ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENYALURAN DANA BANTUAN SOSIAL OLEH KEPALA BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (Studi Putusan Nomor : 12/Pid.TPK/2014/PN.TK)

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENYALURAN DANA BANTUAN SOSIAL OLEH KEPALA

BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(Studi Putusan Nomor : 12/Pid.TPK/2014/PN.TK)

Oleh M Yayang Satria

Korupsi adalah perbuatan yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan suatu keuangan negara, pada saat ini banyak dilakukan oleh hampir seluruh elemen penyelenggara Negara, baik kalangan pejabat-pejabat pemerintah ataupun rakyat biasa. Sebagaimana yang terjadi dalam kasus korupsi Penyaluran Dana Bantuan Sosial yang terjadi di Kabupaten Lampung Tengah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana Korupsi Penyaluran Dana Bantuan Sosial di Kabupaten Lampung Tengah serta Bagaimana dasar pertimbangan Hakim dalam memutus perkara Korupsi Penyaluran Dana Bantuan Sosial di Kabupaten Lampung Tengah.

Metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif pendekatan dengan cara studi kepustakaan yaitu kaidah-kaidah atau norma-norma aturan-aturan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dan pendekatan yuridis empiris yang diperoleh langsung melalui observasi dan wawancara dengan responden atau narasumber yang berhubungan dengan permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini.

Berdasarkan hasil penelitian dan permasalahan dari penelitian ini adalah pertanggungjawaban pidana terhadap kasus tindak pidana korupsi penyaluran dana bantuan sosial yang dijatuhkan oleh Hakim terhadap Terdakwa Herman Hazboellah sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu adanya unsur sifat melawan hukum dan adanya kesalahan dari


(2)

M Yayang Satria pelaku dengan menyalahgunakan kewenangannya sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah, selain itu juga tidak adanya alasan pemaaf sebagai bukti pembenar. Adapun yang menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tersebut yang pertama adalah faktor hukum, kedua, kerugian negara yang diakibatkan oleh Terdakwa, ketiga, Terdakwa merupakan residivis atau pengulanggan tindak pidana, keempat, merusak citra pegawai negeri sipil, dan mempertimbangkan sejauh mana Terdakwa melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan unsur-unsur dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Saran bahwa aparat pengak hukum harus berani menuntut para terdakwa korupsi dengan hukuman yang maksimal sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku serta orang-orang yang akan melakukan korupsi, pemerintah harus lebih jeli dan cermat dalam mengalikasikan dana bantuan sosial kepada para penerima dana bantuan sosial, dengan cara malakukan pengawasan atau monitoring setiap bantuan yang dikucurkan.


(3)

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENYALURAN DANA BANTUAN SOSIAL OLEH KEPALA

BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(Studi Putusan Pidana Nomor: 12/Pid.TPK/2014/PN.TK)

Oleh

M Yayang Satria

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENYALURAN DANA BANTUAN SOSIAL OLEH KEPALA

BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(Studi Putusan Pidana Nomor: 12/Pid.TPK/2014/PN.TK) ( Skripsi )

Oleh:

M Yayang Satria

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 18

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana ... 20

B. Pengertian dan Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi ... 21

C. Pengertian Pertanggungjawaban Tindak Pidana ... 24

D. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan ... 26

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 32

B. Sumber dan Jenis Data ... 33

C. Penentuan Narasumber ... 34

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 35


(6)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden dan Gambaran Umum Putusan Nomor: 12/Pid.TPK/2014/PN.TK ... 37 B. Pertanggungjawaban Pidana Terhadar Pelaku Tindak Pidana Korupsi

Penyaluran Dana Bantuan Sosial di Lampung Tengah ... 43 C. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan Perkara Korupsi

Penyaluran Dana Bantuan Sosial di Lampung Tengah ... 52

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 57 B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

(8)

(9)

MOTO

Di awali dengan Bismillah, di akhiri dengan Alhamdulillah. Di mana ada kemauan, di situ ada jalan.

Dengan ridho Allah, yakin usaha sampai. (M Yayang Satria)


(10)

PERSEMBAHAN

Bismillahirohmanirrohim...

Kupersembahkan skripsi ini kepada :

Ayah dan Ibu maupun Adikku Yazid.

Sebening tetesan embun pagi secerahnya sinar

mentari.

Kau tak pernah lelah sebagai penopang dalam

hidupku, kau berikan aku semua... yang terindah.

Dan senantiasa berdoa dalam sujud untuk

keberhasilanku.

Dengan ini kupersembahkan buat kalian.

Maka aku ucapkan terima kasih, kelak aku akan

balas jasa kalian...

Semoga aku tidak menjadi sarjana muda yang resah

mencari kerja...


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Way Jepara Lampung Timur, pada tanggal 02 April 1992, anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Rusnadi dengan Ibu Rinaili.

Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak Al-Muslimun Way Jepara, Sekolah Dasar Negeri (SDN) 3 Tanggul Angin, Punggur, diselesaikan pada tahun 2004. Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 4 Metro, diselesaikan pada tahun 2007. Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Punggur selesai pada tahun 2010.

Pada 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pada tahun 2014 penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Bangun Sari, Kec Bekri Lampung Tengah.


(12)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr, Wb. Bismillahirrahmanirrahim

Segala Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW sebagai utusannya, Tuhanku yang telah menciptakanku dengan segala kelebihan dan kekuranganku. Dan karena rahmat dan kehendak-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “ANALISIS

PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENYALURAN DANA BANTUAN SOSIAL OLEH KEPALA BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (Studi Putusan Pidana Nomor: 12/Pid.TPK/2014/Pengadilan Negeri Tanjung Karang)”

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Alhamdulillah, selesainya skripsi ini merupakan ikhtiar penulis yang tak bisa lepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Heriyandi, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas lampung

3. Ibu Nurmayani, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis 4. Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H.,M.H. selaku Pembimbing I yang telah

memberikan masukan dan berkenan meluangkan waktu dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Tri Andrisman, S.H.,M.H. selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan, mencurahkan perhatian dan pemikiran, meluangkan waktu membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.


(13)

6. Bapak Gunawan Jadmiko, S.H.,M.H. dan Bapak Deni Ahmad, S.H.,M.H. selaku Pembahas I dan Pembahas II yang telah memberikan saran dan kritik yang sangat berarti buat penulisan skripsi ini.

7. Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tak bisa disebutkan satu persatu, atas bimbingan dan pengajarannya selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Mbak Sri, Mbak Yanti, atas bantuan selama penyusunan skripsi ini.

9. Seluruh Karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis dalam proses akademis dan kemahsiswaan.

10. Bapak Ahmad Baharuddin Naim, S.H., M.H. (Hakim Pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang), Bapak H. Herman Hazboellah, S.H.,M.M. (Kepala Badan Pengeloaan Keuangan Daerah Kabupaten Lampung Tengah), Ibu Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.H. (Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung) terima kasih atas keterangan, data-datanya maupun wawancarannya untuk pembahasan didalam skripsi aku ini.

11. Ayah dan Ibu, Adikku Yazid yang tak pernah berhenti memberikan cinta

kasih, berdo’a dan sembah sujudnya terhadap ALLAH SWT, untuk

keberhasilan aku, semangat, dukungan serta materi untukku. Yang tak pernah lelah berharap dan menunggu saat-saat indah ini, dan yang tak pernah lelah mendukung dan membesarkan aku hingga selesainya skripsi ini.

12. Sodara-sodaraku, Nanda, Angek, Dilla gambreng, Kangsak, Mang Jali, Mbak Lingga, Yuk Santi. Terima kasih atas doa serta inspirasinya. yang slalu membuatku ceria yang menjadi obat saat aku lelah dan bosan.

