cxxii yang berkontribusi dalam pembuatan film ini, yang ditampilkan pada
kredit akhir.
4.2.8. Refleksi Kritis Hasil Penelitian
Topik menunjukkan konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi suatu teks. Topik menggambarkan tema umum dari suatu teks,
topik ini akan didukung oleh subtopik satu dan subtopik lain yang saling mendukung terbentuknya topik umum. Subtopik ini juga didukung oleh
serangkaian fakta yang ditampilkan yang menunjuk dan menggambarkan subtopik, sehingga dengan sub bagian yang saling mendukung antara satu
bagian dengan bagian yang lain, teks keseluruhan membentuk teks yang kohenren dan utuh Eriyanto, 2001 : 229-230. Dari ketujuh scene besar
yang sudah diuraikan sebelumnya, yaitu lead film, sejarah FSU, straight edge, kekerasan, moshingdan pogo sampai closing film, tema besar dari
film Boston Beatdown ini adalah hardcore. Melalui sub-judul film ini, “See The World Through Our Eyes”, Secara fokus mendokumentasikan
tentang bagaimana interpretasi komunitas FSU terhadap hardcore itu sendiri lebih dari skedar musik, yang didalamnya terdapat sebuah ideologi,
gaya hidup, dan sebuah identias serta simbol yang mereka banggakan. Film ini adalah sebuah sudut pandang dari kacamata komunitas FSU,
dimana ada alasan dan latar belakang di balik sifat agresif mereka. Perasaan kecewa, marah, dan frustasi terhadap masa depan mereka,
keluarga, serta sistem sosial yang dianggap merugikan mereka, menjadi pemicu atas agresi dan pelampiasan yang mereka lakukan terhadap
lingkungan sosial. Hardcore adalah satu-satunya “tempat” mereka melepaskan perasaan marah melalui musik, pogo dan moshing. Kekerasan
salah satu bentuk agresi FSU terhadap sistem sosial. Namun di satu sisi, rasa anitpati terhadap lingkungan sosial tidak membuat FSU merusak diri,
sebaliknya mereka adalah sebuah kelompok heterogen yang menentang paham rasis, dan bergaya hidup sehat dengan bersifat abstain terhadap
alkohol, narkoba, nikotin, sex bebas dan konsumsi daging hewan vegan. Hardcore juga menumbuhkan gaya hidup positif straight edge dalam
cxxiii komunitas FSU ini, dimana mereka diberi alternatif untuk membangun diri
mereka menjadi individu-individu yang lebih baik, meskipun sebagian di antaranya menjadikan straight edge sebagai simbol kebanggaan dan
identitas yang merujuk ke sikap etnosentris dalam bentuk hardline garis keras, seperti yang diuraikan pada scene ketiga dan keenam.
Latar, detil dan maksud sangat mendukung untuk melihat apa yang ingin ditekankan oleh komunikator melalui film ini. Dari ketujuh scene
yang diuraikan, hampir semua latar yang disajikan adalah tempat pertunjukan hardcore dan dan tempat umum seperti jalan raya dan trotoar,
ditambah dengan detil video-video kekerasan serta backsound musik hardcore. Keseluruhan gambar disajikan secara sederhana dan straight to
the point, tanpa ada editan berlebih maupun sensor saat adegan kekerasan. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan gaya hidup FSU dalam sub-
kultur hardcore secara nyata dan apa adanya, dan menambah kesan “brutal” saat video kekerasan ditayangkan dengan backsound musik
hardcore yang berkarakter garang dan bertempo cepat. Pilihan kata atau leksikon menjadi materi yang penting bagi
peneliti untuk dapat menganalisis tayangan ini lebih dalam. Pilihan kata- kata dipakai untuk menunjukkan sikap dan ideologi tertentu. Peristiwa
yang sama dapat digambarkan dengan pilihan kata yang berbeda-beda Eriyanto, 2001: 225. Pada bagian closing film, diperlihatkan tulisan
“This is Boston… Don’t piss us off”, dengan maksud membangun kesadaran tentang betapa dominannya komunitas FSU di Boston, jadi
jangan pernah membuat masalah dengan mereka.
4.3. Analisis Wacana Film Boston Beatdown Vol. II Dilihat Dari Kognisi Sosial
Dalam pandangan Van Dijk, analisis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau
menandakan sejumlah makna, pendapat dan ideologi. Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, kita membutuhkan suatu analisis