BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan yang terbesar di dunia. Predikat ini jelas menjadi kebanggaan dan kekuatan tersendiri bagi Indonesia secara verbal. Negara
Indonesia secara umum terbagi atas 5 pulau besar, diantaranya yaitu pulau Sumatera, pulau Jawa, pulau Irian, pulau Sulawesi dan pulau Kalimantan. Bila dilihat dari segi
sumber daya alam, Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar, dan salah satunya adalah hutan.
Pada dasarnya, hutan merupakan salah satu bentuk tata guna lahan yang lazim dijumpai didaerah tropis, subtropis, didataran rendah maupun pegunungan, bahkan di
daerah kering sekalipun. Secara umum, hutan didefinisikan sebagai sebuah kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat dan lebat beserta tumbuh-tumbuhan memanjat dengan
aneka ragam jenis yang berperan penting bagi kehidupan dibumi.
1
Secara sederhana ahli kehutanan mengartikan hutan sebagai suatu komunitas biologi yang didominasi oleh
kumpulan pohon-pohonan tanaman keras.
2
1
Arifin Arief, Hutan dan Kehutanan, Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2001, hal 11
2
Ibid, hal 12
Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Hutan merupakan suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau
tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas.
Universitas Sumatera Utara
Bila dilihat dari segi fungsi ataupun manfaat, hutan memiliki fungsi dan manfaat yang bersifat global dan sangat penting bagi kehidupan dibumi. Adapun beberapa fungsi
hutan tersebut diantaranya yaitu
3
1. Sebagai Pelestarian Plasma Nuftah
Plasma nuftah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan dimasa depan, terutama dibidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri.
Pengusaannya merupakan keuntungan komparatif yang sangat besar bagi Indonesia dimasa depan. Oleh karena itu, plasma nuftah perlu terus dilestarikan dan
dikembangkan bersama untuk mempertahankan keanekargaman hayati.
2. Sebagai Penahan dan Penyaring Partikel Padat Dari Udara
Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan, partikel padat yang
tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Partikel yang melayang-layang dipermukaan bumi
sebagian akan terjerap pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan kasar dan sebagian lagi akan terserap masuk ke dalam ruang
stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting. Dengan demikian hutan menyaring udara menjadi lebih bersih dan sehat.
3. Sebagai Penyerap Partikel Timbal
Kendaraan bermotor merupakan sumber utama yang mencemari udara didaerah perkotaan. Diperkirakan, sekitar 60-70 dari partikel timbal diudara perkotaan berasal
3
Karden Eddy Sontang Manik, Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta : Djambatan, 2003, hal 77
Universitas Sumatera Utara
dari kendaraan bermotor. Hutan dengan keanekaragaman tumbuhan yang terkandung didalamnya mempunyai kemampuan menurunkan timbal dari udara tersebut.
4. Dapat Mengurangi Bahaya Hujan Asam
Pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi.
5. Sebagai Penyerap Karbon Dioksida dan Penghasil Oksigen
Hutan merupakan penyerap gas CO
2
yang cukup penting, selain dari fitoplankton, ganggang dan rumput laut di Samudera. Cahaya matahari akan
dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik dihutan kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas
CO
2
6. Dapat Mengatasi Penggenangan Air
dan air menjadi karbohidrat dan oksigen. Dengan demikian proses ini menjadi sangat
bermanfaat bagi manusia dan hewan serta akan mengurangi akibat dari efek rumah kaca. Dilain pihak, proses ini akan menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan
oleh manusia dan hewan.
Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis tanaman yang mempunyai jumlah daun yang banyak, sehingga mempunyai stomata yang
banyak pula.
7. Dapat Mengatasi Intrusi Air Laut dan Abrasi
Hutan berupa formasi hutan mangrove dapat bekerja meredam gempuran ombak dan dapat membantu proses pengendapan lumpur dipantai. Dengan demikian
hutan selain dapat mengurangi bahaya abrasi pantai, juga dapat berperan dalam proses pembentukan daratan.
Universitas Sumatera Utara
8. Sebagai Ameliorasi Iklim
Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada saat siang hari tidak terlalu panas, sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat
karena tajuk pepohonan dapat menahan radiasi balik dari bumi.