13. Prof. Dr. Erwan Efendi, M.S. Terima Kasih telah memberikan dukungan dan support.

14. Sobat-sobatku di Fakultas, Andika, Arsah, Eby, Tara, Irvan, Enaldo, Bery, Adnan serta teman-teman lainnya. Terima Kasih atas pengertian, dukungan, support moril, dan bantuannya.

15. Lugus, Noval, Bang Gunawan Raka, Bang Dodok, Terima Kasih atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.


(14)

17. Almamater-ku tercinta yang sudah memberi banyak wawasan dan pengalaman berharga.

18. Putri Utti. yang telah bersedia menemani dan menghibur serta memberikan dukungan dan motifasi tersendiri saat penulis merasa jenuh hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat,bangsa dan negara, para mahasiswa, pemerhati dan pengguna hukum, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan, dan akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua. Amin

Billahitaufik Walhidayah Wassalamualaikum Wr,Wb.

Bandar Lampung, 20 Agustus 2015 Penulis,


(15)

1

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah korupsi di Indonesia terjadi sejak zaman Hindia Belanda, pada masa pemerintahan Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi. Pemerintah rezim Orde baru dan Orde Reformasi. Pemerintah rezim Orde Baru yang tidak demokratis dan militerisme menumbuhsuburkan terjadinya korupsi di semua aspek kehidupan dan seolah-olah menjadi budaya masyarakat Indonesia.1

Istilah korupsi pertama hadir dalam khasanah hukum Indonesia dalam Peraturan Penguasa Perang Nomor : Prt/Perpu/013/1958 tentang Peraturan Pemberantasan Korupsi. Kemudian, dimasukkan juga dalam Undang-Undang Nomor : 24/Prp/1960 tentang Pengusutan Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi yang kemudian sejak tanggal 16 Agustus 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi digantikan oleh Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan kemudian di ubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.2

Korupsi berasal dari bahasa Latin Corruptio atau Corruptus, yang kemudian diadobsi oleh banyak bahasa di Eropa, misalnya di Inggris dan Perancis

1

Eddy Rifai, 2007.Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,Hal 9.

2


(16)

2

Corruption serta Belanda Corruptie, dan selanjutnya dipakai pula dalam bahasa

Indonesia “Korupsi”. Serta hafiah atau bahasa sehari-hari korupsi berarti: kebusukan, keburukan, ketidak jujuran, dapat disuap. Dalam kaidah bahasa

menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan Perwadarminta “Korupsi” diartikan sebagai : “perbuatan yang buruk seperti: penggelapan uang, penerimaan

uang sogokan, dan sebagainya”. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia “Korupsi” diartikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang

Negara untuk keuntungan pribadi atau orang lain.3

Tindak pidana korupsi telah berakibat pada disharmoni dan disintegrasi bangsa, baik berdasarkan kelompok atau golongan atau berdasarkan etnis dan semakin lebarnya jurang perbedaan sosial ekonomi antara berbagai lapisan masyarakat. Akibat lain yang ditimbulkan dari suatu tindak pidana korupsi adalah ketidakstabilan pemerintahan, terjadinya revolusi sosial dan menimbulkan ketimpangan sosial budaya, dalam sektor kelembagaan juga korupsi dapat berakibat pada tidak efisiennya pelayanan pemerintah kepada masyarakat, ketidakadilan dalam kehidupan bernegara, terjadinya pemborosan sumber-sumber kekayaan negara, rakyat tidak mempercayai pemerintah dan terjadinya ketidakstabilan politik.

Korupsi di Indonesia sudah merupakan kejahatan yang sangat luar biasa (extra ordinary crimes) sehingga tuntutan ketersediaan perangkat hukum yang sangat luar biasa dan canggih serta kelembagaan yang menangani korupsi tersebut tidak dapat dielakkan lagi. Korupsi harus dicegah dan dibasmi dari tanah air karena

3


(17)

3

korupsi sudah terbukti sangat menyengsarakan rakyat bahkan sudah merupakan pelanggaran hak-hak ekonomi dan sosial rakyat Indonesia.

Masyarakat kini sudah skeptis dan bersikap sinis terhadap setiap usaha pemberantasan korupsi yang kini yang kini sedang ditegakkan oleh pemerintah karena masyarakat sampai saat ini belum melihat contoh yang baik dari para pemimpin pemerintahan dan kelompok elit politik dalam menyikapi pemberantasan korupsi yang dimulai dari pemerintahan sendiri. Pengalaman pemberantasan korupsi di Indonesia menunjukkan kegagalan demi kegagalan lebih sering terjadi terutama terhadap koruptor kelas kakap dibandingkan dengan koruptor kelas teri.

Kegagalan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat pada strata rendah selalu menjadi korban dari ketidak adilan dari penegakan hukum, dan keadaan yang sangat diskriminatif yang sangat menyakitkan perasaan keadilan masyarakat luas yang dalam keadaan kurang dan tidak mampu. Persoalan pemberantasan korupsi di Indonesia bukanlah hanya persoalan hukum dan penegakan hukum semata-mata melainkan persoalan sosial yang sangat parah dan sama parahnya dengan persoalan hukum sehingga wajib dibenahi secara bersamaan. Korupsi juga merupakan persoalan yang mengakibatkan tidak adanya pemerataan kesejahteraan dan merupakan persoalan psikologi sosial karena korupsi merupakan penyakit sosial yang sangat sulit disembuhkan.4

Fenomena korupsi sudah merupakan akibat dari sistem penyelenggaraan pemerintahan yang tidak tertera secara tertib dan tidak terawasi secara baik karena

4


(18)

4

landasan hukum yang dipergunakan juga mengandung banyak kelemahan-kelemahan dalam implementasinya. Didukung oleh sistem chek and balances

yang lemah di antara ketiga kekuasaan (Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman) maka korupsi sudah melembaga dan mendekati suatu budaya yang hampir sulit dihapuskan. Hampir seluruh anggota masyarakat tidak dapat menghindari diri dari kewajiban memberikan upeti manakala berhadapan dengan pejabat pemerintahan terutama dibidang pelayanan publik. Tampaknya tidak memberikan suatu hadiah adalah merupakan dosa bagi mereka yang berkepentingan dengan urusan pemerintahan.5

Bertitiktolak dari uraian di atas, bahwa pemberantasan korupsi bukanlah perkara yang mudah dan segera dapat diatasi karena sistem penyelenggaraan pemerintah yang tidak transparansi dan mengedepankan kerahasiaan dan ketertutupan dengan menipiskan akuntabilitas publik dan mengedepankan pertanggungjawaban vertikal yang dilandaskan pada primordialisme yang menggunakan sistem rekrutmen, mutasi dan promosi atas dasar perkawanan baik berdasrkan kepada kesamaan etnis, latar belakang politik, atau politik balas jasa. Keadaan ini semakin dipersulit lagi dan hampir merupakan keputusan manakala kita menyaksikan pula aparatur penegak hukum dari hulu ke hilir menyaksikan pula aparatur penegak hukum itu sendiri.

5

Romli Atmasasmita, 2004.Sekitar Masalah Korupsi Aspek Nasional dan Aspek Internasional, Hal 5.


(19)

5

Dampak atau akibat dari tindak korupsi ini, juga digambarkan secara baik oleh Syahrul Mustofa, dalam 3 (tiga) kategori, yakni: politik, sosial-budaya, dan ekonomi.6

Secara politik, tindak pidana korupsi juga mengakibatkan rusaknya tatanan demokrasi dalam kehidupan bernegara, Karena: Pertama, prinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, tidak akan terjadi sebab kekuasaan dan hasil-hasil pembangunan lebih banyak dinikmati oleh para koruptor. Kedua, posisi pejabat dalam struktur pemerintahan diduduki oleh orang-orang yang tidak jujur, tidak potensial dan tidak bertanggungjawab. Hal ini disebabkan karena proses penyeleksian pejabat tidak melalui mekanisme yang benar, yakni uji kelayakan (fit and propper test), tetapi lebih dipengaruhi oleh politik uang (money politic) dan kedekatan hubugan (patront client). Ketiga, proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga proses pembangunan berkelanjutan terhambat.

