeluarkan zat asam urat.
Menurut Soetardjo 2007, penyebab autis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Penyakit ibu waktu hamil, seperti cacar airrubela, virus citomegalo,
keracunan kehamilan, dan anemia berat yang dapat mempengaruhi sel saraf otak janin.
2. Bahan-bahan kimia, seperti yang terdapat dalam pengawet makanan, pewarna
makanan, dan penambah rasa monosodium glutamat. 3.
Keracunan logam berat, seperti timbal Pb dari limbah kendaraan bermotor, air raksa Hg dari ikan yang tercemar limbah tersebut. Masalah polutan ini
masih diperdebatkan karena gangguan autis juga ditemui di desa terpencil. 4.
Gangguan metabolisme protein gluten dan casein. 5.
Infeksi jamuryeast. 6.
Alergi dan intoleran makanan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Gejala yang sering timbul pada anak Autis
Gejala yang disebut di bawah ini akan memberikan petunjuk apakah masalah terletak pada makanan yang dikonsumsi atau pada usus, atau keduanya, atau tidak
keduanya. Juga merupakan alat bantu sehingga dapat menyelidiki lebih lanjut tentang kondisi penderita yang sebenarnya, berikut gejala-gejala yang sering timbul pada
anak autis : a. Sering buang angin b. Mukatelinga merah c. Kulit pucatmuka pucat d. Tertawamenjerit tanpa sebab e. Memakan benda-benda yang bukan
makanan, tanah, pasir, kertas, sabun dan lainnya f. Keringat berlebih, terutama pada malam hari g. Sangat menyukai dan membenci makanan tertentu h. Membatasi
makan i. Tidak mampu mengontrol suhu tubuh j. Lingkaran hitam dibawah mata k. Ada anggota keluarga yang menderita alergi asma, eksim, alergi serbuk bunga,
migren, dll l. Ada anggota keluarga yang menderita pernicious anaemia m. Ada anggota keluarga yang memiliki masalah pencernaan Crohn’s disease, ulcerative
colitis, kolik , dll n. Menunjukkan posisi tubuh yang tidak wajar o. Hiperaktif
sebelum buang air besar p. Tidak bisa mengontrol buang air kecil q. Tidak bisa mengontrol buang air besar r. Perut kembung s. Perut membengkakbesart. Diare
u. Sembelit v. Selalu Lapar w. Tidak pernah lapar x. Tidak bisa menahan sakit y. Ruam tanpa sebab yang datang dan pergi z. Rambut kasar dan kering.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Pola Makan
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pola diartikan sebagai suatu sistem, cara kerja atau usaha untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian pola makan dapat
diartikan sebagai suatu cara atau usaha untuk melakukan kegiatan makan. Sedangkan yang dimaksud pola makan dalam penelitian ini adalah suatu cara atau usaha dalam
pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu, seperti mempertahanan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan
penyakit. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya Depdiknas, 2001.
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jenis dan jumlah makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan
ciri khas untuk masyarakat tertentu. Pola makan dalam kelompok memberi dampak pada distribusi makanan antara anggota dan mutu serta jumlah bagian tiap anggota
hampir selalu didasarkan pada status hubungan antar anggota bukan atas dasar pertimbangan gizi Leiwakabessy, 2008.
Pola makan merupakan pola konsumsi keluarga dan merupakan salah satu indikator kesejahteraan keluarga. Selain ini berkembang pengertian bahwa besar
kecilnya proporsi pengeluaran untuk konsumsi makanan terhadap pengeluaran rumah tangga dapat memberikan gambaran kesejahteraan keluarga tersebut. Konsumsi
makanan oleh masyarakat atau keluarga bergantung pada jumlah atau jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara
perorangan. Dalam pola konsumsi keluarga, cara yang paling tepat untuk
Universitas Sumatera Utara
mengetahuinya yaitu dengan mengadakan survei konsumsi pangan Data Statistik Indonesia, 2008.