9. Pelestarian Air Tanah
Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah dan hanya sedikit yang
menjadi air limpasan. Dengan demikian pelestarian hutan pada daerah air akan dapat membantu mengatasi masalah air dengan kualitas yang baik.
10. Sebagai sumber bahan-bahan produk eksraksi seperti kayu bakar, serat, buah, dan lain-
lain. 11.
Sebagai perlindungan terhadap berbagai jenis flora dan fauna. 12.
Dan sebagai produksi kayu atas dasar system produksi yang lestari.
Definisi hutan menurut pemerintah Indonesia, secara khusus tercantum didalam Undang-Undang UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang menyebutkan
bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang
satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
4
Hutan dalam pengertian pemerintah Indonesia ini memiliki 4 unsur yang menjadi ciri-ciri dari hutan tersebut. Adapun 4 unsur dari ciri-ciri hutan tersebut yaitu : 1 Unsur
4
Pasal 1 ayat 2 UU No.411999 tentang Kehutanan
Universitas Sumatera Utara
lapangan yang cukup minimal ¼ hektar, 2 Unsur pohon kayu, bambu, palem, 3 Unsur lingkungan dan 4 Unsur penetapan pemerintah.
5
1. Jenis hutan berdasarkan statusnya
Dalam UU Nomor 411999 tentang Kehutanan, pemerintah Indonesia membagi hutan menjadi 4 jenis, yaitu berdasarkan : 1 statusnya, 2 fungsinya, 3 tujuan khusus
dan, 4 pengaturan iklim mikro, estetika dan resapan air. Dan adapun penjelasan dan klasifikasi atas jenis-jenis hutan tersebut diatas yaitu :
Jenis hutan berdasarkan statusnya adalah merupakan suatu pembagian hutan yang didasarkan pada status kedudukan antara orang, badan hukum, atau institusi yang
melakukan pengelolaan, pemanfaatan, dan perlindungan terhadap hutan tersebut pasal 5 UU No.411999. Adapun jenis hutan berdasarkan statusnya tersebut, dibagi menjadi dua
yaitu : a.
Hutan Negara yaitu hutan yang tidak dibebani hak-hak atas tanah. Kualifikasi hutan Negara terdiri atas :
- Hutan Adat yaitu hutan Negara yang pengelolaannya diserahkan kepada
masyarakat hukum adat yang sebelumnya disebut juga hutan ulayat. -
Hutan Desa yaitu hutan Negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa.
- Hutan Kemasyarakatan yaitu hutan Negara yang pemanfaatan utamanya
ditujukan untuk memberdayakan masyarakat. b.
Hutan Hak yaitu hutan yang berada pada tanah yang telah di bebani hak atas tanah. Yang disebut dengan hak atas tanah antara lain ; hak milik, hak guna usaha, hak
5
IGM Nurdjana, Korupsi dan Illegal Logging Dalam Sistem Desentralisasi, Yogyakarta : 2005, hal 36
Universitas Sumatera Utara
guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, hak gadai, hak bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa pertanian.
6
2. Jenis hutan berdasarkan fugsinya
Jenis hutan berdasarkan fungsinya merupakan penggolongan hutan yang didasarkan pada penggunaannya pasal 6 dan 7 UU No.411999. Adapun jenis hutan
berdasarkan fungsinya tersebut, dibagi menjadi lima yaitu : a.
Hutan Konservasi yaitu kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya. b.
Hutan Lindung yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. c.
Hutan Produksi yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
d. Hutan Suaka Alam yaitu kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, baik didarat
maupun di perairan, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi
sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. e.
Taman Wisata alam yaitu kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam
3. Jenis hutan berdasarkan tujuan khususnya
6
Penjelasan UU No.411999 tentang Kehutanan, paragraf ke-10
Universitas Sumatera Utara
Jenis hutan berdasarkan tujuan khususnya merupakan penggolongan hutan yang diperuntukkan untuk kepentingan umum seperti; penelitian dan pengembangan,
pendidikan dan latihan, dan religi dan budaya diatur dalam pasal 8 UU No.411999
4. Jenis hutan berdasarkan kepentingan iklim mikro, estetika, dan resapan air
Jenis hutan berdasarkan kepentingan iklim mikro, estetika, dan resapan air merupakan suatu kawasan yang ditetapkan sebagai hutan kota diatur dalam pasal 9 UU
No.411999.
