Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis tentang Komunitas Hardcore Friends Stand United (FSU) dalam Film Boston Beatdown Vol. II T1 362006024 BAB IV

(1)

i

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISIS

4.1 Sekilas Tentang Film Boston Beatdown Vol. II

Film dokumenter Boston Beatdown Vol. II See The World Through Our Eyes yang berdurasi 34 menit ini dibuat oleh Elgin James dan Ronin Morris pada tahun 2004. Menggambarkan sekilas tentang kekerasan yang berbanding lurus dengan perkembangan scene hardcore underground dan punk rock di kota Boston. Yang menjadi fokus utama dalam film ini adalah tentang scene Friend Stand United atau sering disebut FSU, yang mendominasi pergerakan counter-culture di Boston dengan mengedepankan kekerasan. Semua narasumber yang diwawancarai dan live perform band maupun musik dalam film ini adalah anggota dari FSU, dan mereka menjelaskan kekerasan yang mereka lakukan dari sudut pandang mereka. Dalam bab ini penulis akan mencoba melihat dan mengkaji dari sudut pandang FSU tersebut.

4.2 Analisis Wacana Film Boston Beatdown Vol. II Dilihat Dari Teks Teks menurut Van Dijk dibagi menjadi tiga bagian yang saling mendukung, yaitu struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro untuk melihat apa wacana yang terkandung dalam sebuah teks. Peneliti akan membaginya kedalam tujuh scene besar (termasuk lead dan closing), yang di dalamnya akan dikaji per-topik bahasan.

4.2.1. Scene Pertama (Lead Film)

Tabel 4.1 Hal yang

Diamati

Elemen Keterangan


(2)

ii

beatdown vol II.

Skematik Alur Diawali dengan irama musik hardcore dari salah satu band Boston dan beberapa slide atmosfer di pertunjukan hardcore, dimana ada band di panggung, sekelompok pemuda yang melakukan pogo, dan juga beberapa perkelahian. Setelah itu diperlihatkan tulisan peringatan tentang konten kekerasan dalam film yang biasanya tertera pada film tidak ditujukan untuk anak di bawah umur. Setelah itu muncul logo ‘BBD’ yang merupakan singkatan dari Boston Beatdown, diterusakan sebuah kutipan dari Niccolo Machiavelli, seorang tokoh terkenal Italia yang berbunyi “If an Injury has to be done to a man, it should be done so severe that his vengeance need to be feared”. Kemudian dimunculkan Friends Stand United, sebuah komunitas hardcore di Boston sebagai fokus utama dalam film ini. Masuk ke bagian awal film, diperlihatkan beberapa sudut jalanan di kota boston, seorang laki-laki yang memukul seorang laki-laki lainnya di sebuah jalan kota, dan seorang laki-laki memakai topeng “ninja” (yang identik dengan teroris untuk merahasiakan identitas) yang memberikan sebuah narasi, “Boston, Massachuset. For every


(3)

iii

Middle classs neighbourhood created. The artist and poor are on displace. For every university expanded, a Housing project just demolished. For everycooperation built. Every Virgin record. Every fucking Starbucks. Independent or firmly owned store got a business. So when we tossed what the city was gain. What they really means. So if they gain and art expenses. We are group of artist, Fucked ups, Punk Rockers, Skaters, and Hardcore Kids, fighting back. Boston Beatdown is the underground. We are the children raised not in Reagan and Prozac. Biting the hands by weirdos. Pissing down our

heroes throats. Declaring war on

everything. Declaring war on nothing. Music, art, violence, united. We'll gotta fuck we want. We'll not sit back in a corporate interest steal our culture. Giving nothing, We are taking everything. Making the world a place of our own”. Setelah itu ditampilkan nama Elgin James dan Ronin Morris sebagai pembuat film, pihak-pihak yang berkontribusi dalam pembuatan film, diiringi irama music hardcore dan slide video di sebuah pertunjukan hardcore dimana ada seorang laki-laki tua berumur sekitar 60 tahun mencoba menghentikan sebuah band yang sedang memainkan musik hardcore,


(4)

iv

dengan berusaha merebut gitar yang sedang dimainkan oleh salah seorang personil band. Berikutnya dimunculkan tulisan “SEE THE WORLD THROUGH OUR EYES”, yang merupakan subjudul dari film ini. Dilanjutkan cuplikan video sebuah band yang sedang tampil pada pertunjukan hardcore, cuplikan video seseorang yang menyikut kepala seorang laki-laki di jalan, cuplikan video sesorang yang memukul kepala seorang laki-laki di sebuah pertunjukan hardcore dimana si pemukul kemudian “dikeroyok” dan dipukul oleh 4-5 orang. Dilanjutkan dengan cuplikan video seseorang yang dipukul oleh seorang laki-laki dan ditonton oleh beberapa temannya di sebuah trotoar jalan, diakhiri dengan tulisan “This is Boston… Right or Wrong… Agree or Disagree… This is Reality”.

Semantik Latar Beberapa sudut jalan kota Boston. Trotoar jalan kota Boston, bar, caffe, gudang atau garasi yang menjadi tempat pertunjukan hardcore dan sebuah ruangan yang menjadi tempat wawancara terhadap beberapa tokoh FSU.

Detil 1. Sebuah band yang tampil pada acara hardcore.


(5)

v

band, penonton dan sekelompok pemuda yang melakukan pogo.

3. Sebuah jalan di kota Boston yang dilalui kereta.

4. Sudut jalan raya di kota Boston.

5. Trotoar di pinggir jalan, dimana menjadi tempat pemukulan laki-laki pertama terhadap laki-laki kedua. 6. Seorang laki-laki memakai topeng

“ninja” dalam kemasan gambar black and grey yang identik digunakan teroris saat muncul dalam video aksi terorisme untuk merahasiakan identitas mereka. Dibelakangnya terdapat bendera Amerika Serikat. Laki-laki yang memakai topeng ini membacakan narasi

“Boston, Massachuset. For every

Middle classs neighbourhood created. The artist and poor are on displace. For every university expanded, a Housing project just demolished. For everycooperation built. Every Virgin record. Every fucking Starbucks. Independent or firmly owned store got a business. So when we tossed what the city was gain. What they really means. So if they gain and art expenses. We are group of artist, Fucked ups, Punk Rockers, Skaters, and Hardcore Kids, fighting back. Boston Beatdown is the underground. We are the children


(6)

vi

raised not in Reagan and Prozac. Biting the hands by weirdos. Pissing down our heroes throats. Declaring war on everything. Declaring war on nothing. Music, art, violence, united. We'll gotta fuck we want. We'll not sit back in a corporate interest steal our culture. Giving nothing, we are taking everything. Making the world a place of our own”.

Terjemahan: "Boston, Massachusets. Untuk setiap lingkungan kelas menengah yang dibuat. Para Artis dan orang miskin yang terpinggirkan. Untuk setiap universitas yang diperluas, dan proyek-proyek penggusuran rumah. Untuk setiap perusahaan yang dibangun. Setiap Label Record yang masih murni (non-mainstream). Setiap Starbucks sialan. Toko independen atau firma hanya mengutamakan bisnis. Ketika kami menuturkan apa yang kota itu rampas. Apa sebenarnya tujuan mereka. Saat mereka mengambil keuntungan dan mengkomersilkan sebuah karya seni. Kami adalah sekelompok seniman yang kacau, Punk Rockers, Skaters, Hardcore Kids, yang menentang. Boston Beatdown adalah pergerakan bawah tanah. Kami bukan


(7)

vii

anak-anak yang dibesarkan dalam Reagan dan Prozac. Yang dikalahkan oleh orang-orang aneh. Berada di bawah bayang-bayang pahlawan masa lalu. Mendeklarasikan perang terhadap segala sesuatu. Mendeklarasikan perang terhadap ketiadaan. Musik, seni, kekerasan, kesatuan. Kami akan dapatkan apa yang kami inginkan. Kami tidak akan hanya duduk manis saat kepentingan perusahaan mencuri budaya kami. Tanpa memberi apa pun, Kami akan merebut segalanya. Membuat dunia menjadi sebuah tempat untuk kami sendiri."

Maksud Sebagai pengenalan garis besar isi film.

Sintaksis Koherensi Dalam narasi yang disuarakan oleh laki-laki bertopeng ada sebuah kalimat yang berbunyi “Kami tidak akan hanya duduk manis saat kepentingan perusahaan mencuri budaya kami. Tanpa memberi apa pun, Kami akan merebut segalanya. Membuat dunia menjadi sebuah tempat untuk kami sendiri”. Dari pernyataan ini dibangun sebuah maksud untuk menempatkan pihak mana yang menjadi korban dan pihak mana yang merugikan,


(8)

viii

sehingga menimbulkan sebab-akibat. Stilistik Leksikon See The World Through Our Eyes, yang

artinya adalah melihat dunia melalui mata kami (FSU).

Retoris Grafis 1. Diawali dengan lagu hardcore yang bertempo cepat dan keras.

2. Suara musik berhenti dan muncul peringatan isi film yang mengandung banyak unsur kekerasan yang menyebabkan ketidak nyamanan saat menonton.


(9)

ix

3. Simbol BBD singkatan dari Boston Beatdown.

4. Kutipan dari Niccolo Maviachelli, seorang tokoh politik terkenal dari Italia, “If an Injury has to be done to a man, it should be done so severe that his vengeance need to be feared”


(10)

x

6. Adegan yang memperlihatakan video pemukulan oleh laki-laki pertama terhadap laki-laki kedua di bagian wajah yang terjadi di pinggir


(11)

xi

7. Seorang laki-laki memakai topeng ala teroris, dibelakangnya terdapat bendera Amerika Serikat sebagai


(12)

xii

background yang menyuarakan

narasi singkat seperti yang sudah

dijelaskan sebelumnya.

8. Musik hardcore kembali mengisi suara dan diperlihatkan nama pembuat film dan pihak-pihak yang berkontribusi dalam proses pembuatan film. Slide cuplikan video di sebuah acara hardcore.