2.2.1 Pola Makan Anak Autis
Pola makan pada anak autis harus mengandung jumlah zat gizi, terutama karbohidrat, protein, dan kalsium yang tinggi guna memenuhi kebutuhan fisiologik
selama masa pertmbuhan dan perkembangan. Ada beberapa jenis makanan yang menyebabkan reaksi alergi pada anak autis seperti gula, susu sapi, gandum, coklat,
telur, kacang, maupun ikan. Selain itu konsumsi gluten dan kasein perlu dihindari karena penderita autis umumnya tidak tahan dengan gluten dan kasein. Gluten adalah
protein yang bersifat khas yang terdapat pada tepung terigu dan dalam jumlah kecil pada tepung serelia lainnya. Gluten terdiri dari dua komponen protein yaitu gliadin
dan glutein. Sedangkan kasein adalah protein kompleks pada susu yang mempunyai sifat khas yaitu dapat menggumpal dan membentuk massa yang kompleks Tajudin
dan Mashabi, 2009. Menurut Judarwanto 2009, anak autis mengalami kesulitan makan.
Penyebab umum kesulitan makan pada anak autis dibedakan dalam 3 faktor, diantaranya adalah hilang nafsu makan, gangguan proses makan di mulut dan
pengaruh psikologis. Pada anak autis penyebab yang paling sering terjadi adalah gangguan nafsu makan dan gangguan proses makan yang biasanya berlangsung lama.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah gangguan asupan gizi seperti kekurangan protein, kalori, vitamin, mineral, elektrolit, dan anemia kurang darah.
Konsultan anak berkebutuhan khusus dari Yayasan Medical Exercise Therapy mengatakan hal pertama yang dilakukan orangtua sebelum menerapkan pola makan
Universitas Sumatera Utara
terhadap anak autis adalah mengetahui tipe dari perilaku anak, apakah termasuk ke dalam tipe Seeking Defensiveness mencari atau tipe Bahavior Defensiveness
menghindar. Pada tipe mencari, anak cenderung memiliki nafsu makan yang besar dan
senang mengunyah yang memungkinkan anak terkena obesitas. Pola makan yang tepat pada tipe ini adalah memberi anak makanan bertekstur dan berpola, maksudnya
anak diperkenalkan dahulu makanan yang memerlukan proses mengunyah yang lebih lama baru diperkenalkan pada makanan bertekstur lembut. Dengan harapan, anak
akan mudah kenyang sehingga bisa terhindar dari obesitas. Pada tipe menghindar, anak cenderung memiliki nafsu makan yang kecil
bahkan cenderung menghindar dari makanan yang masuk melalui mulut. Pola makan yang baik pada tipe ini adalah memberi anak makanan bertekstur halus terlebih
dahulu sebelum diberikan makanan bertekstur kasar. Karena anak pada tipe ini begitu sensitif terhadap makanan. Bila tidak ditangani dengan baik pola makannya akan
berpotensi besar mengalami gizi buruk. Sebab itu, pengetahuan ibu yang baik dalam mengatur konsep makanan akan berpengaruh terhadap pola makan anak tersebut.
2.2.2 Diet Pada Anak Autis
Adapun latar belakang yang mendasari penerapan diet kepada anak autis yang perlu diketahui adalah sebagai berikut :
1. Kelebihan Opioid
Reichelt menemukan bahwa sebagian besar dari peptida yang terkandung dalam urine anak autis terbentuk karena anak autis mengonsumsi gluten atau
kasein, atau kedua-duanya dalam diet mereka.
Universitas Sumatera Utara
Gluten adalah protein yang terkandung dalam gandum, gandum hitam, barli, havermut dan spelt, sedangkan kasein adalah protein yang ditemukan di
semua susu hewan atau produk-produk olahannya. Jadi peptida yang ditemukan di dalam urine anak autis berasal dari protein susu dan beberapa
produk sereal yang memang umum dikunsumsi anak-anak. Gejala yang ditunjukkan pada anak-anak autis yang kelebihan opioid, yaitu :
a. mengalami rasa sakit yang menekan b. susah buang air besar c. pupil mata mengecil d. halusinasi e. cara berjalan yang perlahan f. lemahnya
penglihatan pada malam hari g. pernapasan melambat h. gatal-gatal i. tidak merasakan sakit, takut, lapar dan dingin.
Dapat dilihat bahwa peptida ini sebenarnya aktif secara biologis, artinya mereka berpengaruh pada sistem tubuh, termasuk fungsi otak. Inilah sebabnya
mengapa jika orang tua menghilangkan makanan yang menghasilkan peptida, gejala-gejala diatas akan menghilang.