Di dalam hutan Indonesia, hidup berbagai jenis tumbuhan dan hewan yang juga merupakan bagian dari spesies tumbuhan dan hewan yang ada didunia. Adapun
diantaranya yaitu : 38.000 jenis tumbuhan 10 dari jumlah jenis flora di dunia, 515 jenis mamalia 12 dari jumlah jenis mamalia di dunia, 511 jenis reptilia 7,3 dari jumlah
jenis reptil di dunia, 1531 jenis burung 17 dari jumlah total jenis burung di dunia, 270 jenis amphibi, 2827 jenis avertebrata atau hewan tak bertulang belakang.
7
Hutan Indonesia sangat luas, bahkan merupakan hutan yang terluas ketiga didunia setelah Brazil dan Zaire.
8
Berdasarkan data resmi yang pertama kali dipublikasikan oleh Departemen Kehutanan RI pada tahun 1950, bahwa luas hutan Indonesia adalah 162,0 juta
hektar.
9
7
Otto Soemarwoto, Atur Diri Sendiri : Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup, Yogayakarta : Gadjah Mada University Press, 2001, hal 23
8
Karden Eddy Sontang Manik, Op Cit, hal 74
Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah ukuran luas hutan Indonesia tersebut tidak dapat bertahan lama. Dari tahun ke tahun jumlah ukuran luas hutan Indonesia yang
dipublikasikan oleh Departemen Kehutanan RI pada tahun 1950 tersebut terus berkurang dan mengalami penyusutan dan kerusakan dimana keadaan ini sering juga disebut dengan
istilah deforestasi.
9
http:id.wikipedia.orgwikiHutan 3 Maret 2009
Universitas Sumatera Utara
Deforestasi hutan Indonesia ini tampak pada saat tahun 1980 dimana Departemen Kehutanan RI kembali mempublikasikan luas hutan Indonesia tersebut dengan jumlah
yang sangat jauh berkurang yaitu sekitar 142 juta hektar, lalu pada tahun 1992, dipublikasikan lagi dengan jumlah ukuran yang terus berkurang yaitu hanya tinggal sekitar
118,7 juta hektar, lalu pada tahun 1995 luas hutan Indonesia dipublikasikan lagi oleh Departemen Kehutanan RI yaitu hanya tinggal 111,7 juta hektar, lalu pada tahun 2003,
ukuran luas hutan Indonesia tersebut kembali dipublikasikan oleh Departemen Kehutanan RI yaitu hanya tinggal sekitar 110,0 juta, dan publikasi terakhir oleh Departemen
Kehutanan RI, dilakukan pada tahun 2005 yaitu luas hutan Indonesia hanya tinggal 93,92 juta hektar.
10
Adapun kawasan hutan Indonesia yang mencapai 93,92 juta hektar yang dipublikasikan pada tahun 2005 tersebut terbagi diberbagai wilayah di Indonesia yaitu
sebagai berikut : Papua 32,36 juta ha, lalu Kalimantan 28,23 juta ha, Sumatera 14,65 juta ha, Sulawesi 8,87 juta ha, Maluku dan Maluku Utara 4,02 juta ha, Jawa 3,09 juta
ha, serta Bali dan Nusa Tenggara 2,7 juta ha.
11
Sebagai lembaga yang sangat concern terhadap lingkungan, WALHI merasa kondisi ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus karena, semakin lama akan semakin
mengancam eksistensi dan membuat kualitas ataupun kuantitas hutan Indonesia tersebut menjadi menurun. Yang pada akhirnya membuat hutan Indonesia tersebut tidak bisa
menjalankan fungsi dan manfaatnya dengan baik. Dan hal ini disadari atau tidak pada Menanggapi hal ini, tentunya membuat resah seluruh masyarakat Indonesia dan
khusunya para pemerhati lingkungan baik perseorangan ataupun lembaga. Salah satunya yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
WALHI.