9. Muncul tulisan “SEE THE WORLD

THROUGH OUR EYES” yang


(13)

xiii

10.Diperlihatkan cuplikan video band yang sedang tampil pada sebuah pertunjukan hardcore, dan beberapa cuplikan kekerasan dan pemukulan yang terjadi di trotoar jalan raya

maupun di pertunjukan


(14)

xiv

11.Diperlihatkan tulisan “This is

Boston… Right or Wrong… Agree or Disagree… This is Reality” sebelum masuk ke isi film.

Analisis :

1. Analisis Struktur Makro

Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Topik menunjukkan konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi suatu berita. Oleh karena itu, ia sering disebut sebagai tema atau topik. Teks tidak hanya didefinisikan mencerminkan suatu pandangan tertentu atau topik tertentu, tetapi suatu pandangan umum yang koheren. Van Dijk menyebut hal ini sebagai koherensi global (global coherence), yakni bagian-bagian dalam teks kalau dirunut menunjuk pada suatu titik gagasan umum, dan bagian-bagian itu saling mendukung satu sama lain untuk menggambarkan topik umum tersebut. Topik


(15)

xv

menggambarkan tema umum dari suatu teks berita, topik ini akan didukung oleh subtopik satu dan subtopik lain yang saling mendukung terbentuknya topik umum. Subtopik ini juga didukung oleh serangkaian fakta yang ditampilkan yang menunjuk dan menggambarkan subtopik, sehingga dengan subbagian yang mendukung antara satu bagian dengan bagian yang lain, teks secara keseluruhan membentuk teks yang koheren dan utuh (Eriyanto, 2001 : 229-230).

Dalam film dokumenter Boston Beatdown Vol. II ini, secara fokus membahas tentang sebuah komunitas hardcore underground bernama Friends Stand United (FSU) di Boston, yang menjadi salah satu pengaruh kuat dalam perkembangan musik hardcore di Amerika Serikat pada akhir era 80-an. FSU memiliki cara dalam merepresentasikan ideologi hardcore yang berbeda dengan komunitas-komunitas serupa lainnya di Amerika. Hardcore adalah sub-genre punk yang menanamkan ideologi Do it yourself (DIY) sebagai fondasi utama dalam bentuk pemberontakan terhadap sistem kapitalis. Paham tersebut secara garis besar menekan pola konsumerisme yang menjadi candu dalam masyarakat.

Do It Yourself (DIY) adalah arti dari "melakukannya sendiri". Sebagian besar band-band punk hardcore menerima sikap ini, dan keduanya memproduksi rekaman mereka sendiri untuk didistribusi dan disebarkan sendiri. Sikap DIY juga berlaku untuk pembuatan fanzine, konser kolektif dan seterusnya. Perlu digaris bawahi bahwa semangat DIY tidak terbatas pada hardcore punk saja, tetapi memainkan peran penting dalam kehidupan pribadi para anggota subkultur, bahkan dalam menangani masalah sehari-hari (Milenkovic, 2007 : 70)

Genre musik hardcore adalah sebuah bentuk budaya tandingan terhadap budaya mainstream yang tersedia di masyarakat, yang berada dalam sebuah kancah alternatif dan menarik pengikutnya dengan hal-hal yang dianggap memberontak. Mereka mendapat sebuah wadah yang sama dimana keberadaan mereka dapat diterima.


(16)

xvi

Hardcore berkembang sebagai sebuah budaya tandingan atas budaya dominan yang sedang berlangsung di Amerika pada pertengahan dekade 80-an. Sebuah jawaban atas kematian musik punk di dalam kancah musik alternatif, yang mengalami kemunduran karena dominasi gelombang pop-elektronik saat itu. Lebih daripada warna musik yang terkandung di dalamnya, genre ini muncul sangat bertepatan dengan kebijakan-kebijakan politik luar negeri presiden Amerika Serikat saat itu, yakni Ronald Reagan, terhadap permasalahan perang dingin dan perang Irak yang pertama.

Produksi film Boston Beatdown Vol. II ini dilakukan secara mandiri, dikemas dalam bentuk DVD, dan dipasarkan dengan skala kecil (produksi terbatas). Melalui bagian bumper film ini, dapat dilihat garis besar apa yang akan disajikan dalam isi film. Sound musik hardcore bertempo cepat yang terdengar, cuplikan adegan-adegan kekerasan dan atmosfer di pertunjukan hardcore, menjadi perkenalan dengan konten yang akan diangkat yaitu komunitas FSU dan pemahamannya terhadap ideologi hardcore itu sendiri. Tanpa biaya produksi yang banyak, FSU telah memperkenalkan gaya hidup mereka ke belahan dunia lain melalui film Boston Beatdown Vol. II yang distribusinya juga “dibantu” oleh media internet.

2. Anlisis Superstruktur

Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur-alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dari teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti (Eriyanto, 2001 : 231-232). Pada film Boston Beatdown Vol. II ini, alur berawal dari lead film sebagai pengantar ringkasan sebelum masuk ke dalam isi (story) film secara lengkap.

Irama musik hardcore bertempo groove, ryhtem gitar berdistorsi tebal kasar dan vokal suara serak khas underground, mengawali lead film dengan slide video atmosfer pertunjukan hardcore, para tokoh FSU yang menjadi narasumber, dan adegan perkelahian saling berganti. Kemudian


(17)

xvii

musik berhenti dan secara bertahap muncul tulisan peringatan akan konten kekerasan (biasanya dicantumkan pada film yang tidak diperuntukkan bagi anak di bawah umur), simbol BBD dalam sebuah lingkaran singkatan dari Boston BeatDown, kutipan “If an Injury has to be done to a man, it should be done so severe that his vengeance need to be feared” oleh N. Machiavelli, tulisan Boston Beatdown present, dan tulisan in association with Friends Stand United (FSU). Setelah itu diperlihatkan beberapa sudut kota Boston, pertama sebuah jalan yang dilintasi oleh kereta kota, kedua di trotoar jalan dimana ada orang berjalan, yang ketiga juga di trotoar namun berbeda tempat, dan yang terakhir di pinggir jalan dimana ada sebuah mobil melintas. Berlanjut ke scene di pinggir jalan raya, tempat terjadi pemukulan laki-laki pertama terhadap laki-laki kedua di bagian wajah. Kemudian diperlihatkan seorang laki-laki memakai topeng “ninja”, yang identik dengan topeng teroris, dibelakangnya terdapat bendera Amerika Serikat. Dari scene sudut kota sampai scene munculnya laki-laki yang memakai topeng, terdengar narasi yang berbunyi:

“Boston, Massachuset. For every Middle classs neighbourhood created. The artist and poor are on displace. For every university expanded, a Housing project just demolished. For everycooperation built. Every Virgin record. Every fucking Starbucks. Independent or firmly owned store got a business. So when we tossed what the city was gain. What they really means. So if they gain and art expenses. We are group of artist, Fucked ups, Punk Rockers, Skaters, and Hardcore Kids, fighting back. Boston Beatdown is the underground. We are the children raised not in Reagan and Prozac. Biting the hands by weirdos. Pissing down our heroes throats. Declaring war on everything. Declaring war on nothing. Music, art, violence, united. We'll gotta fuck we want. We'll not sit back in a corporate interest steal our culture. Giving nothing, we are taking everything. Making the world a place of our own”

Setelah itu terdengar lagi irama musik hardcore, bersamaan dengan slide sebuah pertunjukan hardcore, dimana ada seorang laki-laki tua berusaha menghentikan sebuah band hardcore yang sedang tampil,


(18)

xviii

kemudian pengenalan untuk nama pembuat film Elgin Nathan James dan editor Ronin Morris serta band-band yang ditampilkan dalam film seperti death before dishonor dan blood for blood. Musik hardcore masih terdengar, muncul tulisan see the world through our eyes, kemudian berurutan ditampilkan slide uplikan video band death before dishonor yang sedan tampil di sebuah pertunjukan hardcore, cuplikan video laki-laki pertama yang menyikut bagi kepala laki-laki-laki-laki kedua di pinggir jalan, adegan pemukulan laki-laki pertama memukul laki-laki kedua di bagian kepala pada sebuah pertunjukan hardcore, pemukulan laki-laki pertama terhadap seseorang yang sudah bersandar di sebuah tembok trotoar dan disaksikan oleh 4 sampai 5 orang temannya. Dan terakhir pada bagian lead film ini ditampilkan tulisan “This is Boston… Right or Wrong… Agree or Disagree… This is Reality”.

Pada lead film ini, lebih ditonjolkan atmosfer pertunjukan hardcore dan beberapa perkelahian yang sudah menjadi bagian dari gaya hidup dan budaya hardcore itu sendiri, melalui kompilasi dokumentasi video amatir secara straight to the point.

3. Anlisis Struktur Mikro

Latar peristiwa itu dipakai untuk menyediakan dasar hendak ke mana makna teks dibawa. Ini merupakan cerminan ideologis, dimana wartawan dapat menyajikan latar belakang dapat juga tidak, tergantung pada kepentingan mereka (Eriyanto, 2001 : 236). Latar yang disajikan pad lead film Boston Beatdown Vol. II ini adalah beberapa sudut jalan raya dan trotoar kota Boston, karena terlihat beberapa pejalan kaki serta kendaraan mobil dan kereta kota yang melintas. Pada lead film juga disajikan latar sebuah bar dan mini-caffee dan gudang yang sering dipakai untuk menggelar pertunjukan hardcore. Kemudian disajikan juga sebuah ruangan dengan background bendera Amerika Serikat.

Elemen wacana detil berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang (Eriyanto, 2001 : 238). Detil yang digunakan pada lead film ini adalah beberapa cuplikan adegan pemukulan dan perkelahian


(19)

xix

yang terjadi di latar yang disajikan, membuat gambaran begitu kerasnya kehidupan di jalanan. Seperti saat scene laki pertama memukul laki-laki kedua di bagian wajah, scene lainnya saat seorang pria yang menyikut seorang pemuda yang sedang berjalan kaki, dan pengeroyokan oleh lima sampai enam laki-laki terhadap seorang pemuda, yang semuanya terjadi di trotoar dan tempat umum. Ada juga detil atmosfer pertunjukan hardcore bertempat di sebuah bar, mini-caffe dan gudang yang sering dipakai oleh komunitas musik underground karena biaya sewanya yang murah.