Dampak korupsi dari aspek sosial diantaranya: Pertama, pada tingkat yang sudah sangat sistematis, sebagian besar masyarakat tidak lagi menghiraukan aspek profesionalisme dan kejujuran. Hal ini disebabkan karena semua persoalan diyakini bisa diselesaikan dengan uang sogokan. Kedua, Korupsi mendidik masyarakat untuk menggunakan cara-cara tidak bermoral dan melawan hukum untuk mencapai segala keinginannya.

Ditinjau dari aspek ekonomi, dampak dari suatu tindak korupsi contohnya: Pendanaan untuk petani, usaha kecil tidak sampai ke tangan masyarakat. Kondisi

6


(20)

6

seperti ini dapat menghambat pembangunan ekonomi rakyat, harga barang menjadi lebih mahal.

Korupsi pada saat ini banyak terjadi di tingkat pemerintahan daerah, salah satu di pemerintahan Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung, yaitu dengan Terdakwa H. Herman Hazboellah, S.H., M.M. bin H. Hazboellah dalam perkara tindak pidana korupsi penyaluran Dana Bantuan Sosial Kabupaten Lampung Tengah.

Bahwa pada tanggal 21 Juni 2007 Terdakwa Hi. Herman Hazboellah, S.H., M.M. diangkat sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Lampung Tengah berdasarkan Keputusan Bupati Lampung Tengah Andi Ahmad Sampurna Jaya Nomor 821.22/079/LTD.4/2007 tentang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah. Dalam kurun waktu Juni hingga Agustus 2007 Bupati Lampung Tengah menerima, menyetujui dan memutuskan besarnya jumlah bantuan sosial atas 20 (dua puluh) proposal pengajuan Bantuan Sosial dengan total Rp. 505.000.000,-(lima ratus lima juta rupiah) Dana Bantuan Sosial tersebut oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah tidak di serahkan kepada penerima Bantuan Sosial tersebut dan berakibat merugikan keuangan Negara sebesar Rp. 505.000.000,-(lima ratus lima juta rupiah) sehingga dituntut 6 (enam) Tahun 6 (enam) Bulan oleh Jaksa Penuntu Umum karena terbukti melanggar Pasal 2 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


(21)

7

yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberastasan Tindak Pidana Korupsi.

Terdakwa merupakan residivis, yang pernah tersangkut dalam kasus tindak pidana korupsi pemindahan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lampung Tengah di Bank Tripanca, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 28.000.000.000,00 (dua puluh delapan miliyar rupiah). Berdasarkan Putusan Nomor: 1741/Pid/B/2009/PN. TK, dijatuhan pidana selama 7 (tujuh) tahun penjara dan denda Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), sedangkan dalam tingkat banding berdasarkan Putusan Nomor: 60/Pid/2010/PT. TK, dijatuhkan pidana selama 2 (dua) tahun penjara dan denda Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Kepala Badan Pengelolaan Daerah Kabupaten Lampung Tengah menyalurkan dana bantuan sosial yang bukan pada tempatnya, pengalihan dana bantuan sosial tidak sesuai dengan semestinya, apalagi digunakan untuk keperluan pribadi dan memperkaya diri sendiri dan ternyata uang itu bersal dari uang Negara maka perbutan tersebut merupakan korupsi.

Seiring dengan hal tersebut di atas bahwa tindak pidana korupsi tidak lagi merupakan masalah lokal, akan tetapi merupakan fenomena trans nasional yang mempengaruhi seluruh masyarakat dan perekonomian sehingga penting adanya kerjasama internasioanal untuk pencegahan dan pemberantasannya termasuk pemulihan atau pengembalian aset-aset hasil tindak pidana korupsi.


(22)

8

Dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka pemerintah bersama-sama masyarakat mengambil langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi secara sistematis dan berkesinambungan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka Penulis tertarik untuk mengkaji Tindak Pidana Korupsi dan Pertanggungjawaban yang dituangkan dalam Skripsi yang diberi judul : “ Analisis Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korupsi Penyaluran Dana Bantuan Sosial Oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Di Kabupaten Lampung Tengah (Studi Putusan Pidana Nomor: 12/Pid.TPK/2014/Pengadilan Negeri Tanjung Karang)”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain:

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana Korupsi Penyaluran Dana Bantuan Sosial di Kabupaten Lampung Tengah? b. Bagaimanakah dasar pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara


(23)

9

2. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka ruang lingkup bahasan dalam penelitian pada putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang terhadap perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Lampung Tengah. Adapun ruang lingkup wilayah penelitian yaitu Pengadilan Negeri Tanjung Karang.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui tentang pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Penyaluran Dana Bantuan Sosial di Kabupaten Lampung Tengah.

b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara Korupsi Penyaluran Dana Bantuan Sosial di Kabupaten Lampung Tengah

2. Kegunaaan Penelitian

a. Secara teoritis adalah untuk memberikan tambahan bahan kepustakaan di bidang ilmu hukum khususnya menyangkut materi Hukum Pidana tentang pertanggungjawaban pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Penyaluran Dana Bantuan Sosial di Kabupaten Lampung Tengah.


(24)

10

b. Secara praktis diharapkan dengan penulisan ini dapat dijadikan sebagai acuan atau sumber bagi para pembaca ataupun aparat penegak hukum guna mengetahui lebih jauh menganai pertanggungjawaban tindak pidana korupsi oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Lampung Tengah.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenar-benarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan untuk penelitian.7

Pertanggungjawaban adalah suatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan. Suatu perbuatan tercela yang dilakukan oleh masyarakat dan itu dipertanggungjawabkan pada si pembuat. Untuk adanya pertangungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dapat dipertanggungjawabkan. ini berarti harus dipastikan dahulu yang dinyatakan sebagai pelaku suatu tindak pidana. Tentunya tergantung pada kebijaksanaan pihak yang berkepentingan untuk memutuskan apakah itu dirasa perlu atau tidak perlu menuntut pertanggungjawaban tersebut.8

7

Soerjono Soekanto, 1986.Pengantar Penelitian Hukum,Hal 123.

8


(25)

11

Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan pada sipembuatnya atas perbuatan yang dilakukan. Dengan mempertanggung jawabkan perbuatan yang tercela itu pada sipembuatnya juga di cela ataukah sipembuatnya tidak di cela. Pada hal yang pertama maka sipembuatnya tentu dipidana, sedangkan dalam hal yang kedua sipembuatnya tentu tidak dipidana.9

Suatu perbuatan melawan hukum belum cukup untuk menjatuhkan hukuman. Di samping melawan perbuatan melawan hukum harus ada seseorang pembuat (dader) yang bertanggungjawab atas perbuatannya. Pembuat (dader) harus ada unsur kesalahan (schuldhebben), bersalah itu adalah pertanggunjawaban dan harus ada dua unsur yang sebelumnnya harus dipenuhi:

a. Suatu perbuatan yang melawan hukum (unsur melawan hukum)

b. Seorang pembuat atau pelaku yang di anggap mampu bertanggungjawab atas perbuatannya (unsur kesalahan)

Kesalahan dalam arti seluas-luasnya, dapat di samakan dengan pengertian pertanggungjawaban pidana. Di dalamnya terkandung makna dapat di celanya si pembuatnya. Jadi, apabila di katakan bahwa orang itu bersalah melakukan sesuatu tindak pidana, maka itu berarti bahwa ia dapat de cela atas perbuatannya.10

Masalah ini menyangkut tindak pidana yang pada umumnya telah dirumuskan oleh sipembuat undang-undang untuk tindak pidana yang bersangkutan kenyataannya memastikan siapa sipembuatnya tidaklah mudah karena untuk

9

Ruslan Saleh,1982.Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana,Hal 75-76.