10
Ibid
11
Ibid
Universitas Sumatera Utara
akhirnya akan menimbulkan dampak buruk terhadap masyarakat Indonesia itu sendiri. Oleh karena itu, menurut WALHI, pemerintah harus segera bertindak cepat dan harus
segera menghentikan semua kegiatan yang menjadi penyebab dari berkurang atau menyusutnya jumlah hutan tersebut.
Menurut WALHI, terjadinya deforestasi terhadap jumlah ukuran luas hutan Indonesia ini disebabkan oleh berbagai hal, seperti misalnya terjadinya penebangan hutan
secara besar-besaran dan tak terkendali.
12
Menurut WALHI, penebangan hutan Indonesia telah dimulai sejak akhir tahun 1960-an, yang dikenal dengan banjir-kap, dimana
masyarakat Indonesia melakukan penebangan hutan secara manual. Lalu, penebangan hutan dalam skala besar dimulai pada tahun 1970, lalu dilanjutkan lagi dengan
dikeluarkannya ijin-ijin pengusahaan hutan tanaman industri, seperti halnya Hak Pengusahaan Hutan HPH di tahun 1990, dan sejak di keluar peraturan HPH inilah hutan
Indonesia terus berkurang dengan cepat. Bank Dunia, memperkirakan luas penyusutan hutan dalam tahun 1970-an sekitar 300.000 hektar pertahun, lalu pada tahun 1980-an naik
menjadi 800.000 hektar, lalu dalam tahun 1990-an luas penyusutan hutan Indonesia meningkat lagi menjadi 1juta hektar dan dalam tahun 2000-an meningkat lagi menjadi 1,3
juta hektar pertahun.
13
Adapun terjadinya penebangan hutan Indonesia secara besar-besaran dan tak terkendali ini adalah merupakan implikasi dari semakin tingginya kebutuhan masyarakat
Indonesia yang bersumber dari hutan tersebut, seperti misalnya kebutuhan terhadap persediaan kayu, baik itu kayu untuk kebutuhan pembangunan rumah, untuk memenuhi
kebutuhan industri dan sebagainya. Dampak dari tingginya permintaan terhadap kebutuhan kayu tersebut, maka terciptalah kesenjangan antara persediaan dan permintaan
12
http: www.walhi.or.id diakses pada tanggal 3 Maret 2009
13
Otto Soemarwoto, Op Cit, hal 31
Universitas Sumatera Utara
supply and demand terhadap kayu dipasaran. Keadaan ini akhirnya mendorong masyarakat Indonesia, baik secara individu maupun kelompok ataupun lembaga
melakukan eksploitasi terhadap hasil hutan dan melakukan penebangan kayu secara besar- besaran. Para pelaku industri perkayuan seperti hal nya pemegang izin konsesi HPH
meningkatkan kapasitas hasil produksi kayunya dengan paksa. Setiap tahun hutan Indonesia ditebang melebihi kapasitas pasokannya kayunya pertahun, yaitu rata-rata
sekitar 96,19 juta meter kubiktahun, yang mana menurut WALHI, sebenarnya hutan Indonesia hanya mampu memasok kayu bulat sekitar 46,77 juta meter kubik setiap
tahunnya.
14
Secara harfiah, definisi dari illegal logging adalah rangkaian kegiatan penebangan dan pengangkutan kayu ke tempat pengolahan hingga kegiatan ekspor kayu yang tidak
mempunyai izin dari pihak yang berwenangpemerintah sehingga dianggap tidak sah atau bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, oleh karena itu dipandang sebagai suatu
perbuatan yang merusak hutan. Ironisnya lagi, untuk memenuhi permintaan pasar terhadap kayu tersebut,
hutan Indonesia juga ditebang secara tak terkendali atau secara liar atau sering disebut dengan istilah praktek illegal logging.