Dalam konteks media, elemen maksud menunjukkan bagaimana secara implisit dan tersembunyi wartawan menggunakan praktik bahasa tertentu untuk menonjolkan basis kebenarannya dan secara implisit pula menyingkirkan versi kebenaran lain (Eriyanto, 2001 : 241). Pada lead film ini, diperlihatkan video pertunjukan hardcore, dimana ada band yang tampil, penonton, beberapa orang yang melakukan pogo, yang diiringi musik hardcore yang bertempo cepat dan berkarakter “garang”. Ditampilkan juga beberapa cuplikan video kekerasan tanpa ada sensor maupun blur pada wajah pelaku kekerasan. pada lead film ini dimaksudkan untuk mengetahui garis besar isi film yang menyajikan tentang dokumentasi gaya hidup komunitas hardcore FSU di Boston secara real.

Koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat bagaimana seseorang secara strategis menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. Apakah peristiwa itu dipandang saling terpisah, berhubungan, atau malah sebab akibat (Eriyanto, 2001 : 242). Dalam film ini, penulis mengambil potongan kalimat dari narasi yang disajikan pada lead film, yang berbunyi:

“We'll gotta fuck we want. We'll not sit back in a corporate interest steal our culture. Giving nothing, we are taking everything. Making the world a place of our own”

Yang artinya adalah “Kami akan mendapatkan apa yang kami mau. Kami tidak akan duduk diam saat korporasi berniat mencuri budaya kami.


(20)

xx

Tanpa memberi apapun, kami merampas semuanya. Membuat dunia menjadi sebuah tempat bagi kami sendiri”. Dari potongan kalimat ini bisa dijelaskan sebuah hubungan sebab akibat, karena menekankan korporasi sebagai “pencuri”, dan layaknya sebuah perumahan yang rawan pencurian, inisiatif dasar yang dilakukan adalah preventif atau tindakan pecegahan.

Pilihan kata tidak semata hanya karena kebetulan, tapi menunjukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap suatu realitas. Pilihan kata yang dipakai sebenarnya menunjukkan sikap dan ideologi tertentu (Eriyanto, 2001 : 2005). Leksikon yang disajikan pada lead film ini adalah “See The World Through Our Eyes”, yang artinya adalah “Melihat Dunia Melalui Mata Kami”. Leksikon ini juga menjadi subjudul dari film Boston Beatdown Vol. II, dimana dari sini bisa dijelaskan bahwa film ini menceritakan bagaimana cara komunitas FSU merepresentasikan sebuah fenomena dan peristiwa yang terjadi di lingkungan mereka.

Grafis merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati dari teks (Eriyanto, 2001: 259). Pada lead film ini, gambar pertama yang muncul adalah slide cuplikan video pertunjukan hardcore, berganti cuplikan video perkelahian di jalanan, muncul tulisan Boston, Massachusetts dengan diiringi suara musik hardcore. Dari awal sudah dibangun sebuah gambaran atmosfer kultur hardcore yang sangat kental, dimana ditampilkan sederhana, apa adanya dan straight to the point. Berganti slide gambar para tokoh FSU yang menjadi narasumber dalam film. Kemudian muncul gambar tulisan peringatan akan konten kekerasan pada film, dan berganti simbol BBD dalam sebuah lingkaran dengan background abu-abu. Lalu muncul kutipan dari N. Machiavelli yang menjadi pemahaman bahasa kekerasan yang digunakan oleh FSU. Lalu ditampilkan beberapa sudut kota Boston, dari sini terdengar narasi yang dijelaskan sebelumnya, berganti adegan pemukulan oleh seseorang di pinggir jalan raya. Setelah itu gambar yang muncul adalah seorang laki-laki bertopeng yang membacakan narasi tersebut. Musik hardcore


(21)

xxi

terdengar lagi, bersamaan dengan slide gambar kredit pengenalan untuk pembuat film, Elgin Nathan James dan Ronin Morris serta tulisan pihak-pihak yang berkontribusi dalam proses pembuatan film, seperti band-band FSU death before dishonor, blood for blood, righteous jam, bridge 9 reccord, dengan slide kecil cuplikan video di sebuah pertunjukan hardcore. Selanjutnya gambar yang ditampilkan adalah band death before dishonor yang tampil di sebuah pertunjukan hardcore, kemudian gambar yang muncul adalah seorang laki-laki yang menyikut bagian kepala seseorang yang sedang berjalan kaki di sebuah trotoar jalan, seorang laki-laki memakai slayer yang memukul bagian kepala seorang laki-laki-laki-laki lainnya di sebuah pertunjukan hardcore, yang kemudian pemukul tersebut dikeroyok oleh 5-6 laki-laki yang berada tidak jauh dengannya. Berlanjut dengan gambar seseorang yang dikeroyok di sebuah trotoar jalan, dimana korban sudah bersandar di tembok dan dipukuli. Bagian lead film ini diakhiri dengan gambar sebuah tulisan yang berbunyi “This is Boston.. Right or Wrong… Agree or Disagree… This is Reality”.

4.2.2. Scene Kedua

Tabel 4.2 Hal yang

Diamati

Elemen Penjelasan

Tematik Topik Sejarah Friends Stand United (FSU).

Skematik Alur Berawal dari Bruce (salah satu pendiri FSU) yang mengatakan untuk mengetahui awal mula FSU, dia akan mundur ke tahun 80-an dimana budaya kekerasan ini mulai terbentuk. Setelah itu musik hardcore terdengar lagi dan


(22)

xxii

diperlihatkan cuplikan video-video kekerasan yang dilakukan secara individu maupun kelempok dan juga beberapa video pertunjukan hardcore. Kemudian kembali ke Bruce yang menceritakan awal mula terbentuknya komunitas FSU yang ditambahkan oleh Elgin James (salah satu pendiri FSU). Diceritakan bagaimana citra kekerasan yang diberikan oleh komunitas lain di dalam ranah musik underground Boston saat itu, yang memandang berbeda komunitas FSU. Semantik Latar Studio untuk mengambil gambar

narasumber Bruce dan James. Trotoar, pinggir jalan raya dan tempat umum. Beberapa tempat yang digunakan untuk pertunjukan hardcore.

Detil 1. Gambar Bruce dan James di studio dengan background bendera Amerika Serikat, yang di-shoot bagian tubuh dada keatas secara black and grey.

2. Gambar latar di sebuah pinggir jalan raya yang menjadi tempat pemukulan 4 orang laki-laki terhadap seseorang hendak menyebrang jalan.


(23)

xxiii

3. Sebuah ruangan yang digunakan untuk pertunjukan hardcore, dimana ada band yang tampil, pennonton dan sekelompok orang yang sedang melakukan pogo. 4. Sebuah area parkir kendaraan yang

menjadi tempat pemukulan oleh seorang laki-laki bertubuh besar terhadap seorang laki-laki lainnya di bagian kepala.

5. Sebuah tempat umum yang terbuka dengan banyak orang disitu, dimana terjadi pengkeroyokan oleh 4 orang laki-laki terhadap seseorang, yang kemudian terjatuh dan ditendang. 6. Sebuah latar trotoar jalan, yang

menjadi tempat perkelahian antara 2 orang laki-laki yang berhadapan dengan 5 laki-laki lainnya.

7. Sebuah ruangan lainnya yang digunakan untuk pertunjukan hardcore, dimana diperlihatkan sekelompok orang yang sedang melakukan moshing dan pogo. Terlihat seperti adegan kekerasan. 8. Slide gambar foto 2 orang laki-laki


(24)

xxiv

sebuah senjata api berbentuk hand gun.

Maksud Scene ini sebagai penjelasan atau informasi terhadap khalayak penonton tentang awal mula dan bagaimana terbentuknya komunitas FSU di Boston pada tahun 80-an.

Sintaksis Koherensi Beberapa potongan kalimat dari transkrip cerita James yang menjelaskan hubungan sebab akibat: “I think what's attached me to FSU when I was younger is not really having a family that support you. Punkrock in first place. I knew I always fucked up. I knew I will always gonna be fucked up. I knew that I had no future and I found a bunch of kids felt the same way as I do. Put a bunch of kids who have the same impulse control problem as I did. Meant to have the same vanity for violence as I did.”


(25)

xxv

Stilistik Leksikon “This is a big compilation to start over the years of violent culture. This is a violent culture”. Potongan kalimat dari trankrip cerita Bruce yang menekankan bahwa sifat kekerasan yang turun dari generasi ke generasi akhirnya membentuk sebuah budaya kekerasan yang menjadi bagian dari komunitas FSU.

Retoris Grafis

1. Bruce: “To look up on the years of tapes that we have going back to 86-87, and yeah that's old fights between them. This is a big compilation to start over the years of violent culture. This is a violent culture”.


(26)

(27)

(28)

(29)

(30)

xxx

3. Musik hardcore berhenti dan

Bruce mulai bercerita tentang sejarah FSU. Bruce: Who’s starting FSU? I started it all. It's


(31)

xxxi

all my faults. Wanna be the first, didn't mean to happen. And I never said. I wanna join in a gang yay.. crew. Crew and friend look for each other. People afraid for what they dont know. And they dont know as i automatically assume what they read on the internet, and what they read in the zine. So what

they have for a friend is

automatically true. We never intended to be anything more than a group of friend. I never thought that it was gonna go nationwide or worldwide like people actually find out about it. When we first come to the show everybody had a crew. People usually call us Fuck Shit Up because when everybody else run arounds in circle we doin the spin kicks and jumped off on a people's heads. People will be "oh look to all the Jocks” when you're going to my show you're the jocks. Well it wasn't the jocks. It wasn't which you used to seen it. So when evertbody else is there, Whether you see them in skinhead uniform or you stand it I wanna be different but I still have spikey jacket, we came up showing around wearing


(32)

xxxii

adidas and show em what embrake us. So that's what automatically makes the label of the jocks. But here i am 15 years later still going


(33)

xxxiii

4. Cuplikan video saat pertunjukan

hardcore, contoh dari cerita Bruce.

5. James menambahkan cerita Bruce tentang awal mula terbentuknya FSU. James: “Me, and my best friend Bruce have moved up here to repel the trouble from the city that we're living before this. And we're two furious hammers. Mental hammer holders and when we see


(34)

xxxiv

some social problems we'd smash them with these mental hammers. I think what's attached me to FSU when I was younger is not really having a family that support you. Punkrock in first place. I knew I always fucked up. I knew I will always gonna be fucked up. I knew that I had no future and I found a bunch of kids felt the same way as I do. Put a bunch of kids who have the same impulse control problem as I did. Meant to have the same vanity for violence as I did”.