10


(26)

12

menentukan siapakah yang bersalah harus sesuai dengan proses yang ada yaitu sistem peradilan agama.

Tanggungjawab itu selalu ada, meskipun belum pasti dituntut oleh pihak yang berkepentingan, jika pelaksanaan peranan yang telah berjalan itu ternyata tidak mencapai tujuan atau persyaratan yang di inginkan. Demikian pula halnya dengan masalah terjadinya pembuatan pidana atau delik.

Dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, E.Y. Kanten dan S.R. Sianturi menjelaskan unsur mampu bertanggungjawab mencakup:

a. Keadaan jiwanya:

1. Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara

(temporair);

2. Tidak cacat dalam pertumbuhan (gagu, idiot, imbecile, dan sebagainya), dan

3. Tidak terganggu karena terkejut, amarah yang meluap, pengaruh bawah sadar atau reflexe bewenging, melindur atau slaapwandel,

mengganggung karena demam atau koorts, nyidam dan lain sebagainya. Dengan perkataan lain dia dalam keadaan sadar.

b. Kemampuan jiwanya:


(27)

13

2. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak; dan

3. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.

Menurut Ruslan Saleh11, tidaklah ada gunanya untuk mempertanggungjawabkan Terdakwa atas perbuatannya apabila perbuatannya itu sendiri tidak bersifat melawan hukum, maka lebih lanjut dapat pula dikatakan bahwa terlebih dahulu harus ada kepastian tentang adanya perbuatan pidana, dan kemudian semua unsur-unsur kesalahan harus di hubungkan pula dengan perbuatan pidana yang di lakukan, sehingga untuk adanya kesalahan yang mengakibatkan di pidananya terdakwa, maka terdakwa haruslah:

a. Melakukan perbuatan pidana; b. Mampu beranggung jawab;

c. Dengan kesengajaan atau ke alpaan, dan d. Tidak adanya alasan pemaaf.

Orang yang dapat dituntut di muka pengadilan dan di jatuhkan pidana haruslah melakuakan tindak pidana dengan kesalahan. Kesalahan ini dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu:

a. Kemampuan bertanggungjawab;

b. Sengaja (dolus/opzet) dan lalai (culpa/alpa);

11


(28)

14

c. Tidak ada alasan pemaaf.12

Pengertian kesalahan sebgai pengertian hukum dapat di ketahui dari beberapa pendapat para sarjana berikut ini:13

a. Mezger:

Kesalahan adalah keseluruhan syarat yang memberi dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap si pembuat tindak pidana.

b. Simons:

Sebagai dasar untuk pertanggungjawaban dalam hukum pidana, ia berupa keadaan dari si pembuat dan hubungannya terhadap perbuatannya, dan dalam arti bahwa berdasarkan keadaan itu perbuatannya dapat di celakan ke pada si pembuat.

c. Pompe:

Pada pelanggaran norma yang dilakukan karena kesalahannya, biasanya sifat melawan hukum itu merupakan segi liarnya. Yang bersifat melawan hukum itu adalah perbuatannya. Segi dalamnya, yang bertalian dengan kehendak si pembuat adalah kesalahan.

Menurut Moeljatno (dalam Tri Andrisman)14, unsur-unsur pertangungjawaban pidana meliputi:

a. Kesalahan;

12

Tri Andrisman, Op.cit, Hal 91.

13

Ibid, Hal 94.

14


(29)

15

b. Kemampuan bertanggung jawab; c. Tidak ada alasan pemaaf. .

Penanganan Tindak Pidana Korupsi memerlukan pemahaman tentang perbuatan-perbuatan terdakwa. Pemahaman ini tidak hanya mencakup perbuatan-perbuatan terdakwa tersebut tetapi juga terhdap aturan-aturan yang terkait dengan perbuatan terdakwa tersebut misalnya pengelolaan keuangan dan atau proyek maka digunakan Keputusan Presiden No. 14 A Tahun 1980.

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (untuk selanjutnya disingkat dengan Undang-Undang Korupsi) menentukan:

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, di pidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Sedangkan dalam Ayat (2) ditentukan bahwa dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan”.

Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (untuk selanjutnya disingkat dengan Undang-Undang Korupsi) menentukan:

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan


(30)

16

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 ( satu ) tahun dan paling lama 20 ( dua Puluh ) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi adalah:

1. Perbuatan seseorang yang merugikan keuangan Negara.

2. Perbuatan tersebut berakibat pada tidak efektifnya roda pemerintahan atau perekonomian suatu Negara.

3. Menjaga agar terjadi suatu pemerintahan yang bersih dan bebas dari Korupsi.

Hakim yang bebas dan tidak memihak telah menjadi ketentuan Universal. Ia menjadi ciri negara hukum. Sistem yang dianut di indonesia pemaksaan di sidang pengadilan yang dipimpin oleh hakim, hakim itu harus aktif bertanya dan memberi kesempatan kepada pihak terdakwa yang diwakili oleh penasehat hukumnya untuk bertanya kepada saksi-saksi, begitu pula kepada Penuntut Umum. Semua itu dengan maksud menemukan kebenaran materil. Hakimlah yang bertanggung jawab atas segala segala yang diptuskannya.

Perihal dasar Pertimbangan hakim atau putusan pengadilan merupakan aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana, dengan demikian dapat dikonsklusikan lebih jauh bahwasanya putusan hakim disatu pihak berguna bagi Terdakwa guna memproleh kepastian hukum tentang statusnya dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah berikutnya terhadap putusan tersebut dalam arti dapat menerima putusan, melakukan upaya hukum verzet, banding, atau kasas,


(31)

17

melakukan grasi, dan sebagainya. Sedangkan pihak lain, apabila ditelaah melalui visi hakim yang mengadili perkara, putusan hakim adalah mahkota dan puncak pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran hakiki, hak asasi manusia, penguasaan hukum atau fakta secara mapan, mumpuni, dan faktual, serta visualisasi etika, mentalitas, dan moralitas dari hakim yang bersangkutan.15

Pertimbangan-pertimbangan yuridis terhadap tindak pidana yang didakwakan merupakan konteks penting dalam putusan hakim. Hakikatnya, pada pertimbangan yuridis merupakan pembuktian unsusr-unsur (bestenddelen) dari suatu tindak pidana apakah perbuatan terdakwa tersebut telah memenuhi dan sesuai dengan tindak pidana yang didakwakan oleh Jaksa atau Penuntut Umum. Dapat dikatakan lebih jauh bahwasanya dasar pertimbangan-pertimbangan yuridis ini secara langsung akan berpengaruh besar terhadap amar /diktum putusan hakim. 2. Konseptual

Penulis akan menjelaskan pengertian-pengertian pokok yang akan digunakan dalam penulisan dan penelitian ini sehingga mempunyai batasan-batasan yang tepat tentang istilah-istilah dan maksudnya yang mempunyai tujuan untuk menghindari kesalahpahaman dalam penulisan ini.

Analisis adalah penyelidikan suatu peristiwa karangan, perbuatan, dan sebagainya untuk mengetahi keadaan yang sebenarnya, sebap musabap,duduk perkaranya, dan sebagainya.16

15

Lilik Mulyadi, 2007.Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana,Hal 119.