2. Sulfasi
Ada dua sistem detoksifikasi utama dalam tubuh, salah satunya adalah sistem sulfas yang dilakukan oleh sekelompok enzim bernama phenol sulphur
transferase PST. Dr. Rosemary Waring, toksikologi dari Universitas
Birmingham, menemukan bahwa anak-anak dan orang dewasa penderita autis tidak mampu mengeluarkan racun dari sistem tubuh mereka sendiri karena
kekurangan enzim ini. Beberapa penderita memiliki kemampuan yang sangat rendah dalam mengoksidasi senyawa sulfur yang sangat berkaitan dengan
alergi makanan dan bahan kimia. Beberapa lainnya memiliki tingkat
Universitas Sumatera Utara
sulphotransferase yang rendah dan tidak mampu melakukan metabolisme
phenol atau amine secara optimal. Sedangkan sisanya tidak mampu melakukan keduanya.
Sistem detoksifikasi ini sangat penting karena PST tidak hanya mendetoks sistem internal seperti pengantar impuls saraf yang telah selesai
digunakan, misalnya serotonin, dopamine dan noradrenaline, tetapi juga mengeluarkan toksin dari luar tubuh seperti senyawa fenolik dan salisilat yang
biasa ditemukan didalam makanan dengan warna cerah alami serta produk- produk pembersih rumah tangga.
Dengan kurangnya kadar PST, berarti si anak menimbun toksin yang seharusnya dibuang dan menyalurkannya ke dalam sistem tubuh.
3. Pencernaan Karbohidrat dan Diet Karbohidrat tertentu
Karbohidrat adalah bahan bakar dasar untuk tubuh yang dapat dibagi menjadi tiga golongan besar. Pertama adalah gula sederhana yang disebut
monosakarida seperti: glukosa, fruktosa dan galaktosa. Gula ini setelah dicerna akan langsung diserap ke dalam aliran darah melalui lapisan usus.
Karbohidrat jenis kedua adalah disakarida atau gula rangkap. Ada empat tipe disakarida, yaitu laktosa, sukrosa, maltosa dan isomaltosa,
semuanya memerlukan enzim sebagai katalisator dalam reaksi tertentu untuk menguraikan mereka agar dapat dicerna oleh tubuh.
Karbohidrat jenis ketiga adalah karbohidrat kompleks polisakarida, atau pati tumbuhan yang terbentuk dari rantai molekul glukosa yang tidak
dapat dicerna oleh tubuh sebelum dipecah menjadi komponen molekul.
Universitas Sumatera Utara
Dalam keadaan normal, usus besar menjadi tempat utama koloni bakteri dimana bakteri usus dan pati berinteraksi dan terjadi fermentasi.
Pencernaan didalam lambung yang berjalan baik dan efisien, serta gerakan peristaltik yang cepat pada tubuh yang berfungsi sempurna, cenderung
membatasi jumlah bakteri dalam usus kecil. Sayangnya, sistem pencernaan pada banyak anak-anak dan orang dewasa autis, jauh dari normal.
Hypochlorhydria atau kondisi saat produksi asam perut terlalu rendah
dan kelainan pada fungsi motor penggerak usus akan sangat mengganggu kinerja gerak peristaltik. Keduanya mengakibatkan pertumbuhan bakteri jahat
dalam usus halus menjadi terlalu pesat sehingga dapat menyebabkan luka pada selaput lendir secara terus-menerus. Hakikat dari diet karbohidrat
tertentu SDC adalah untuk mencegah masuknya bakteri makanan kedalam tubuh sehingga menghalangi terjadinya fermentasi, kembung, peningkatan
asam organik, terhambatnya produksi enzim didalam microvilli, dan kondisi tidak normal lainnya.
Menurut Kessick dalam buku yang berjudul Autisme dan Pola Makan mengemukakan bahwa ada beberapa penerapan diet pada anak autis, diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Diet bebas gluten dan bebas kasein diet GF CF
Bermula dari penelitian yang dilakukan oleh dr. Jak Panksepp di Amerika Serikat ia menemukan kandungan tidak normal dalam urine seorang
anak autis, yang kemudian diketahui berasal dari makanan. Penemuan ini kemudian diketahui berasal dari makanan.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya, diet ini tidak sulit dilaksanakan karena makanan pokok dapat orang Indonesia adalah nasi yang tidak mengandung gluten. Perbaikan
penurunan gejala autis dengan diet khusus biasanya dapat dilihat dalam waktu 1-3 minggu. Apabila setelah beberapa bulan menjalankan diet tersebut tidak
ada kemajuan, berarti diet tersebut tidak cocok dan anak dapat diberi makanan sebelumnya.