(35)

xxxv

6. Gambar foto 2 pemuda dan sekelempok pemuda yang tergabung dalam FSU, sebagai gambaran cerita cerita Elgin James.


(36)

xxxvi

Analisis :

1. Analisis Struktur Makro

Setiap manusia sebagai individu pasti mempunyai keinginan, harapan dan berbagai capain hidup. Minat manusia juga beragam, antara individu yang satu dengan lainya saling berbeda namun terdapat pula invidu yang mempunyai ketertarikan akan hal sama. Demikian pula orientasi nilai setiap individu, satu sama lain pasti berbeda.

Kesamaan minat, memicu banyak pribadi yang berbeda dalam berbagai latar belakang, baik secara fisik, pendidikan, kondisi ekonomi, suku, agama, ras serta berbagai latar belakang kehidupan lainya bertemu, menjalin ikatan, membentuk perkumpulan dan melakukan berbagai bentuk hubungan sosial lainya. Sebaliknya dengan adanya perbedaan minat diantara individu yang satu dengan yang lain dapat saling menutup


(37)

xxxvii

diri, menjaga jarak dan membatasi kontak sosial (Sanjaya dan Widjanarko, 2010 : 43).

Dengan adanya kesamaan latar belakang (perasaan termarjinalkan oleh lingkungan sosial) dan minat terhadap musik hardcore, individu-individu yang terdiri dari berbagai ras serta berbagai tingkatan umur membentuk suatu kelompok sosial. Di sini yang dimaksud kelompok, mereka saling melakukan interaksi satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi, seperti yang diungkapkan oleh Shaw (dalam, Bimo Walgito, 2003 : 78). Mereka hidup di dalam satu batasan geografis, atau nilai-nilai secara kepentingan bersama dan hidup dalam suatu daerah tertentu dan saling berinteraksi, yang membentuk sebuah komunitas.

Scene pertama dari isi film Boston Beatdown Vol. II ini meceritakan tentang sejarah terbentuknya FSU pada era 80-an, yang diceritakan langsung oleh pendirinya, yaitu Bruce dan Elgin Nathan James. Komunitas FSU ini terdiri dari individu-individu yang terpinggirkan dari lingkungan sosial karena bermasalah dengan keluarga dan frustasi terhadap masa depan mereka. FSU juga menjadi “rumah” bagi setiap pemuda yang memiliki masalah sejenis, dimana mereka dapat menyalurkan perasaan dan mengekspresikan diri dalam bentuk musik hardcore.

2. Analisis Superstruktur

Alur bukan sekedar urutan cerita dari A sampai Z, melainkan merupakan hubungan sebab-akibat peristiwa yang satu dan yang lain dalam cerita (Rusyana, 1987 : 67). Dalam scene pertama film Boston Beatdown Vol. II yang mengangkat topik awal mula terbentuknya FSU ini, alur dimulai dari Bruce yang mengatakan bahwa film ini adalah kompilasi dari sebuah budaya kekerasan. Setelah itu diperlihatkan beberapa video kekerasan yang semuanya terjadi di tempat umum, saling berganti slide dengan video pertunjukan hardcore yang diiringi suara musik hardcore. Kemudian kembali ke Bruce yang menceritakan pada awalnya dia hanya bertujuan untuk membentuk sebuah grup kecil dengan teman-temannya


(38)

xxxviii

agar dapat saling menjaga satu sama lain. Menurut ceritanya, mereka dijuluki para “atlit” saat pertama datang ke pertunjukan hardcore saat itu. Julukan tersebut didapat karena ciri khas mereka saat melakukan moshing dan pogo di anggap aneh dan terlalu kasar pada saat itu. Ditambah dengan penampilan mereka yang sering menggunakan atribut olahraga seperti jaket adidas, celana training dan sepatu olah raga, dianggap berbeda dengan mayoritas pelaku underground di Boston saat itu adalah punk dan skinhead. Setelah itu Elgin James menambahkan cerita tentang sebuah kesamaan yang mengikat mereka untuk membentuk FSU adalah kurangnya perhatian dan dukungan dari keluarga. Dalam scene ini, video kekerasan, pertunjukan hardcore dan backsound musik hardcore memiliki durasi yang lebih panjang daripada saat Bruce dan James menceritakan tentang awal mula terbentuknya FSU. Dari scene ini ingin diperlihatkan tentang sub-kultur hardcore dan gaya hidup yang tidak bisa lepas dari kekerasan. Namun dari cerita Bruce dan James, kekerasan tersebut hanya sebagai bentuk perhatian dari sekelempok teman yang saling menjaga satu sama lain.

3. Analisis Struktur Mikro

Latar atau setting adalah latar belakang fisik, unsur tempat dan ruang dalam satu cerita (Tarigan, 1984: 136). Latar yang tersaji pada scene pertama film Boston Beatdown Vol. II ini adalah studio dengan background bendera Amerika Serikat, tempat pengambilan gambar narasumber Bruce dan James dengan tampilan black and grey. Kemudian latar di pinggir jalan raya, saat seseorang yang hendak menyebrang jalan dikereyok oleh 4 sampai 5 laki-laki, berganti latar di sebuah pertunjukan hardcore dimana ada sebuah band tampil dengan penonton disekitarnya dan beberapa laki-laki yang melakukan pogo, mengangkat tubuh temannya dan membatingnya di kerumunan penonton. Setelah itu ditampilkan sebuah tempat area parkir yang menjadi tempat pemukulan seorang laki-laki bertubuh besar terhadap seorang laki-laki lainnya di bagian kepala, berganti latar tempat umum di area terbuka yang juga


(39)

xxxix

menjadi tempat pengkeroyokan lima orang laki-laki terhadap seseorang yang kemudian terjatuh di jalan dan ditendangi. Ditampilkan lagi beberapa laki-laki yang melakukan pogo di kerumunan penonton pada sebuah pertunjukan hardcore, berganti latar sebuah tempat umum di area terbuka, yang menjadi tempat bentrok antar kelompok sehingga terlihat barisan polisi anti huru-hara berbaris, dan berpakaian lengkap dengan tameng dan tongkat untuk menertibkan tempat kejadian. Yang terakhir adalah latar di sebuah trotoar jalan dimana terjadi bentrok antar kelompok, berganti latar pertunjukan hardcore lagi sebelum kembali ke latar studio.

Detil yang diperlihatkan dalam scene pertama film Boston Beatdown Vol. II ini secara garis besar menunjukkan musik dan kekerasan yang menjadi gaya hidup FSU sudah dibangun sebelum komunitas ini terbentuk. Ada beberapa video kekerasan yang diperlihatkan dalam scene ini. Sebelum diperlihatkan video dan terdengar suara irama musik hardcore, Bruce mengatakan:

“To look up on the years of tapes that we have going back to 86-87, and yeah that's old fights between them. This is a big compilation to start over the years of violent culture. This is a violent culture”

Setelah itu musik hardcore terdengar dan beberapa video diperlihatkan. Pertama, seseorang yang hendak menyebrang di sebuah pinggir jalan raya, didekati oleh empat sampai lima orang laki-laki dari belakang yang langsung memukulnya untuk beberapa saat, dan kemudian lari meninggalkan korban saat beberapa orang yang lewat di sekitar tempat itu datang mendekat. Lalu video di sebuah area parkir di pinggir jalan, ada dua orang laki-laki yang sedang berbicara, kemudian seara mendadak salah satu diantaranya yang bertubuh besar memukul laki-laki satunya di bagian kepala. Setelah itu berganti latar di sebuah tempat umum terbuka, di salah satu sudut pinggir jalan. Ada lima orang laki-laki yang mengkeroyok, dimana salah seorang diantaranya memegang dari belakang, dan empat orang lainnya memukul secara bergantian seorang


(40)

xl

laki-laki, yang “digiring” dan dijatuhkan ke trotoar jalan, kemudian ditendang. Setelah itu video kekerasan yang diperlihatkan adalah sebuah latar trotoar di pinggir jalan, dimana ada empat orang laki-laki yang saling pukul dengan dua laki-laki lainnya. Dalam scene ini diperlihatkan lagi video-video pertunjukan hardcore. Salah satunya memperlihatkan sekelompok laki-laki yang melakukan pogo, dimana salah seorang mengangkat temannya dan membantingnya di kerumunan penonton. Ada juga seorang laki-laki yang melakukan pogo dengan cara berlari dan mengayunkan tangannya seperti cara memukul ditengah-tengah kerumunan penonton. Saat musik hardcore berhenti, gambar kembali memperlihatkan Bruce di studio dengan background bendera Amerika Serikat yang menceritakan tentang awal mula terbentuknya FSU. Transkrip dari cerita Bruce berbunyi:

Who’s starting FSU? I started it all. It's all my faults. Wanna be the first, didn't mean to happen. And I never said. I wanna join in a gang yay.. crew. Crew and friend look for each other. People afraid for what they dont know. And they dont know as i automatically assume what they read on the internet, and what they read in the zine. So what they have for a friend is automatically true. We never intended to be anything more than a group of friend. I never thought that it was gonna go nationwide or worldwide like people actually find out about it. When we first come to the show everybody had a crew. People usually call us Fuck Shit Up because when everybody else run arounds in circle we doin the spin kicks and jumped off on a people's heads. People will be "oh look to all the Jocks” when you're going to my show you're the jocks. Well it wasn't the jocks. It wasn't which you used to seen it. So when evertbody else is there, Whether you see them in skinhead uniform or you stand it I wanna be different but I still have spikey jacket, we came up showing around wearing adidas and show em what embrake us. So that's what automatically makes the label of the jocks. But here i am 15 years later still going to the show.”

