FISIP USU| Universitas Sumatera Utara
a. Analasis Data
Gambar 4.1
Ilustrasi Scene pertama detik 17-20
Scene ini menggambarkan seorang gadis Bali yang sedang memanjatkan doa pada pagi hari. Scene ini dimulai dengan pemandangan persawahan Bali yang indah.
Kemudian selama 3 detik berfokus pada gadis Bali yang sedang memanjatkan doa. Gambar dengan menggunakan teknik close up, sudut pandang eye level. Fokus pada
gambar ini sangat jelas berfokus pada satu point interest yakni gadis bali yang sedang berdoa. Pencahayaan menggunakan high contrast dan menonjolkan banyak warna
kuning. Latar tempat kejadian adalah persawahan Bali. Ikon Scene Pertama
Penanda signifier Petanda signified
Wanita berparas cantik berkulit sawo matang, khas wanita Bali. Memakai baju
adat Bali, dengan setangkai bunga disemangatkan pada telinganya.
Rambutnya hitam dan lurus diikat ke arah pundaknya.
Wanita Bali
Universitas Sumatera Utara
FISIP USU| Universitas Sumatera Utara
1. Tataran Denotatif
Seorang wanita Bali memakai baju khas Bali berwarna kuning sedang memanjatkan doa. Kulitnya berwarna sawo matang menunjukkan khas dari wanita
Indonesia. Setangkai bunga segar disemangatkan di telinga wanita ini. Rambutnya hitam dan lurus. Tidak banyak pernak-pernik yang digunakan. Penampilannya
ditampilkan senatural mungkin. Tanpa gelang, rantai, lipstiks dan tata rias wajah. Pemilihan gambar ini juga untuk menguatkan narasi pada iklan yang menyebutkan
‘selaras dengan alam’. Selama 3 detik iklan ini hanya berfokus pada gadis Bali ini, dikuatkan dengan narasi yang menyebutkan ‘selaras dengan alam’.
2. Tataran konotatif
Scene ini menekankan narasi ‘selaras dengan alam’. Bali dianggap sebagai daerah yang bersahabat dengan alam. Ini tidak lepas dari budaya masyarakat Bali pada
saat perayaan Nyepi. Pada saat itu, Bali merupakan kawasan yang gelap gulita. Semua penduduk Bali berada di rumah dan melakukan semedi. Tidak makan dan tidak minum
serta mematikan seluruh api dalam tubuh. Perayaan Nyepi ini sangat terkenal di dunia, apalagi dengan makin gencarnya
kampanye ‘Go green’, ’Save Our Earth’ dan lain-lain. Perayaan Nyepi dianggap sebagai perayaan yang sangat ramah lingkungan. Menurut keputusan seminar Kesatuan
Tapsir terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu tentang Hari Raya Nyepi 1988. Pelaksanaan Hari Nyepi pada dasarnya merupakan penyucian ‘Bhuwana Agung’ dan
‘Bhuwana Alit’ makro dan mikrokosmos untuk meweujudkan kesejahteraan dan kebahagian lahir dan bathin Jagadhita dan Moksa, terbinanya kehidupan berdasarkan
satyam kebenaran, sivam kesucian dan sundaram keharmonisankeindahan www.parissweethome.com
Catur Brata dalam Nyepi sebagai berikut : 1 Amati Agni, tidak menyalakan api serta tidak mengobarkan hawa nafsu, 2 Amati Karya, yaitu tidak melakukan kegiatan
jasmani, melainkan meningkatkan kegiatan menyucikan rohani, 3 Amati Lelungan, yaitu tidak berpergian melainkan mawas diri, dan 4 Amati Lelanguan, yaitu tidak
Universitas Sumatera Utara
FISIP USU| Universitas Sumatera Utara
mengobarkan kesenangan melainkan melakukan pemusatan pikiran terhadap Ida Sang Hyang Widhi.
Ilustrasi Scene kedua detik 29-31
Gambar detik 29 Gambar detik 30
Gambar detik 31 Scene ini menampilkan seorang wayang cilik. Pertunjukkan wayang di desa-
desa yang sering hadir dalam upacara pernikahan, sunatan atau hari besar. Wayang cilik mengenakan baju khas Jawa dan blankon sambil memegang wayang. Pengambilan
gambar menggunakan medium close up menampilkan wayang cilik memegang wayang. Sudut pandang gambar menggunakan eye level dengan tipe lensa normal. Fokus scene
ini adalah selective focus dengan point of interest tertuju kepada wayang cilik yang sedang memainkan wayang.
Pencahayaan scene ini menggunakan pencahayaan low contrast terkesan alamiah seperti adanya. Tidak terlalu banyak penambahan pernak-pernik pencahayaan.