16


(32)

18

Pertanggungjawaban adalah kemampuan bertanggungjawab seseorang terhadap kesalahan. Seseorang telah melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbutan yang dilarang oleh undang-undang dan tidak dibenarkan oleh masyarakat atau tidak patut menurut pandangan masyarakat.17

Tindak pidana korupsi adalah perbuatan yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.18

E. Sistematika Penulisan

I. PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang penulisan, dari uraian latar belakang ditarik suatu pokok Permasalahan Penelitian dan Ruang Lingkupnya, Tujuan dan Kegunaan dari penulisan, Kerangka Konseptual, dan Sistematika Penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan bab tinjauan pustaka yang merupakan bab pengantar dalam pemahaman pada pengertian-pengertian umum serta pokok bahasan. Dalam uraian bab ini lebih bersifat teoritis yang nantinya digunakan sebagai bahan study perbandingan antara teori yang berlaku dengan kenyataan yang berlaku dalam praktek. Bab ini menguraikan pengertian tentang Bab ini dikemukakan tentang teori pidana dan tindak pidana, dasar hukum tindak pidana korupsi, pengertian

17

Roeslan Saleh, 1962.Stelse Pidana Indonesia,Hal 32.

18


(33)

19

pertanggungjawaban tindak pidana. Korupsi sebagai tindak pidana korupsi, dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan langkah-langkah atau cara yang dilakukan dalam penelitian yang meliputi Pendekatan Masalah, Sumber dan Jenis Data, Pengumpulan dan Pengolahan Data serta Analisa Data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini memuat pembahasan berdasarkan hasil penelitian dari pokok permasalahan tentang Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Penyaluran Dana Bantuan Sosial di Kabupaten Lampung Tengah. V. PENUTUP

Bab ini dibahas mengenai Kesimpulan yang berupa jawaban terhadap permasalahan dari hasil penelitian dan saran dari penulis yang merupakan alternatif penyelesaian permasalahan yang ada, guna perbaikan di masa mendatang.


(34)

20

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana

Menurut Moeljatno, perbuatan pidana (tindak pidana) adalah perbuatan yang dilarang oleh aturan larangan mana yang disertai dengan ancaman (sanksi), yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.

Dari pengertian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang diancam dengan pidana terhadap barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

Untuk adanya tindak pidana harus memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1. Perbuatan manusia;

2. Memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil); 3. Melawan hukum (syarat materiil).

Syarat formil tersebut diatas harus ada, karena asas legalitas yang terhimpun dalam pasal 1 (1) KUHP yang berbunyi:

Tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan. Ketentuan tersebut diatas merupakan dasar pokok dari pada ketentuan hukum


(35)

21

pidana, kentuan itu biasa disebut sebagai asas: “nullum delictum nulla sine previa

lege poenali”.

Reaksi atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu. Dikatakan Simons bahwa strafbaar feititu adalah

“kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan, dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.1

Dapat diancam dengan pidana apabila yang bersangkutan mampu bertanggungjawab terhadap perbuatan yang dilakukannya. Selama ini yang tidak dianggap mampu mempertanggungjawabkan perbuatan pidana adalah orang yang belum dewasa atau di bawah pengampuan akan tetapi perkembangan kejahatan yang begitu pesat memberikan batasan usia kepada anak dibawah umur untuk mendapatkan hukuman atas kejahatan yang dilakukannya.2

B. Pengertian dan Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi

1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Tindak Pidana Korupsi Sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

1

Roeslan Saleh, 1962.Stelse Pidana Indonesi, Hal 68.

2


(36)

22

Tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi, sosial masyarakat secara meluas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasan harus dilakukan secara luar biasa dan untuk menjamin kepastian hukum dan untuk menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak sosial ekonomi masyarakat secara meluas.

Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, Pasal 2 (1)“ setiap orang yang

melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan suatu keuangan negara atau perekonomian negara dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling sedikit 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliyar rupiah)”.

(2) dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dalam ayat (1) dilakukan dalan keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Khusus tindak pidana korupsi, pemberian sanksi pidana bagi pelaku yang melakukan tindak pidana korupsi dikenakan pasal-pasal yang terdapat dalam undang mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi. Adapun undang-undang tindak pidana korupsi yang baru yaitu undang-undang-undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 yang menambah dan merubah undang-undang Nomor 31 tahun 1999 diharapkan dapat berjalan secara efektif dalam penerapan pertanggungjawaban terhadap pelaku tindak pidana korupsi

2. Dasar hukum tindak pidana korupsi

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


(37)

23

Berdasarkan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 (UUPTPK) dinyatakan:

“Agar dapat menjangkau berbagai modus operandi penyimpangan

keuangan negara atau perekonomian negara yang semakin canggih dan rumit, maka tindak pidana yang diatur dalam undang-undang ini dirumuskan sedemikian rupa sehingga meliputi perbuatan-perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi secara

“melawan hukum” dalam pengertian formil dan materiil. Dengan

perumusan tersebut, pengertian melawan hukum dalam tindak pidana korupsi dapat pula mencakup perbuatan-perbuatan tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana”. Selanjutnya, dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUPTPK ditegaskan:

“Yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dalam pasal ini

mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut

dapat dipidana”

Setelah itu dalam Pasal 3 UUPTPK juga dijelaskan bahwa tindak pidana korupsi juga dapat merupakan setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Berdasarkan pengertian korupsi tersebut diatas bahwa jelas perbuatan korupsi merupakan suatu perbuatan yang menimbulkan kerugian keuangan Negara yang dilakukan oleh aparat pemerintah maupun orang lain atau korporasi dengan melawan hukum.


(38)

24

C. Pengertian Pertanggungjawaban Tindak Pidana

Pengertian pertanggungjawan (responsibility) pertanggungjawaban adalah suatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan.

Menurut Roeslan Saleh pertanggungjawaban adalah:

Suatu perbuatan tercela yang dilakukan oleh masyarakat dan itu dipertanggungjawabkan pada si pembuat. Untuk adanya pertangungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dapat dipertanggungjawabkan. ini berarti harus di pastikan dahulu yang dinyatakan sebagai pembuat suatu tindak pidana. Tentunya tergantung pada kebijaksanaan pihak yang berkepentingan untuk memutuskan apakah itu dirasa perlu atau tidak perlu menunutut pertanggungjawaban tersebut.

Masalah ini menyangkut tindak pidana yang pada umumnya telah dirumuskan oleh sipembuat undang-undang untuk tindak pidana yang bersangkutan kenyataannya memastikan siapa si pembuatnya tidaklah mudah karena untuk menentukan siapakah yang bersalah harus sesuai dengan proses yang ada yaitu sistem peradilan agama.

Oleh karena itu tanggungjawab itu selalu ada, meskipun belum pasti di tuntut oleh pihak yang berkepentingan, jika pelaksanaan peranan yang telah berjalan itu ternyata tidak mencapai tujuan atau persyaratan yang di inginkan. Demikian pula halnya dengan masalah terjadinya pembuatan pidana atau delik.


(39)

25

Suatu perbuatan melawan hukum belum cukup untuk menjatuhkan hukuman. Di samping melawan perbuatan melawan hukum harus ada seseorang pembuat (dader) yang bertanggungjawab atas perbuatannya. Pembuat (dader) harus ada unsur kesalahan (schuldhebben), bersalah itu adalah pertanggunjawaban dan harus ada dua unsur yang sebelumnnya harus dipenuhi:

a. Suatu perbuatan yang melawan hukum (unsur melawan hukum)

b. Seorang pembuat atau pelaku yang di anggap mampu bertanggung jawab atas perbuatannya (unsur kesalahan)

Asas legalitas dalam hukum Indonesia menyatakan bahwa seseorang baru dapat dikatakan melakukan perbuatan pidana apabila perbuatannya tersebut telah sesuai dengan rumusan dalam undang-undang hukum pidana meskipun demikian orang tersebut belum tentu dapat dijatuhkna hukuman pidana karena masih harus terus dibuktikan kesalahannya atau apakah dapat di pertanggungjwabkan perbuatan tersebut. Dengan demikian seseorang untuk dapat di jatuhi pidana harus memenuhi unsur-unsur perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidanan dalam hukum pidana.