Terjemahan:

"Siapa yang mulai FSU? Saya yang memulai semuanya. Ini semua kesalahan saya. Bukan ingin menjadi yang paling menonjol, dan saya tidak pernah mengatakannya. Saya ingin bergabung dalam sebuah geng, yey... crew. Memiliki sebuah


(41)

xli

crew dan teman yang saling menjaga satu sama lain. Orang-orang takut tentang apa yang mereka tidak tahu. Dan mereka tidak tahu seperti saya yang secara otomatis berasumsi tentang apa yang mereka baca di internet, dan apa yang mereka baca di zine tersebut. Jadi apa yang mereka miliki untuk seorang teman secara otomatis benar. Kami tidak pernah bertujuan untuk menjadi sesuatu yang lebih dari sekelompok teman. Saya tidak pernah berpikir bahwa hal itu akan menyebar atau berkembang di seluruh dunia layaknya orang benar-benar mencari tahu tentang kami. Ketika kami pertama kali datang ke gigs, setiap orang memiliki crew. Orang biasanya menyebut kami Fucked Shit Up karena ketika orang lain melakukan pogo dengan berputar-putar di pit, yang kita lakukan adalah menendang, berputar dan melompat di atas kepala orang lain. Orang-orang akan berpikiran "oh lihat semua Atlet itu" ketika anda pergi ke acara saya, anda adalah atlet. Yah kami bukan atlet. Itu bukan yang seperti anda lihat. Jadi, ketika semua orang yang ada disana, apakah Anda melihat mereka seorang skinhead, dengan seragam atau sesuatu yang lain, saya ingin menjadi berbeda dengan memakai jaket spikey, kami datang mengenakan adidas dan menunjukkan kepada mereka apa yang membedakan kami. Jadi itulah yang secara otomatismembuatlabel dari para atlet. Tapi di sinilah saya 15 tahun kemudian masih datang ke pertunjukan."

Ditengah-tengah cerita Bruce, diperlihatkan video di sebuah pertunjukan hardcore yang di-shoot secara night vision, sekelompok orang sedang melakukan pogo dengan dengan cara melompat diatas kepala kerumunan penonton dan saling menabrakkan badan, untuk memberi gambaran dari cerita Bruce tentang ciri khas FSU yang dinilai terlalu kasar dan berbeda oleh komunitas lain dalam ranah underground Boston. Kemudian James menambahkan cerita Bruce tentang bagaimana kesamaan latar belakangnya dengan pemuda lain yang mengikat sebuah kelompok kecil, yang pada akhirnya menjadi dasar terbentuknya komunitas FSU. Transkrip cerita James:

“Me, and my best friend Bruce have moved up here to repel the trouble from the city that we're living before this. And we're two furious hammers. Mental hammer holders and when we see some social problems we'd smash them with these mental hammers. I think what's attached me to FSU when I was younger is not really having a family that support you. Punkrock in first


(42)

xlii

place. I knew I always fucked up. I knew I will always gonna be fucked up. I knew that I had no future and I found a bunch of kids felt the same way as I do. Put a bunch of kids who have the same impulse control problem as I did. Meant to have the same vanity for violence as I did.”

Terjemahan:

"Aku dan sahabatku Bruce pindah ke sini (Boston) untuk meninggalkan masalah dari kota yang kita tinggali sebelumnya. Dan kami seperti dua palu kemarahan. Mental pemegang palu dan ketika kita melihat beberapa masalah sosial kita akan menghancurkan mereka dengan mental palu tersebut. Saya pikir apa yang mengikat saya untuk membentuk FSU adalah ketika saya masih muda dan benar-benar tidak memiliki keluarga yang mendukung Anda. Terutama Punkrock. Aku tahu aku selalu kacau. Aku tahu aku selalu akan menjadi kacau. Aku tahu bahwa aku tidak punya masa depan dan saya menemukan sekelompok anak-anak merasakan hal yang sama seperti yang saya rasakan. Membentuk sebuah kelompok yang memiliki masalah kontrol impuls yang sama seperti yang saya. Bertujuan untuk memiliki harga diri yang sama dalam bentuk kekerasan seperti yang saya lakukan."

Ditengah-tengah cerita James, diperlihatkan tiga slide gambar foto. Gambar pertama adalah foto seorang pemuda kulit putih yang bertelanjang dada dan memgang senjata api berbentuk handgun di kedua tangannya. Terlihat ada beberapa tattoo di bagian tangan dan tubuhnya, serta handgun ketiga yang diselipkan dicelananya. Gambar kedua adalah foto seorang laki-laki yang memakai topi hitam, jaket hitam, dengan pearcing di salah satu telinganya dan mengarahkan sebuah senjata apai berbentuk revolver ke arah kepalanya. Ekspresi wajah laki-laki tersebut tersenyum lebar. Gambar ketiga adalah sebuah foto para anggota FSU, yang didalamnya terdapat dua puluh sampai tiga puluh pemuda, dan beberapa diantaranya memakai kaos bertuliskan “FSU”.

Plot adalah sesuatu yang menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Setiap peristiwa dar awal hingga akhir berdasarkan hukum sebab dan akibat. Pada scene pertama film Boston Beatdown Vol. II ini, dimaksudkan untuk menjelaskan kepada khalayak penonton


(43)

xliii

bagaimana awal mula scene FSU ini terbentuk, dari cerita Bruce dan James.

Koherensi adalah pertalian atau jalinan antar kata, atau kalimat dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren (Eriyanto, 2001 : 242). Koherensi yang terdapat pada scene pertama ini adalah potongan kalimat dari cerita James:

“I think what's attached me to FSU when I was younger is not really having a family that support you. Punkrock in first place. I knew I always fucked up. I knew I will always gonna be fucked up. I knew that I had no future and I found a bunch of kids felt the same way as I do. Put a bunch of kids who have the same impulse control problem as I did. Meant to have the same vanity for violence as I did.”

Terjemahan:

“Saya pikir apa yang mengikat saya untuk membentuk FSU adalah ketika saya masih muda dan benar-benar tidak memiliki keluarga yang mendukung Anda. Terutama Punkrock. Aku tahu aku selalu kacau. Aku tahu aku selalu akan menjadi kacau. Aku tahu bahwa aku tidak punya masa depan dan saya menemukan sekelompok anak-anak merasakan hal yang sama seperti yang saya rasakan. Membentuk sebuah kelompok yang memiliki masalah kontrol impuls yang sama seperti yang saya. Bertujuan untuk memiliki harga diri yang sama dalam bentuk kekerasan seperti yang saya lakukan."

Dari transkrip cerita James sebagaimana dijelaskan diatas, James membentuk sebuah kelompok yang didalamnya terdiri dari pemuda-pemuda yang bermasalah dengan keluarga dan frustasi terhadap masa depan mereka. Kelompok tersebut sebagai media agresi untuk menyalurkan perasaan marah, kekecewaan dan frustasi dalam bentuk kekerasan. Kalimat-kalimat yang dipakai James dalam ceritanya merujuk pada hubungan sebab-akibat, karena masa kecil yang diceritakannya berhubungan erat sebagai pemicu tindak kekerasan yang dilakukannya. Menurut Kamus Lengkap Psikologi (1995), agresivitas adalah suatu


(44)

xliv

kecenderungan habitual (yang dibiasakan) untuk memamerkan permusuhan dan merupakan pernyataan tegas, penonjolan diri, penuntutan atau pemaksaan diri dan merupakan suatu dominasi sosial, kekuasaan sosial, khususnya yang diterapkan secara ekstrim. Agresi adalah perilaku dengan tujuan menyakiti, menyerang atau merusak terhadap orang maupun benda-benda di sekelilingnya untuk mempertahankan diri maupun akibat dari rasa ketidakpuasan (Saad, 2003 : 68).

Leksikon yang terdapat dalam scene pertama film ini adalah kalimat yang dipakai Bruce sebelum menceritakan tentang titik awal terbentuknya FSU, yang berbunyi sebagai berikut:

“… This is a big compilation to start over the years of violent culture. This is a violent culture”

Terjemahan:

“… Ini adalah sebuah kompilasi besar untuk memulai era budaya kekerasan. Ini adalah sebuah budaya kekerasan.”

Potongan kalimat dari trankrip cerita Bruce yang menekankan bahwa sifat kekerasan yang turun dari generasi ke generasi akhirnya membentuk sebuah budaya kekerasan yang menjadi bagian dari komunitas FSU. Kekerasan menunjuk pada tingkah laku berupa ancaman maupun sudah merupakan tindakan nyata, yang menimbulkan akibat-akibat kerusakan terhadap benda maupun fisik pada diri seseorang.

Grafis yang tersaji dalam scene pertama film ini masih menonjolkan video kekerasan dan atmosfer pertunjukan hardcore yang berlatar di tempat umum dan trotoar, maupun area sekitar pinggir jalan raya. Gambar video yang ditampilkan pada scene ini, diiringi suara musik hardcore, seperti tersaji pada lead film, yang dimaksudkan untuk mengentalkan atmosfer “budaya” hardcore dalam film ini. Gambar lainnya yang ditampilkan adalah gambar narasumber Bruce dan James di studio, saat menceritakan titik awal terbentuknya FSU, dengan beberapa


(45)

xlv

slide video sekelompok pemuda yang melakukan pogo pada pertunjukan hardcore dan beberapa foto.

4.2.3. Scene Ketiga

Tabel 4.3 Hal yang

Diamati

Elemen Penjelasan

Tematik Topik Straight Edge.

Skematik Alur Terdengar lagi suara musik hardcore, kali ini berjudul chaos yang dibawakan oleh blood for blood (salah satu band FSU). Masih sama seperti scene sebelumnya, saat musik

hardcore diputar, video-video

kekerasan dan suasana pada pertunjukan hardcore salaing berganti slide. Setelah music berhenti, James menceritakan tentang sosok “pahlawan” dari band SS Decontrol pada awal tahun 80-an, yang dinilai berkontribusi besar untuk pembentukkan ideologi straight edge dalam komunitas FSU, yang bernama Albert Reel. Al (panggilan untuk Albert), mengembangkan straight edge tidak hanya sebagai cara hidup sehat, namun juga sebagai simbol


(46)

xlvi

kebanggaan yang harus dijaga, atau biasa disebut dengan istilah hardline (garis keras). Paham straight edge garis keras tersebut kemudian diadopsi oleh generasi James muda, dengan cara melihat bagaiamana para “pendahulu” mereka mengkonversi paham hardline kedalam kehidupan sehari-hari. James menuturkan, memasuki awal tahun 90-an, para “pendahulu” mulai bersikap skeptis pada generasi James yang dinilai terlalu brutal dan menghancurkan apa yang telah mereka bangun. Dari sini era FSU baru dimulai, saat James dan generasinya membentuk sebuah komunitas hardcore yang membesarkan beberapa band hardcore yang menjadi pengaruh dalam perkembangan musik hardcore di Amerika, seperti blood for blood, death before dishonor, in my eyes, converage, dan righteous jam. James juga menilai telah membentuk sebuah komunitas yang “aman”, dimana mereka mengatasi masalah yang tidak pernah sanggup diatasi oleh generasi sebelumnya, yaitu para nazi-skin.