Pencahayaan digambarkan seperti lampu petromak yang biasa digunakan dalam pertunjukan wayang. Warna yang banyak terpancar adalah warna kuning keemasan
berasal dari lampu, dan warna cokelat tua ciri khas budaya Jawa. Pada detik selanjutnya, scene menunjukkan hanya pegangan wayang. Teknik
pengambilan gambar menggunakan big close up berusaha menekankan pada wayang. Sudut gambar menggunakan high angle dengan tipe lensa wide angle agar menciptakan
efek dramatis dari petunjukkan wayang. Tipe lensa yang digunakan bersifat telephoto. Fokus gambar ini ingin menunjukkan pegangan wayang secara khusus. Pencahayaan
menggunakan low key tidak terlalu banyak dan didominasi warna hitam. Warna yang banyak terlihat adalah hitam.
Universitas Sumatera Utara
FISIP USU| Universitas Sumatera Utara
Pada detik ke 31, scene menampilkan gambar yang berbeda dari penampilan wayang. Detik sebelumnya menampilkan ekspresi dari wayang cilik, pada detik ini
iklan menampilkan kegiatan wayang dalam sebuah pertunjukkan. Pengambilan gambar dilakukan dengan extreme long shot menampilkan sosok wayang cilik yang sedang
menggerakkan wayang dari belakang. Sudut pandang kamera menggunakan high angle. Tipe lensa yang digunakan adalah wide angle. Sementara fokus kamera menggunakan
deep focus karena berusaha merekam seluruh kegiatan yang ada dalam scene ini. Pencahayaan yang digunakan adalah high key yang menampilkan keceriaan dan
kesenangan. Warna yang digunakan pun adalah warna kuning emasa yang menunjukkan optimisme dan harapan.
Penanda signifier Petanda signified
Wayang cilik menggunakan blankon berwarna cokelat. Memakai baju khas
Jawa yang juga didominasi warna cokelat. Wayang cilik ini sedang merentangkan
kedua tangannya sambil memegang wayang yang sedang dimainkan.
Wayang Cilik
Gambar ini menampilkan secara jelas tentang wayang. Penekanan akan aktifitas
sebelumnya wayang cilik menggunakan pegangan wayang dari dekat. Pegangan
wayang bewarna cokelat Pegangan wayang
Seorang wayang cilik yang sedang memainkan wayang. Memakai blankon
dan baju khas Jawa.
Universitas Sumatera Utara
FISIP USU| Universitas Sumatera Utara
1. Tataran Denotatif
Dalam scene ini menunjukkan secara sederhana tentang budaya Jawa. Budaya Jawa yang beragam diwakilkan oleh pertunjukkan wayang. Penekanan juga dilakukan
dengan adanya blankon khas Jawa dan baju khas Jawa. Pertunjukkan ini ditampilkan senatural mungkin seperti apa adanya. Tidak ada unsur penambahan tentang budaya
Jawa lainnya. Apa yang ditampilkan merupakan wujud dari pertunjukkan wayang seperti biasanya. Dilakukan dari panggung ke panggung di desa-desa. Wayang cilik
dalam gambar ini menunjukkan bahwa tidak hanya orang tua saja yang mengerti tentang budaya, tetapi anak-anak juga perduli pada budaya bangsa ini. Penekanan juga
dilakukan oleh narasi ‘untuk menjaga budaya lestari’ 2.
Tataran konotatif Dalam representasi budaya, scene ini ingin menggambarkan tentang bentuk lain
dari budaya Indonesia yaitu budaya Jawa. Wayang merupakan pertunjukkan rakyat yang ditampilkan hampir di setiap desa di pulau Jawa. Tidak hanya di Pulau Jawa, di
daerah migrasi yang mayoritas penduduk Jawa, budaya ini juga banyak ditampilkan. Secara sederhana scene ini menunjukkan bahwa budaya Jawa juga merupakan budaya
keseharian bangsa Indonesia. Penekanan narasi ‘menjaga budaya lestari’ menunjukkan bahwa budaya yang
harus terus dijaga adalah budaya Jawa. Karena budaya ini menjadi identitas dari budaya Indonesia. Pemilihan wayang cilik juga merepresentasikan bahwa sudah saat nya
budaya dijaga tidak hanya oleh orang-orang tua, tetapi dimulai sejak dini. Anak kecil merupakan generasi penerus bangsa yang bakal menjadi pemimpin bangsa di kemudian
hari.
Ilustrasi Scene ketiga detik 32-34
Universitas Sumatera Utara
FISIP USU| Universitas Sumatera Utara
Pada scene ini, selama 3 detik menampilkan anak-anak yang belajar angklung. Di dalam tempat yang berlatarkan bambu, anak-anak terlihat ceria ketika belajar
memainkan angklung. Angklung adalah salah satu alat musik yang berasal dari Jawa Barat. Angklung banyak dimainkan dan bahkan sudah pernah di orkestrakan oleh Addie
MS di luar negeri. Angklung merupakan salah satu dari alat musik tradisional kita yang mendunia.