Pertanggungjawaban menurut hukum pidana adalah kemampuan bertanggungjawab seseorang terhadap kesalahan. Seseorang telah melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbutan yang dilarang oleh undang-undang dan tidak dibenarkan oleh masyarakat atau tidak patut menurut pandangan masyaakat. Melawan hukum dan kesalahan adalah unsur-unsur peristiwa pidana atau perbuatan pidana (delik) antara keduanya terdapat hubungan yang erat.


(40)

26

Demikinalah faktor-faktor yang menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan pertangungjawaban

Dalam hukum pidana dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk hal pertanggungjawaban. Perbuatan pidana hanya menunjuk pada dilaranggnya perbuatan. Apakah orang yang melakukan perbuatan itu kemudian terdapat dipidana tergantung pada soal masalah apakah ia dalam melakukan itu mempunyai kesalahan atau tidak. Apabila orang yang melakukan perbuatan itu memang melakukan kesalahan, maka ia akan dipidana.

Berarti orang yang melakukan tindak pidana akan dikenakan pidana atas perbuatannya Dalam hal ini tidak ada alasan pemaaf yang mana diatur dalam Pasal 44, Pasal 48, 49 (2), KUHP dan tidak adanya alasan pembenar yang mana diatur dalam Pasal 44, 48, 49 (1), 50, 51 KUHP.

Dengan demikian tanggungjawab pidana dapat diartikan sebagai akibat lebih lanjut yang harus ditanggung oleh siapa saja yang telah bersikap tidak selaras dengan hukum maupaun yang bertentangan dengan hukum.

Tanggung jawab pidana adalah akibat lebih lanjut yang harus diterima/ dibayar/ ditanggung oleh seseorang yang melakukan tindak pidana secara langsung atau tidak langsung.

D. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Putusan hakim yang baik, mumpuni, dan sempurna hendaknya putusan tersebut dapat diuji dengan empat kreteria dasar pernyataanya(the 4 way test) berupa:


(41)

27

1. Benarkah putusanku ini?

2. Jujurkah aku dalam mengambil putusan? 3. Adilkah bagi pihak-pihak yang bersangkutan? 4. Bermanfaatkah putusanku ini?3

Praktiknya walaupun telah bertitik tolak dari sifat/ sikap seorang hakim yang baik, kerangka landasan berpikir/ bertindak dan melalui empat buah titik pertanyaan tersebut di atas maka hakim ternyata seorang manusia biasa yang tidak luput dari kelalaian, kekeliruan atau kekhilafan, kekuranghati-hatian, dan kesalahan. Dalam praktek peradilan, ada saja aspek-aspek tertentu yang luput dan kerap kurang diperhatikan hakim dalam membuat keputusan.

Apabila diperinci secara lebih mendalam, insten, dan detail, aspek-aspek yang kerap muncul dan kurang diperhatikan hakim dalam membuat putusan pada praktek peradilan, lazimnya dapat berupa:

1. Kelalaian, dan kekhilafan hakim dalam lingkup hukum acara pidana yang tidak mengakibatkan putusan batal demi hukum, tetapi hanya sekedar

“diperbaiki” oleh pengadilan tinggi/ Mahkamah Agung. Apabila diuraikan lebih jauh, hal ini dapat disebabkan beberapa hal, antara lain, yudex facti

tidak secara teliti dan intens mengindahkan beberapa anasir ketentuan pasal 197 ayat (1) KUHAP,yudex facti tidak mengindahkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) terhadap rumusan atau kualifikasi dari tindak

3


(42)

28

pidana, yudex facti dalam menjatuhkan pidana dirasakan tidak adil dan sesuai dengan perbuatan yang dilakukan terdakwa dan sebagainya.

2. Kelalaian, kekhilafan, dan kesalahan penerapan hukum dan kesalahan menafsirkan unsur-unsur (bestenddelen) dari suatu tindak pidana, baik tindak pidana umum (ius commune) yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun di luar KUHP sebagai hukum pidana khusus.4

Putusan pengadilan negeri dapat dijatuhakan dan diumumkan pada hari itu juga atau pada hari lain yang sebelumnya harus diberitahukan kepada penuntut umum, terdakwa, atau penasehat hukum (Pasal 182 ayat (8) KUHAP) .

Sesudah pemeriksaan dinyatakan ditutup, hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan dan apabila perlu musyawarah itu diadakan setelah terrdakwa, saksi, penasehat hukum, penuntut umum, dan hadir meninggalkan ruangan sidang.

Pelaksanaan pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud diatas, dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan kuhusus untuk keperluan itu dan isi buku tersebut sipatnya rahasia (pasal 192 ayat (7) KUHAP). Dengan tegas dinyatakan bahwa pengambilan keputusan itu didasarkan kepada surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam sidang pengadilan (pasal 191 KUHAP).

4


(43)

29

Ketentuan pasal 50 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yang menyatakan bahwa: “Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tetentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak

tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.”

Pendapat Lilik Mulyadi, dengan visi bahwasanya putusan hakim merupakan mahkota dan puncak dari perkara pidana tentu saja hakim harus juga mempertimbangkan aspek-aspek lainya selain dari aspek yuridis sehingga putusan hakim tersebut lengkap mencerminkan nilai-nilai sosiologis, filosopis dan yuridis. Pada hakikatnya dengan adanya pertimbangan-pertimbangan tersebut diharapkan nantinya dihindari sedikit mungkin putusan hakim menjadi batal demi hukum karena kurangnya pertimbangan hukum.

Lazimnya, dalam praktek peradilan pada putusan hakim sebelum pertimbangan-pertimbangan yuridis dibuktikan dan dipertimbangkan maka hakim terlebih dahulu akan menarik fakta-fakta dalam persidangan yang timbul dan merupakan konklusi kumulatif dari keterangan para saksi, keterangan terdakwa, dan barang bukti yang diajukan dan diperiksa dipersidangan.

Fakta-fakta yang terungkap di tingkat penyidikan hanyalah berlaku sebagai hasil pemeriksaan sementara, sedangkan fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan sidang yang menjadi dasar-dasar pertimbangan bagi putusan pengadilan.5

5


(44)

30

Selanjutnya, setelah fakta-fakta dalam persidangan tersebut diungkapkan, pada putusan hakim kemudian akan dipertimbangkan terhadap unsur-unsur dari tindak pidana yang telah didakwakan oleh jaksa/ penuntut umum dan pleidoi dari terdakwa dan atau penasehat hukumnya.

Menurut Lilik Mulyadi bentuk-bentuk tanggapan dan pertimbangan dari majelis hakim terhadap tuntutan pidana dari jaksa/ penuntut umum dan pleidoi dari terdakwa dan atau penasihat hukumnya, yaitu:6

1. Ada majelis hakim yang menanggapi dan mempertimbangkan secara detail, Terprinci, dan substansial terhadap tuntutan pidana dari jaksa dan pleidoi dari terdakwa dan atau penasihat hukumnya.

2. Ada pula majelis hakim yang menanggapi dan mempertimbangkan secara selintas saja terhadap tindak pidana yang diajukan oleh jaksa dan peidoi dari terdakwa dan atau penasihat hukumnya, lazimnya dalam praktek seringkali dijumpai pertimbangan selintas tersebut dapat berupa, misalnya:

”Menimbang bahwa terhadap pembelaan/ pleidoi dari terdakwa/penasihat hukum karena tidak berdasrkan hukum dan fakta irrelevant untuk

dipertimbangkan”.

3. Ada majelis hakim yang sama sekali tidak menanggapi dan mempertimbangkan terhadap tuntutan pidana yang diajukan oleh jaksa/ penuntut umum dan pleidoi dari terdakwa dan atau penasihat hukumnya. Tahu-tahu dalam pertimbangannya langsung menyatakan perbuatan terdakwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

6


(45)

31

melakukan tindak pidana sesuai dengan surat dakwaan dari Jaksa atau Penuntut Umum.