15
14
http:
Praktek illegal logging ini pada umumnya dilakukan oleh oknum-oknum yang sebenarnya memiliki izin resmi dari pemerintah Indonesia untuk
melakukan penebangan terhadap hutan Indonesia, seperti halnya pemegang izin konsesi HPH seperti yang telah disebut diatas. Namun, bila dirinci lagi, pelaku illegal logging ini
sebenarnya merupakan suatu kelompok yang teroganisir. Maksudnya adalah, pelaku yang terlibat dalam praktek illegal logging ini tidak hanya pemegang izin penebangan hutan
atau HPH tersebut, namun termasuk juga buruh penebang kayu, pemilik modal, pembeli,
www.walhi.or.id, Loc Cit
15
IGM. Nurdjana, Op Cit, hal. 15
Universitas Sumatera Utara
penjual, maupun backing dari oknum aparat pemerintah dan TNIPolri dan oknum tokoh masyarakat.
16
Menurut dokumen resmi pemerintah, HPH-HPH tersebut menghasilkan kayu bulat rata-rata 20,4 juta meter kubik per tahun. Tetapi, hasil analisis pengamat dan investigasi-
olah data aktivis lingkungan diyakini sesungguhnya angka riil pembalakan oleh HPH dua kali lipat dari angka di dalam dokumen resmi tersebut.
Seperti yang telah diuraikan diatas, adapun hal yang memotivasi para pemegang HPH ini untuk melakukan praktek illegal logging tersebut adalah karena tingginya
permintaan pasar terhadap kayu, seperti halnya untuk memenuhi kebutuhan industri pulp and paper, yang secara tidak langsung telah menciptakan kesenjangan antara supply and
demand. Sehingga, untuk memenuhi tingginya permintaan pasar terhadap kayu di Indonesia tersebut, para pemegang izin HPH ini sering dengan sengaja melakukan
penebangan hutan diluar kapasitas konsesi izin HPH yang mereka miliki seperti halnya yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena tindakan penebangan hutan yang
dilakukan diluar konsesi izin HPH yang telah ditetap pemerintah tersebut, maka terjadilah apa yang disebut dengan praktek illegal logging.
17
Salah satu contoh kasus illegal logging yang dilakukan melalui modus penyalahgunaan izin HPH ini adalah kasus illegal logging yang dilakukan oleh pemilik
izin HPH bernama Adelin Lis. Adelin Lis adalah pemilik izin HPH yang berlokasi di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Melalui PT Keang Nam Development
Indonesia KNDI, Adelin Lis mengantongi izin HPH dari Menteri Kehutanan RI yang dikeluarkan pada tahun 1999.
18
16
Ibid, hal. 101
Areal konsesi izin HPH yang dimiliki Adelin Lis ini
17
http: www.walhi.or.id, Loc Cit
18
Ibid
Universitas Sumatera Utara
luasnya mencapai 58.590 hektar yang terletak di Kecamatan Muara Batang Natal, Mandailing Natal Sumatera Utara. Akan tetapi, sejak tahun 2000 sampai dengan tahun
2005, ternyata Adelin Lis melalui PT KNDI lakukan penebangan di luar areal konsesi izin HPH yang dimilikinya. Dan atas perbuatannya ini, saat ini Adelin Lis dinyatakan telah
melakukan praktek illegal logging.
Praktek illegal logging ini merupakan salah satu penyebab penting terjadinya penyusutan dan berkurang nya luas hutan Indonesia. Secara kumulatif, menurut WALHI,
terhitung sejak tahun 1990 hingga tahun 2007, hutan Indonesia yang ditebang secara illegal rata-rata mencapai puluhan juta meter kubik setiap tahunnya, yaitu 30,18 juta meter
kubik setiap tahunnya.
19
Sistem penebangan hutan melalui izin HPH, walaupun resmi, sebenarnya juga merupakan salah satu penyebab berkurangnya hutan Indonesia. Hal ini disebabkan oleh
luas hutan Indonesia yang dijadikan sebagai lahan konsesi HPH terlalu luas, yaitu sejak dibentuk pada tahun 1990 hingga tahun 2000-an, sekitar 62 juta hektar hutan dialokasikan
sebagai lahan atas 585 izin HPH.
20
Adapun definisi dari HPH ini adalah izin yang diberikan pemerintah Indonesia untuk melakukan pembalakan hutan secara mekanis diatas hutan alam Indonesia.
Jelas hal ini sangat mengancan eksistensi dan kuantitas hutan Indonesia.