Makanan yang dihindari adalah : a.
Makanan yang mengandung Gluten, yaitu semua makanan dan minuman yang dibuat dari terigu, havermuth dan oat misalnya ; roti,
kue, mie, cake, biscuit, kue kering, pizza, macaroni, spageti, tepung bumbu dan sebagainya.
b. Produk – produk lain seperti soda kue, baking soda, kaldu instan, saus
tomat dan saus lainnya, serta lada bubuk, mungkin juga menggunakan tepung terigu sebagai bahan campuran. Jadi, perlu hati-hati
pemakaiannya. Cermatibaca label pada kemasannya. c.
Makanan sumber kasein, yaitu susu dan hasil olahannya misalnya, es krim, keju, mentega, yoghurt dan makanan yang menggunakan
campuran susu. d.
Daging, ikan atau ayam yang diawetkan dan diolah seperti sosis, kornet, nugget, hot dog, sarden, daging asap, ikan asap dan
sebagainya. Tempe juga tidak dianjurkan terutama bagi anak yang alergi terhadap jamur karena pembuatan tempe menggunakan
fermentasi ragi.
Universitas Sumatera Utara
e. Buah dan sayur yang diawetkan seperti buah dan sayur dalam kaleng.
Makanan yang dianjurkan adalah : a.
Makanan sumber karbohidrat dipilih yang tidak mengandung gluten, misalnya beras, singkong, ubi, talas, jagung, tepung beras, tapioca,
ararut, maizena, bihun, soun dan sebagainya. b.
Makanan sumber protein dipilih yang tidak mengandung kasein, misalnya susu kedelai, daging dan ikan segar tidak diawetkan,
unggas, telur, udang, kerang, cumi, tahu, kacang hijau, kacang merah, kacang tolo, kacang mede, kacang kapri dan kacang-kacang lainnya.
c. Sayuran segar seprti bayam, brokoli, labu siam, labu kuning,
kangkung, tomat, wortel, timun dan sebagainya. d.
Buah-buahan segar seperti anggur, apel, pepaya, mangga, pisang, jambu, semangka dan sebagainya.
2. Sulfat dan salisilat
Penerapan metode diet ini lebih sulit dilakukan karena batas-batasnya tidak sejelas diet bebas gluten dan kasein. Ini disebabkan karena kemampuan
yang terbatas dan berbeda-beda dari setiap anak penderita autis dalam membuang racun dari tubuh mereka. Terlebih lagi, penemuan dari Universitas
Birmingham ini terkait juga dengan beberapa penelitian sebelumnya tentang fungsi biologis, atau tepatnya kegagalan fungsi biologis, yang dialami banyak
anak autis. Akibatnya, komponen-komponen hasil penelitian pun semakin rumit.
Universitas Sumatera Utara
Yang pasti, diet untuk mengatasi ketidakmampuan tubuh dalam mendetoksifikasi harus dilakukan sejalan dengan penerapan diet lainnya.
3. Diet karbohidrat tertentu
Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Sidney Haas, yang kemudian dilanjutkan bersama putranya Dr. Merril Hass, telah mempelopori suatu diet
yang disebut Specifik Carbohydrate Diet SCD yang membatasi karbohidrat yang dikonsumsi hanya dari jenis monosakarida. Diet ini terbukti berhasil
mengontrol penyakit Crohn, ulcerative colitis peradangan usus dan penyakit kolik yang disebabkan perubahan pola konsumsi nutrisi untuk mengontrol
pertumbuhan mikroba alami yang berlebihan atau tidak seimbang dalam usus. Belum lama ini, telah terbukti banyak anak penderita spectrum autis yang
pencernaannya terganggu, menunjukkan perkembangan yang signifikan pasca-penerapan diet SCD.
4. Diet ketogenik
Metode diet lain yang dapat diterapkan ketika terjadi reaksi epilepsi akut adalah diet ketogenetik, yang tinggi lemak, sangat rendah karbohidrat
dan cukup protein. Diet ini dapat berhasil asal diterapkan dibawah pengawasan medis yang sangat ketat.
5. Makanan cair
Walaupun tidak terkait langsung dengan autis, anak-anak dan orang dewasa yang menderita radang usus akut kemungkinan disarankan
mengonsumsi makanan cair oleh dokter mereka. Ini bukan makanan yang dicairkan, melainkan produk yang diformulasikan dan diberikan hanya
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan resep dokter untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkan tubuh dan otak, dalam bentuk zat yang dapat diserap secara efisien oleh usus yang
meradang, serta dapat dicerna dengan mudah oleh tubuh. 6.