Hakikatnya dalam pembuktian terhadap pertimbangan-pertimbangan yuridis dari tindak pidana yang didakwakan maka majelis hakim haruslah menguasai aspek teoritik dan praktik, pandangan doktrin, yurisprudensi, dan kasus posisi yang sedang ditangani, kemudian secara limitatif menetapkan putusanya.


(46)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pembahasan terhadap masalah penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Untuk itu diperlukan penelitian yang merupakan suatu rencana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Pendekatan yuridis normatif adalah penelitiandengan cara meneliti bahan pustaka atau sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengedakan penelusuran terhadap peraturan perundang-undangan, teori-teori, dan konsep-konsep yang berhubungan dengan penulisan penelitian ini, secara oprasional penelitian yuridis normatif adalah studi pustaka.

Pendekatan yuridis empiris adalah menelaah hukum sebagai pola perilaku yang diajukan kepada penerapan peraturan hukum yang berkaitan dengan penerapan sanksi pidana terhadap pertanggungjawaban tindak pidana Korupsi Oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah di Kabupaen Lampung Tengah dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Tanjung Karang. Secara operasional penelitian ini dilakukan di lapangan sifat penelitian ini adalah eksplorasi dengan dasar pemikiran mengumpulkan bahan dan data serta melihat fakta-fakta yang ada dalam praktik mengenai pelaksanaanya.


(47)

33

B. Sumber dan Jenis Data

Setiap penilitian yang akan diteliti adalah gejala tertentu dan hasil dari gejala-gejala tersebut biasanya disebut data.1

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data primer adalah yang diperoleh secara langsung dari hasil penelitian lapangan, baik melalui pengamatan atau wawancara dengan para responden, dalam hal ini adalah pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan masalah penulisan skripsi ini.

2. Data sekunder yaitu data diperoleh dengan menelusuri literatur-literatur maupun peraturan-peraturan dan norma-norma yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini. Data sekunder dalam penulisan skripsi ini terdiri dari.

a. Bahan hukum primer, yaitu:

1. Kitab undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

1


(48)

34

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer berupa (Putusan Pidana Nomor: 12/Pid.TPK /2014/PengadilanNegeriTanjungKarang).

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum penunjang yang mencakup bahan memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti : kamus, bibiliogrfi, karya-karya ilmiah, bahan seminar, hasil-hasil penelitian para sarjana dan salah satunya adalah kamus besar Bahasa Indonesia

C. Penentuan Narasumber

Berkaitan dengan permasalahn penelitian, maka data lapangan akan diperoleh dari para narasumber. Narasumber adalah seseorang yang memberikan pendapat atas objek yang diteliti.2 Narasumber ditentukan secara purposive yaitu penunjukan langsung narasumber tidak secara acak untuk mendapatkan data lapangan, dengan anggapan narasumber yang ditunjuk menguasai permasalahn dalam penelitian ini.3 Narasumber tersebut adalah :

1. Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 1 orang 2. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakulstas Hukum Unila : 1 orang

2

Mukti Fajar dan Yulianto, 2010.Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,Hal 175.

3


(49)

35

3. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Lampung Tengah : 1 orang 3 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: a. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan adalah untuk memperoleh data sekunder, yaitu melakukan serangkaian studi dokumentasi, dengan cara membaca, mencatat dan mengutip buku-buku atau referensi yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

b. Studi lapangan

Studi lapangan di lakukan untuk mendapatkan data primer. Adapun cara mengumpulkan data primer dilakukan dengan metode wawancara terpimpin, yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu dan dilakukan secara langsung dengan responden sebelumnya.4

4


(50)

36

2. Pengolahan Data

a. Editing, yaitu data yang diperoleh dari penelitian diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapan, kejelasan dan kebenarannya, sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan:

b. Interpretasi, yaitu menghubungkan, membandingkan dan menguraikan data serta mendeskripsikan data dalam bentuk urian, untuk kemudian ditarik kesimpulan.

c. Sistematissasi data adalah penyusunan data secara sistematis yaitu sesuai dengan pokok bahasan sehingga memudahkan analisis data.

E. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian di atas dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu menggambarkan kenyataan-kenyataan yang ada berdasarkan hasil penelitian dengan menguraikan secara sistematis untuk memperoleh kejelasan dan memudahkan pembahasan. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis data tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan dengan menggunakan metode induktif, yaitu suatu metode penarik data yang di dasarkan pada fakta-fakta yang bersifat khusus untuk kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum guna menjawab permasalahan berdasarkan penelitian yang dilakukan.


(51)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian penulis bagaimana pertanggungjawaban tindak pidana korupsi penyaluran dana bantuan sosial oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah di Kabupaten Lampung Tengah dan dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi penyaluran dana bantuan sosial oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah di kabupaten Lampung Tengah penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertanggungjawaban pidana terhadap kasus tindak pidana korupsi penyaluran dana bantuan sosial yang di jatuhkan oleh Hakim terhadap terdakwa Herman Hazboellah sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang merubah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu adanya unsur perbuatan melawan hukum dan adanya kesalahan dari pelaku dengan menyalah gunakan kewenangannya sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah, sehingga karena perbuatannya itu telah merugikan uang Negara yaitu dalam hal ini adalah keuangan daerah wilayah Kabupaten Lampung Tengah, selain itu juga tidak adanya alasan pemaaf sebagai bukti pembenar.


(52)

58

2. Dasar pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara korupsi penyaluran dana bantuan sosial oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah di Kabupaten Lampung tengah adalah dengan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:

a. Dakwaan atau tuntutan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum merupakan dasar pertimbangan Hakim sebelum menjatuhkan pidana terhadap pelaku tundak pidana korupsi, sehingga putusan Hakim tidak pernah terlalu menyimpang dari dakwaan atau tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

b. Adanya pertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan bagi terdakwa dan yang meringankan bagi Terdakwa, dimana dalam perkara korupsi ini hal yang memberatkan bagi Terdakwa lebih dominan.

B. Saran

1. Aparat pengak hukum harus berani menuntut para Terdakwa korupsi dengan hukuman yang maksimal sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku serta orang-orang yang akan melakukan korupsi.

2. Pemerintah harus lebih jeli dan cermat dalam mengalikasikan dana bantuan sosial kepada para penerima dana bantuan sosial, dengan cara malakukan pengawasan atau monitoring setiap bantuan yang dikucurkan.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri. 2010. Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP, Universitas Lampung, Bandar Lampung.

_____________2011.Hukum Pidana, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Atmasasmita, Romli, 2004.Sekitar Masalah Korupsi Aspek Nasioanl dan Aspek

Internasional,Mandar Maju, Bandung.

Fajar, Mukti dan Ahmad, Yulianto. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,Pustaka pelajar, Yogyakarta

Husein.Harun M, 2005.Surat Dakwaaan, Sinar Grafika. Jakarta.

Marpaung, Laden. 1992.Tindak Pidana Korupsi Masalah dan Pemecahannya,

Sinar Grafika, Jakarta.

Moeljatno.1983.MetodePenelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta. _________2002. Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Muladi dan Barda Nawawi Arief.2005. Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung .

Muladi. 2005.Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung

Mulyadi, Lilik. 2007.Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana: Teori Praktik, Teknik Penyusunan, Dan permasalahanya, Citra Aditya Bakti. Bandung. Muhamad, Abdulkadir, 2004,Hukum dan Plenilitian Hukum, Citra Aditya Bakti.

Bandung.

Mustofa, Syahrul.2003.Korupsi politik dan Ekonomi,Ghalia Indonesia,Yogyakarta.

Prinst, Darwin. 2002. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT.Citra Aditia Bakti, Bandung.

Rifai, Eddy. 2007. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,Program Pascasarjana Program Studi Megister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bandar Lampung.


(54)

Saleh, Roeslan.1962.Stelsel Pidana Indonesia, Yayasan Badan , Gajah Mada, Yogyakarta.