21
19
Ibid
20
Ibid
21
Pasal 1 PP No 71990, tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
Tujuan dari dibuatnya aturan HPH itu sendiri adalah untuk menunjang pengembangan industri
hasil hutan dalam negeri demi meningkatkan nilai tambah dan devisa, meningkatkan produktivitas lahan dan kualitas lingkungan hidup, serta memperluas lapangan kerja dan
Universitas Sumatera Utara
lapangan usaha.
22
Adapun penyebab lain terjadinya deforestasi hutan tersebut adalah disebabkan oleh sistem perladangan berpindah.
Penebangan hutan melalui sistem HPH ini diatur dalam Peraturan Pemerintah PP Nomor 7 tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
HPHTI.
Namun, tujuan dari dibentuknya aturan HPH tersebut tidak dijalankan dengan baik oleh pengusaha-pengusaha HPH tersebut. Mereka hanya mengejar keuntungan materi saja.
Persayaratan dan ketentuan-ketentuan yang mengatur pengusahaan hutan tidak mereka laksanakan sehingga kayu hutan dibabat habis tanpa tebang pilih dan tidak dilakukannya
penananam kembali terhadap lahan yang telah habis ditebang. Hal ini dapat terjadi disebabkan antara lain kurangnya pengawasan, mentalitas dan integritas pengawas yang
bobrok, pengusaha kurang bertanggung jawab, dan pengusaha tidak peduli lingkungan.
23
22
Arifin Arief, Op Cit, hal 21-22
23
Karden Eddy Sontang Manik, Op Cit, hal 78
Sistem ini dilakukan oleh penduduk yang tinggal dikawasan atau dipinggir hutan. Pertanian yang mereka lakukan masih sederhana yaitu
dengan cara menebang pohon dan setelah kering dibakar. Tanah tidak diolah, tetapi langsung ditanami. Lahan hutan yang telah ditebang ini hanya dimanfaatkan 3-4 tahun
saja dan kemudian ditinggalkan. Selanjutnya, mereka membuka lahan hutan baru yang caranya sama dengan sebelumnya. Demikian seterusnya dan biasanya setelah setelah 6-12
tahun 4 kali berpindah garapan mereka kembali ke lokasi yang yang dibuka pertama. Sebetulnya, sistem perladangan berpindah tidak berdampak negatif terhadap lingkungan
karena luas yang dibuka tidak terlalu besar, sekitar 2-3 hektar. Tetapi, karena penduduk bertambah terus dan teknologi sudah mulai mereka kenal, maka luas hutan yang dibuka
makin luas dan waktu tanah untuk ditanami juga semakin singkat.
Universitas Sumatera Utara
Sebenarnya masih banyak lagi penyebab terjadinya deforestasi terhadap hutan Indonesia tersebut. Namun, apapun bentuknya, kompleksnya penyebab terjadinya
deforestasi terhadap hutan Indonesia seperti yang telah diuraikan diatas, sebenarnya tidak akan terjadi bila manajemen perlindungan hutan Indonesia yang telah dirancang
pemerintah Indonesia diterapkan dengan baik. Karena, setidaknya telah ada tiga instrumen perundangan-undangan yang mengakomodir, mengatur dan melindungi sektor kehutanan
di Indonesia tersebut. Seperti misalnya UU No. 51990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam, khususnya terdapat pada pasal 19, 21, 22, dan 33, yang mencatat pelarangan-
pelarangan yakni; menebang tumbuhan yang dilindungi, kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi, zona inti dan zona lainnya dari taman nasional, taman hutan raya, dan
taman wisata alam, mengangkut kayu yang tidak sesuai dengan ketentuannya, menyimpan-memiliki dan atau memperdagangkan tumbuhan dan satwa yang dilindungi.