Scene ini menggunakan teknik pengambilan gambar full shot yang ingin menangkap kegiatan sosial dari proses belajar angklung. Sudut pandang kamera
menggunakan low angle. Tipe lensa yang digunakan adalah normal menunjukkan keseharian dalam belajar angklung. Fokus dalam scene ini adalah deep focus. Semua
unsur dianggap penting. Pencahayaan menggunakan high key kembali menunjukkan keceriaan dan kecerahan. Warna yang mendominasi juga adalah warna kunig keemasan
dan warna cokelat. Penanda signifier
Petanda signified Di bawah pondok bambu, seorang guru
sedang mengajarkan anak-anak untuk bermain angklung. Sang guru seperti
seorang komposer, anak-anak melingkar memperhatikan instruksi dari sang guru.
anak-anak bermain angklung
1. Tataran Denotatif
Sekumpulan anak sedang belajar bermain angklung. Memakai topi khas sunda mereka terlihat antusias dalam mengikuti pelajaran tersebut. Di tengah mereka ada
seorang guru yang membantu anak-anak ini untuk belajar. Kegiatan ini sangat sederhana, dilakukan di dalam gubuk yang terbuat dari bambu. Walaupun dengan segala
Universitas Sumatera Utara
FISIP USU| Universitas Sumatera Utara
keterbatasan tempat belajar, anak-anak terlihat sangat ceria dan antusias. Tidak ada kelihatan unsur kemewahan dalam scene ini, bahkan anak-anak terlihat sangat
sederhana dengan menggunakan pakaian keseharian mereka 2.
Tataran konotatif Unsur budaya sunda coba ditampilkan dalam scene ini. Kesederhaan dan
kehangatan tanah parahyangan coba menonjol dengan jelas. Walaupun di dalam gubuk bambu, dengan pakaian seadaanya, anak-anak terlihat ceria dan menikmati permainan
angklung. Angklung merupakan alat musik yang mengutamakan kekompakan. Setiap individu bertanggung jawab pada nadanya sendiri. Dalam scene ini unsur kerjasama
coba ditampilkan. Kesederhanaan paling jelas terlihat, dengan fasilitas dan alat-alat yang tersedia
dari alam. Anak-anak tetap dapat menunjukkan keceriaan dan kehangatan mereka. Tawa mereka menjadi simbol keceriaan, dan warna cahaya matahari dipadukan dengan bambu
kuning menandakan optimisme dan harapan dari setiap anak. Pernyataan tegas walau dengan segala keterbatasan mereka tetap semangat dalam memainkan angklung.
Ilustrasi Scene keempat detik 34-38
Scene ini menampilkan sebuah pertunjukkan tari pendet yang berasal dari Bali. Scene pertama menampilkan gerakan tangan penari pendet. Teknik Pengambilan
gambar dilakukan secara close up. Menggunakan selective focus yang berfokus pada gerakan tangan penari. Tipe pencahayaan high contrast perbedaan warna hitam dan
kuning keemasan sangat jelas terlihat. Sudut pandang menggunakan eye level dengan tipe lensa telephoto.
Universitas Sumatera Utara
FISIP USU| Universitas Sumatera Utara
Scene selanjutnya bercerita tentang tarian pendet yang disajikan di depan orang- orang ramai mendapat apresiasi. Apresiasi ini datang dari orang-orang luar negeri. Ini
ditunjukkan dengan sosok dua orang berkebangsaan eropa secara antusias menikmati pertunjukkan tari pendet. Teknik pengambilan gambar dengan full shot , sudut pandang
yang digunakan eye level. Tipe lensa menggunakan telephoto. Fokus pada scene ini adalah deep focus dengan pencahayaan high contrast. Warna yang mendominasi adalah
hitam dan kuning keemasan. Penanda signifier
Petanda signified Gerakan tangan penari pendet dari Bali
Gerakan tangan penari pendet
Penari pendet sedang mempertunjukkan keahliannya di hadapan para tamu dari
luar negeri.
1. Tataran Denotatif
Scene ini bercerita tentang tarian pendet yang berasal dari Bali. Pendet merupakan tarian yang sangat sering ditampilkan dalam pertunjukkan seni ataupun
budaya di Bali. Bali terkenal sebagai tujuan wisata terkenal di dunia. Orang-orang dari berbagai negara datang ke Bali untuk menikmati keindahan wisata Bali. Dan tari pendet
sering dipertunjukkan sebagai tarian selamat datang di daerah Bali. Tarian ini sering mendapat apresiasi yang baik dari tamu asing. Keindahan
gerakan serta kecantikan para penari membius tamu asing. Tari pendet merupakan kekayaan budaya milik negara ini.