_____________1981. Beberapa Asas-Asas Hukum Pidana dalam Perseftif,

Aksara Baru, Jakarta.

_____________1982. Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana,

Ghalia Indonesia, Jakarta.

Simons .2002.Hukum Pidana,Aditya Bhakti. Jakarta.

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1989. Metode Penelitian Hukum,

LP3ES, Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1986.Pengantar Penilitian Hukum, Universitas Indonesia. Press. Jakarta.

Sudarto. 1986.Hukum dan Hukum Pidana,Alumni, Bandung.

_______ 1990. Hukum Pidana, Yayasan Sudarto Fakultas hukum Universitas Dipenegoro, Semarang.


(1)

3. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Lampung Tengah : 1 orang 3 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: a. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan adalah untuk memperoleh data sekunder, yaitu melakukan serangkaian studi dokumentasi, dengan cara membaca, mencatat dan mengutip buku-buku atau referensi yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

b. Studi lapangan

Studi lapangan di lakukan untuk mendapatkan data primer. Adapun cara mengumpulkan data primer dilakukan dengan metode wawancara terpimpin, yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu dan dilakukan secara langsung dengan responden sebelumnya.4

4


(2)

36

2. Pengolahan Data

a. Editing, yaitu data yang diperoleh dari penelitian diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapan, kejelasan dan kebenarannya, sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan:

b. Interpretasi, yaitu menghubungkan, membandingkan dan menguraikan data serta mendeskripsikan data dalam bentuk urian, untuk kemudian ditarik kesimpulan.

c. Sistematissasi data adalah penyusunan data secara sistematis yaitu sesuai dengan pokok bahasan sehingga memudahkan analisis data.

E. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian di atas dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu menggambarkan kenyataan-kenyataan yang ada berdasarkan hasil penelitian dengan menguraikan secara sistematis untuk memperoleh kejelasan dan memudahkan pembahasan. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis data tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan dengan menggunakan metode induktif, yaitu suatu metode penarik data yang di dasarkan pada fakta-fakta yang bersifat khusus untuk kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum guna menjawab permasalahan berdasarkan penelitian yang dilakukan.


(3)

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian penulis bagaimana pertanggungjawaban tindak pidana korupsi penyaluran dana bantuan sosial oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah di Kabupaten Lampung Tengah dan dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi penyaluran dana bantuan sosial oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah di kabupaten Lampung Tengah penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertanggungjawaban pidana terhadap kasus tindak pidana korupsi penyaluran dana bantuan sosial yang di jatuhkan oleh Hakim terhadap terdakwa Herman Hazboellah sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang merubah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu adanya unsur perbuatan melawan hukum dan adanya kesalahan dari pelaku dengan menyalah gunakan kewenangannya sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah, sehingga karena perbuatannya itu telah merugikan uang Negara yaitu dalam hal ini adalah keuangan daerah wilayah Kabupaten Lampung Tengah, selain itu juga tidak adanya alasan pemaaf sebagai bukti pembenar.


(4)

58

2. Dasar pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara korupsi penyaluran dana bantuan sosial oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah di Kabupaten Lampung tengah adalah dengan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:

a. Dakwaan atau tuntutan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum merupakan dasar pertimbangan Hakim sebelum menjatuhkan pidana terhadap pelaku tundak pidana korupsi, sehingga putusan Hakim tidak pernah terlalu menyimpang dari dakwaan atau tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

b. Adanya pertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan bagi terdakwa dan yang meringankan bagi Terdakwa, dimana dalam perkara korupsi ini hal yang memberatkan bagi Terdakwa lebih dominan.

B. Saran

1. Aparat pengak hukum harus berani menuntut para Terdakwa korupsi dengan hukuman yang maksimal sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku serta orang-orang yang akan melakukan korupsi.

2. Pemerintah harus lebih jeli dan cermat dalam mengalikasikan dana bantuan sosial kepada para penerima dana bantuan sosial, dengan cara malakukan pengawasan atau monitoring setiap bantuan yang dikucurkan.


(5)

Andrisman, Tri. 2010. Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP, Universitas Lampung, Bandar Lampung.

_____________2011.Hukum Pidana, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Atmasasmita, Romli, 2004.Sekitar Masalah Korupsi Aspek Nasioanl dan Aspek

Internasional,Mandar Maju, Bandung.

Fajar, Mukti dan Ahmad, Yulianto. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,Pustaka pelajar, Yogyakarta

Husein.Harun M, 2005.Surat Dakwaaan, Sinar Grafika. Jakarta.

Marpaung, Laden. 1992.Tindak Pidana Korupsi Masalah dan Pemecahannya,

Sinar Grafika, Jakarta.

Moeljatno.1983.MetodePenelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta. _________2002. Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Muladi dan Barda Nawawi Arief.2005. Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung .

Muladi. 2005.Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung

Mulyadi, Lilik. 2007.Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana: Teori Praktik, Teknik Penyusunan, Dan permasalahanya, Citra Aditya Bakti. Bandung. Muhamad, Abdulkadir, 2004,Hukum dan Plenilitian Hukum, Citra Aditya Bakti.

Bandung.

Mustofa, Syahrul.2003.Korupsi politik dan Ekonomi,Ghalia Indonesia,Yogyakarta.

Prinst, Darwin. 2002. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT.Citra Aditia Bakti, Bandung.

Rifai, Eddy. 2007. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,Program Pascasarjana Program Studi Megister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bandar Lampung.


(6)

Saleh, Roeslan.1962.Stelsel Pidana Indonesia, Yayasan Badan , Gajah Mada, Yogyakarta.

_____________1981. Beberapa Asas-Asas Hukum Pidana dalam Perseftif,

Aksara Baru, Jakarta.

_____________1982. Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana,

Ghalia Indonesia, Jakarta.

Simons .2002.Hukum Pidana,Aditya Bhakti. Jakarta.

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1989. Metode Penelitian Hukum,

LP3ES, Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1986.Pengantar Penilitian Hukum, Universitas Indonesia. Press. Jakarta.

Sudarto. 1986.Hukum dan Hukum Pidana,Alumni, Bandung.

_______ 1990. Hukum Pidana, Yayasan Sudarto Fakultas hukum Universitas Dipenegoro, Semarang.


Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS MENGENAI UNSUR MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KEPALA SUB BAGIAN TATA USAHA DI PROVINSI MALUKU (Putusan Nomor : 07/PID.SUS/2012/PN.AB)

0 9 17

ANALISIS YURIDIS PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI DANA ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN BANYUWANGI (Studi Putusan Nomor 824/Pid. B/2007/PN. Bwi)

0 6 93

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI ANGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) LAMPUNG TIMUR ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor 22/Pid/TPK/2011/PN.TK )

0 14 53

ANALISIS PERTANGGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOPERASI SINDANG JAYA DI LAMPUNG BARAT (Studi Putusan Nomor: 99/Pidana B/2006/PN. LW)

0 3 26

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No.06/PID.TPK/2011/PN.TK )

0 9 60

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ABORSI DI BANDAR LAMPUNG (Studi Putusan PN Nomor 169/PID/B/2009/PNTK)

1 26 59

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KASUS TINDAK PIDANA GRATIFIKASI OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL TULANG BAWANG (Studi Putusan Nomor:02/Pid./TPK/2012/PT.TK.)

0 40 59

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI TENDER PERBAIKAN JALAN (Studi Putusan Nomor : 07/PID.TPK/2011/PN.TK)

0 4 49

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DANA TILANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (Studi Putusan Nomor: 32/Pid.TPK/2014/PN.TJK)

0 9 53

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENYALURAN DANA BANTUAN SOSIAL OLEH KEPALA BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (Studi Putusan Nomor : 12/Pid.TPK/2014/PN.TK)

0 4 54