(47)

xlvii

Semantik Latar Latar yang tersaji pada scene ini adalah beberapa tempat pertunjukan hardcore, tempat umum, trotoar, pinggir jalan raya dan studio.

Detil 1.Suasana di pertunjukan hardcore, dimana terlihat ada band yang tampil, penonton, dan sekelompok orang yang melakukan pogo. Juga terdengar backsound musik hardcore yang diputar sebelum masuk pada scene dimana James bercerita.

2.Tempat terbuka yang memperlihatkan seorang laki-laki melompat dari sebuah atap gedung dengan tinggi sekitar lima sampai tujuh meter.

3.Sebuah tempat umum yang menjadi area keributan massal, dimana terlihat sekelompok polisi anti huru-hara berkuda dan berpakaian lengkap, yang sedang mengamankan beberapa orang laki-laki, dan terlihat keadaan jalan yang tampak kotor, serta sekelompok pemuda yang membakar sesuatu di jalan.


(48)

xlviii

4.Video di sebuah pertunjukan

hardcore, dimana terjadi

pengkeroyokan oleh beberapa laki-laki terhadap seorang laki-laki-laki-laki lainnya, ditengah-tengah kerumumnan penonton.

5.Ditunjukkan juga seorang laki-laki yang melakukan pogo dengan cara “koprol” diantara kepala penonton. 6.Gambar Elgin James di studio

dengan background bendera Amerika serikat, yang di-display secara black and grey dan di-shoot bagian dada keatas.

7.Slide gambar foto James yang sedang memegang microphone, Bruce yang sedang melakukan stage diving (istilah pogo dengan cara merebahkan badan diatas kepala penonton), dan juga beberapa tokoh vokal dibalik terbentuknya FSU.

8.Cuplikan video-clip band wrecking crew (salah satu band FSU).

9.Slide gambar foto sekelompok pemuda yang melakukan pogo. 10.Slide gambar foto band ten yard


(49)

xlix

fight, in my eyes, dan converage.

Maksud Dari latar dan detil yang disajikan, scene ini masih menekankan atmosfer budaya hardcore. Dan dari cerita James, khalayak penonton dapat mengetahui straight edge sebagai dasar pemahaman FSU dalam memasuki ruang lingkup sub-kultur

hardcore, sebelum

mengkonstruksinya sebagai sebuah simbol kebanggan dalam bentuk hardline straight edge.

Sintaksis Koherensi Transkrip dari cerita James: “… and then our heroes turn the back on us. Said that we're destroying everything they've built. Said that we're too violence, that we're too extreme. We just are following in their footsteps. They might put back Boston on the map. We'll make them damn sure that we'll never forget it. We made the scene safe. To give rise the bands like Ten Yards Fight, In My Eyes, Converge…”. Dari semua citra buruk yang dilayangkan para pendahulu kepada generasi James, melalui susunan kalimat yang dituturkan James diatas, terselip sebuah maksud


(50)

l

pembelaan dan segi positif yang tidak bisa dilakukan para pendahulunya sebagai sebuah perbandingan.

Stilistik Leksikon Transkrip dari cerita James: “There's only one Boston hardcore hero known in history. His name's Albert Reel from SS Decontrol”. Pemilihan kata “hero” yang digunakan James dalam ceritanya, memberi arti lebih kepada Albert Reel, bukan hanya sebagai sosok yang berjasa, tetapi juga dipuja dan menginspirasi.

Retoris Grafis 1. Backsound dari blood for blood (salah satu band FSU) diputar, dan mulai diperlihatkan gambar dari video pertunjukan hardcore, video kekerasan yang dilakukan secara berkelompok di tempat umum, maupun di tempat pertunjukan hardcore.


(51)

(52)

(53)

(54)

(55)

(56)

lvi

2. Backsound musik hardcore

berhenti, dan James mulai bercertita: “There's only one Boston hardcore heroes known in history. His name's Albert Reel from SS Decontrol. Now early 80’s there are hardcore in L.A and hardcore in D.C, Al took the hardcore, brought it to Boston and brought it to the next fuckin level. D.C invented straightedge, Al


(57)

lvii

invented hardline. Pure show in 1980's 1981 and some punkrock relocates drinking beer in all ages show. Ian McKaye eats my shit in my dirty glass, let go after them. Al and his crew will knock you out. That's a history, know your history.

Begins there. Begins with

straightedge. It goes on with the people out of SS Decontrol shows. You've choke. You've hang peers. You've wrecking machine. You have em go on. You've chokestar Slapshot and then it all begins again. Boston gets prove back on the map. In a crowd at a Slapshot show, you'll see people who bring to the next level. You have my self, Chris Bubbling, Big Tom, Bruce, Chabo who'll become FSU. We started our own bands, Wrecking crew, 44B Block, Berserker, Blood For Blood and we took care of the problem of the generation before as it couldn't. We got rid of the Nazis,

We fuckin acknowledged the

bouncers that try destroying our show. You came to a Boston hardcore show in early 90's, and you didn't belong. That might we get beat up. That we might be in an


(58)

lviii

industrial size band of the rap. You might be back broke in a whatever. You might be stabbed in Camel square.


(59)

(60)

(61)

(62)

(63)

lxiii

3. Setelah slide gambar foto diatas, James meneruskan ceritanya: “And then our heroes turn the back on us. Said that we're destroying everything they've built. Said that we're too violence, that we're too extreme. We just are following in their footsteps. They might put back Boston on the map. We'll make them damn sure that we'll never forget it. We made the scene safe.


(64)

lxiv

To give rise the bands like Ten Yards Fight, In My Eyes, Converge. Now here we are, 20 years after the woolpacks starting the punch and kick while the rest of the country was circle dancing. We got bands like Mental, Righteous Jams, Death Before Dishonor and the kids still


(65)

lxv

Analisis :

1. Analisis Struktur Makro

Topik adalah landasan yang dapat dipergunakan oleh seorang penulis untuk menyampaikan maksudnya . Topik juga merupakan pokok yang akan diberikan atau masalah yang akan dikemukakan. Topik yang diangkat per-scene akan membentuk sebuah tema besar yang menjadi dasar cerita dari film Boston Beatdown Vol. II ini. Pada scene kedua, topik yang diangkat adalah straight edge, dimana ideologi ini menjadi pemahaman dasar komunitas FSU saat mulai memasuki sub-kultur hardcore. Straight edge


(66)

lxvi

pertama kali muncul di Amerika Utara pada awal tahun 1980-an. Adalah Ian Mckaye (minor threat) sebagai pencetus salah satu kekuatan positif dalam budaya anak muda ini. Berawal dari lagu band minor threat yang berjudul straight edge, yang juga diciptakan oleh Ian sebagai sebuah alternatif. Lirik lagunya sebagai berikut:

I’m a person just like you But i've got better things to do Than sit around and fuck my head Hang out with the living dead Snort white shit up my nose Pass out at the shows

I don't even think about speed That's something i just don't need I’ve got the straight edge

I'm a person just like you But i've got better things to do Than sit around and smoke dope ‘Cause i know that i can cope Laugh at the thought of eating ludes Laugh at the thought of sniffing glue Always gonna keep in touch

Never want to use a crutch I've got the straight edge Terjemahan:

Aku seseorang seperti kamu

Tapi aku punya sesuatu yang lebih baik untuk dilakukan Daripada duduk-duduk dan memabukkan kepalaku Bergaul dengan mayat hidup

Mendengus heroin di hidungku Tidak sadarkan diri di pertunjukan

Aku bahkan tidak berpikir tentang kecepatan Itu adalah sesuatu yang tidak aku butuhkan Aku punya straight edge

Aku seseorang seperti kamu

Tapi aku punya sesuatu yang lebih baik untuk dilakukan Daripada duduk-duduk dan merokok ganja


(67)

lxvii

Menertawakan pikirkan untuk memakan ludes Tertawa membayangkan menghirup lem Selalu akan tetap berhubungan

Tidak pernah ingin menggunakan penopang Aku punya straight edge

Dari lirik lagu tersebut Ian ingin mengubah image negatif yang menjadi “label” hardcore-punk pada saat itu, dan menawarkan sebuah alternatif untuk hidup lebih sehat dengan bersikap abstain terhadap penggunaan zat-zat yang tidak baik untuk tubuh seperti narkoba, rokok, alkohol, serta tidak melakukan hubungan sex bebas. Simbol “X” yang dipakai oleh pelaku straight edge, didapat dari peraturan di Amerika yang memberikan tanda “X” di bagian tangan untuk anak dibawah umur yang memasuki bar, dan dilarang mengkonsumsi alkohol. Tanda “X” ini dipakai sebagai bentuk sukarela untuk tidak menyentuh alkohol. Dengan cepat gaya hidup positif ini menyebar ke hardcore scene (komunitas hardcore) di kota-kota lain, karena pada saat itu minor threat adalah salah satu band hardcore generasi awal dan berperan sangat vokal dalam perkembangan musik hardcore di Amerika dan Dunia.

Di Boston, gaya hidup straight edge ini diadopsi dan diperkenalkan oleh band SS decontrol. Menurut cerita James, Albert Reel (salah satu personil SS decontrol) mengembangkan gaya hidup straight edge ini menjadi sebuah paham. Paham ini kemudian berubah menjadi sebuah simbol yang dibanggakan dan dikonversikan dalam bentuk hardline (garis keras). Hardline straight edge adalah sebuah pergerakan etnosentris (kelompok straight edge garis keras), dimana hal tersebut bukan lagi persoalan pilihan individu, tetapi sudah mencangkup lingkungan sosial. Mereka tidak akan mentolerir siapapun yang kedapatan mengkonsumsi alkohol, obat-obatan terlarang ataupun merokok pada pertunjukan hardcore di Boston, karena dinilai melenceng dari ideologi yang mereka pegang. Dari scene ini ditonjolkan sebuah sudut lain dalam pemahaman straight edge. Kota Boston menjadi pencetus “modifikasi” straight edge pada bentuk hardline, yang kemudian mulai menyebar ke


(68)

lxviii

hardcore scene di kota lain seperti New York dan Los Angeles pada awal yahun 1990-an.