Diet rendah oksalat Baru-baru ini muncul kecurigaan adanya peran oksalat dalam autis.
Para peneliti telah menemukan kadar glutathione yang rendah pada pasien autis yang memiliki masalah pada saluran sulfas. Dengan menelusuri jalur
biokimia, yang digabungkan dengan penelitian tentang makanan apa saja yang dapat menyebabkan timbulnya gejala autis, termaksuk yang dapat
menimbulkan rasa sakit, membuat sebagian orang tua mencoba menerapkan diet rendah oksalat. Walaupun pada beberapa kasus tampak menjanjikan,
tetaplah berhati-hati dengan mengonsultasikan diet ini terlebih dahulu pada ahli diet. Diet ini hanya diterapkan jika ahli diet telah yakin bahwa diet tinggi
oksalat yang menjadi penyebab masalah.
Selain dari beberapa penerapan diet yang harus dilakukan pada anak autis beberapa sumber juga menambahkan, a. Diet Anti Yeast Ragi Jamur b. Diet
untuk Alergi dan Intoleransi Makanan, untuk lebih jelas dapat dijabarkan sebagai berikut :
a Diet Anti Yeast Ragi Jamur
Diet ini diberikan kepada anak dengan gangguan infeksi jamuryeast. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pertumbuhan jamur erat kaitannya
dengan gula, maka makanan yang diberikan tanpa menggunakan gula, yeast dan jamur.
Universitas Sumatera Utara
Makanan yang dihindarkan adalah : 1.
Roti, pastry, biscuit, kue-kue dan makanan sejenis roti yang meng- gunakan gula dan yeast.
2. Semua jenis keju
3. Daging, ikan atau ayam olahan seperti daging asap, sosis, hotdog,
kornet dan lain-lain. 4.
Macam-macam saus saus tomat, saus cabai, bumbu rempah, mustard, monosodium glutamate, macam-macam kecap, macam-
macam acar timun, bawang, zaitun atau makanan yang menggunakan cuka, mayonnaise atau salad dressing.
5. Semua jenis jamur maupun kering misalnya jamur kuping, jamur
merang dan lain-lain. 6.
Buah yang dikeringkan misalnya kismis, kurma, pisang, prune dan lain-lain.
7. Fruit juicesari buah yang diawetkan, minuman beralkohol dan semua
minuman yang manis. 8.
Sisa makanan juga tidak boleh diberikan karena jamur dapat tumbuh dengan cepat pada sisa makanan tersebut, kecuali disimpan dalam
lemari es. Makanan tersebut dianjurkan untuk dihindari 1-2 minggu. Setelah itu,
untuk mencobanya biasanya diberikan satu per satu. Bila tidak menimbulkan gejala, berarti dapat dikonsumsi.
Universitas Sumatera Utara
Makanan yang dianjurkan adalah : 1.
Makanan sumber karbohidrat : beras, tepung beras, kentang, ubi, singkong, jagung dan talas. Roti atau biscuit dapat diberikan bila
dibuat dari tepung yang bukan terigu. 2.
Makanan sumber protein seperti daging, ikan, ayam, udang dan hasil laut lain yang segar.
3. Makanan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan almond,
mete, kacang kedelai, kacang hijau, kacang polong dan lainnya. Namun, kacang tanah tidak dianjurkan karena sering berjamur.
4. Semua sayuran segar terutama yang rendah karbohidrat seperti
brokoli, kol, kembang kol, bit, wortel, timun, labu siam, bayam, terong, sawi, tomat, buncis, kacang panjang, kangkung, tomat dan
lain-lain. 5.
Buah-buahan segar dalam jumlah terbatas. b
Diet untuk Alergi dan Intoleransi Makanan Anak autis umumnya menderita alergi berat. Makanan yang sering
menimbulkan alergi adalah ikan, udang, telur, susu, coklat, gandumterigu dan bisa lebih banyak lagi. Cara mengatur makanan untuk anak alergi dan
intoleransi makanan, pertama-tama perlu diperhatikan sumber penyebabnya. Makanan yang diduga menyebabkan gejala alergiintoleransi harus
dihindarkan. Misalnya, jika anak alergi terhadap telur, maka semua makanan yang menggunakan telur harus dihindari.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Piramida Makanan yang Harus Dihindari
Gambar 2.1 Piramida Makanan yang Harus Dihindari Bentuk piramida pada gambar 2.1 merupakan skema sederhana yang terdiri
atas empat bagian yang menggambarkan bagaimana memulai dan menjalankan diet khusus untuk penderita autis.