Lalu UU No 231997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, terdapat pada pasal 15 dan pasal 18, yang juga mencatatkan hal yang berhubungan dengan pelarangan terhadap
upaya-upaya perusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perorangan maupun kelompok. Usaha-usaha yang berdampak besar kepada penghancuran lingkungan hidup
tanpa memiliki analisa dampak lingkungan pasal 15, tidak memilikimemperoleh izin usaha usaha-usaha yang berdampak besar terhadap lingkungan hidup yang diberikan
oleh pejabat yang berwenang sesuai peraturan perundangan pasal 18, dan UU No 411999 tentang Kehutanan, pada pasal 50 menyebutkan beberapa hal yang berkaitan
dengan pelarangan yang terjadi pada pengelolaan sumber daya hutan antara lain : menebang tanpa izin, menebang dekat sumber air waduk, menebang tidak sesuai izin,
menebang dikawasan lindung dan taman nasional, membunuh satwa dan pohon yang dilindungi, menyelundupkan kayu, memproses kayu illegal, menyuap petugas kehutanan,
gagal bayar dana reboisasi.
Universitas Sumatera Utara
Namun sangat disayangkan, dalam implementasinya ketiga perangkat hukum ini sepertinya tidak dijalankan secara intensif oleh para pelaku kebijakan dan terkesan lemah
dalam memberantas perusakan hutan ataupun illegal logging karena, secara hukum undang-undang tersebut tidak mampu membuktikan pelaku utamanya. Justru yang sering
dijerat hukum adalah buruh penebang dan pemilik jasa angkutan yang dibayar oleh pelaku utama atau aktor intelektualnya.
Manajemen hutan di Indonesia juga telah lama dijangkiti oleh korupsi. Aparat pemerintahan yang dibayar rendah dikombinasikan dengan lazimnya usahawan tanpa
reputasi baik dan politisi licik. Ini berarti larangan penebangan hutan secara liar tidak dijalankan, peraturan lingkungan hidup yang tak dipedulikan, taman nasional yang
dijadikan lahan penebangan pohon, serta denda dan hukuman penjara yang tak pernah ditimpakan. Sungguh mengheran jika mendengar berita di media, cukong illegal logging
di vonis bebas oleh pengadilan atau pelaku lapangan perambahan hutan dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara.
Cerita terjadinya penyusutan dan terus berkurangnya hutan Indonesia memang bukan lagi hal yang baru. Bahkan, hal tersebut telah banyak menimbulkan bencana
ekologi, seperti misalnya banjir, tanah longsor, perubahan iklim yang tak menentu, kebakaran dan kekeringan. Hal ini jelas merupakan dampak dari penyusutan dan terus
berkurang hutan Indonesia tersebut, yang mengakibatkan hutan Indonesia tidak dapat menjalankan fungsi dan manfaat nya secara maksimal. Ilmuwan diberbagai belahan dunia
telah membukt ikan hubungan langsung antara kerusakan hutan dengan bencana banjir dan longsor, konflik dengan masyarakat, hilangnya keanekaragaman hayati, timbulnya
Universitas Sumatera Utara
kebakaran hutan dan juga sebagai salah satu faktor pemicu perubahan iklim global.
24
“Hampir semua krisis yang melanda dan mempengaruhi ekonomi dunia pada hakikatnya berasal dari masalah lingkungan.”
Dan tentunya, hal ini juga berpengaruh terhadap ekonomi dunia khusunya Indonesia seperti
halnya ungkapan seorang ekonom dari Harvard University, Amerika Serikat yaitu Jeffrey Sachs yang mengatakan bahwa :
25
Menurut WALHI, pada tahun 2006 saja, terjadi 59 kali bencana banjir dan longsor yang memakan korban jiwa 1.250 orang, merusak 36 ribu rumah dan menggagalkan panen
di 136 ribu hektar lahan pertanian.
26
Dan WALHI mencatat kerugian langsung dan tak langsung yang ditimbulkan dari banjir dan longsor tersebut, rata-rata mencapai Rp 20,57
triliun setiap tahunnya atau setara dengan 2,94 dari APBN 2006.
