dibuat pemerintah untuk membantu pemberantasan kemiskinan di Indonesia.
Landasan fiqh atau hukum Islam atas kewajiban zakat tidak dapat secara mutlak dijadikan patokan kepatuhan para muzakki untuk
mengeluarkan zakat yang menjadi kewajibannya. Landasan fiqh yang ada tidak menyediakan sangsi “nyata” bagi pelanggarnya. Oleh karena
itu, landasan fiqh harus dipertegas lagi dengan keberadaan landasan yuridis seperti disebutkan di atas. Ditambah lagi, pada umumnya para
pemilik pemegang sahaminvestor perusahaan-perusahaan yang sudah besar go public tidak semuanya beragama Islam. Kondisi inilah yang
menyebabkan landasan normatif-religius tidak dapat dijadikan sebagai satu-satunya patokan kepatuhan para muzakki dalam berzakat. Untuk itu
landasan yuridis yang lebih tegas sangat dibutuhkan peranannya demi pemenuhan kewajiban zakat.
F. Nisab dan Persentase
Mufraini 2006:124 menyatakan bahwa nisab zakat perusahaan yaitu senilai 85 gram emas sedangkan persentasenya adalah 2,5 dari
aset wajib zakat yang dimiliki perusahaan selama masa haul. Sedangkan menurut ahli fiqh lainnya ada beberapa syarat khusus
untuk zakat perusahaan, yaitu: 1.
Mencapai satu nisab, yaitu dengan mengkonversikannya kepada nisab emas dan perak 90 gram emas. Alasan pengkonversian ini
adalah berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa
seseorang yang memiliki barang dagangan senilai dengan 200 dirham atau 20 dinar wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 HR.
Abu Dawud dari Samurah bin Jundub. 2.
Berlaku masa satu tahun haul, sejak barang itu dimiliki pedagang. 3.
Barang itu memang diniatkan pedagang untuk diperdagangkan, bukan untuk dimanfaatkan sendiri.
4. Barang dagangan itu dimiliki melalui perdagangan, bukan melalui
warisan, hibah dan wakaf. Pendapat lainnya datang dari Gambling dan Karim yang
memberikan penjelasan mengenai pengukuran zakat, yaitu: “untuk kepentingan zakat, pengukuran yang lebih relevan digunakan adalah net
cost accounting atau net realizable value atau continously contemporary accounting CoCoA dan tidak menggunakan historical cost
accounting.” Perbedaan pendapat di atas mengenai pengukuran zakat ini salah
satunya disebabkan oleh perbedaan standar dalam pembuatan laporan keuangan yang berbasis syariah. Maka untuk mengatasi masalah ini
telah dikeluarkan suatu standar untuk pembuatan laporan keuangan berbasis syariah yang berbeda dengan perbankan konvensional. Standar
tersebut adalah PSAK Nomor 59 yang merupakan penggabungan dari PSAK yang ada, prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta
standar lain yang diadopsi dari luar negeri. Dalam PSAK Nomor 59 ada
beberapa jenis laporan keuangan yang harus disajikan oleh sebuah lembaga keuangan syariah yaitu:
1. Laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan bank syariah
sebagai investor beserta hak dan kewajibannya, yang dilaporkan dalam:
a. Laporan posisi keuangan b.
Laporan laba rugi c.
Laporan arus kas d.
Laporan perubahan ekuitas 2.
Laporan keuangan yang mencerminkan perubahan dalam investasi terikat yang dikelola oleh bank syariah untuk kemanfaatan pihak-
pihak lain berdasarkan akad mudharabah atau agen investasi yang dilaporkan dalam laporan perubahan dana investasi terikat.
3. Laporan keuangan yang mencerminkan peran bank syariah sebagai
pemegang amanah dana kegiatan sosial yang dikelola secara terpisah, yang dilaporkan dalam:
a. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infak, dan
shadaqah. b.
Laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan. Lebih lanjut lagi, dalam PSAK Nomor 59 paragraf 15 dan 16
disebutkan: 15. Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar
akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain
diakui pada saat kejadian dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar dan diungkapkan dalam catatan akuntansi
serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual
memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi
juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang merepresentasikan kas yang akan diterima di masa depan.
Oleh karena itu, laporan keuangan dapat menyediakan jenis informasi transaksi masa lalu dan peristiwa lainnya yang paling
berguna dalam pengambilan keputusan. 16. Perhitungan pendapatan untuk tujuan bagi hasil menggunakan
dasar kas.
G. Standar Akuntansi Zakat Badan Usaha