Dimulai dari dasar piramida, bagian pertama yang merupakan pondasi struktur ini memperlihatkan bahwa semua makanan dan produk rumah tangga yang
mengandung gluten dan kasein harus dihilangkan.
Hierarki penghilangan
bahan-bahan beresiko
Rencanakan untuk menggunakan bahan-bahan
organik saat dana memungkinkan
Makanankondisi lingkungan yang secara
spesifik beresiko bagi penderita
Dihilangkan secara total
dalam diet
Penghilangan total opioid
Universitas Sumatera Utara
Pada tingkat kedua piramida terlihat bahwa monosodium glutamat MSG, aspartam, dan zat aditif buatan lainnya harus dihilangkan dari daftar makanan anak
autis karena zat-zat tersebut secara keseluruhan merupakan zat bermasalah. Di bagian ketiga piramida tercantum fenol dan salisilat, pada tahap inilah diet
mulai beragam antara satu individu dengan individu yang lain. Tujuan penerapan diet pada tahap ini adalah untuk menemukan makanan dan zat yang beresiko buruk
terhadap penderita autis serta membiasakan diri menggunakan bahan pembersih dan perawatan yang lebih aman dan alami.
Tingkat teratas piramida secara khusus merujuk pada pemanfaatan makanan secara organik. Umumnya, makanan organik lebih mahal daripada makanan non-
organik lainnya. Tapi mengonsumsi sedikit lebih baik daripada tidak sama sekali.
2.2.4 Cara Pemberian Makan yang Baik untuk Anak Autis
1. Berikan makanan seimbang untuk menjamin agar tubuh memperoleh semua
zat gizi yang dibutuhkan untuk keperluan pertumbuhan, perbaikan sel-sel yang rusak dan kegiatan sehari-hari.
2. Gula sebaiknya dihindari, khususnya bagi yang hiperaktif dan ada infeksi
jamur. Fruktosa dapat digunakan sebagai pengganti gula karena penyerapan fruktosa lebih lambat dibandingkan gulasukrosa.
3. Minyak untuk memasak sebaiknya minyak sayur, minyak jagung, minyak biji
bunga matahari, minyak kacang tanah, minyak kedelai, atau minyak olive. Bila perlu menambah konsumsi lemak, makanan dapat digoreng.
Universitas Sumatera Utara
4. Cukup mengonsumsi serat, khususnya serat yang berasal dari sayuran dan
buah-buahan segar. Konsumsi sayur dan buah 3-5 porsi per hari. 5.
Pilih makanan yang tidak menggunakan food additive zat penambah rasa, zat pewarna, zat pengawet.
6. Bila keseimbangan zat gizi tidak dapat dipenuhi, pertimbangkan pemberian
suplemen vitamin dan mineral vitamin B6, C, seng dan magnesium. 7.
Membaca label makanan untuk mengetahui komposisi makanan secara lengkap dan tanggal kadaluarsanya.
8. Berikan makanan yang cukup bervariasi. Bila makanan monoton, maka anak
akan bosan. 9.
Hindari junk food, ganti dengan buah dan sayuran segar.
2.2.5 Suplemen yang sebaiknya dikonsumsi Anak Autis
Tiap vitamin dan mineral memiliki potensi menimbulkan reaksi yang berlawanan dari yang diharapkan, jadi perlu diperhatikan suplemen yang harus
dikonsumsi oleh anak autis seperti berikut ini : 1.
Magnesium Sulfat Sulfat tidak tergantikan, kecuali oleh magnesium sulfat garam Epsom dalam
air mandi. Garam Epsom termaksuk obat laksatif pencahar dan mengingat tidak sedikit penderita anak-anak yang mengalami diare dan kondisi usus
yang meradang, jagalah agar air mandi jangan sampai terminum. Gunakan sedikit saja sebagai permulaan, terutama jika menerapkan kepada orang
dewasa, karena akan memacu sistem dan dapat menimbulkan reaksi yang
Universitas Sumatera Utara
menakutkan dan tidak diharapkan, seperti detak jantung menjadi cepat dan penglihatan terganggu.