Universitas Sumatera Utara
FISIP USU| Universitas Sumatera Utara
2. Tataran konotatif
Pada tahun 2009, tarian ini sempat ditampilkan dalam iklan Discovery Channel Malaysia. Iklan ini memicu kontroversi dan ketegangan antara Indonesia – Malaysia.
Indonesia mengganggap Malaysia mengklaim budaya Indonesia. Tayangan iklan ini menimbulkan ketegangan anti-Malaysia. Namun akhirnya Discovery Channel
melayangkan surat kepada kedua negara dan meminta maaf. Iklan ini ingin memperkenalkan kembali bahwa tarian pendet merupakan budaya Indonesia.
Kelestarian tarian pendet merupakan tanggung jawab kita semua untuk menjaganya.
Ilustrasi Scene kelima detik 58 – 60
Scene ini menggambarkan sebuah perlombaan karapan sapi. Perlombaan karapan sapi merupakan salah satu dari budaya Madura. Perlombaan ini sangat terkenal
karena berbeda dengan balapan-balapan yang telah ada. Di Eropa dikenal balapan kuda, hampir mirip dengan balapan kuda di Nusa Tenggara.
Scene ini berlangsung selama tiga detik, selama satu detik teknik pengambilan gambar menggunakan long shot untuk menampilkan perlombaan ini secara utuh. Sudut
pandang kamera menggunakan teknik eye level. Tipe lensa yang digunakan normal, untuk menonjolkan efek normalitas dan keseharian. Fokus menggunakan deep focus,
semua gambar adalah penting, tapi tetap memfokuskan secara spesifik kepada penunggang kuda. Pencahayaan menggunakan high key menonjolkan keadaan yang
bersemangat, riang dan cerah. Warna dalam scene ini didominasi warna hijau, cokelat dan putih.
Universitas Sumatera Utara
FISIP USU| Universitas Sumatera Utara
Pada detik selanjutnya, yaitu detik ke 59 dan detik 60, scene lebih berfokus kepada salah satu penunggang sapi. Scene ini berlangsung selama dua menit dan ingin
menangkap semangat sang penunggang secara utuh. Lebih di dominasi warna cokelat dan hijau. Teknik pengambilan gambar menggunakan big close up untuk menangkap
emosi serta momen dalam perlombaan secara lebih dalam. Sudut pandang menggunakan low angle, serta menggunakan tipe lensa wide angle agar lebih
menangkap efek dramatisnya. Fokus dalam scene berfokus pada sosok penunggang sapi dan sapinya, dalam hal ini berarti selective focus. Pencahayaan masih menggunakan
high key dengan didominasi warna terang dan cerah. Penanda signifier
Petanda signified Perlombaan karapan sapi, ditandai dengan
dua buah karapan yang terdiri atas seorang penunggang dan dua buah sapi
Penunggang sapi dan karapan sapi yang sedang berlomba.
1. Tataran Denotatif
Secara sederhana, scene ini menampilkan salah satu budaya Indonesia yang cukup terkenal, yakni karapan sapi. Walaupun Madura adalah salah satu pulau yang
agak jauh dari Jawa daratan, karapan sapi mampu membawa banyak orang datang ke Madura. Acara ini khusus diadakan setiap tahunnya biasanya bertepatan dengan hari
ulang tahun kemerdekaan RI atau pada perayaan hari besar. Hal yang menarik dari perlombaan ini adalah, walaupun dengan menunggang
sapi bukan kuda seperti yang lain, gengsi perlombaan ini tidak kalah dengan perlombaan lain. sapi yang digunakan adalah sapi khusus yang dilatih untuk berlomba.
Dan ketika menjadi juara, harga jual sapi akan melambung tinggi. Biasanya sapi dihargai karena daging dan susunya. Tapi di Madura, sapi dihargai karena
memenangkan kejuaraan karapan sapi.
Universitas Sumatera Utara
FISIP USU| Universitas Sumatera Utara
2. Tataran konotatif
Sapi merupakan hewan yang sangat berguna, selain daging dan susunya yang bisa dijual. Masyarakat Madura menemukan kegunaan lain dari sapi, yakni sebagai
tunggangan. Ini menunjukkan betapa kreatifnya budaya Indonesia. Memanfaatkan semua dari alam, tanpa tergantung oleh teknologi. Di negara eropa pacuan kuda menjadi
bisnis yang menggiurkan. Perlombaan ini kehilangan unsur budayanya karena sebuah industrialisasi. Tapi di negeri kita, perlombaan tetap dalam hakikatnya, yakni mencari
yang terbaik. Bukan mencari keuntungan semata. Budaya dipandang sebagai nilai luhur, bukan uang yang menjadi budaya.
4.2 Representasi Citra Budaya Indonesia Dalam Iklan Kopi Kapal Api