30 pengajaran perempuan, ketika di saat yang sama Markus dan Yohanes menempatkan
perempuan dalam level setara dengan laki-laki sebagai saksi Kristus Yohanes 4: 1 – 42; I
Timoteus 2:11 – 15.
49
Pembicaraan tentang perempuan sebagai imam-imam dalam PB tidak dicatat sebab model pelayanan dan kepemimpinan tidak ada pada masa itu. Keimaman yang rajani
diberikan kepada semua anggota, yang hidup melalui anugerah Allah, yang telah menerima baptisan dalam kematian Kristus I Petrus 2: 9. Baptisan sebagai tanda
panggilan Kristus untuk melayani bagi keduanya laki-laki dan perempuan.
50
Martin Luther
51
berpendapat mengenai hal yang sama bahwa semua orang Kristen tanpa terkecuali benar-benar dan sungguh-sungguh termasuk golongan rohaniawan,
dan tidak ada perbedaan di antara mereka kecuali pekerjaan mereka yang berlainan dan semuanya sungguh-sungguh imam. Pemahaman ini juga peluang bagi perempuan
diterima sebagai pemimpin dalam masyarakat dan Gereja, sebab posisi kepemimpinan diberikan kepada semua untuk melayani Allah dan sesama.
3. Kemitraan laki-laki dan perempuan
Kata koinonia partnership dan kata yang berhubungan koinonos partner dan koinoneo berpartisipasi berasal dari akar kata koinos bersama. Kata ini sering muncul
dalam surat-surat
Paulus yang
senantiasa berhubungan
langsung dengan
49
Letty M. Russel, Church in ..., 61.
50
Ibid.
51
Th. Van den End, Harta dalam Bejana, Jakarta, BPK-Gunung Mulia, 1987, 176.
31 keberagamaan. Kata itu mengandung arti partisipasi orang-orang percaya dalam Kristus,
dalam berkat Kristus, dan dalam persekutuan Kristen.
52
Menurut Russel,
53
kemitraan dapat berlangsung ketika ada relasi baru dalam sejarah hubungan dengan Yesus Kristus yang membebaskan kita kepada yang lainnya
dimana terdapat komitmen berkelanjutan dan perjuangan bersama dalam interaksi dengan konteks komunitas yang lebih luas.
Selanjutnya dijelaskan bahwa kemitraan berkembang dalam pertumbuhan relasi ketergantungan dalam Tuhan, antar pribadi-pribadi, dan dengan ciptaan lain sehingga
seluruhnya secara konstan berinteraksi dengan komunitas pribadi-pribadi, struktur sosial, nilai-nilai dan keyakinan yang lebih luas akan saling mendukung dan
mengoreksi.
54
Lebih lanjut dikemukakan, bagi perempuan Kristen pengalaman kebebasan baru mengarahkan tanggungjawab baru. Roh kebebasan itu membawa serta perempuan
untuk bertindak dalam pelayanan dan melayani kepada dunia yang sedang mengerang.
55
Itu berarti perempuan dibebaskan untuk melayani kepada yang lain. Intervensi Allah dalam sejarah manusia merupakan pencapaian pesan kemitraan
perempuan dan laki-laki sehingga pada gilirannya mereka dapat belajar bagaimana untuk hidup sebagai mitra dengan yang lain.
52
F. Hau k, Koi os Theologi al Di tio ary of New Testa e t, Vol. III, Westminster B. Eerdmans Publishing Co, 1964
– 1976, 804 – 809.
53
Letty M. Russel, Growth in Partnership, Philadelphia, The Westminister Press, 1981, 28.
54
Ibid, 29.
55
Letty M. Russel, Human Liberation in a Feminist Perspective a Theology, Philadelphia, The Westminster Press, 1977, 30.
32 Dengan tegas Russel menjelaskan bahwa melayani diakonia adalah bentuk yang
penting dalam gereja dan dunia saat ini dikarenakan:
56
a. Pengharapan baru dari kebebasan dan implikasi sosialnya yang telah
memengaruhi hati dan pikiran banyak orang. b.
Tuntutan lainnya bahwa mereka menemukan pengalaman kebebasan sendiri dan melepaskan belenggu ketergantungan.
c. Tegak jatuhnya kredibilitas Gereja terletak pada responnya terhadap dunia
yang sedang mengerang. Oleh karena itu ada 3 jenis diakonia yang dapat dilakukan dalam pelayanan
Gereja dan dunia yaitu:
57
1. Diakonia Kuratif adalah pemulihan luka-luka orang-orang yang menjadi
korban kehidupan, menyediakan obat bagi orang sakit, kelaparan dan tunawisma.
2. Diakonia Preventif yang mencoba untuk membatasi perkembangan yang
dapat mengakibatkan pembatasan kebebasan penuh kehidupan, bekerja melalui aksi sosial menyediakan pusat training kejuruan, program
perlindungan korban narkoba, dll. 3.
Diakonia Prospektif yang mencoba untuk membuka situasi untuk realisasi kehidupan masa depan, menolong semua orang yang terbuang dari budaya
dominan dan masyarakat untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat dan atau untuk membentuk kembali masyarakat baru.
56
Letty M. Russel, Human Liberation..., 31.
57
Ibid, 32.
33 Dari uraian di atas dapat disimpulkan Gereja adalah persekutuan orang percaya
kepada Yesus Kristus yang dipanggil ke luar untuk memberitakan Kabar Baik bagi semua ciptaan. Kabar Baik yang dimaksud adalah keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan.
Namun kenyataannya peran perempuan dalam Gereja menghadapi hambatan karena adanya rintangan yang disebabkan pandangan teologis dan budaya serta hal praktis
sebagaimana disebutkan di atas yang mengakar kuat dalam Gereja dan bukan tidak mungkin hal itu juga yang membatasi perempuan sebagai pemimpin Gereja.
Gereja adalah pelaku keadilan sehingga pemahaman-pemahaman yang berkembang tentang posisi perempuan sebagai warga kelas dua, sudah selayaknyalah
ditinjau kembali dengan pemahaman bahwa manusia, laki-laki dan perempuan adalah gambar Allah dan di dalam Kristus kita adalah satu.
Kepemimpinan Gereja menjadi tanggungjawab bersama karena semua orang adalah imam sebagaimana dipahami dalam I Petrus 2: 9. Imamat am orang percaya
memberikan pemahaman bahwa siapa saja, baik laki-laki atau perempuan memiliki tanggungjawab yang sama karena itulah dia disebut dan boleh menjadi pemimpin.
Untuk itulah perempuan dan laki-laki terpanggil secara bersama-sama dan bekerjasama dalam Gereja mewujudkan kesetaraan dan keadilan sehingga keduanya memiliki posisi
yang setara.
B. Teori Feminisme dan Jender