2. Mineral-Mineral Penting
Banyak anak-anak dan orang dewasa ASD menderita pica, yaitu memakan sesuatu yang bukan makanan. Ini juga dialami oleh mereka yang memiliki
kelainan radang usus. Pica ini lebih menandakan adanya suatu ketidakmampuan dan bukan kelainan dalam berperilaku. Saat gejala pica
timbul, mineral-mineral penting dalam bentuk cair agar mudah diserap dapat meminimalisasi bahkan menghilangkan masalah ini.
3. Campuran Kalsium atau Magnesium
Hasil penelitian terhadap anak-anak yang menderita kolik, setelah dan sesudah penghilangan gluten, mewujudkan perbedaan besar pada masa tulang
walaupun dalam diet sebelum penghilang gluten, kebutuhan kalsium juga terpenuhi. Kalsium memang banyak terkandung dalam makanan selain susu
dan olahannya, tapi memberikan suplemen kalsium dan magnesium merupakan langkah yang bijak.
4. Asam Lemak Esensial
Terdapat keseimbangan yang optimum dari omega 3-6-9, diet Barat biasanya dianggap terlalu banyak mengandung omega 6, tapi karena diet berbeda, sulit
untuk diketahui tanpa ada analisis yang lengkap. Minyak ikan yang berkualitas tinggi yang bebas merkuribebas perasamurni, memang bagus
akan tetapi beberapa orang memberikan reaksi buruk terhadap ikan, atau jenis ikan tertentu. Sebagai alternatif, dapat pula digunakan minyak nabati seperti
Universitas Sumatera Utara
minyak rami, sayangnya beberapa orang mengalami kesulitan pencernaan minyak yang berasal dari tumbuhan. Jadi ini memang harus melalui proses
coba-coba. 5.
Anti Oksidan Anti-oksidan adalah suatu keharusan dan selenium sangat bagus sebagai
permulaan. 6.
Multivitamin dan Mineral Multivitamin dan mineral yang bagus dari perusahaan yang terpercaya dan
sesuai dengan kebutuhan anak. 7.
Zinc Zinc dibutuhkan oleh lebih dari 200 jenis enzim didalam tubuh dan otak,
termasuk enzim yang terlibat dalam pembelaan dan replikasi sel, fungsi kekebalan tubuh dan pembentukan asam lemak polyunsaturated dari asam
lemak esensial yang berasal dari sayur-sayuran.
2.3 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “what” Notoatmodjo, 2003. Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui atau
akan diketahui dengan satu hal Purwadarminto, 1998. Pengetahuan adalah kumpulan dari pengalaman-pengalaman dan pengetahuan-pengetahuan dari sejumlah
orang yang dipadukan secara harmonik dalam suatu bangun yang teratur Ahmadi, 2004.
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra
Universitas Sumatera Utara
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang overt behavior Notoatmodjo, 2003.
2.3.1 Pengetahuan Ibu tentang Gizi Seimbang
Seorang ibu yang hanya tamat Sekolah Dasar belum tentu pengetahuannya tentang gizi seimbang lebih rendah dibanding ibu yang tamat dari sekolah lanjutan,
karena pengetahuan itu tidak hanya diperoleh dari bangku sekolah namun pengetahuan lebih banyak diperoleh dari pengalaman hidup sehari-hari. Dengan
pengetahuan gizi yang cukup diharapkan seseorang dapat mengubah perilaku yang kurang benar sehingga dapat memilih bahan makanan bergizi serta menyusun menu
seimbang sesuai dengan kebutuhan dan selera serta akan mengetahui akibat adanya kurang gizi. Pemberian pengetahuan gizi yang baik diharapkan dapat mengubah
kebiasaan makan yang semula kurang baik menjadi lebih baik Depkes RI, 2000. Kekurangan gizi pada anak dapat menyebabkan berat badan berkurang,
mudah terserang penyakit, defisiensi gizi, terlambatnya pertumbuhan dan perkembangan baik fisik, psikomotor dan mental.
Dalam penelitian menyebutkan bahwa yang mempengaruhi status gizi anak adalah pengetahuan ibu mengenai makanan yang harus dikonsumsi anaknya sehingga
dapat mencegah terjadinya status gizi kurang pada anak. Pedoman Umum Gizi Seimbang PUGS merupakan salah satu bahan komunikasi, informasi, dan edukasi
Universitas Sumatera Utara
bagi setiap individuorang untuk mencapai status gizi yang baik dan berperilaku gizi yang baik dan benar Marsianto, 1997.