27
Oleh karena itu, dalam menanggapi pokok permasalahan tersebut diatas, maka WALHI sebagai lembaga yang sangat concern tehadap lingkungan tetap tidak pesimistis
dalam memandang kondisi hutan Indonesia saat ini. Menurut WALHI, kondisi ini sesungguhnya dapat diperbaiki dan hutan Indonesia dapat diselamatkan jika ada kemauan
baik dan berubahnya pola pikir masyarakat dan khususnya Negarapemerintah dalam Masalah pokok yang sangat memprihatinkan tersebut diatas, menjadi judul besar
penghancuran hutan di Indonesia. LSM yang menyangkut lingkungan hidup memperkirakan bahwa, apabila permasalahan kerusakan hutan di Indonesia tersebut diatas
tidak ditangani segera, maka diprediksikan kemungkinan hutan Indonesia akan musnah 15 tahun kedepan dapat lebih cepat terjadi.
24
M.Ridha Saleh, ECOCIDE, Politik Kejahatan Lingkungan dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Jakarta : WALHI, 2005, hal 33
25
Jeffrey Sachs, Commom Wealth: Economics for a Crowded Planet , 2009, dikutip dalam KOMPAS, Bumi Kian Sumpek, Rabu 3 Juni 2009, hal 6
26
http:walhi.or.id, Loc Cit
27
Ibid
Universitas Sumatera Utara
mengelola hutan Indonesia secara berkeadilan rakyat dan pro kelestarian. Inilah waktunya bagi pemerintah ataupun masyarakat Indonesia untuk mulai serius menangani penyusutan
dan perusakan hutan baik dengan motif illegal logging, penggunaan HPH ataupun pembukaan lahan yang tak terkontrol. Dan bagi pemerintah, komitmen politis adalah
kuncinya.
Maka dari itu, untuk menunjukkan kepedulian WALHI terhadap hutan Indonesia yang terus mengalami deforestasi tersebut, WALHI pun berupaya mencarikan sebuah
solusi dalam mengatasi terjadinya deforestasi terhadap hutan Indonesia tersebut. Adapun upaya pencarian solusi yang dilakukan WALHI tersebut adalah dengan merancang dan
mencetuskan sebuah konsep ataupun rumusan berupa kebijakan yang akan ditawarkan kepada pemerintah Indonesia. Dan adapun istilah dari rumusan ataupun konsep kebijakan
yang dicetuskan oleh WALHI tersebut, disebut dengan istilah kebijakan moratorium logging atau jeda tebang terhadap hutan Indonesia.
Rumusan ataupun konsep kebijakan moratorium logging ini, dicetuskan oleh WALHI melalui rapat Konsultasi Daerah Lingkungan Hidup KDLH yang diadakan
WALHI pada tanggal 22 April tahun 2000 di Jakarta.
28
Secara definisi, moratorium logging atau jeda tebang menurut WALHI adalah berhenti sejenak dari aktivitas
penebangan dan konversi hutan.
29
28
Wawancara dengan Syahrul Isman Eksekutif Daerah WALHI-Sumatera Utara pada tanggal 27 Maret 2009
Adapun definisi lainnya yaitu pembekuan atau penghentian sementara seluruh aktifitas penebangan kayu skala besar skala industri
untuk sementara waktu tertentu sampai sebuah kondisi yang diinginkan tercapai. Menurut WALHI, moratorium logging ini dilaksanakan paling sedikit selama 15 tahun. Lama atau
masa diberlakukannya moratorium logging ini biasanya juga ditentukan oleh berapa lama
29
http: www.walhi.or.id diakses pada tanggal 27 Maret 2009
Universitas Sumatera Utara
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi tersebut. Tujuannya adalah untuk mengambil jarak dari masalah agar didapat jalan keluar yang bersifat jangka panjang dan
permanen.
Menurut WALHI, kebijakan moratorium logging yang dicetuskan oleh WALHI ini, cukup efektif untuk mengatasi fenomena penyusutan dan perusakan hutan Indonesia.
Oleh karena itu, WALHI menyerukan kepada pemerintah Indonesia agar segera memberlakukan kebijakan moratorium logging tersebut. Agar penyusutan dan kerusakan
hutan dalam skala massif dapat segera terhindari.
Dengan alasan untuk lebih memahami dan mendalami tentang peran WALHI dalam upaya mencegah laju penyusutan dan perusakan hutan di Indonesia melalui
pencetusan kebijakan moratorium logging tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkajinya lebih mendalam melalui penelitian skripsi ini.
I.2 Perumusan Masalah