2. Analisis Superstruktur

Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalani suatu cerita bisa berbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai macam (Aminudin, 1991 : 126). Alur pada scene kedua film ini, berawal dari backsound lagu blood for blood (salah satu band FSU) berjudul chaos, dan masih sama seperti scene sebelumnya, saat musik hardcore diputar, video-video kekerasan dan suasana pada pertunjukan hardcore salaing berganti slide. Setelah music berhenti, James menceritakan tentang sosok “pahlawan” dari band SS Decontrol pada awal tahun 1980-an, yang dinilai berkontribusi besar untuk pembentukkan ideologi straight edge dalam komunitas FSU, yang bernama Albert Reel. Al (panggilan untuk Albert), mengembangkan straight edge tidak hanya sebagai cara hidup sehat, namun juga sebagai simbol kebanggaan yang harus dijaga, atau biasa disebut dengan istilah hardline (garis keras). Paham straight edge garis keras tersebut kemudian diadopsi oleh generasi James muda, dengan cara melihat bagaiamana para “pendahulu” mereka mengkonversi paham hardline kedalam kehidupan sehari-hari. James menuturkan, memasuki awal tahun 1990-an, para “pendahulu” mulai bersikap skeptis pada generasi James yang dinilai terlalu brutal dan menghancurkan apa yang telah mereka bangun. Dari sini era FSU baru dimulai, saat James dan generasinya membentuk sebuah komunitas hardcore yang membesarkan beberapa band hardcore yang menjadi pengaruh dalam perkembangan musik hardcore di Amerika, seperti blood for blood, death before dishonor, in my eyes, converage, dan righteous jam. James juga menilai telah membentuk sebuah komunitas yang “aman”, dimana mereka mengatasi masalah yang tidak pernah sanggup diatasi oleh generasi sebelumnya, yaitu para nazi-skin. Dimulai dari “pahlawan” generasi James yang membuka mata mereka, diceritakan


(69)

lxix

bertahap sampai pada titik James dan generasinya menjadi sebuah kelompok yang mandiri.

3. Analisis Struktur Mikro

Latar tidak hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana, benda-benda dalam lingkungan tertentu, tetapi juga suasananya yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka maupun gaya hidup masyarakat (Aminudin, 1987 : 68). Latar yang tersaji pada scene kedua film ini adalah beberapa gambar foto dan tempat pertunjukan hardcore, dari suasananya terlihat seperti sebuah mini bar. Tempat umum, jalan raya yang menjadi tempat bentrok sehingga terlihat aparat keamanan yang mengamankan tempat kejadian. Studio dengan background bendera Amerika Serikat yang menjadi tempat pengambilan gambar narasumber.

Pemberitaan dengan detil yang besar, akan mengembangkan bagaimana wacana dikembangkan oleh media, tentunya yang menguntungkan pihak komunikator (Eriyanto, 2001: 238). Pada scene ini, backsound lagu hardcore yang diputar mengiringi slide video kekerasan dan suasana di pertunjukan hardcore, sangat membangun atmosfer sub-kultur hardcore dengan lirik dan musikalitasnya. Adalah lagu blood for blood yang berjudul chaos, dengan lirik lagu seperti ini:

“So I hate you

Much resentment and pain just drains

So I revel alone in the madness inside my brain I tell you now I don't know how

I don't feel these metal wounds within Will never heal

My deal was to be alone

That ain't as sad as the fact of being bad This world's gone mad to the chaos we add Listen up to what I'm about to say

You preach peace stop the hate Useless youth feels only Frustration rising inside inside Hate still burning inside inside


(70)

lxx

Chaos will hit you in your face Chaos in your face

Chaos in your face

Life on the streets is rough

Right or wrong you must be tough Crime seems like the only way

Down the wrong path you'll become a prey Chaos in your face

Chaos in your face

Chaos runs wild on the streets A large part of Me is defeat Major cause of our downfall Something I can't ignore

Sometimes I imagine what I'm going to see Troubles and turmoils fate's got a hold on me Fuck that

Chaos in your face Chaos in your face

This time you've gone too far Sentiments there are no more This ends justify my means This ends in that which I believe I clench my fist to you

I'm right here What you gonna do

You ain't tough You ain't nothing punk So let's throw down and show what you got” Terjemahan:

“Jadi aku membencimu

Banyak kebencian dan rasa sakit yang mengalir

Jadi saya bersenang-senang sendirian di kegilaan dalam otak saya Aku berkata kepadamu sekarang aku tidak tahu bagaimana

Aku tidak merasakan lukaku ini Akan pernah terembuhkan

Kesepakatanku adalah kesendirian

Itu tidak terlalu menyedihkan atas fakta menjadi buruk Dunia ini sudah terlanjur gila untuk kekacauan yang kita tambahkan

Dengarkan apa yang saya akan katakan Ceramahmu untuk menghentikan kebencian

Pemuda yang terpinggirkan yang hanya merasakan Frustrasi bangkit dari dalam, dalam

Kebencian tetap terbakar dari dalam, dalam Kekacauan akan memukulmu tepat di wajahmu Kekacauan di wajahmu


(71)

lxxi

Kekacauan di wajahmu Hidup di jalanan itu keras

Benar atau salah kamu harus tangguh

Kejahatan sepertinya menjadi satu-satunya cara

Berjalan di gang yang sempit kamu akan menjadi mangsa Kekacauan di wajahmu

Kekacauan di wajahmu Kekacauan meliar di jalanan

Sebagian besar dari aku adalah kekalahan Penyebab utamanya adalah kejatuhan kami Sesuatu yang saya tidak bisa abaikan

Kadang-kadang aku membayangkan apa yang ingin aku lihat Masalah dan takdir kekacauan mengikatku

Persetan dengan itu Kekacauan di wajahmu Kekacauan di wajahmu

Kali ini kamu sudah terlalu jauh Tidak ada lagi sentimen

Ini berakhir dengan kebenaran yang aku maksudkan Ini berakhir di apa yang aku percaya

Aku mengepalkan tinjuku kepadamu Aku ada di sini

Apa yang akan kamu lakukan

Kamu tidak tangguh kamu bukan apa-apa punk

Jadi mari kita selesaikan dan perlihatkan apa yang kamu punya" Lirik dalam lagu chaos yang diputar menjadi backsound pada scene kedua ini, menjelaskan tentang video-video kekerasan yang diperlihatkan. Dari sekian banyak lagu, lagu ini dipilih sebagai representasi “kekacauan” yang ada dalam setiap pemuda FSU atas rasa benci dan frustasi yang mereka dapat dari lingkungan sosial. Hukum rimba yang berlaku di kehidupan jalanan, menjadikan kekerasan sebagai satu-satunya bahasa yang mereka mengerti. Selain backsound, detil yang disajikan dalam scene ini juga berupa video yang menunjukkan latar dan peristiwa untuk mendukung informasi atau pesan yang disampaikan dalam film. Video-video yang ditampilkan kali ini lebih merepresentasikan “kekacauan” sebagai visualisasi dari backsound yang diputar. Ada video yang memperlihatkan para polisi anti huru-hara berpakaian lengkap dengan tongkat dan pelindung kepala, dan sebagian terlihat menunggangi kuda. Para polisi tersbut terlihat sedang mengamankan sebuah tempat


(1)

komunitas FSU ini, dimana mereka diberi alternatif untuk membangun diri mereka menjadi individu-individu yang lebih baik, meskipun sebagian di antaranya menjadikan straight edge sebagai simbol kebanggaan dan identitas yang merujuk ke sikap etnosentris dalam bentuk hardline (garis keras), seperti yang diuraikan pada scene ketiga dan keenam.

Latar, detil dan maksud sangat mendukung untuk melihat apa yang ingin ditekankan oleh komunikator melalui film ini. Dari ketujuh scene yang diuraikan, hampir semua latar yang disajikan adalah tempat pertunjukan hardcore dan dan tempat umum seperti jalan raya dan trotoar, ditambah dengan detil video-video kekerasan serta backsound musik hardcore. Keseluruhan gambar disajikan secara sederhana dan straight to the point, tanpa ada editan berlebih maupun sensor saat adegan kekerasan. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan gaya hidup FSU dalam sub-kultur hardcore secara nyata dan apa adanya, dan menambah kesan “brutal” saat video kekerasan ditayangkan dengan backsound musik hardcore yang berkarakter garang dan bertempo cepat.

Pilihan kata atau leksikon menjadi materi yang penting bagi peneliti untuk dapat menganalisis tayangan ini lebih dalam. Pilihan kata-kata dipakai untuk menunjukkan sikap dan ideologi tertentu. Peristiwa yang sama dapat digambarkan dengan pilihan kata yang berbeda-beda (Eriyanto, 2001: 225). Pada bagian closing film, diperlihatkan tulisan “This is Boston… Don’t piss us off”, dengan maksud membangun kesadaran tentang betapa dominannya komunitas FSU di Boston, jadi jangan pernah membuat masalah dengan mereka.

4.3. Analisis Wacana Film Boston Beatdown Vol. II Dilihat Dari Kognisi Sosial

Dalam pandangan Van Dijk, analisis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat dan ideologi. Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, kita membutuhkan suatu analisis


(2)

kognisi dan konteks sosial. Dari garis besar isi film Boston Beatdown Vol. II yang telah dikaji dari sudut teks, peran Elgin James sebagai komunikator maupun pendiri FSU pada proses pemahaman dan pemaknaan suatu fenomena sosial, sangat vokal dalam pembentukkan kognisi yang dimana menjadi paham fundamental dari kelompok FSU.

James adalah sosok dengan karakter kritis dan juga berkeyakinan kuat, dia menolak untuk hidup seperti layaknya pemuda lain yang bersekolah kemudian mencari pekerjaan. Dia memilih untuk hidup di jalanan dan mencari jati dirinya, dimana hal tersebut mendekatkannya dengan realita sosial yang terjadi di Boston. Dari situ James memahami bahwa lingkungan sosial adalah lingkungan yang telah rusak oleh sistem pemerintah, kepentingan korporasi, dan kesenjangan strata yang hanya menguntungkan kaum kelas menengah ke atas. Meskipun James melakukan agresi terhadap lingkungan sosial sebagai bentuk rasa frustasi, James adalah seorang straight edge yang anti dengan alkohol, nikotin, narkoba dan hubungan sex bebas. James juga seorang vegan yang tidak mengkonsumsi daging hewan apapun sejak umur 11 tahun, setelah melihat hewan yang dibesarkan di peternakan yang akhirnya dibantai. Straight Edge mulai berkaitan juga dengan perihal pergerakan animal rights, vegan dan vegetarian. Youth Of Today adalah band yang paling vokal menyuarakan perihal animal rights, vegan dan vegetarian pada tahun 1988. Dalam lirik lagu “No More”, Ray Cappo vokalis Youth Of Today menekankan tentang pandangannya terhadap animal rights dan vegan: “Meat-eating, flesh-eating, think about it/ so callous this crime we commit”. Sampai akhirnya banyak band yang menyuarakan hal yang sama. Dan hampir semua band di akhir tahun 1980an di Amerika dan Kanada menyuarakan tentang animal rights dan animal cruelty. Namun bukan berarti juga bahwa seorang vegan/vegetarian itu adalah seorang Straight Edge, begitu juga sebaliknya. Menjadi vegan/vegetarian bukanlah sebuah keharusan di dalam gaya hidup straight edge. Vegan dan vegetarian hanya bagian dari perkembangan straight edge itu sendiri dan


(3)

semua kembali kepada pilihan masing-masing. Disini juga perlu ditekankan kembali bahwa straight edge juga bukanlah sebuah agama. straight edge hanyalah sebuah motivasi hidup untuk tidak merusak diri sendiri dengan mengkonsumsi zat-zat yang dianggap berbahaya untuk diri sendiri. Dan penyikapannya kembali kepada kontrol individu.

Saat James bertemu beberapa pemuda lain yang terpinggirkan oleh masyarakat, dimana antara mereka terikat perasaan marah dan tidak puas atas sistem sosial yang berlaku. Pada akhirnya hal tersebut membangun kognisi sosial dari James. James membentuk FSU sebagai sebuah “rumah” bagi pemuda-pemuda lain yang memiliki kesamaan latar belakang dimana keberadaan mereka bisa diterima. Selain itu, FSU adalah bentuk pemberontakan dan sebuah alternatif atas budaya mainstream yang berlaku saat itu.

Paham straight edge yang dibawa James akhirnya menjadi dasar bagi mayoritas anggota FSU. Paham tersebut berkembang menjadi ideologi dan gaya hidup mereka untuk menjadi individu yang lebih baik, keluar dari citra buruk musik hardcore yang identik dengan alkohol. Wacana yang bisa penulis ambil dari sudut kognisi sosial ini adalah citra kekerasan yang terbentuk dari agresi FSU terhadap lingkungan sosial, namun dalam sisi lain mayoritas anggota FSU membentuk diri mereka sebagai individu yang sehat dan lebih baik dari kelompok masyarakat lain dengan tidak menkonsumsi zat-zat berbahaya, dan tidak mengkonsumsi daging hewan (vegan) sebagai bentuk tindakan nyata untuk membuat sebuah lingkungan hidup yang lebih baik.

4.4. Analisis Wacana Film Boston Beatdown Vol. II Dilihat Dari Konteks Sosial

Wacana yang diangkat oleh Elgin James dalam film Boston Beatdown Vol. II See The World Through Our Eyes ini adalah realitas tentang FSU di Boston. Semua konten kekerasan fisik maupun ucapan dalam film ini dibangun untuk memperlihatkan agresi FSU terhadap


(4)

lingkungan sosial. Pada akhirnya persepsi yang muncul adalah musik hardcore identik dengan kekerasan. Namun sebelum menilai lebih jauh, penulis akan mengkaji hardcore dalam kacamata FSU, dari sudut konteks sosial. Pada scene 1 saat awal film, diperlihatkan seorang laki-laki yang memakai topeng menyampaikan narasi sebagai berikut ini:

“Boston, Massachuset. For every Middle classs neighbourhood created. The artist and poor are on displace. For every university expanded, a Housing project just demolished. For everycooperation built. Every Virgin record. Every fucking Starbucks. Independent or firmly owned store got a business. So when we tossed what the city was gain. What they really means. So if they gain and art expenses. We are group of artist, Fucked ups, Punk Rockers, Skaters, and Hardcore Kids, fighting back. Boston Beatdown is the underground. We are the children raised not in Reagan and Prozac. Biting the hands by weirdos. Pissing down our heroes throats. Declaring war on everything. Declaring war on nothing. Music, art, violence, united. We'll gotta fuck we want. We'll not sit back in a corporate interest steal our culture. Giving nothing, We are taking everything. Making the world a place of our own”

Terjemahan:

"Boston, Massachusets. Untuk setiap lingkungan kelas menengah yang dibuat. Para Artis dan orang miskin yang terpinggirkan. Untuk setiap universitas yang diperluas, dan proyek-proyek penggusuran rumah. Untuk setiap perusahaan yang dibangun. Setiap Label Record yang masih murni (non-mainstream). Setiap Starbucks sialan. Toko independen atau firma hanya mengutamakan bisnis. Jadi ketika kita menuturkan apa yang kota itu rampas. Apa sebenarnya tujuan mereka. Jadi, jika mereka mengambil keuntungan dan karya seni yang dikomersilkan. Kami adalah sekelompok seniman yang kacau, Punk Rockers, Skaters, Hardcore Kids, yang melawan. Boston Beatdown adalah pergerakan bawah tanah. Kami bukan anak-anak yang dibesarkan dalam Reagan dan Prozac. Yang dikalahkan oleh orang-orang aneh. Berada di bawah bayang-bayang pahlawan masa lalu. Mendeklarasikan perang terhadap segala sesuatu. Mendeklarasikan perang terhadap ketiadaan. Musik, seni, kekerasan, kesatuan. Kami


(5)

akan dapatkan apa yang kami inginkan. Kami tidak akan hanya duduk manis saat kepentingan perusahaan mencuri budaya kami. Tanpa memberi apa pun, Kami akan merebut segalanya. Membuat dunia menjadi sebuah tempat untuk kami sendiri"

Sebagaimana yang dijelaskan dalam transkrip tersebut, penulis menganggap bahwa rasa kecewa adalah faktor utama yang memiliki pengaruh kuat dibalik agresi FSU terhadap lingkungan sosial. Mereka menganggap pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah setempat di kota Boston hanya menguntungkan para pengusaha dan masyarakat kelas atas saja. Sedangkan masyarakat kelas menengah ke-bawah menjadi korban dari sistem tersebut seperti penggusuran lahan tempat tinggal, untuk dibangun sebuah universitas atau perusahaan. Rasa marah, tidak puas, dan frustasi dari sistem sosial tersebut menghasilkan agresi dalam pembentukkan identitas komunitas hardcore yang memisahkan FSU dari lingkungan sosial.

Film dokumenter Boston Beatdown Vol. II See The World Through Our Eyes ini adalah film indie yang diproduksi dengan sendiri oleh beberapa anggota dan mantan anggota FSU. Format hardcopy dalam bentuk DVD hanya diproduksi dengan skala kecil dan bahkan tidak sampai ke Indonesia. Namun perkembangan media internet mempermudah akses untuk mendapatkan film ini. Karena memang tujuan awal, segmentasi mereka adalah scene-scene hardcore.

Di Indonesia sendiri musik hardcore sudah mulai masuk sekitar medio 1990-an, namun tidak terlalu terlihat karena berada dalam bayangan musik metal yang lebih menjadi favorit saat itu. Sepuluh tahun kemudian pada medio 2000-an, genre ini berkembang sangat luas di Jakarta, Bandung, Semarang, Malang, Surabaya, dan bahkan sampai ke Salatiga. Di kota kecil seperti Salatiga pun, scene hardcore mulai terbentuk satu-persatu hingga akhirnya menjadi hal yang sangat familiar terutama di kalangan pelajar. Band-band dengan genre hardcore mulai mendominasi panggung underground dan indie di Salatiga. Kaos band, jaket, dan topi


(6)

ber-atributkan hardcore, menjadi barang yang paling dicari oleh pelajar SMP dan SMA.

Dengan cepat film Boston Beatdown Vol. II See The World Through Our Eyes menjadi refrensi wajib untuk anak-anak di dalam scene-scene hardcore lokal, yang bahkan sebagian besar berumur dibawah 18 tahun. Distorsi ada dalam bentuk tidak tersedianya terjemahan atau subtitle dengan bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, maka fokus film ini akan jatuh pada citra kekerasan yang ditampilkan. Sedikit banyak film Boston Beatdown Vol. II See The World Through Our Eyes ini mempengaruhi pemikiran dan tindakan dari anak-anak dalam scene hardcore.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Film Dokumenter Komunitas BMX Boyolali T1 362012066 BAB II

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Film Dokumenter Komunitas BMX Boyolali T1 362012066 BAB IV

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis tentang Komunitas Hardcore Friends Stand United (FSU) dalam Film Boston Beatdown Vol. II

0 2 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis tentang Komunitas Hardcore Friends Stand United (FSU) dalam Film Boston Beatdown Vol. II T1 362006024 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis tentang Komunitas Hardcore Friends Stand United (FSU) dalam Film Boston Beatdown Vol. II T1 362006024 BAB II

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis tentang Komunitas Hardcore Friends Stand United (FSU) dalam Film Boston Beatdown Vol. II T1 362006024 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Kapitalisme Dalam Film The Hunger Games (Analisis Wacana Kritis) T1 362009073 BAB I

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Kapitalisme Dalam Film The Hunger Games (Analisis Wacana Kritis) T1 362009073 BAB II

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Kapitalisme Dalam Film The Hunger Games (Analisis Wacana Kritis) T1 362009073 BAB IV

0 2 103

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Kapitalisme Dalam Film The Hunger Games (Analisis Wacana Kritis) T1 362009073 BAB V

0 0 3