Ibu juga berhak bertindak melarang atau pun memperbolehkan anak untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu. Ibu juga harus memilih-milih jenis makanan
yang diolahnya, tidak hanya kualitas yang diutamakan tetapi juga kandungan zat gizi yang ada di dalam bahan makanan itu Mashabi dan Tajudin, 2009.
2.3.2 Pengetahuan Ibu dalam Pemberian Makan Terhadap Anak Autis
Pola pemberian makanan pada anak perlu dilakukan secara tepat karena kondisi anak berbeda dengan orang dewasa. Anak merupakan sosok manusia yang
sedang mengalami perubahan dan perkembangan yang paling pesat dalam kehidupannya, yaitu perkembangan kematangan sistem pencernaan, kematangan
organ-organ tubuh, otak dan jiwa. Pada masa ini orang tua perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam pemilihan dan cara pemberian
makan pada anak Widodo, 2009. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama
dibandingkan dengan perilaku yang tanpa didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan ibu yang baik tentang gizi akan berdampak positif terhadap pola makan anak.
Pemenuhan gizi dalam keluarga tidak terlepas dari tindakanperilaku ibu dalam kehidupan sehari-hari, terlebih dalam hal penyediaan makanan untuk anak. Ibu
memiliki peranan yang besar karena ibu mempunyai andil dalam hal penyediaan makanan dirumah, mulai dari menentukan menu yang akan dimasak, belanja untuk
Universitas Sumatera Utara
bahan makanan dan memasak secara benar. Semua itu dilakukan agar buah hati dan keluarga dapat hidup sehat.
Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Mashabi dan Tajudin 2009 tentang pengetahuan gizi ibu dengan pola makan anak autis menunjukkan bahwa
tinggi rendahnya tingkat pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi pola makan anak autis, artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu dapat mempengaruhi pola
makan anak autis menjadi lebih baik begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hasil penelitian di atas maka sangat penting bagi para ibu untuk meningkatkan
pengetahuannya tentang pemberian pola makan yang baik pada anak. Peningkatan pengetahuan ini dapat diperoleh dari berbagai informasi yang terdapat di media cetak,
media elektronik maupun dari orang lain yang memiliki pengalaman yang sama.
2.4. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunujukkan konotasi
adanya kesesuain reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku Notoatmodjo, 2003. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri
atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat orang setuju mendekat atau tidak setuju menjauhi suatu hal.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Sikap Ibu dalam Pemberian Makan pada Anak Autis
Kesenangan seseorang terhadap suatu makanan didasarkan pada psikologi dan budaya yang berbeda. Unsur-unsur budaya mampu mempengaruhi kebiasaan makan
yang terkadang bertentangan dengan prinsip ilmu gizi. Sikap seorang ibu terhadap pemberian makan pada anak sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, keyakinan, dan
emosi. Suatu contoh misalnya, ibu mengetahui bahwa diet bebas gluten dan bebas
kasein merupakan salah satu terapi penyembuhan untuk anak autis, pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berfikir dan berusaha agar anaknya dapat sembuh dari
autis. Dalam berfikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu berniat untuk menyiapkan makanan yang bebas gluten dan kasein untuk anaknya
yang autis. Namun adakalanya sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan seperti contoh diatas tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata. Hal ini menurut
Notoatmodjo 1993, disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : 1.
Sikap akan terwujud dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. 2.
Sikap diikuti dan tidak diikuti oleh tindakan mengacu pada pengalaman orang lain.
3. Sikap diikuti oleh tindakan nyata. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan support dari pihak lain,
misalnya dari suami atau istri, orang tua atau mertua dan lain-lain Notoatmodjo, 2003.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Gambar.2.2 Kerangka konsep penelitian Dari kerangka konsep diatas dijelaskan bahwa status gizi pada anak autis
dipengaruhi dan ditentukan oleh pola makan yang baik dan seimbang sehingga diperlukan pengetahuan dan sikap ibu yang baik mengenai gizi yang seimbang dan
penentuan pola makan yang sesuai bagi anak autis. Pengetahuan
Sikap Pola Makan
- Jenis makanan
- Jumlah energi
- Frekuensi
Status Gizi
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN