FISIP USU| Universitas Sumatera Utara
didominasi oleh rokok dan perawatan wanita. Inilah ranah tektualitas berupa tanda dan
makna yang masih menjadi misteri menunggu untuk dipecahkan dan di bedah.
2.2 Model Teoritik
Salah seorang ahli teori kunci semiotika, Roland Barthes, mengembangkan gagasan-gagasan Saussure dan mencoba menerapakan kajian tanda-tanda secara lebih
luas lagi 1967. Melalui sebuah karier yang produktif dan menggairahkan dalam banyak fase budaya, barthes memasukkan fesyen 1990, fotografi 1984 sastra 1987,
majalah, dan musik diantara sekian banyak minatnya 1973;1984. Salah satu keasyikan utamanya adalah “bagaimana makna masuk kedalam citraimage” Barthes, 1984:32.
Dan itulah kunci menuju semiotika : tentang bagaimana pencipta sebuah citra membuatnya bermakna sesuatu dengan bagaimana kita, sebagai pembaca,
mendapatkan maknanya. Stokes, 2006:76 Barthes berpendapat bahwa kita dapat berbicara tentang dua sistem pemaknaan:
donotasi dan konotasi. Denotasi adalah level makna deskriptif dan lliteral yang secara virtual dimiliki semua anggota suatu kebudayaan. kata, ‘keledai’ bermakna denotatif
konsep binatang ternak yang berguna dan bewarna abu-abu dengan mulut dan ekor, dan seterusnya. Pada level kedua konotasi makna dibangun oleh penanda yang mengaitkan
dengan aspek budaya yang lebih luas : keyakinan, sikap, kerangka kerja dan ideologi suatu bangunan sosial. Jadi ‘keledai’ bisa bermakna konotatif orang bodoh atau mudah
dibohongi, menurut sub-kode atau leksikon yang digunakan Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda
adalah peran pembaca the reader. Konotasi walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar
mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun diatas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh Barthes
disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama Sobur,2004:69.
Universitas Sumatera Utara
FISIP USU| Universitas Sumatera Utara
Berbagai tingkatan pertandaan ini sangat penting dalam penelitian desain, karena dapat digunakan sebagai model dalam membongkar makna desain iklan, produk,
interior, fesyen yang berkaitan secara implisist dengan nilai-nilai ideologi, budaya, moral, spritual. Tingkatan tanda dan makna barthes ini dapat digambarkan sebagai
berikut : Gambar 2.5
Tingkatan Makna Barthes
Christomy, T dan Untung Yuwono. 2004. Semiotika Budaya. Jakarta: Pusat Kemasyarakatan dan Budaya UI, hal .163.
1.
Tanda
Tanda itu adalah keseluruhan yang dihasilkan antara penanda atau petanda, tanda harus memiliki baik signifier dan signified. Tanda adalah juga parole yang
membawa pesan. Parole dapat berbentuk lisan, tulisan atau representasi lain, misalnya wacana tulis, iklan foto, film, sport, tontonan, dan lain-lain. Christomy, 2004:269.
Secara figuratif, tanda memberi kita kesempatan untuk membawa dunia sekitar kita di dalam pikiran kita. Akan tetapi, ini bukan dunia yang sebenarnya; ini adalah
dunia mental yang menjadi kenyataan oleh lingkup referen di batasi oleh tanda. 2.
Denotasi
Denotasi memiliki makna yang bersifat secara langsung, yaitu makna khusus yang terdapat pada tanda, dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran
petanda.makna ini didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu; memiliki sifat objektif.
Universitas Sumatera Utara
FISIP USU| Universitas Sumatera Utara
3.
Konotasi
Konotasi diartikan sebagai aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara dan
pendengar selain itu juga memiliki makna subjektif dan berhubungan dengan emosional.
4.
Mitos
Mitos berasal dari kata bahasa Yunani mythos yang artinya’ kata-kata’, ‘wicara’, ‘kisah tentang para dewa’. Ini bisa didefinisikan sebagai narasi yang
didalamnya karakter-karakternya adalah para dewa, pahlawan, dan makhluk-makluk mitis, dengan plotnya adalah tentang asal usul segala sesuatu atau tentang peristiwa
metafisis yang berlangsung didalam kehidupan manusia, dan disini setting-nya adalah penggabungan dunia metafisis dengan dunia nyata. Dalam tahap-tahap awal budaya
manusia, mitos berfungsi sebagai ‘teori narasi’ yang asli tentang dunia. Itulah sebabnya semua budaya menciptakan kisah ini untuk menjelaskan asal-usulnya Danesi,2010:56.
Barthes berpendapat bahwa dalam mitos ada dua sistem semiologis yaitu satu sistem bahasa, yang disebut bahasa-objek, yang dipakai oleh mitos untuk membentuk
sistemnya sendiri, yang merupakan metabahasa, karena merupakan bahasa kedua yang “membicarakan” dibuat atas dasar yang pertama. Mitos tidak mempertanyakan lagi
susunan bahasa-objek atau mempermasalahkan unsur-unsur kebahasaanya, melainkan hanya tanda globalnya Cristomy, 2004: 269. Joseph Campbell 1904-1987
memaparkan Mitos menjelaskan dunia dalam pelbagai cara yang terus dipahami secara intuitif oleh semua orang, tanpa melihat tingkat kemelekhurufan dan kecanggihan
teknologi yang mereka miliki.
Universitas Sumatera Utara
FISIP USU| Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Penelitian kualitatif merupakan nama yang diberikan bagi paradigma penelitian yang terutama berkepentingan dengan makna dan penafsiran. Penelitian ini didasarkan
pada penafsiran terhadap dunia berdasar pada konsep-konsep yang umumnya tidak memberikan angka numerik, seperti etnometodologi atau jenis wawancara tertentu.
Metode ini dianggap bersifat interpretatif Stokes, 2006: 15. Semiotika adalah salah satu bagian dari bentuk analisis isi kualitatif. Melalui
analisis semiotika ini dapat digunakan untuk menganalis sejumlah besar sistem tanda yang dapat dimanfaatkan pada kajian media dan kajian kultural lainnya, Semiotika
menjadi suatu pendekatan terbaik dalam mengkaji suatu makna khususnya yang berhubungan dengan media visual.
Analisis semiotik yang digunakan mengacu pada semiologi Roland Bathes signifikasi dua tahap two order signification; denotasi dan konotasi. Semiologi Roland
Barthes dipilih karena mampu memaknai tanda pada media visual seperti iklan televisi. Unsur-unsur visual yang terdapat di dalam iklan tidak bisa secara gamblang “bercerita”
melainkan harus dimaknai oleh pembacanya. Semiologi Roland Barthes menekankan pada peran pembaca reader, peran di sini berati walaupun sebuah tanda telah memiliki
makna denotasi ataupun konotasi, tetapi tetap saja dibutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Dalam Semiologi Roland Barthes, kode-kode komunikasi yang
terdapat pada desain iklan televisi nantinya akan dicari makna riil-nya denotasi, kemudian hubungan antara satu tanda dengan tanda lainnya akan dicari makna tersirat
didalamnya konotasi.
Universitas Sumatera Utara